BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan/atau lainnya. Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum (McQuail, 1987). Jenis-jenis film menurut Sumarno (1996), yaitu: a. Film cerita b. Film noncerita c. Film eksperimental dan film animasi Film Tanda Tanya “?” merupakan jenis film cerita yang memiliki genre tertentu. Dalam hal ini Tanda Tanya “?” bergenre film drama. Genre diartikan sebagai jenis film yang ditandai oleh gaya, bentuk atau isi tertentu. Ada yang disebut film drama, film horror, film perang, film sejarah, film fiksi-ilmiah, film komedi film laga, film khayalan dan film koboi. Penggolonggan jenis film tidaklah ketat karena sebuah film dapat dimasukkan ke dalam beberapa jenis. Misalnya sebuah film komedi-laga, dan film drama-sejarah. Jenis-jenis film cerita itu agar tetap bertahan hidup harus tanggap terhadap perkembangan jaman. Jadi, cerita adalah bungkus atau kemasan yang memungkinkan 8
21
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2729/3/TI_362008008_BAB_II.pdf · akan terjadi keanehan dalam sebuah cerita yang membuat kisahnya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis Film dan Unsur Film
2.1.1 Jenis Film
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang
perfilman, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media
komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi
dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil
penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses
kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat
dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik,
dan/atau lainnya.
Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan
hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa,
musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum (McQuail,
1987). Jenis-jenis film menurut Sumarno (1996), yaitu:
a. Film cerita
b. Film noncerita
c. Film eksperimental dan film animasi
Film Tanda Tanya “?” merupakan jenis film cerita yang memiliki genre
tertentu. Dalam hal ini Tanda Tanya “?” bergenre film drama. Genre diartikan
sebagai jenis film yang ditandai oleh gaya, bentuk atau isi tertentu. Ada yang disebut
film drama, film horror, film perang, film sejarah, film fiksi-ilmiah, film komedi film
laga, film khayalan dan film koboi. Penggolonggan jenis film tidaklah ketat karena
sebuah film dapat dimasukkan ke dalam beberapa jenis. Misalnya sebuah film
komedi-laga, dan film drama-sejarah.
Jenis-jenis film cerita itu agar tetap bertahan hidup harus tanggap terhadap
perkembangan jaman. Jadi, cerita adalah bungkus atau kemasan yang memungkinkan
8
pembuat film melahirkan realitas rekaan yang merupakan suatu alternatif dari realitas
nyata bagi penikmatnya. Dari segi komunikasi, ide atau pesan yang dibungkus oleh
cerita itu merupakan pendekatan yang bersifat membujuk (persuasive).
2.2 Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Komunikasi massa menurut Mulyana (2004) adalah komunikasi yang
menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio,
televisi, film) yang dikelola oleh lembaga atau orang yang dilembagakan, ditujukan
kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen.
Oleh karena itu, pesan-pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, disampaikan
secara cepat, dan selintas (khususnya media elektronik).
Selanjutnya menurut Rakhmat (2005) komunikasi massa adalah komunikasi
melalui media massa, yakni suratkabar, majalah, radio,televisi, dan film. Sebagai
salah satu media komunikasi massa, film mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Effendy, 2001):
a. Pesan dalam film berlangsung satu arah
Tidak ada arus balik antara komunikan dan komunikator. Sutradara film sebagai
komunikator tidak mengetahui tanggapan khalayak terhadap pesan dalam film
yang dibuatnya. Sutradara tidak mengetahui apakah khalayak suka atau tidak
terhadap film yang dibuatnya. Sutradara mengetahui film yang disukai khalayak
melalui penjualan tiket bioskop dan DVD film yang dibuatnya. Semakin banyak
tiket bioskop dan DVD film terjual berarti khalayak menyukai film tersebut.
b. Komunikator film melembaga
Dalam pembuatan film melibatkan sejumlah orang yang terkoordinasi yang
memiliki peran yang berbeda-beda, seperti produser, sutradara, artis dan kru film
lainnya.
c. Pesan film bersifat umum.
