II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Energi 2.1.1 Pengertian Manajemen Energi Manajemen energi adalah suatu program yang direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis untuk memanfaatkan energi secara efektif dan efisien dengan melakukan perencanaan, pencatatan, pengawasan dan evaluasi secara kontinu tanpa mengurangi kualitas produksi dan pelayanan. Manajemen energi mencakup perencanaan dan pengoperasian unit konsumsi dan produksi yang berkaitan dengan energi. Tujuan manajemen energi yaitu penghematan sumber daya, perlindungan iklim, dan penghematan biaya. Bagi konsumen, manajemen energi membuat mereka gampang untuk mendapatkan akses terhadap energi sesuai dengan apa dan kapan yang mereka butuhkan. Manajemen energi berkaitan dengan manajemen lingkungan, manajemen produksi, logistik, dan fungsi yang berhubugan dengan bisnis lainnya [16]. Verein Deutscher Ingenieure (VDI) memberikan definisi manajemen energi adalah kegiatan yang proaktif, pengadaan barang yang terorganisasi dan sistematik, konversi, distribusi dan penggunaan energi yang memenuhi kebutuhan, dengan memperhitungkan tujuan lingkungan dan ekonomi. Tujuan dari manejemen energi dalam industri adalah : [16] Optimalisasi pemanfaatan sumber daya energi dan energi Meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya energi dan energi Pemanfaatan peluang untuk meningkatkan daya saing perusahaan Manajemen energi sangatlah penting dalam sebuah organisasi sebuah industri agar hasil dan rekomendasi dari manajemen energi dapat di realisasikan. Ada 2 strategi pokok dalam manajemen energi, yaitu:
29
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIdigilib.polban.ac.id/files/disk1/157/jbptppolban-gdl... · 2018. 1. 16. · 2.2.2 Proses Audit Energi Melihat perkembangannya secara teknis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Energi
2.1.1 Pengertian Manajemen Energi Manajemen energi adalah suatu program yang direncanakan dan
dilaksanakan secara sistematis untuk memanfaatkan energi secara efektif dan
efisien dengan melakukan perencanaan, pencatatan, pengawasan dan evaluasi
secara kontinu tanpa mengurangi kualitas produksi dan pelayanan. Manajemen
energi mencakup perencanaan dan pengoperasian unit konsumsi dan produksi yang
berkaitan dengan energi. Tujuan manajemen energi yaitu penghematan sumber
daya, perlindungan iklim, dan penghematan biaya. Bagi konsumen, manajemen
energi membuat mereka gampang untuk mendapatkan akses terhadap energi sesuai
dengan apa dan kapan yang mereka butuhkan. Manajemen energi berkaitan dengan
manajemen lingkungan, manajemen produksi, logistik, dan fungsi yang
berhubugan dengan bisnis lainnya [16].
Verein Deutscher Ingenieure (VDI) memberikan definisi manajemen energi
adalah kegiatan yang proaktif, pengadaan barang yang terorganisasi dan sistematik,
konversi, distribusi dan penggunaan energi yang memenuhi kebutuhan, dengan
memperhitungkan tujuan lingkungan dan ekonomi. Tujuan dari manejemen energi
dalam industri adalah : [16]
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya energi dan energi
Meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya energi dan energi
Pemanfaatan peluang untuk meningkatkan daya saing perusahaan
Manajemen energi sangatlah penting dalam sebuah organisasi sebuah
industri agar hasil dan rekomendasi dari manajemen energi dapat di realisasikan.
Ada 2 strategi pokok dalam manajemen energi, yaitu:
II-2
1) Konservasi Energi Listrik
Konservasi energi adalah penggunaan energi listrik secara efisien tinggi
dengan melalui langkah-langkah penurunan berbagai kehilangan (loss) energi
listrik pada semua taraf pengelolaan, mulai dari pembangkit, pengiriman
(transmisi), sampai dengan pemanfaatan, sederhananya dengan kata lain yang lebih
sederhana, konservasi energi listrik adalah penghematan energi [7].
2) Efesiensi Energi
Efisiensi energi adalah perbandingan antara energi yang dapat dimanfaatkan
terhadap energi yang dibutuhkan. Semakin tinggi tingkat efisiensi energi maka
penggunaan energi akan semakin sedikit untuk hasil yang sama.
