Page 1
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Totok Perut
1. Pengertian
Pengertian Totok Perut adalah metode terapi secara
alami/pelangsingan tubuh alami melalui pemijatan dan penotokan ringan
pada area perut dan jaringan energi yang tersebar di dalam tubuh dengan
menggunakan minyak ramuan dan krem herbal pada perut tanpa
menggunakan alat, suntikan, obat-obatan ataupun sedot lemak (Yudhistira,
2010).
2. Tujuan
Pemijatan/penotokan bertujuan untuk membakar lemak berlebih
dalam tubuh, mengurangi nafsu makan, memperbaiki sistem metabolisme
tubuh, menstabilkan kolesterol, melancarkan peredaran darah,
memperbaiki sistem pencernaan (melancarkan buang air besar dan kecil
serta mengobati maag), menyusun kembali organ-organ di dalam perut
sehingga tersusun rapi, dengan hasil akhirnya adalah penurunan lemak di
dalam darah, penurunan berat badan serta pengurangan lingkar perut untuk
menjaga penampilan tubuh supaya kelihatan indah dan menarik (Kartika,
2010).
Page 2
9
3. Proses Pelaksanaan
a. Pada Area Perut
Area perut atau lambung merupakan area yang banyak terdapat
titik-titik meridian (titik energi) dan berkaitan langsung dengan proses
pembakaran lemak, penyerapan zat gizi serta yang berkaitan dengan
fungsi pencernaan. Di sekitar area pusar terdapat titik usus yang jika
dilakukan penotokan secara tepat pada area tersebut maka usus akan
terstimulasi untuk meningkatkan kerja peristaltiknya sehingga
simpanan lemak dalam tubuh akan diserap dan dikeluarkan melalui
proses defekasi (buang air besar) (Ruli, 2010).
Selain totokan pada terapi ini pasien juga mendapat pijatan.
Pijatan ini bertujuan untuk memisahkan lemak dengan otot dan
membantu membentuk perut kepada bentuk yang lebih proporsional.
Ibaratnya pada orang gemuk perut merupakan gudangnya barang-
barang dimana barang-barang tersebut adalah lemak. Barang-barang
tersebut berserakan tidak tersusun rapi sehingga menghabiskan tempat
dan seolah gudang tersebut tidak muat sehingga dinding gudang
tampak menonjol keluar yaitu buncit. Padahal ada ruang kosong yang
belum terisi jika barang-barang tersebut disusun secara rapi. Pijatan ini
bertujuan menyusun kembali lemak-lemak tersebut sehingga tersusun
rapi dan ruang-ruang kosong di dalam perut juga terisi sehingga
dinding perut tidak tampak menonjol keluar (Ruli, 2010).
Page 3
10
b. Pada Area Ginjal
Totokan juga dilakukan pada titik ginjal yang terdapat di area
belakang perut. Totokan berfungsi untuk memaksimalkan kelancaran
proses pembakaran atau metabolisme lemak sehingga dapat mengatasi
gangguan-gangguan metabolisme lemak yang menjadi penyebab
terbesar kegemukan dan obesitas. Pembakaran lemak yang lancar
setelah terapi totok perut akan membantu menghilangkan simpanan-
simpanan cadangan lemak yang berlebihan dalam tubuh sehingga
tubuh menjadi langsing dan berat badanpun menjadi ideal (Ruli, 2010).
Penotokan pada titik ginjal diperlukan mengingat organ ginjal
adalah organ yang mengatur keseimbangan air dalam tubuh agar tidak
kekurangan dan berlebihan. Padahal komposisi terbesar dari tubuh
manusia termasuk orang yang gemuk adalah air. Ginjal juga
mempunyai peranan penting dalam proses pembuangan toksin dan zat-
zat yang tidak diperlukan oleh tubuh. Penotokan pada titik ginjal akan
menstimulasi ginjal untuk membantu proses penyerapan air oleh usus
ketika hal ini diperlukan dalam pengeluaran sampah-sampah
metabolisme melalui jalur usus besar dan usus kecil sampai lubang
anus (Ruli, 2010).
4. Target Tindakan Terapi
Menurut terapies dampak dari totokan dan pijatan dapat secara
makro dirasakan oleh pasien. Hasilnya adalah penurunan berat badan 0,5-1
Kg, pengurangan lingkar perut 2-25 cm secara signifikan langsung di
Page 4
11
tempat setelah pemijatan/ terapi serta bila dilakukan tes di laboratorium
maka lemak darah berkurang. Sekali terapi membutuhkan waktu ± 30
menit (Ruli, 2010).
B. Profil Lipid
1. Definisi
Profil lipid adalah unsur-unsur lemak dalam plasma yang terdiri dari
kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Tiga unsur yang
pertama berkaitan dengan protein tertentu (Apoprotein) membentuk
lipoprotein yaitu kilomikron, VLDL (Very Low Density Lipoprotein),
LDL (Low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density Lipoprotein)
masing-masing mempunyai unsur lemak dengan kandungan yang berbeda-
beda. Ikatan ini memungkinkan unsur lemak itu dapat larut dalam darah
dan kemudian dikirim ke seluruh jaringan tubuh. Penetapan kadar lipid
darah dalam plasma dilakukan dengan mengukur kadar total kolesterol,
HDL kolesterol, LDL kolesterol dan trigliserida. Profil lipid pada
umumnya diperiksa setelah subyek berpuasa 10-12 jam.
Tabel 1. Klasifikasi Lipoprotein Berdasarkan Densitas(Ultrasentrifuge)
KomposisiKelas Subgroup
LipoproteinProtein
(%)Kolesterol
(%)Trigliserida
(%)Fosfolipid
(%)KilomikronDensitas sangat rendah
(VLDL)Densitas rendah
(LDL)Densitas tinggi
(HDL)
210
25
50
310
45
20
9070
10
sangat sedikit
510
20
30
Sumber: Diadaptasi dari Henry, J.B. Todd-Sanford-Davidsohn: Clinical diagnosis andmana-gement by laboratory methods (17th ed. P; 183), Philadelphia: Saunders,
1984 (Kee JL, 2008)
Page 5
12
2. Jenis-Jenis Lipid
a. Kolesterol Total
Kolesterol (C27 H45 OH) adalah alkohol steroid, semacam lemak
yang ditemukan dalam lemak hewani, minyak, empedu, susu, kuning
telur, yang sebagian besar disintesis oleh hati dan sebagian kecil
diserap dari diet. Keberadaan dalam pembuluh darah pada kadar tinggi
akan cenderung membuat endapan/ kristal/ lempengan yang akan
mempersempit atau menyumbat pembuluh darah (Sutedjo, 2008).
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara kadar kolesterol dalam darah dengan resiko penyakit
jantung koroner (PJK). Hasil penelitian yang dilakukan oleh klinik
riset lipid di Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat korelasi
yang sama antara kadar kolesterol dengan risiko penyakit jantung.
Selain itu penelitian ini juga menemukan bahwa untuk setiap
penurunan 1% kadar kolesterol darah maka akan terjadi penurunan
resiko terhadap timbulnya penyakit jantung koroner sebesar 2 %.
Sedangkan National Cholesterol Education Program (NCEP)
menyimpulkan bahwa menurunkan total kolesterol dan LDL kolesterol
dengan diet, olah raga, obat dan metode yang lain dapat menurunkan
terjadinya PJK (Huli, 2001).
Ada beberapa pendapat tentang nilai optimal dari kolesterol
darah dan sampai batas berapa penyakit kardiovaskuler tersebut tidak
terjadi. Winarno (1991) menyatakan bahwa kandungan total kolesterol
darah yang normal adalah 240 mg/ dl. Sedangkan National Cholesterol
Page 6
13
Education Program (NCEP) pada Adult Treatment Panel III ( ATP-
III) tahun 2001 menetapkan bahwa kadar total kolesterol darah normal
adalah ≤ 200 mg/dl, sedang/ ambang batas tinggi adalah 200-239
mg/dl, dan tinggi adalah ≥ 240 mg/dl. Kategori ketiga inilah yang
termasuk hiperkolesterolemia.