Pesan yang disampaikan film bersifat umum karena ditujukan untuk khalayak
banyak.
9
d. Menimbulkan keserempakan
Keserempakan dalam film terlihat ketika film dibuat untuk ditonton oleh khalayak
secara serempak.
e. Komunikan film bersifat heterogen
Khalayak film merupakan kumpulan anggota masyarakat yang keberadaannya
terpencar, berbeda-beda satu sama lainnya. Oleh karena itu film dibuat dalam
berbagai bahasa.
2.2.1. Film Tanda Tanya “?” merupakan produk Komunikasi Massa
Film Tanda Tanya “?” merupakan sebuah produk dari Komunikasi Massa
karena memiliki sifat-sifat berikut ini:
a) Pesan dalam film berlangsung satu arah
Film Tanya Tanya “?” memiliki pesan yang berlangsung satu arah.
Meskipun terdapat feedback namun tidak berlangsung secara langsung.
Sehingga pesan tetap berlangsung satu arah
b) Komunikator film melembaga
Film Tanda Tanya “?” diproduksi oleh sebuah Production House yang
merupakan lembaga produksi film yang bernama Dapur Film
c) Pesan film bersifat umum
Pesan dari film Tanda Tanya “?” bersifat umum, karena toleransi sering
terjadi di kehidupan sehari-hari dan ditujukkan kepada orang banyak tanpa
terkecuali.
d) Menimbulkan keserempakan
Film Tanda Tanya “?” dirilis dan dilihat oleh penoton secara serempak
e) Komunikan film bersifat heterogen
Khalayak film Tanda Tanya “?” berasal dari berbagai daerah, kalangan
maupun golongan
10
2.3 Tokoh
Film secara umum dibagi menjadi dua unsur yaitu, unsur naratif dan unsur
sinematik. Dua unsur tersebut saling berhubungan untuk membentuk sebuah film.
Jika hanya salah satu unsur saja yang terbentuk maka tidak akan menghasilkan
sebuah film.
Unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, sedangkan unsur
sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya, dalam film cerita, unsur naratif
adalah perlakuan terhadap cerita film. Sementara unsur sinematik merupakan aspek-
aspek teknis pembentuk sebuah film salah satunya yakni unsur Mise en scene. Salah
satu unsur tersebut yakni tokoh.
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga
peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut
penokohan. Tokoh dalam sebuah cerita memegang peran yang penting untuk
menceritakan sebuah cerita. Seorang pahlawan dalam sebuah novel tidaklah harus
seorang pahlawan tetapi sebagai salah satu karakter yang disebut karakter utama. Jadi
boleh dikatakan bahwa jika tidak ada tokoh maka sebuah cerita tidak dapat diceritakan,
karena tokoh dalam sebuah cerita berperan sebagai pelaku dan pembawa cerita
(Siswanto, 2008:142).
Tokoh dalam cerita tentu mempunyai karakter dan sifat-sifat sesuai dengan cerita
yang dimainkan, tokoh juga mempunyai posisi dalam sebuah cerita tergantung dimana ia
ditempatkan, hal inilah yang disebut dengan penokohan. Jadi secara garis besar, istilah
tokoh menunjuk pada orangnya atau pelaku ceritanya. Sedangkan penokohan berarti
lebih luas daripada tokoh, hal ini juga sering disamakan artinya dengan karakter dan
perwatakan, seperti yang dikatakan Jones dalam Nurgiyantoro (2007: 165) bahwa
penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan
dalam sebuah cerita.
Stanton dalam Nurgiyantoro (2007: 165) mengungkapkan bahwa penggunaan
istilah ’karakter’ (character) sendiri dalam berbagai literatur bahasa inggris mengarah
11
pada dua arti yang berbeda, yaitu tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap,
ketertarikan, keinginan emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh tersebut.