2.2 Audit Energi Listrik
Audit energi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai sebuah proses
untuk mengevaluasi di mana sebuah bangunan atau pabrik yang menggunakan
energi, dan mengidentifikasi peluang untuk mengurangi konsumsi. Audit energi
bertujuan mengetahui gambaran penggunaan energi listrik dan mencari upaya yang
perlu dilakukan untuk meningkatan efisiensi penggunaan energi listrik dengan cara
untuk mengurangi penggunaan energi per produksi dan mengurangi biaya operasi
atau biaya produksi [8].
Dalam operasional perusahaan yang berskala besar memerlukan asupan
energi listrik yang tidak sedikit. Dalam hal ini energi listrik menjadi energi vital
penggerak operasional perusahaan. Masalah yang kemudian muncul adalah ketidak
efisiensian penggunaan energi listrik ini yang pada akhirnya berimbas pada
membengkaknya tagihan listrik per bulannya. Untuk mengefisiensikan pemakaian
listrik, maka perlu dilakukan manajemen audit energi listrik dimana dengan audit
tersebut akan didapatkan potret pengunaan energi listrik pada suatu bangunan,
mengetahui kondisi peralatan yang terpasang dan mengetahui peluang untuk
penghematan energi [8].
Bahasan audit energi yaitu prosedur audit energi, audit energi awal, audit
energi rinci, identifikasi peluang hemat energi, analisi peluang hemat energi,
laporan dan rekomendasi. Hasil audit energi diharapkan mampu menentukan
II-3
efesiensi penggunaan energi listrik per konsumen, dan langkah apa saja yang harus
dilakukan untuk dilakukan peningkatan efisiensi [8].
2.1.2 Standar Audit Energi
Audit energi tidak akan terlepas dari yang namanya standarisasi. Standar
yang baik digunakan yaitu standar yang sudah level Internasional. Untuk negara
Indonesia sendiri sudah memiliki standar yaitu bernama Standar Nasional Indonesia
dengan nama lebaga Badan Standarisasi Nasional (BSN). Adapun Kegunaan dari
standar ini sebagai pembanding dan acuan bagi para perancang, pemilik, pelaksana,
pengelola dan pemakai. Sedangkan bagi seorang auditor, standar berfungsi untuk
memberi gambaran dan membandingkannya dengan hasil audit agar ia dapat
melakukan konservasi energi. Serta menentukan prioritas penerapan konservasi
energi yang layak untuk dilakukan berdasarkan rekomendasi hasil audit energi yang
memerlukan biaya sedang/tinggi dan dikonsultasikan dengan manajemen
perusahaan dan melakukan analisis tekno ekonomi, financial dan desain teknis [8].
2.2.2 Proses Audit Energi
Melihat perkembangannya secara teknis Standarisasi Nasional Indonesia
(SNI) antara prosedur atau proses audit energi dan konservasi energi tidak dapat
dipisahkan. Proses audit energi ini berdasarkan Standarisasi Indonesia No. 03-
6196-2000 yang dimulai dari audit energi awal, ini dapat dilakukan dengan
menggunakan rincian penggunaan energi. Dari audit awal akan menghasilkan nilai
Intensitas Konsumsi Energi (IKE). Sehingga dapat direkomendasikan perlu
tidaknya dilakukan audit energi rinci. Jika nilai intensitas konsumsi energi lebih
tinggi dari target, maka diperlukan audit rinci yang mana dapat menghasilkan
rekomendasi lain sampai dengan target terpenuhi. Rekomendasi yang dilakukan
berupa cara yang harus dilakukan untuk mencari peluang hemat energi. Proses audit
energi dilakuakn secara bertahap sebagaimana dilakukan pada gambar 2.1 dibawah
ini [6].