Tabel 2. Angka Total Kolesterol
No. Total Kolesterol DarahKadar
(mg/dl)1.2.3.
NormalSedang/ Ambang Batas Tinggi (borderline high)Tinggi
≤ 200200-239≥ 240
Sumber: National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult Treatment
Panel III (ATP-III) 2001 (Soeharto, 2004)
b. Trigliserida
Trigliserida merupakan senyawa yang terdiri dari 3 molekul asam
lemak yang teresterisasi menjadi gliserol, disintesis dari karbohidrat
dan disimpan dalam bentuk lemak hewani. Dalam serum dibawa oleh
lipoprotein, merupakan penyebab utama penyakit arteri dibanding
kolesterol. Peningkatan trigliserida biasanya diikuti oleh peningkatan
VLDL (Very Low Density Lipoprotein). Pada peristiwa hidrolisis
lemak-lemak ini akan masuk dalam pembuluh darah dalam bentuk
lemak bebas (Sutedjo, 2008).
Trigliserida adalah salah satu jenis lemak bukan kolesterol yang
terdapat dalam darah dan berbagai organ tubuh. Dari sudut ilmu
kimia, trigliserida merupakan substansi yang terdiri dari gliserol yang
mengikat gugus asam lemak. Makan- makanan yang mengandung
lemak akan meningkatkan kadar trigliserida dalam darah dan
Page 7
14
cenderung meningkatkan kadar kolesterol. Lemak yang berasal dari
buah-buahan seperti kelapa, durian dan alpukat tidak mengandung
kolesterol tetapi kadar trigliseridanya tinggi. Sejumlah faktor dapat
mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah seperti kegemukan,
makan lemak, makan gula biasa dan minum alkohol (Soeharto, 2004).
Penelitian para ahli menegaskan bahwa peningkatan kadar
trigliserida dalam darah merupakan salah satu faktor resiko dari
penyakit kardiovaskuler. Hipertrigliseridemia dapat menyebabkan
peningkatan LDL Kolesterol dan penurunan HDL Kolesterol. Hasil
penelitian lain menunjukkan bahwa trigliserida secara langsung dapat
juga berperan sebagai faktor resiko yang independen, terutama pada
pria dan wanita yang berusia di atas 50 tahun. Walaupun pada usia di
bawah 50 tahun peranan trigliserida secara statistik hanya bersifat
tidak langsung. Rasio total kolesterol/ HDL yang tinggi memang
biasanya selalu diikuti oleh kadar LDL Kolesterol yang tinggi dan
HDL Kolesterol yang rendah. Sedangkan jika rasio LDL/ HDL antara
4 sampai 5 dan angka trigliserida di atas normal, maka resiko penyakit
kardiovaskuler meningkat, walaupun kadar LDL relatif rendah
(Soeharto, 2004).
Tabel 3. Ambang Batas Trigliserida dalam Darah
No. LDL Kolesterol DarahKadar
(mg/dl)1.2.3.4.
NormalAmbang Batas TinggiTinggiSangat Tinggi
≤ 150151-199200-499≥ 500
Sumber: National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult Treatment
Panel III (ATP-III) 2001 (Soeharto, 2004)
Page 8
15
c. HDL atau Kolesterol Baik
HDL (High Density Lipoprotein) merupakan salah satu dari tiga
komponen lipoprotein yaitu kombinasi lemak dan protein,
mengandung kadar protein tinggi, sedikit trigliserida dan fosfolipid,
mempunyai sifat umum protein dan terdapat pada plasma darah,
disebut juga lemak baik yang membantu membersihkan penimbunan
plak pada pembuluh darah (Sutedjo, 2008).
HDL bersifat protektif terhadap kemungkinan terjadinya
arteriosklerosis. Bila kadar HDL dalam darah rendah maka resiko
terhadap penyakit kardiovaskuler pun meningkat, demikian pula
sebaliknya. Walaupun sebagian besar kolesterol dalam darah dibawa
oleh LDL, jumlah sedikit yang dibawa HDL cukup berarti. Oleh
karena itu sangat penting kadar kolesterol HDL dalam darah diperiksa,
terutama bila seseorang memiliki sejarah keluarga yang memiliki
dislipidemia. HDL kolesterol yang bersifat menguntungkan dan
melindungi tersebut harus dipertahankan dalam kadar yang ideal yaitu
≥ 60 mg/ dl, sebagai upaya preventif terhadap kejadian arteriosklerosis.
Seperti halnya dengan total kolesterol dan LDL, untuk menilai tinggi
rendahnya kadar HDL digunakan angka standar dari NCEP.
Tabel 4. Angka HDL Kolesterol
No. HDL Kolesterol DarahKadar
(mg/dl)1.2.
RendahTinggi
≤ 40≥ 60
Sumber: National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult Treatment
Panel III (ATP-III) 2001 (Soeharto, 2004)
Page 9
16
d. LDL atau Kolesterol Jahat
LDL (Low Density Lipoprotein) adalah lipoprotein dalam plasma
yang mengandung sedikit trigliserida, fosfolipid sedang dan kolesterol
tinggi. LDL mengandung paling banyak kolesterol dari semua
lipoprotein dan merupakan pengirim kolesterol utama dalam darah.
Sel-sel tubuh memerlukan kolesterol untuk bisa tumbuh dan
berkembang sebagaimana mestinya. Sel-sel ini memperoleh kolesterol
dari LDL. Walaupun demikian jumlah kolesterol yang bisa diserap
oleh sebuah sel ada batasannya. Oleh karena itu makin banyak lemak
jenuh atau makan makanan yang mengandung kolesterol yang tinggi
akan mengakibatkan kadar kolesterol dalam darah tinggi (Sutedjo,
2008).
LDL kolesterol sering dianggap sebagai indikator dalam
pemeriksaan penyakit degeneratif karena LDL kolesterol banyak
mengandung kolesterol. Pengukuran kadarnya dalam darah dapat
membantu dugaan adanya risiko gangguan kardiovaskuler.
Berdasarkan penelitian epidemiologik dan percobaan binatang,
peningkatan LDL kolesterol berkaitan erat dengan insiden penyakit
jantung koroner (Huli, 2001).
Kadar LDL di dalam darah dianggap penting dalam hubungannya
dengan terbentuknya plak pada arteri. Manfaat lain memeriksakan
kadar LDL dalam darah adalah mengevaluasi lebih lanjut apakah total
kolesterol pada ambang batas tinggi disebabkan karena LDL yang
tinggi atau karena HDL yang tinggi (Huli, 2001).
Page 10
17
Untuk menilai tinggi rendahnya kadar LDL dalam darah,
umumnya kita membandingkan dengan angka standard dari NCEP.
Tabel 5. Angka LDL Kolesterol
No. LDL Kolesterol DarahKadar
(mg/dl)1.2.3.4.5.
OptimalMendekati OptimalGaris Batas Tinggi (borderline high)TinggiSangat Tinggi
≤ 100100-129130-159160-189≥ 190
Sumber: National Cholesterol Education Program (NCEP) pada Adult Treatment
Panel III (ATP-III) 2001 (Soeharto, 2004)
3. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kadar Lipid Darah
Faktor faktor yang dapat mempengaruhi kadar lipid darah dapat
dibagi menjadi 2 macam, yaitu faktor resiko yang dapat dikendalikan
(eksternal) dan yang tidak dapat dikendalikan (internal).
a. Faktor Risiko Eksternal
1) Konsumsi Gizi (Makanan/Minuman)
Masukan energi yang berlebihan baik energi yang berasal
dari karbohidrat, lemak, protein maupun alkohol dapat
mempertinggi trigliserida dan kadar kolesterol dalam darah
(Gotera, dkk., 2006).
Bila kita makan banyak lemak jenuh atau bahan makanan
yang kaya akan kolesterol, kadar LDL kolesterol dalam darah kita
tinggi, kelebihan LDL-C akan melayang-layang dalam darah
dengan risiko penumpukan atau pengendapan kolesterol pada
dinding pembuluh darah arteri (Soeharto, 2004).
Page 11
18
Jumlah kalori dan sumber kalori (energi) yang digunakan
mempunyai hubungan dengan kenaikan kadar kolesterol di dalam
darah. Berikut ini nilai kalori (energi) dari zat makanan yang
berfungsi sebagai sumber energi yang utama adalah sebagai
berikut: Protein; 4 kal/ gram, Lemak; 9 kal/ gram, Karbohidrat; 4
kal/ gram (Huli, 2001).
Berdasarkan keterangan di atas ternyata lemak mengandung
nilai kalori yang tertinggi, semakin tinggi kalori dan bersumber
dari lemak, akan meningkatkan kadar kolesterol di dalam darah.
Keterkaitan kadar kolesterol dengan konsumsi lemak sebagai
sumber kalori menunjukkan peningkatan, sebab lemak sendiri
memberikan nilai tambah terhadap kenaikan kadar kolesterol
(Almatsier, 2002).
2) Diabetes Mellitus
Hipertrigliserida merupakan suatu manifestasi dislipidemia
yang sering ditemukan pada Diabetes Mellitus. Pola dislipidemia
yang disebabkan karena penyakit diabetes mellitus adalah
meningkatnya kadar trigliserida dan menurunnya jumlah HDL.
Selain itu pada penderita diabetes mellitus tipe 2, cenderung
menghasilkan LDL yang kecil dan padat yang lebih bersifat
aterogenik. Peningkatan trigliserida dapat disebabkan karena
metabolisme trigliserida yang tidak sempurna dan peningkatan
VLDL yang diproduksi oleh hati. Peningkatan partikel yang
diproduksi oleh hati sendiri merupakan hasil kelebihan masukan
Page 12
19
kalori dan hiperinsulinemia. Pada penderita diabetes mellitus,
untuk mencapai kadar gula darah yang relatif baik perlu kadar
insulin yang tinggi karena resistensi insulin . Insulin yang
berlebihan mengakibatkan meningkatnya pengesteran asam lemak
bebas menjadi trigliserida sehingga timbul hipertrigliserida. Selain
itu resistensi insulin dapat mengakibatkan pengurangan aktifitas
lipoprotein lipase yang berfungsi untuk mengurangi produksi
VLDL dan kilomikron (Han dkk., 2004).
Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang
tinggi dalam darah cenderung menaikkan kadar kolesterol &
Trigliserida (Soeharto, 2004).
3) Obesitas
a) Definisi Obesitas
Overweight adalah suatu kondisi dimana perbandingan
berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan,
Sedangkan Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak baik di
seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian tertentu seperti
perut, pipi, paha, kaki dan lain sebagainya. Obesitas merupakan
peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan total
lemak tubuh > 25% pada pria dan > 33% pada wanita (Baraas
1996).
Kelebihan lemak tubuh yamg terutama terlokalisir di
bagian tengah (Central Obesity) lebih erat hubungannya
dengan tekanan darah dibanding dengan penumpukan lemak
Page 13
20
tubuh di perifer. Pada penderita obesitas yang berusia 20-75
tahun mempunyai risiko terkena peningkatan kolesterol dengan
risiko terkena hiperkolesterolemia sebesar 1,5 kali dari
penduduk gizi normal (Soeharto, 2004).
Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti. Baik
faktor lingkungan maupun genetik berperan dalam terjadinya
obesitas. Faktor lingkungan antara lain pengaruh psikologi dan
budaya. Dahulu status sosial dan ekonomi juga dikaitkan
dengan obesitas. Kini diketahui bahwa sejak tiga dekade
terakhir hubungan antara status sosial ekonomi dengan obesitas
melemah karena prevalensi obesitas meningkat secara dramatis
pada setiap kelompok status sosial ekonomi. Meningkatnya
obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti
menurunnya aktifitas fisik dan kebiasaan menonton televisi
berjam-jam. Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan
berat badan normal melalui pengaruh hormon dan neural.
Selain itu, faktor genetik juga menentukan banyak dan ukuran
sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh (Baraas,
1996).
b) Pembagian Obesitas
Berdasarkan karakteristik distribusi lemak, terdapat 3
macam bentuk tubuh yaitu: Android (Apel), Gynoid (Peer) dan
Ovoid (fruit box). Bentuk android dan gynoid ini yang
membedakan laki-laki dan perempuan. Sedang bentuk Ovoid
Page 14
21
lebih mengarah pada obesitas. Bentuk android telah diketahui
berbahaya dalam hubungan dengan kesehatan daripada bentuk
gynoid karena sel-sel lemak di sekitar perut melepaskan
lemaknya ke aliran darah lebih cepat daripada sel-sel lemak
lainnya. Dalam istilah kesehatan bukan gemuknya, tetapi
letaknya yang penting. Banyaknya sel-sel lemak di sekitar
pinggang adalah lebih berbahaya daripada sel-sel lemak pada
bagian bawah tubuh (Waspadji, dkk., 2003).
(1) Gynoid (Bentuk Peer), lemak disimpan di sekitar pinggul
dan bokong, tipe ini cenderung dimiliki wanita. Resiko
terhadap penyakit pada tipe ini kecil kecuali resiko terhadap
penyakit arthritis dan varises vena (varicose veins).
Sebagian lemak bagian bawah tubuh disebabkan
faktor keturunan dan sebagian disebabkan oleh pola makan.
Mengurangi asupan kalori dan meningkatkan aktivitas olah
raga mungkin tidak akan cukup untuk mengurangi lemak
ini. Konsumsi lebih banyak protein dan sertakan latihan
pembentukan bagian bawah tubuh dalam aktifitas olah raga
(Waspadji, dkk., 2003).
Gbr 1. Bentuk Tubuh Peer
Page 15
22
(2) Apple Shape (Android), Biasanya terdapat pada pria.
Dimana lemak tertumpik di sekitar tubuh bagian atas :
Wajah, leher, dada dan pinggang. Ini terjadi pada wanita
dan hampir semua pria. Lemak tubuh bagian atas biasanya
disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan kurang
berolahraga. Lemak di sekitar pinggang dapat menjadi
pertanda adanya lemak internal yang bisa menimbulkan
masalah kesehatan serius sehingga dengan menguranginya
maka kesehatan juga dapat meningkat. Mengurangi kalori
saja tidak akan menghilangkan lemak bagian atas tubuh.
Cara yang lebih efektif untuk menghilangkan kelebihan
berat ini adalah dengan mengubah persentase massa tubuh
dengan pengaturan kalori, protein dan berolahraga. Resiko
kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan
tipe gynoid, karena sel-sel lemak di sekitar perut lebih siap
melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah
dibandingkan dengan sel-sel lemak di tempat lain. Lemak
yang masuk ke dalam pembuluh darah dapat menyebabkan
penyempitan arteri (Waspadji dkk., 2003).
Gbr 2. Bentuk tubuh Apel
Page 16
23
(3) Ovoid (Bentuk Kotak Buah), Ciri dari tipe ini adalah
besar di seluruh bagian badan. Tipe ovoid umumnya
terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetis. Saat
berat badan bertambah, lemak menyebar secara
proporsional ke seluruh tubuh. Sering tidak menyadari berat
badan bertambah karena lemak terdistribusi ke seluruh
tubuh (Waspadji, dkk., 2003).
Gbr 3. Bentuk tubuh kotak buah
4) Konsumsi minum Beralkohol dan Kopi
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko seseorang
untuk terkena penyakit jantung. Kadar kolesterol darah menurun
selama konsumsi alkohol dihilangkan dari dalam diet. Selain itu
dengan adanya asupan alkohol kadar kolesterol darah dan LDL
Kolesterol meningkat. Konsumsi kopi juga dapat meningkatkan
kadar kolesterol darah dan meningkatkan risiko seseorang terkena
penyakit jantung. Suatu penelitian di Australia telah membuktikan
bahwa kopi dapat mempengaruhi kadar kolesterol dan trigliserida
(Waspadji, dkk., 2003).
Page 17
24
5) Rokok
Hasil penelitian Framingham Heart Study menunjukkan
bahwa merokok menurunkan kadar HDL Kolesterol. Penelitian
dilakukan terhadap 2000 orang laki-laki dan 2000 orang
perempuan yang berusia 20-49 tahun. Penurunan HDL pada laki-
laki rata-rata sebanyak 4,5 mg/ dl dan pada perempuan 6,5 mg/ dl.
Pada penelitian itu, faktor yang penting adalah jumlah batang yang
dihisap perhari dan bukan lamanya seseorang tersebut telah
merokok (Soeharto, 2004).
6) Stres
Merupakan salah satu resiko terjadinya dislipidemia, karena
disamping dapat memicu adrenalin juga dapat meningkatkan kadar
kolesterol. Walaupun stres dibutuhkan dalam hidup ini, tetapi stres
kronis yang berkepanjangan justru akan merusak keseimbangan
fungsi tubuh. Syaraf simpatis dipacu setiap saat dan adrenalinpun
membanjiri tubuh. Tekanan darah akan meningkat bersamaan
dengan meningkatnya kadar kolesterol darah. Hal ini yang
akhirnya akan membebani jantung dan merusak pembuluh darah
koroner (Huli, 2001).
7) Latihan (Aktifitas) Fisik
Latihan fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh
dan sistem penunjangnya serta merupakan bagian dari usaha
menjaga kebugaran, termasuk kesehatan jantung dan pembuluh
darah. Mereka yang aktif memiliki kemungkinan yang rendah
Page 18
25
untuk terkena penyakit kardiovaskuler termasuk diantaranya
dislipidemia (Almatsier, 2002).
Olahraga dan aktifitas fisik juga dapat memperbaiki profil
lemak darah, yaitu menurunkan kadar kolesterol total, LDL
kolesterol dan trigliserida. Bahkan yang paling baik adalah dapat
memperbaiki HDL, yaitu suatu jenis kolesterol yang kadarnya sulit
untuk dinaikkan. Di samping itu berbagai faktor risiko seperti
hipertensi, obesitas dan diabetes mellitus dapat diturunkan dengan
menjalankan olahraga yang tepat takaran, durasi dan frekwensinya
(Almatsier, 2002).
b. Faktor Risiko Internal
1) Umur/ Usia
Pertambahan usia meningkatkan risiko penyakit degeneratif
secara nyata pada pria maupun wanita. Hal ini mungkin merupakan
pencerminan dari lamanya terpapar faktor risiko digabung dengan
kecenderungan bertambah beratnya derajat tiap-tiap faktor risiko
dengan pertambahan usia. Faktor usia mempunyai dampak pada
semua golongan usia kecuali pada keadaan dengan harapan hidup
yang sangat berkurang. Untuk mengetahui berapa besar usia yang
mempengaruhi profil lemak dalam darah, klinik Cooper di Dallas-
USA telah meneliti 2000 orang laki-laki dan 589 perempuan sehat
yang rata-rata hasilnya sebagai berikut:
Page 19
26
Tabel 6. Hubungan antara Profil Lemak dan Usia
Laki-LakiUmur
Lipid Darah Satuan<30 30-39 40-49 50-59 60+
Total kolesterolHDLLDL% Lemak tubuh
mg/dlmg/dlmg/dlmg/dl
1794336
18,1
1914214922,0
2054316223,5
2084316523,8
2084416423
Sumber: Dinkespropjateng, 2007
Tabel 7. Hubungan antara Profil Lemak dan Usia
PerempuanUmur
Lipid Darah Satuan<30 30-39 40-49 50-59 60+
Total kolesterolHDLLDL% Lemak tubuh
mg/dlmg/dlmg/dlmg/dl
1763312626
1865712926
1945813627
2196015930
2216215929
Sumber: Dinkespropjateng, 2007
2) Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
penyakit jantung dan pembuluh darah jika dibandingkan dengan
perempuan pada usia tertentu. Risiko laki-laki untuk terkena
penyakit tersebut melampaui risiko pada perempuan setelah usia
remaja sampai usia sekitar limapuluhan. Menurut A. Maksimin
dan kawan-kawan dalam buku Heart Therapy, disebutkan bahwa
perempuan dan laki-laki dikatakan berisiko sama yaitu pada usia
sekitar limapuluh tahun ke atas.
Pada tahun-tahun pre-menopause perempuan dilindungi oleh
hormon estrogen yang tidak dimiliki oleh kaum laki-laki. Hormon
estrogen dapat mencegah terbentuknya plak pada arteri dengan
Page 20
27
menaikkan kadar HDL dan menurunkan kadar LDL, namun setelah
masa menopause lewat kadar estrogen pada perempuan menurun.
Oleh karena itulah perempuan yang sudah mengalami menopause
memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan sebelum
menopause. Dengan demikian hormon estrogen dianggap sebagai
proteksi terhadap terjadinya dislipidemia (Darmojo, 1999).
3) Riwayat Keluarga Dislipidemia
Hasil studi pada pakar ilmu kedokteran menunjukkan bahwa
berbagai penyakit berhubungan dengan genetik atau keturunan.
Dalam suatu keluarga terlihat adanya keterkaitan antara ketahanan
atau kerentanan terhadap penyakit dan hubungan keluarga.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian dari populasi
yang ada tidak dapat menurunkan kolesterol hanya dengan
melakukan diet saja. Walaupun dalam beberapa kasus kolesterol
darah menunjukkan peningkatan karena mengkonsumsi lemak
jenuh. Kejadian ini biasanya ditandai dengan kadar kolesterol total
di atas 400 mg/dl atau kadar HDL di bawah 35 mg/dl pada usia
relatif muda pada satu keluarga, meskipun pada orang ini justru
rajin berolahraga, pola makan kaya serat, dan jarang
mengkonsumsi lemak hewani tetapi kadar kolesterol darahnya
masih tetap tinggi (Heslet, 2002).
Page 21
28
4. Metabolisme Lipida dan Energi
a. Metabolisme Lipida
Asam lemak ialah bentuk yang terpenting untuk menyimpan
energi. Asam lemak masuk ke jaringan lemak dan menjadi trigliserida,
dengan demikian tersedia zat baku yang diperlukan untuk membikin
glukosa (glukoneogenesis) atau untuk langsung dibakar guna
memperoleh energi. Sebagian dari asam lemak berasal dari makanan,
tetapi bagian terbesar berasal dari glukosa yang tidak terpakai;
perubahan itu dilakukan oleh hati dan juga jaringan lemak meskipun
lebih sedikit dan juga disimpan sebagai sumber energi (Widmann,
1995).
Kolesterol ada dua sumbernya; pertama kolesterol yang ada
dalam makanan; kedua hati dan usus yang mensintesis kolesterol dari
senyawa-senyawa yang konfigurasi molekulnya berbeda dari
kolesterol. Kolesterol penting dalam struktur dinding sel dan dalam
bahan yang membuat kulit kedap air. Banyak kolesterol terdapat dalam
asam- asam empedu, steroid-steroid dari cortex gl. Suprarenalis,
estrogen dan androgen. Senyawa biologis ini amat penting dan terus
menerus mengalami sintesis, perombakan dan pendauran ulang;
kemungkinan besar kolesterol dari makanan hampir tidak ikut serta
dalam reaksi metabolik.
Fosfolipida sphingomyelin, lechitin dan cephalin adalah
penyusun membran sel yang penting. Semua sel sanggup mensintesis
fosfolipida, tetapi mungkin sekali bagian terbesar dari fosfolipida
Page 22
29
dalam peredaran berasal dari hati dan selaput lendir usus. Fosfolipida
yang beredar memainkan peranan penting sebagai donor gugusan
fosfat pada metabolisme intrasel dan sebagai zat esensial dalam
koagulasi darah (Widmann, 1995).
b. Metabolisme Energi
Secara singkat proses metabolisme energi meregenerasi ATP, 3
simpanan energi akan digunakan oleh tubuh yaitu simpanan
karbohidrat (glukosa, glikogen), lemak dan juga protein. Diantara
ketiganya, simpanan karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi
utama saat berolahraga dan beraktifitas.
1) Pembakaran Karbohidrat
Secara singkat proses metabolime energi dari glukosa darah
atau juga glikogen otot akan berawal dari karbohidrat yang
dikonsumsi. Semua jenis karbohidrat yang dikonsumsi oleh
manusia baik itu jenis karbohidrat kompleks (nasi, kentang, roti,
singkong dsb) ataupun juga karbohidrat sederhana (glukosa,
sukrosa, fruktosa) akan terkonversi menjadi glukosa di dalam
tubuh. Glukosa yang terbentuk ini kemudian dapat tersimpan
sebagai cadangan energi sebagai glikogen di dalam hati dan otot
serta dapat tersimpan di dalam aliran darah sebagai glukosa darah
atau dapat juga dibawa ke dalam sel-sel tubuh yang membutuhkan.
Di dalam sel tubuh, sebagai tahapan awal dari metabolisme
energi secara aerobik, glukosa yang berasal dari glukosa darah
ataupun dari glikogen otot akan mengalami proses glikolisis yang
Page 23
30
dapat menghasilkan molekul ATP serta menghasilkan asam
piruvat. Di dalam proses ini, sebanyak 2 buah molekul ATP dapat
dihasilkan apabila sumber glukosa berasal dari glukosa darah dan
sebanyak 3 buah molekul ATP dapat dihasilkan apabila glukosa
berasal dari glikogen otot.
Setelah melalui proses glikolisis, asam piruvat yang di
hasilkan ini kemudian akan diubah menjadi Asetil-KoA di dalam
mitokondria. Proses perubahan dari asam piruvat menjadi Asetil-
KoA ini akan berjalan dengan ketersediaan oksigen serta akan
menghasilkan produk samping berupa NADH yang juga dapat
menghasilkan 2-3 molekul ATP. Untuk memenuhi kebutuhan
energi bagi sel-sel tubuh, Asetil-KoA hasil konversi asam piruvat
ini kemudian akan masuk ke dalam siklus asam-sitrat untuk
kemudian diubah menjadi karbon dioksida (CO), ATP, NADH dan
FADH melalui tahapan reaksi yang kompleks. Reaksi-reaksi yang
terjadi dalam proses yang telah disebutkan dapat dituliskan melalui
persamaan reaksi sederhana sebagai berikut:
Asetil-KoA + ADP + Pi + 3NAD + FAD + 3H2O --->2CO2 + CoA + ATP + 3 NADH + 3H+ + FADH2
Setelah melewati berbagai tahapan proses reaksi di dalam
siklus asam sitrat, metabolisme energi dari glukosa kemudian akan
dilanjutkan kembali melalui suatu proses reaksi yang disebut
sebagai proses fosforiasi oksidatif. Dalam proses ini, molekul
NADH dan juga FADH yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat
akan diubah menjadi molekul ATP dan H2O. Dari 1 molekul
Page 24
31
NADH akan dapat dihasilkan 3 buah molekul ATP dan dari 1
buah molekul FADH akan dapat menghasilkan 2 molekul ATP.
Proses metabolisme energi secara aerobik melalui pembakaran
glukosa/glikogen secara total akan menghasilkan 38 buah molekul
ATP dan juga akan menghasilkan produk samping berupa karbon
dioksida (CO2) serta air (H2O). Persamaan reaksi sederhana untuk
menggambarkan proses tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Glukosa + 6O2 +38 ADP + 38Pi ---> 6 CO2 + 6 H2O + 38 ATP
2) Pembakaran Lemak
Langkah awal dari metabolisme energi lemak adalah melalui
proses pemecahan simpanan lemak yang terdapat di dalam tubuh
yaitu trigliserida. Trigliserida di dalam tubuh ini akan tersimpan di
dalam jaringan adipose (adipose tissue) serta di dalam sel-sel otot
(intramuscular triglycerides). Melalui proses yang dinamakan
lipolisis, trigeliserida yang tersimpan ini akan dikonversi menjadi
asam lemak (fatty acid) dan gliserol. Pada proses ini, untuk setiap 1
molekul trigliserida akan terbentuk 3 molekul asam lemak dan 1
molekul gliserol.
Kedua molekul yang dihasilkan melalui proses ini kemudian
akan mengalami jalur metabolisme yang berbeda di dalam tubuh.
Gliserol yang terbentuk akan masuk ke dalam siklus metabolisme
untuk diubah menjadi glukosa atau juga asam piruvat. Sedangkan
asam lemak yang terbentuk akan dipecah menjadi unit-unit kecil
Page 25
32
melalui proses yang dinamakan ß-oksidasi untuk kemudian
menghasilkan energi (ATP) di dalam mitokondria sel.
Proses ß-oksidasi berjalan dengan kehadiran oksigen serta
membutuhkan adanya karbohidrat untuk menyempurnakan
pembakaran asam lemak. Pada proses ini, asam lemak yang pada
umumnya berbentuk rantai panjang yang terdiri dari ± 16 atom
karbon akan dipecah menjadi unit-unit kecil yang terbentuk dari 2
atom karbon. Tiap unit 2 atom karbon yang terbentuk ini kemudian
dapat mengikat kepada 1 molekul KoA untuk membentuk asetil
KoA. Molekul asetil-KoA yang terbentuk ini kemudian akan
masuk ke dalam siklus asam sitrat dan diproses untuk
menghasilkan energi seperti halnya dengan molekul asetil-KoA
yang dihasil melalui proses metabolisme energi dari
glukosa/glikogen (Irawan, 2007).
5. Tes Diagnostik Untuk Gangguan Lipoprotein
Beraneka ragam tes fisik, kimia, elektroforesis, dan imunologis
digunakan untuk mendiagnosis gangguan lipoprotein. Tes ini meliputi tes
penampilan plasma dan pengukuran konsentrasi kolesterol, trigliserida,
HDL-C, apolipoprotein dan lipoprotein.
a. Penampilan Plasma
1) Dasar Pemikiran
Penampilan plasma adalah tes yang sederhana, mudah dan
murah. Jika plasma tersebut jernih, maka konsentrasi trigliserida
sangat mungkin kurang dari 200 mg/dl. Apabila konsentrasi naik
Page 26
33
kira-kira 300 mg/dl, maka plasma tersebut biasanya tampak keruh
berkabut dan tidak cukup transparan untuk memungkinkan
membaca berita cetak melalui tabung tersebut dengan jelas.
Apabila konsentrasi trigliserida plasma melebihi 600 mg/dl, maka
plasma biasanya keruh dan seperti air susu (lipemik, laktesen). Jika
terdapat kilomikron, maka suatu lapisan yang kental, homogen dan
seperti krim mengapung pada permukaan plasma setelah beberapa
jam pada suhu 40 C. Adanya lapisan kilomikron tidak selalu berarti
temuan yang bermakna kecuali pasien telah berpuasa sekurang-
kurangnya 12 jam sebelum diambil darah. Pada pasien dengan
hiperkolesterolemia yang hanya disebabkan oleh peninggian
konsentrasi LDL, plasma tersebut jernih tetapi mungkin
mempunyai warna kuning-oranye, karena carotenoid dalam LDL.
Adanya hemolisis dan ikterus juga harus dicatat (Burtis, dkk.,
1999).
2) Metodologi
Sediaan. Darah harus ditaruh di dalam tabung hampa yang
mengandung disodium-EDTA (1 mg/ml). Walaupun serum dapat
dipergunakan, tetapi plasma EDTA mudah karena dapat digunakan
untuk analisa lipoprotein lain apabila tes plasma telah diselesaikan.
Tes tersebut harus dilaksanakan terhadap sediaan segar dan jangan
sekali-kali dilaksanakan terhadap plasma yang sebelumnya telah
dibekukan (Burtis, dkk., 1999).
Page 27
34
Prinsip. Kilomikron mempunyai densitas lebih kecil
dibandingkan plasma (1,006 g/ml) dan tidak mempunyai interaksi
protein- protein yang cukup untuk mempertahankannya dalam
larutan. Setelah plasma dibiarkan untuk beberapa lama, kilomikron
akan mengapung ke permukaan paling atas dan membentuk suatu
lapisan keruh khas. Setelah dibiarkan selama satu malam (16-18
jam) pada 40C, VLDL masih tetap tersebar secara merata dalam
plasma (Burtis, dkk., 1999).
b. Kolesterol Total dan Trigliserida
1) Dasar Pemikiran
Setelah observasi visual terhadap sediaan, tes yang paling
berguna dan dapat diandalkan adalah penentuan konsentrasi
kolesterol total dan trigliserida. Nilai suatu kolesterol tunggal dan
trigliserida yang lebih dari 20% di bawah batas acuan atas yang
disesuaikan untuk umur dan jenis kelamin hampir mengeliminir
diagnosis hiperliproteinemia. Jika nilai lipid mendekati titik batas
keputusan kritikal, maka tes harus diulang sekurang-kurangnya
pada dua kesempatan berikutnya, lebih baik jika berjarak 2-4
minggu. Adalah penting bahwa tak ada intervensi (diet atau obat)
yang dilaksanakan pada saat evaluasi.
Di samping sampling repetitif untuk penentuan trigliserida
dan kolesterol total pada pasien yang mempunyai marginal atau
tinggi, penilaian lipoprotein spesifik juga harus dilakukan (Burtis,
dkk., 1999).
Page 28
35
2) Metodologi Kolesterol
Kolesterol dapat ditentukan secara kuantitatif dengan metode
enzimatis atau kimiawi. Metode tersebut mungkin langsung,
dengan menggunakan serum atau plasma secara langsung untuk
pengujian, atau tidak langsung, dengan melakukan ekstraksi
pelarut pada sampel atau prosedur isolasi lainnya sebelum
pengujian kolesterol. Metode langsung adalah sederhana, mudah,
dan siap disesuaikan untuk analisis otomatis (Burtis, dkk., 1999).
Metode enzimatis hampir menggantikan metode kimiawi di
laboratorium klinik. Tahap-tahap reaksi awal adalah umum untuk
membentuk semua prosedur enzimatis. Tahap ini adalah hidrolisis
ester kolesterol pada C-3 untuk membentuk kolesterol bebas dan
berikutnya adalah tahap oksidasi yang menggunakan oksigen untuk
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2). Sterol lainnya yang
mempunyai gugus 3beta-hidroksil dan ikatan ganda pada posisi 4-5
atau 5-6 juga dapat bereaksi dalam tahap oksidasi kolesterol pada
uji enzim berpasangan.
Ester kolesterol kolesterol esterase kolesterol + asam lemak
Kolesterol + O2kolesterol oksidase kolest-4-ene-3-one-H2O2
Selama atau setelah reaksi kedua inilah metode enzimatis
menjadi berbeda. Pada sejumlah metode, jumlah oksigen yang
dikonsumsi diukur secara amperometrik oleh elektrode sensor
oksigen. Metode yang paling populer melibatkan penghitungan
Page 29
36
H2O2 melalui pembentukan produk oksidasi berwarna atau
nukleotida pyridine yang direduksi (Burtis, dkk., 1999).
Dalam metode langsung, gangguan yang terlihat pada sampel
yang keruh, lipemik, ikterik, atau mengalami hemolisis menjadi
pertimbangan penting. Bilirubin menyebabkan interferensi negatif
dalam metode enzimatis yang memproduksi kromofor berwarna
karena bilirubin bereaksi dengan H2O2, dengan demikian
mengurangi jumlah peroksida yang tersedia untuk pembentukan
kompleks berwarna. Bilirubin mungkin juga menimbulkan
gangguan langsung karena penyerapannya di sekitar 500 nm. Efek
gangguan bilirubin dapat diminimalkan dalam uji enzimatis
dimana konsumsi oksigen diukur secara elektrokimiawi (Burtis,
dkk., 1999).
Sediaan. Jika pengukuran tersebut specifik untuk
menentukan kolesterol total, maka kondisi tanpa puasa dapat
diterima. Tetapi apabila trigliserida dan konsentrasi HDL juga
harus diukur (misalnya untuk memperkirakan LDL-C) maka
sediaan darah harus diambil setelah sekurang2nya 12 jam puasa.
Serum adalah sediaan yang dipilih untuk mengukur kolesterol
total. Jika kolesterol total ditentukan dalam plasma dengan
menggunakan EDTA sebagai antikoagulan, maka nilai plasma
harus dikonversi ke nilai serum dengan mengalikan hasil kolesterol
plasma tersebut dengan 1,03. Sediaan dapat disimpan pada 40C
selama sampai dengan 3-4 hari sebelum analisis. Sediaan akan
stabil pada suhu -200C selama beberapa bulan dan selama
Page 30
37
bertahun-tahun pada suhu -700C. Sediaan yang dicairkan harus
dibawa ke temperatur ruangan dan dikocok dengan baik sebelum
analisis (Burtis, dkk., 1999).
3) Metodologi Trigliserida
Laboratorium klinik paling sering menggunakan metode
enzimatis untuk mengukur trigliserida. Dalam metode enzimatis,
hidrolisis biasanya dicapai oleh lipase (triacylglycerol
acylhydrolase).
Trigliserida + 3 H2OLipase
Gliserol + 3 asam lemak bebas
Gliserol yang dihasilkan melalui hidrolisis dapat diuji dengan
berbagai pendekatan enzim berpasangan.
Adanya gliserol bebas pada sampel pasien mungkin
merupakan sumber kesalahan. Konsentrasi gliserol bebas mungkin
meningkat dalam plasma yang mempunyai konsentrasi trigliserida
yang sangat tinggi, dalam sampel yang tidak segar, atau dalam
plasma dari pasien yang sedang menggunakan obat yang
mengandung gliserol. Gangguan gliserol mungkin juga berasal dari
sumber eksogen, misalnya tabung darah yang tutupnya berlapis
gliserol, detergen laboratorium, dan kontaminasi dari filter
sterilisasi yang digunakan dalam penyiapan bahan kontrol kualitas,
dan dari produk perawatan kulit yang digunakan oleh personil
laboratorium. Bias yang disebabkan oleh gliserol bebas dapat
dieliminir melalui blanking; tetapi blanking tersebut masih
kontroversial. Untuk sebagian besar sampel segar yang disimpan
Page 31
38
dalam refrigerator dengan konsentrasi trigliserida kurang dari 300
mg/dl, konstribusi yang disebabkan oleh gliserol bebas dan
substansi pengganggu lain adalah relatif rendah dan peranan
klinisnya minimal. Dalam sebuah penelitian didapati bahwa
mengabaikan blank gliserol akan menimbulkan kesalahan yang
melebihi 10 mg/dl pada kurang dari 1% pasien rawat jalan (Burtis,
dkk, 1999).
Sediaan. Sediaan untuk pengukuran trigliserida jangan
diambil kecuali jika pasien telah dipuasakan selama 10 sampai 14
jam. Serum atau plasma EDTA dapat dipergunakan untuk
menentukan konsentrasi trigliserida. Apabila digunakan plasma
EDTA, maka nilai plasma dikonversi ke nilai serum yang setara
dengan mengalikan nilai plasma dengan 1,03. Sediaan dapat
disimpan pada 40C selama 3 hari, dibekukan pada suhu -200C
untuk beberapa minggu, atau dibekukan -700C untuk periode yang
lebih panjang. Sediaan lipemik mungkin memerlukan
penghangatan sampai 370C dan perlu dikocok dengan baik sebelum
dianalisis, khususnya jika telah dibekukan. Sampel dengan nilai
trigliserida yang melebihi 700 mg/dl harus diencerkan dengan
NaCl 0,15 mmol/L, dan pengujian diulang pada sampel yang
diencerkan (Burtis, dkk, 1999).
Page 32
39
c. HDL Kolesterol (High Density Lipoprotein)
1) Dasar Pemikiran
Konsentrasi HDL rendah adalah faktor risiko yang kuat untuk
penyakit arteri koroner walaupun konsentrasi kolesterol total pada
seseorang berada dalam interval acuan normal. Sebagian besar
metode HDL tergantung pada pengukuran kandungan HDL-C
plasma setelah pengendapan selektif VLDL dan LDL. Perkiraan
tentang kolesterol HDL mempunyai variasi yang signifikan
disebabkan oleh rendahnya kandungan kolesterol pada supernatan.
Penggunaan indeks atau rasio terus meningkat; yang paling
banyak digunakan adalah total kolesterol/ HDL-C. Tetapi rasio
tersebut hanya memberi konstribusi kecil kepada pemahaman
tentang penyakit yang mendasari dan dapat menimbulkan
diagnosis yang tidak benar atau informasi “risiko” yang tidak
benar. sebagai contoh, apabila rasio tersebut digunakan tanpa
perkiraan tentang LDL-C (Burtis, dkk, 1999)
2) Metodologi
Prinsip. Berbagai teknik pengendapan telah
direkomendasikan untuk menentukan kuantitas HDL-C.
Lipoprotein besar tersebut diendapkan oleh kation divalen dan
polisakarida bersulfat atau oleh sodium phosphotungstate. HDL
tetap ada di supernatan setelah sentrifugasi dan dapat dihitung
berdasarkan kandungan kolesterolnya. Kemampuan reagen tersebut
untuk mengendapkan lipoprotein tergantung kepada kekuatan ion
Page 33
40
plasma dan total konsentrasi protein. Metode yang menggunakan
heparin-Mn2+ adalah yang paling banyak digunakan. Laporan
tentang gangguan Mn2+ pada uji enzimatis untuk kolesterol adalah
suatu kelemahan besar, karena interaksi Mn2+ dengan buffer fosfat
mungkin menyebabkan terlalu tingginya perkiraan kandungan
kolesterol HDL. Gangguan tersebut dapat dieliminer secara total
melalui rekonstitusi reagen kolesterol dengan larutan EDTA
sebagai chelator Mn2+ atau dengan menggunakan reagen yang
tidak mengandung fosfat (Burtis, dkk., 1999).
Ketika sampel lipemik mengendap bersama heparin-Mn2+,
kompleks yang tak larut mempunyai densitas rendah dan mungkin
tidak sepenuhnya membentuk sedimen. Ultrafiltrasi atau
sentrifugasi kecepatan tinggi dapat digunakan untuk mencapai
pemisahan. Prosedur tersebut efektif untuk konsentrasi heparin
pada kisaran lebar. Sistem reagen yang mengandung sodium
phosphotungstate-Mg2+ atau dextran sulfat Mg2+ telah dilaporkan
lebih stabil dan lebih kompatibel dengan uji enzimatis untuk
kolesterol. Walaupun reagen ini juga menghasilkan endapan VLDL
dan LDL yang lebih baik, khususnya dalam sampel lipemik, tetapi
reagen ini mengendapkan HDL dalam jumlah kecil tetapi
signifikan. Dibandingkan dengan metode ultrasentrifugasi, dextran
sulfat dan phosphotungstate memberikan nilai yang agak lebih
rendah, sedangkan metode heparin-Ca2+ memberikan nilai yang
agak lebih tinggi. Metode yang menggunakan dextran sulfat-Mg2+
Page 34
41
(berat molekul 50.000) telah didapati sebagai metode yang dipilih
untuk kimia klinik.
d. LDL Kolesterol (Low Density Lipoprotein)
Validasi suatu formula oleh Friedewald dkk telah menghasilkan
penggunaan suatu nilai LDL-C yang telah dihitung. Dalam prosedur
ini, konsentrasi total kolesterol, trigliserida dan HDL-C terlebih dahulu
diukur dan kemudian konsentrasi LDL-C dihitung. Formula tersebut
bergantung kepada asumsi bahwa VLDL-C terdapat dalam konsentrasi
yang sama dengan seperlima konsentrasi trigliserida. Asumsi ini valid
untuk konsentrasi trigliserida 400 mg/dl; sesudah itu akan terjadi
inkonsistensi dalam rasio VLDL trigliserida/ kolesterol dan formula
tersebut tidak dapat digunakan (Burtis, dkk, 1999).
Kadar total kolesterol, HDL dan trigliserida dalam darah dapat
diketahui dengan tes di laboratorium setelah pasien puasa sekurang-
kurangnya 10 jam dan sebaiknya 12 jam. Umumnya kadar total
kolesterol, HDL dan trigliserida diukur secara fotometri, sedangkan
metode yang digunakan untuk pemeriksaan total kolesterol adalah
CHOD-PAP, HDL menggunakan metode presipitasi dan trigliserida
metodenya GPO-PAP. Adapun LDL ditentukan secara tak langsung
yakni diestimasi memakai rumus yang disusun oleh Dr. Fridewald, Dr.
Levy dan Dr. Fredrickson (Soeharto, 2004).
Pada saat ini, tes LDL telah dikembangkan dan pemeriksaan
LDL dapat diperiksa langsung (cara direk). Kelemahan cara tak
langsung yaitu; bila kilomikron meninggi, kesalahan perhitungan
Page 35
42
menjadi besar. Pada pemeriksaan Laboratorium, rumus Friedewald
tidak dapat digunakan bila kadar trigliserida lebih dari 400 mg/dl.
Rumus dari Friedewald:
k
m
k
t
(
Total Kolesterol = LDL + HDL + VLDL
VLDL = (1/5) (Trigliserida)
Jadi LDL = Total Kolesterol – HDL – (1/5 ) (Trigliserida)
Pada satuan rujukan sistem SI, rumus ini berubah sebagai berikut;
Trigliserida (mmol/L)LDL (mmol/L) = Kolesterol total - - HDL
2,2
Sebagai contoh, dari tes laboratorium diperoleh angka total
olesterol = 245 mg/dl; HDL = 45 mg/dl; dan trigliserida = 125 mg/dl;
aka dari perhitungan diperoleh;
LDL = 245 – 45 – 125/5 = 175 mg/dl.
Dari rumus di atas terlihat bagaimana eratnya hubungan antara
omponen HDL, LDL dan trigliserida dalam mempengaruhi angka
otal kolesterol. Demikian pula antara kadar masing-masing partikel
Kosasih dan Kosasih, 2008).
Page 36
43
C. Indikator Obesitas Secara Antropometri
1. Indeks Massa Tubuh (IMT)
a. Definisi
Indeks Massa Tubuh atau biasa dikenal dengan BMI (Body Mass
Index), adalah salah satu cara untuk menganalisa bagaimana berat
badan memiliki risiko terhadap penyakit. Ini didasarkan atas berat
badan tanpa pakaian atau tinggi badan tanpa sepatu (Bull, 2007).
b. Tujuan
IMT dikembangkan untuk mengetahui pengaruh tinggi badan
terhadap massa tubuh. Untuk mengukur IMT harus dilakukan
penimbangan berat badan dalam kilogram dan pengukuran tinggi
badan dalam meter, kemudian dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
(m)TB
(Kg)BBIMT
2
IMT mempunyai keuntungan utama yaitu kemampuannya untuk
digunakan pada studi dengan populasi luas, selain itu IMT mudah
digunakan dan murah. Meskipun demikian IMT tidak dapat digunakan
untuk mengukur sebaran lemak tubuh (WHO, 1998).
c. Faktor yang mempengaruhi
IMT merupakan indikator kasar karena dipengaruhi oleh bentuk
tubuh. Orang yang berotot bisa saja memiliki IMT tinggi tetapi bukan
akibat lemak. Usia dan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi IMT.
Beberapa ahli mengatakan bahwa pria dapat memiliki IMT yang
Page 37
44
sedikit lebih tinggi sebelum risikonya meningkat. Hal ini mungkin
disebabkan karena pria biasanya lebih berotot dibandingkan wanita.
Batas ambang IMT tidak dapat digunakan pada anak-anak dan wanita
hamil (Bull, 2007).
d. Klasifikasi IMT
Klasifikasi Indeks Massa tubuh (IMT) pada orang dewasa antara
bangsa Asia dengan bangsa Kaukasian berbeda, untuk bangsa Asia
IMT ≥ 23 kg/m2 sudah merupakan kriteria overweight dan IMT ≥ 25
kg/m2 merupakan kriteria obesitas. Hal ini disebabkan karena
persentase lemak tubuh bangsa Asia (terutama abdominal obesity)
7 – 10 % lebih tinggi dibandingkan bangsa Kaukasian yang
mengakibatkan risiko komorbiditas obesitas dan sindroma metabolik
pada bangsa Asia juga lebih tinggi (Mexitalia, dkk., 2009).
Berikut ini adalah Klasifikasi/ batas ambang Indeks Massa
Tubuh (IMT) menurut WHO tahun 1998:
Tabel 8. Batas Ambang IMT
Kategori IMT (Kg/m2) Risiko ComorbiditasUnderweight
Batas NormalOverweightPre ObeseObese IObese IIObese III
< 18,5
18,5-24,9≥ 25,025,0-29,930,0-34,935,0-39,9≥40,0
Rendah (tetapi resikoterhadap masalah-masalah klinis lainmeningkat)Rata-rata-MeningkatSedangBerbahayaSangat Berbahaya
Sumber: Klasifikasi IMT menurut (WHO, 1998)
Page 38
45
2. Lingkar Pinggang/ Perut (LP)
Indeks masa tubuh memiliki korelasi positif dengan total lemak
tubuh, tetapi IMT bukan merupakan indikator terbaik untuk obesitas.
Selain IMT metode lain untuk pengukuran antropometri tubuh adalah
dengan cara mengukur lingkar perut/ pinggang. Nilai lingkar perut/
pinggang kategori obesitas berdasar Etnis (IDF 2005) untuk Asia selatan,
populasi china, Melayu dan Asia India adalah: Pria > 90 cm, Wanita > 80
cm. Pengukuran lingkar perut/ pinggang dilakukan dengan mengukur
keliling perut melalui pertengahan krista dengan tulang iga terbawah
secara horizontal (Tjokroprawiro, 2006).
3. Rasio Lingkar Pinggang dan Lingkar Panggul (RLPP)
RLPP adalah suatu metode sederhana yang menggunakan sebaran
jaringan adiposa subkutan dan intra abdominal. Pengukuran ini difokuskan
untuk suatu ukuran sekitar panggul, dengan pemikiran bahwa ukuran
panggul adalah variabel yang kurang berubah. RLPP dapat diukur lebih
cepat daripada tebal lemak bawah kulit (Gibson, 1993).
RLPP mempunyai nilai batasan yang ditentukan oleh penelitian
epidemiologi dengan populasi luas. Angka 0,9 untuk laki-laki dan 0,8
untuk perempuan adalah yang paling sering dipakai sebagai nilai batasan
untuk RLPP yang menunjukkan kenaikan risiko penyakit, tetapi untuk
sejumlah penelitian angka 1,0 dan 0,9 juga digunakan. Beberapa penelitian
juga menunjukkan bahwa dengan berkurangnya lemak pada beberapa
orang, akan ada pengurangan juga pada lingkar pinggang dan panggul.
Jadi RLPP relatif konstan. RLPP diukur dengan perbandingan antara
Page 39
46
panjang lingkar pinggang (cm) dan panjang lingkar panggul (cm). Panjang
lingkar pinggang dilakukan dengan mengukur keliling perut melalui
pertengahan krista iliaka dengan tulang iga terbawah secara horisontal.
Panjang lingkar panggul didapatkan dengan melingkarkan meteran
penjahit mengelilingi pantat, tepat pada bagian pertengahan pantat
(Gibson, 1993).
D. Pengaruh Tindakan Terapi Totok Perut
Proses metabolisme membutuhkan energi. Dengan melakukan
penotokan untuk melancarkan metabolisme tubuh maka lemak yang ada di
dalam tubuh di rubah menjadi energi. Semakin meningkat metabolisme tubuh
maka semakin banyak pula energi yang dibutuhkan.
Pemijatan dilakukan guna memisahkan antara lemak dan otot. Lemak
yang dipijat akan keluar melalui keringat dan feses. Selain itu energi panas
yang disalurkan dari teknik pernafasan mempercepat peluruhan lemak (Ruly,
2009).
Page 40
47
E. Kerangka Teori
F. K
Umur/ Usia
Diet
Profil LipidIndeks Massa Tubuh(IMT)
Obesitas/Lipid tubuh
Totok Perut
Lingkar Perut (LP)
Jenis Kelamin
Energi
Metabolisme
Aktifitas
Profil LipidIndeks MassaTubuh(IMT)
Bagan 1. Kerangka Teori
erangka Konsep
Lingkar Perut (LP)
Profil lipid darah
StresRiwayatPenyakit
ObatPenurun Lipid
RokokRiwayatKeluarga
Bagan 2. Kerangka konsep
Indeks Massa Tubuh (IMT)Lingkar Perut (LP)
Totok Perut
Page 41
48
G. Hipotesis
1. Ada perbedaan/penurunan Indeks Massa Tubuh (IMT) responden sebelum
dan sesudah dilakukan terapi totok perut.
2. Ada perbedaan/pengurangan lingkar perut responden sebelum dan sesudah
terapi totok perut.
3. Ada perbedaan/penurunan kadar total kolesterol darah responden sebelum
dan sesudah dilakukan terapi totok perut.
4. Ada perbedaan/ penurunan kadar trigliserida darah responden sebelum dan
sesudah dilakukan terapi totok perut
5. Ada perbedaan/peningkatan kadar HDL kolesterol darah responden
sebelum dan sesudah dilakukan terapi totok perut.
6. Ada perbedaan/ penurunan kadar LDL kolesterol darah responden sebelum
dan sesudah dilakukan terapi totok perut.