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2007: 165), tokoh cerita (character)
adalah orang yang ditampilkan dalam suatu naratif atau drama yang disimpulkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Dengan demikian, istilah ’penokohan’ lebih luas pengertiannya daripada ’tokoh’
dan ’perwatakan’ sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana
perwatakan, dan bagaimana penempatan serta pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga
sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca atau penonton.
Nurgiyantoro (2002: 173) mengungkapkan mengenai tokoh dan tema dimana
sebagai unsur utama sebuah karya fiksi, tokoh dan tema juga saling berhubungan erat.
Apabila sebuah tokoh dimasukkan ke dalam sebuah tema tertentu yang tidak relevan,
maka tokoh itu tidak akan bisa disampaikan kepada penonton. Jika dipaksakan, maka
akan terjadi keanehan dalam sebuah cerita yang membuat kisahnya terasa janggal dan
tidak bisa diterima masyarakat. Oleh sebab itu, biasanya penulis akan memilih karakter
yang sesuai dengan temanya.
Nurgiyantoro (2007: 177) juga mengungkapkan bahwa tokoh cerita dalam sebuah
fiksi dapat dibedakan ke dalam jenis penamaan berdasarkan dari sudut dimana penamaan
itu dilakukan. Misalnya saja pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan. Dalam
kaitannya dengan keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tak sama.
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh
yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi
sebagian besar cerita. Tokoh ini disebut sebagai tokoh utama cerita (central character
atau main character).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh utama
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun
yang dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu
berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, tokoh utama sangat menentukan perkembangan
plot secara keseluruhan. Dalam pembagiannya, tokoh memiliki banyak bagiannya,
12
namun pada dasarnya setiap drama akan memiliki tokoh utama, tokoh pembantu, tokoh
antagonis dan tokoh protagonis. Tokoh-tokoh ini yang akan saling beradu secara
emosional sehingga menimbulkan perasaan ikut terhanyut ke dalamnya, yang
membuktikan bahwa tokoh tersebut terasa relevan dengan penonton.
2.4 Media Sebagai Teks
“Citra merupakan gambaran, angan atau imaji yang timbul dalam proses
pembacaan” (Effendy, 1995:25). Menurut Rakhmat bersamaan dengan proses
pembacaan citra-citra yang disajikan di media massa, khalayak akan membentuk pula
dunia yang berdasarkan persepsi mereka. Media massa bekerja untuk menyampaikan
informasi. Bagi khalayak, informasi itulah yang akan membentuk, mempertahankan,
dan mendefinisikan citra.
Selama ini media massa memegang peranan sebagai sumber informasi yang
sangat penting bagi khalayak. Bahkan, menurut Mc Luhan dalam Rakhmat
(2005:224) media massa bisa dikatakan sebagai perpanjangan alat indra kita. Alasan
utamanya adalah karena kesanggupan media itu sendiri dalam menyampaikan
informasi, baik itu tentang benda, orang-orang, atau tempat yang belum tentu dapat
dialami secara langsung oleh penontonnya. Melihat hal-hal tersebut di atas, maka
penting bagi masyarakat untuk menyadari bahwa media massa juga memiliki
keterbatasan, yaitu bahwa “realitas yang ditampilkan oleh media adalah sebuah
realitas yang sudah melalui proses seleksi. Media massa melaporkan dunia nyata
secara selektif” (Rakhmat, 2005:225).
Media massa, salah satunya film telah menampilkan realitas tangan kedua
(second hand reality). Bahkan menurut Ernest Van den Haag dalam Rakhmat
(2005:226), media massa bukan hanya menyajikan realitas kedua saja, tetapi karena
distorsi, media massa juga “menipu” manusia dengan memberikan citra dunia yang
keliru (Rakhmat, 2005:226).