II-4
MULAI
PENGUMPULAN DAN PENYUSUNAN DATA HISTORIS ENERGI TAHUN
SEBELUMNYA
DATA HISTORIS ENERGI TAHUN SEBELUMNYA
MENGHIYUNG BESARNYA INTENSITAS KONSUMSI ENERGI (IKE) TAHUN
SEBELUMNYA
PERIKSA “IKE” TARGET
LAKUKAN PENELITIAN DAN PENGUKURAN KONSUMSI ENERGI
DATA KONSUMSI ENERGI HASIL PENGUKURAN
ANALISA “PHE”
REKOMENDASI “PHE”
STOP
AUDIT ENERGI AWAL
AUDIT ENERGI RINCI
TIDAK
YA
PERIKSA “IKE” TARGET
IDENTIFIKASI KEMUNGKINAN “PHE”
IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASI&
MONITORING
PERIKSA “IKE” TARGET
YA
TIDAK
TIDAK
YA
Gambar II.1 Bagan Alur Proses Audit Energi .[13]
II-5
Berdasarkan bagan alur diatas ada tiga tahap yang dilakukan untuk
melakukan Audit Energi, yaitu :
1) Audit Energi Awal [13]
Pada prinsipnya audit awal dapat dilakukan oleh pemilik atau pengelola dari
sebuah bangunan , gedung atau industri yang bersangkutan. Ini dapat dilakukan
dengan menggunakan data rekening data pembayaran energi yang dikeluarkan.
Audit awal bertujuan untuk mengetahui peluang hemat energi dengan satuan energi
dan biaya energi yang mungkin diperoleh ( % penggunaan energi , Rp/th ).
Adapun data-data yang diperlukan untuk melakukan audit awal yaitu :
a) Dokumentasi data konsumsi dari beban.
b) Desain bangunan.
c) Dokumentasi produksi.
d) Nilai Intensitas Konsumsi Energi (kWh/m3 per tahun).
e) Pembayaran rekening listrik bulanan satu tahun terakhir.
Setelah pengumpulan data terpenuhi, lalu cari peluang hemat energi dengan adanya
peluang energi tersebut lakukan rekomendasi. Jika rekomendasi Intensitas
Konsumsi Energi lebih kecil dari targetnya maka cukuplah sampai audit awal. Hasil
dari rekomendasi dapat digunakan sebagai landasan untuk penyusunan laporan
hasil audit awal.
2) Audit Energi Rinci [13]
Audit rinci hampir sama dengan audit awal, yaitu audit energi listrik yang
diksanakan berdasarkan rekening listrik dan pembayaran energi listrik. Hanya saja
audit rinci dapat dilakukan jika nilai Intensitas Konsumsi Energi lebih besar dari
target yang ditentukan. Audit energi akan bersifat continue, jika Intensitas
Konsumsi Energi lebih besar dari target yang ditentukan. Audit energi bertujuan
mengetahui penggunaan energi apa saja yang pemakaian energinya cukup besar,
sehingga penghematan energi yang didapat cukup tinggi.
Saat nilai Intensitas Konsumsi Energi lebih kecil dari target, atau dalam kata
lain sudah sesuai dengan target rekomendasi penghematan energi akan muncul.
Rekomendasi mengenai penghematan energi tersebut berupa analisis berupa
laporan hasil audit rinci yang meliputi:
II-6
a) Penyusunan Baseline Pengguna Energi.
b) Benchmarking Indeks Pemakaian Energi.
c) Analisa teknis ( konsumsi energi/spesifik, neraca masa dan energi,
distribusi dan pola pemakaian energi, efisiensi/kinerja sistem dan
peralatan, peluang penghematan, dsb).
3) Rekomendasi dan implementasi [13]
Rekomendasi yang akan dibuat mencakup pengelolaan energi,
termasuk program manajemen energi yang perlu diperbaiki, implementasi
hasil audit yang lebih baik, dan cara meningkatkan kesadaran penghematan
energi. Rekomendasi langkah-langkah penghematan energi didasarkan pada
kriteria:
a. Biaya rendah atau tanpa biaya
Rekomendasi penghematan energi dengan biaya rendah atau tanpa biaya
rendah dapat diperoleh melalui :
Peningkatan kesadaran dan penciptaan budaya hemat energi di
kalangan karyawan.
Pengoperasaian peralatan pada beban maksimal.
Penerapan sistem penggunaan energi.
Penerapan sistem perawatan peralatan yang baik sehingga kinerja
peralatan selalu optimal.
b. Biaya sedang dan tinggi
Penggantian kontrol sistem
Perbaikan/perubahan proses sistem produksi.
Dari hasil analisa peluang hemat energi akan mengeluarkan
beberapa rekomendasi yang bertujuan untuk :
Memperbaiki kinerja peralatan.
Menggunakan sumber energi yang lebih murah
Menekan pengguna energi hingga serendah mungkin (mengurangi
daya terpasang/terpakai dan jam operasi).
Dalam proses audit energi ini dibuat bagan alur sesuai penelitian yang dilakukan,
seperti gambar dibawah ini
II-7
MULAI
PENGUMPULAN DAN PENYUSUNAN DATA HISTORIS ENERGI TAHUN
SEBELUMNYA
DATA HISTORIS ENERGI TAHUN SEBELUMNYA
MENGHIYUNG BESARNYA INTENSITAS KONSUMSI ENERGI (IKE) TAHUN
SEBELUMNYA
PERIKSA “IKE” TARGET
LAKUKAN PENELITIAN DAN PENGUKURAN KONSUMSI ENERGI
DATA KONSUMSI ENERGI HASIL PENGUKURAN
ANALISA “PHE”
REKOMENDASI “PHE”
STOP
AUDIT ENERGI AWAL
AUDIT ENERGI RINCI
TIDAK
YA
Gambar II.2 Bagan Proses Audit yang dilakukan
2.3 Intensitas Konsumsi Energi
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) adalah besar energi yang digunakan suatu
bangunan gedung perluas area yang dikondisikan dalam satu bulan atau satu tahun.
[20]. IKE adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan besarnya jumlah
penggunaan energi ( kW/waktu) dan digunakan sebagai penunjang dalam sebuah
penelitian sebagai contoh yaitu tagihan listrik setiap waktu yang berjangka,
spesifikasi beban dan lain sebagainya. Nilai dari tagihan listrik dapat mengetahui
energi yang perlukan dalam satuan waktu.
Menurut pedoman pelaksanaan konservasi energi listrik dan Badan
Standarisasi Nasional (BSN) dalam menentukan prestasi penghematan energi untuk
gedung ber-AC adalah sebagai berikut:
II-8
a. Sangat efisien : 4,17 – 7,92 kWh/m2 /bulan,
b. Efisien : 7,93 – 12,08 kWh/m2 /bulan,
c. Cukup efisien : 12,08 – 14,58 kWh/m2 /bulan,
d. Agak boros : 14,58 – 19,17 kWh/m2 /bulan,
e. Boros : 23,75 – 37,5 kWh/m2 /bulan,
f. Sangat boros : 23,75 – 37,5 kWh/m2 /bulan.
Sedangkan untuk gedung tidak ber-AC digolongkan
a. Efisien : 0,84 – 1,67 kWh/m2 /bulan,
b. Cukup efisien : 1,67 – 2,5 kWh/m2 /bulan,
c. Boros : 2,5 – 3,34 kWh/m2 /bulan,
d. Sangat boros : 3,34 – 4,17 kWh/m2 /bulan.
Penentuan Intensitas Konsumsi Energi listrik untuk IKE yang tidak bergerak dalam
jasa tidak dapat menggunakan kWh/m2 /bln
“Konsumsi energi yaitu merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menyatakan besarnya pemakaian energi yang diperlukan untuk memproduksi
sesuatu” (Raharjo,Budi Agung, dkk) [8]. Untuk dapat mengetahui besarnya nilai
konsumsi energi yaitu dengan cara :
Konsumsi energi = Daya ( Watt ) x satuan waktu pemakaian..........................(2-1)
Nilai Intensitas Energi yang baik bernilai sama dengan atau lebih kecil dari
target yang ingin dicapai. Untuk mendapatkan nilai intensitas konsumsi energi yang
harus disiapkan adalah:
Banyaknya konsumsi energi dalam waktu tertentu (kWh/tertentu).
1) Harmonisa genap dibatasi hingga 25% daribatas harmonisa ganjil diatasnya.
2) Cacat arus yang menyebabkan terjadinya DC offset, tidak diperkenankan. 3) Isc = arus maksimum hubung singkat pada Poin Of Common Coupling (PCC). 4) IL = Arus beban maksimum (Komponen Fundamental)pada PCC semua peralatan
pembangkitan ditetapkan pada nilai ini, untuk berapa pun nilai Isc/IL sebenarnya. Tabel II.2 Standar IEEE 519-1992 untuk Harmonisa Tegangan.
Besarnya ketidak seimbangan tegangan yang dipersyaratkan oleh US
Department of Energy dan NEMA memberikan rekomendasi bahwa Vunbalance
maksimum adalah 1%.
II-19
Gambar II.5 Tegangan tak seimbang vs rugi-rugi.[14]
Rekomendasi ini didasarkan pada kenyataan empiris bahwa :
1) V unbalance 3% akan mengakibatkan rugi daya sebesar 15%.
2) V unbalance 5% akan mengakibatkan rugi daya sebesar 15 % di dalam
sistem.
3) Ketidakseimbangan tegangan akan mengakibatkan aliran arus yang tidak
merata antar fase-fase belitannya. Pengaruh tegangan tak seimbang
diantaranya adalah pemanasan terhadap motor listrik dan rugi-rugi
energi(rugi-rugi besi) meningkat.
2.8 Beban Listrik
Beban listrik yang dimaksud adalah motor listrik, AC dan penerangan.
2.8.1 Motor Listrik
Motor listrik merupakan sebuah benda yang mengubah energi listrik
menjadi energi mekanik. Motor listrik kadangkala disebut "Pekerjaan kuda "nya
industri sebab diperkirakan bahwa motor menggunakan energi listrik sekitar 70%
dari total energi listrik yang dikonsumsi oleh industri tersebut [10].
Efisiensi motor dapat didefinisikan sebagai perbandingan keluaran daya
motor yang digunakan terhadap keluaran daya totalnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi adalah usia, kapasitas, kecepatan, jenis, dan suhu.
Beberapa motor listrik didesain untuk beroperasi pada 50% hingga 100% beban
nominal. Efisiensi maksimum adalah yang mendekati 75% pada beban nominal
[10].
II-20
2.8.1.1 Motor Induksi Satu Fasa
Motor jenis ini diklasifikasikan berdasarkan metoda yang digunkan untuk
pengasutannya dan mengacu pada nama metoda yang digunakannya, seperti
resistenace star (split phase ), capasitor-start, capasitor-run, dan shaded pole,
kontruksi motor induksi satu fasa hampir sama dengan motor induksi tiga fasa rotor
sangkar, yang membedakannya pada kumparan stator yang berupa kumparan satu
fasa. Motor induksi satu fasa biasanya dilengkapi saklar setrifugal yang diperlukan
saat pengasutan, saklar akan memutuskan suplai tegangan ke kumparan bantu
setelah motor mencapai kecepatan 75% s/d 100% dari kecepatan nominal motor
[9].
Gambar II.6 Motor Induksi Satu Fasa [15].
2.8.1.2 Motor Induksi Tiga Fasa
Medan magnet yang berputar dihasilkan oleh pasokan tiga fasa yang
seimbang. Motor tersebut memiliki kemampuan daya yang tinggi, dapat memiliki
kadang tupai atau gulungan rotor (walaupun 90% memiliki rotor kandang tupai);
dan penyalaan sendiri. Diperkirakan bahwa sekitar 70% motor di industri
menggunakan jenis ini, sebagai contoh pompa, kompresor, belt conveyor, jaringan
listrik , dan grinder [15].
II-21
Gambar II.7 Motor Induksi Tiga Fasa [15].
2.8.2 Penerangan
Intensitas penerangan harus ditentukan di tempat pekerjaan yang akan
dilakukan.Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan tergantung pada jenis kegiatan
yang dilakukan. Banyaknya cahaya yang dihasilkan oleh suatu lampu disebut fluks
luminus dengan satuan lumen. Efisiensi penerangan lampu bertambah dengan
bertambahnya daya lampu. Rugi-rugi ballast harus ikut diperhitungkan dalam
menentukan efisiensi sistem lampu [17].
2.8.2.1 Persyaratan dan Ketentuan Teknis
Persyaratan dan ketentuan teknis ini meliputi persyaratan pencahayaan,
pencahayaan buatan, dan pencahayaan alami.
2.8.2.2 Persyaratan Pencahayaan
Sistem pencahayaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : [3]
1) Sistem pencahayaan buatan yang dirancang.
a. Tingkat pencahayaan minimalnya sesuai yang direkomendasikan
b. Daya listrik untuk pencahayaan sesuai makasimum yang di
ijinkan.
c. memenuhi tingkat kenyamanan visual.
2) Sistem pencahayaan alami yang dirancang memanfaatkan
semaksimal mungkin pencahayaan siang hari.
II-22
2.8.2.3 Pencahayaan buatan
1) Tingkat Pencahayaan [3]
a. Tingkat pencahayaan yang direkomendasikan tidak boleh kurang dari
tingkat pencahayaan standar diukur pada bidang kerja. Pada tabel 2.3
ditunjukan tingkat pencahayaan untuk beberapa macam pekerjaan.
b. Kenyamanan visual tidak hanya ditentukan oleh tingkat pencahayaan
minimum, tetapi juga kualitas pencahayaan. Kualitas pencahayaan yang
dimaksud adalah kualitas warna cahaya dan tingkat penyilauan.
2) Penggunaan energi untuk pencahayaan buatan [3]
Pencahayaan energi untuk pencahayaan buatan dapat diperkecil dengan
mengurangi daya terpasang, melalui pemilihan lampu dengan efikasi tinggi,
seta ballast dan armature yang efisien. Tabel II.3 Tingkat Pencahayaan
No Macam Pekerjaan Lux Contoh Penggunaan
1 Pencahayaan untuk daerah yang tidak terus menerus diperlukan
20 Iluminasi minimum agar bias membedakan barang-barang
50 Parkir dan daerah sirkulasi didalam ruangan
2 pencahayaan untuk bekerja didalam ruangan
100 kamar tidur hotel, memeriksa dan menghitung stok barang secara kasar,merakit barang besar
200 membaca dan menulis yang tidak terus menerus
3 Pencahayaan setempat untuk pekerjaan yang teliti
350 pencahayaan untuk perkantoran,pertokoan, membaca,gudang,menulis
400 ruang gambar
750 pembacaan untuk koreksi tulisan,merakit barang-barang kecil
1000 gambar yang sangat teliti 2000 perkerjaan secara rinci dan presisi
Sumber; Petunjuk Teknis Konservasi Energi Bidang Audit
3) Ketentuan daya listrik maksimum untuk pencahayaan ruang. Daya listrik
maksimum yang diijinkan untuk sistem pencahayaan didalam
gedung/ruangan permeter persegi tidak boleh melebihi nilai maksimun
untuk masing-masing jenis ruangan sebagaimana tercantum pada tabel 2.4.
II-23
4) Pencahayaan energi untuk pencahayaan buatan dapat diperkecil dengan
mengurangi daya terpasang, melalui pemilihan lampu dengan efikasi tinggi,
serta ballast dan armatur yang efisien.
5) Penggunaan pencahayaan setempat disamping pencahayaan umum dengan
tingkat pencahayaan yang lebih rendah akan lebih efisien dibandingkan
pencahayaan umum saja dengan tingkat pencahayaan yang tinggi.
Tabel II.4 Daya Listrik Maksimum untuk Pencahayaan
Jenis ruangan bangunan Daya pencahayaan maksimum
W/m2 (termasuk rugi-rugi ballast)
Ruang kantor 15 Auditorium 25 pasar swalayan 20 Hotel 1. Kamar tamu 17 2. Daerah umum 20 Rumah sakit 1. Ruang pasien 15 Gudang 5 Kafetaria 10 Garasi 2 Restoran 25 Lobby 10 Tangga 10 Ruang parkir 5 Ruang perkumpulan 20 Industri 20 Pintu masuk denga kanopi 1. lalu lintas sibuk seperti hotel,bandara,teater 30
2. lalu lintas sedang seperti rumah sakit,kantor,dan sekolah 15
Jalan dan lapangan 1. Tempat penimbunan atau tempat kerja 20 2. Tempat untuk santai seperti taman,tempat rekreasi, dan tempat piknik
10
3. Jalan untuk kendaraan dan pejalan kaki 15
4. Tempat parkir 20
Sumber ; SNI 03-6197-2000
II-24
6) Prosedur perhitungan dan optimasi dan pemakaian daya listrik untuk
pencahaayaan.
a) Tingkat pencahaayaan dalam suatu gedung perkantoran maupun
bangunan komersial akan menentukan kenyamanan visual penghuninya,
dan akhirnya akan memepengaruhi produktivitas kerja.
𝐸𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 =𝐹𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝑘𝑝 𝑥 𝑘𝑑
𝐴 .......................................(2.16)
Dimana :
Erata-rata = Tingkat pencahayaan (Lux)
Ftotal = Fluks luminus total (lumen)
A = Luas bidang kerja (m2)
Kp = Koefisien Pengguna
Kd = Koefisien depresiasi (penyusutan)
Untuk menghitung jumlah lampu yang diperlukan (n) dapat menggunakan