Film dipahami sebagai sebuat teks, dimana sebuah pemaknaan di dalam film
merupakan rangkaian tanda-tanda/simbol yang tersusun secara sistematis sehingga
13
membentuk sebuah makna. Penulis mengamati bahwa muncul beberapa tanda-tanda
dalam bentuk simbol-simbol (dialog, gambar, musik, ornamen) dalam film yang
mengandung sebuah nilai. Berbagai simbol baik dalam bentuk dialog (verbal) dan
visualisasi gambar (non verbal) memiliki nilai-nilai atas pemaknaan akan toleransi.
Seperti simbol-simbol visual yang menggambarkan Masjid, Gereja dan Klentheng
dalam film Tanda Tanya, yang didukung oleh simbol-simbol audio dimana Masjid
biasa dideskripsikan dengan musik rebana, Gereja dengan suara alat musik organ
sedangkan penggambaran Klentheng digambarkan dengan karakter musik gesek
ataupun petikan bunyi alat musik harpa.
Sebuah proses komunikasi didukung atas susunan tanda-tanda yang mampu
diintepretasikan menjadi sebuah makna, dimana makna-makna tersebut mendukung
adanya pemaknaan yang utuh atas suatu tanda. Seperti dalam salah satu scene di
rumah Soleh (salah satu tokoh) yang dikenal sebagai keluarga yang memiliki
toleransi agama yang baik. Dalam rumahnya pada hampir setiap dinding terdapat foto
tokoh Abdurahman Wahid, yang dikenal sebagai tokoh pluralisme dan
multikulturalisme.
Pemaknaan-pemaknaan tersebut merupakan representasi dari makna teks dan
konteks yang terdapat dalam sebuah film. Pemaknaan realitas yang sebenarnya dan
realitas yang diusung oleh media massa menimbulkan adanya diskursus (wacana).
Wacana di sini dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama. Titik perhatian dari
analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam
suatu proses komunikasi. Disini diartikan tidak hanya proses kognisi dalam artian
umum, namun juga gambaran spesifik dari budaya yang dibawa. Studi mengenai
bahasa disini, memasukkan konteks, karena bahasa selalu berada dalam konteks, dan
tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi dan sebagainya.
Suatu diskursus/wacana terjadi ketika ternyata teks dan konteks dipengaruhi
dan mempengaruhi sosial. Hal ini akan menimbulkan sebuah perbedaan makna antara
satu golongan dengan yang lainnya, yang dapat dimasukkan kedalam cara pandang
oposisi biner. Oposisi biner yakni suatu pembagian berdasarkan ciri-ciri saling
14
kontras berkebalikan, dan bahkan bertentangan. Pandangan oposisi biner berkembang
lanjut ke dalam pandangan vertikalisme, yang melihat dua perkara atau hal ihwal ke
dalam taratan hierarkis, dimana satu perkara atau suatu hal diletakkan para peringkat
lebih tinggi atau lebih kuat daripada yang lainnya. Pandangan yang bisa disebut
sebagai pandangan dualisme kultural vertikalis ini membuahkan paradigma
ketidaksetaraan, rasisme, arogansi budaya, hegemoni dan dominasi budaya, yang
membutakan pandangan tentang kesetaraan budaya dan adanya budaya alternative
dalam konteks pluralitas budaya (Pamerdi dalam Hari & Madio, 2011:123).
2.5 Toleransi Agama
2.5.1 Pengertian
Gerald O’Collins SJ dan Edward G. Farrugia SJ (1996:335) memberikan
definisi toleransi adalah membiarkan dalam damai orang-orang yang mempunyai
keyakinan dan praktik hidup yang lain. Menurut Soekanto (1985:518) bahwa
toleransi adalah suatu sikap yang merupakan perwujudan pemahaman diri terhadap
sikap pihak lain yang tidak setuju.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran
(Inggris: tolerance, Arab : tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau
pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara etimologi, toleransi adalah
kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Sedangkan menurut istilah
(terminologi), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai,