15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Lalu Lintas 1. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang- undang telah menggunakan perkataan “strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit” tersebut. 6 Perkataan “feit” itu sendiri di dalam Bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelyheld”., sedangkan “strafbaar” berarti “dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena itu kelak akan diketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan. 7 Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan. 8 6 Drs. P.A.F. Lamintang, S.H., Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2013. Hal 181. 7 Ibid. 8 Andi Hamzah. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia, Hal. 22.
21
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Tindak ...eprints.umm.ac.id/57293/3/BAB 2.pdf · dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Lalu Lintas
1. Pengertian Tindak Pidana
Pembentuk undang- undang telah menggunakan perkataan “strafbaar feit” untuk
menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang- Undang
Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang
sebenarnya dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit” tersebut.6
Perkataan “feit” itu sendiri di dalam Bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu
kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelyheld”., sedangkan “strafbaar” berarti
“dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu dapat
diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang
sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena itu kelak akan diketahui bahwa yang dapat
dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan,
perbuatan ataupun tindakan.7
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,
melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang
melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan
pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada
waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan
normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.8
6 Drs. P.A.F. Lamintang, S.H., Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,
2013. Hal 181. 7 Ibid. 8 Andi Hamzah. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia, Hal. 22.
16
Menurut Pompe, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo dalam
a. Defenisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu
pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan
diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan
kesejahteraan umum ;
b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar feit” adalah
suatu kejadiaan (feit) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan
sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
2. Jenis - Jenis Tindak Pidana
Menurut Moeljatno, jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu,
antara lain sebagai berikut10 :
a. Menurut Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan
yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III.
Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran” itu bukan hanya
merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku III
melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam
PerUndang-Undangan secara keseluruhan.
b. Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (Formeel Delicten)
dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak
pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan
perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 351 KUHP yaitu tentang penganiayaan. Tindak
pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang,
9 Bambang Poernomo. 1983. Asas-Asas Hukum Pidana. Penerbit Ghalia Indonesia. Hal 91. 10 Moeljatno. 1993. Azas-Azas Hukum Pidana. Penerbit Rineka Cipta. Hlm 47.
17
karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung
jawabkan dan dipidana.
c. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana
sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh
tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai
berikut: Pasal 310 KUHP (penghinaan) yaitu sengaja menyerang kehormatan atau
nama baik seorang, Pasal 322 KUHP (membuka rahasia) yaitu dengan sengaja
membuka rahasia yang wajib disimpannya.
Sedangkan jenis-jenis/penggolongan tindak pidana menurut Tongat S.H., M.Hum
yang terdapat pada bukunya yakni ada 3 jenis tindak pidana :
1. Penggolongan Tindak Pidana menurut Doktrin, yang mana secara umum tindak
pidana dapat dibedakan kedalam beberapa pembagian, yakni11 :
a. Tindak pidana dapat dibedakan secara kualitatif atas kejahatan dan pelanggaran
a.1. kejahatan
Secara doktrinal kejahatan adalah rechtdelicht, yaitu perbuatan-
perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apaka perbuatan
itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Sekalipun
tidak dirumuskan sebagai delik dalam Undang-Undang, perbuatan ini
benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan keadilan. Jenis tindak pidana ini juga sering disebut
mala per se. Perbuatan-perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai
rechtdelicht dapat disebut antara lain pembunuhan, pencurian, dan
sebagainya.
11 Tongat. S.H., M.Hum. Dasar-Dasar Hukumm Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan.
UMM Press. Hal. 117.
18
a.2. Pelanggaran
Jenis tindak pidana ini disebut wetsdelicht, yaitu perbuatan-perbuatan
yang oleh masyarakat baru disadari sebagai suatu tindak pidana, karena
undang-undang merumuskan sebagai delik. Perbuatan-perbuatan ini bar
disadari sebagai tindak pidana oleh masyarakat oleh karena undang-
undang mengancamnya dengan sanksi pidana. Tindak pidana ini juga
disebut mala quia prohibita. Perbuatan-perbuatan yang dapat
dikualifikasikan sebagai wetsdelicht dapat diseut misalnya memarkir
mobil disebbalah kanan jalan, berjalan di jalan raya di sebelah kanan, dan
sebagainya.
Dalam perkembangannya, pembagian tindak pidana secara kualitatif
tersebut bertolak dari kenyataan, bahwa ada juga kejahatan yang baru
disadari sebagai tindak pidana oleh masyarakat setelah dirumuskan dalam
undang-undang pidana. Dengan demikian menurut Tongat S.H., M.Hum
dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia
dalam Perspektif Pembaharuan, tidak semua kejahatan merupakan
perbuatan yang benar-benar telah dirasakan sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan keadilan, sebelum dirumuskan dalam undang-
undang. Tetapi sebaliknya, terdapat juga pelanggaran yang memang
benar-benar telah dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan keadilann, sekalipun perbuatan itu belum
dirumuskan sebagai tindak pidana dalam undang-undang.
b. Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana formil dan tindak pidana
materiil
19
b.1. Tindak Pidana Formil
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik
beratkan pada perbuatan yang dilarang, dengan artian dapat dikatakan
bahwa tindak pidana formil adalah tindak pidana yang telah dianggap
terjadi/selesai dengan telah dilakukannya perbuatan yang dilarang dalam
undang-undang, tanpa mempersoalkan akibat. Tindak pidana yang dapat
dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil dapat disebut misalnya
pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP, penghasutan
sebagaimana diatur dalam pasal 160 KUHP, dan sebagainya.
b.2. Tindak Pidana Materiil
Tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang perumusanna dititik
beratkan pada akibat yang dilarang, dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang telah terjadi, atau
dianggap telah selesai apabila akibat yang dilarang itu telah terjadi. Jadi,
jenis tindak pidana ini mempersyaratkan terjadinya akibat untuk
selesainya. Apabila belum terjadi akibat yang dilarang, maka belum bisa
dikatakan selesai tindak pidana, yang terjadi baru percobaannya.
3. Tindak Pidana Bidang Lalu Lintas
a. Pengertian
Pengertian mengenai pelanggaran lalu lintas dapat disimak dalam brosur
penyuluhan hukum VIII tentang pelaksanaan lalu lintas yang diterbitkan oleh
Dorektorst Jenderal Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman
edisi 1 tahun 1993 yang selengkapnya Berbunyi :
20
“Pelanggaran lalu lintas adalah setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pemakai
jalan baik terhadap rambu-rambu lalu lintas maupun dalam cara mengemudi jalan.
Orang yang menggunakan kendaraan nermotor maupun pejalan kaki”.
Dari pengertian di atas telah nampak bahwa adanya pelanggaran karena telah
bersikap atau membuat tindakan yang bertentangan dengan ketentuan UU LLAJ.
Dengan kata lain, bahwa akibat dari ketidak patuhnya terhadap peraturan-peraturan
yang ditetapkan di jalan.dimaksukkan ke dalam kategori melakukan pelanggaran
lalu lintas.
b. Jenis Tindak Pidana Bidang Lalu Lintas
Perkara tertentu yang dimaksud dalam pasa 211 tentang pengertian perkara lalu
lintas jalan, dirinci sebagai berikut :12
1. Mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan
ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkann
kerusakan pada jalan.
2. Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan surat
izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan, surat tanda uji kendaraan
yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan
perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya tetapi
masa berlakunya sudah kadaluwarsa
3. Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan orang
yang tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM)
12 M. Yahya Harahap, S.H. 2012. Pembahasan Permaasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar
Grafika. Hal 434.
21
4. Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan
tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatannnnnnnn
kendaraan, dan syarat penggadungan dengan kendaraan lain
5. Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tamda
nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan yang
bersangkutan
6. Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas
jalan, dan atau isyarat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang
ada dipergunakan jalan
7. Pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diizinkan,
cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara memuat dan
membongkar barang
8. Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan
beroperasi di jalan yang ditentukan.
Inilah yang dimakasud secara terperinci terakait perkara pelanggaran tertentu
seperti yang tertulis pada pasa 211, yang diperiksa dalam sidang pengadilan dengan
acara pemeriksaan cepat. 13
B. Proses Penyelesaian Tindak Pidana
1. Penyelesaian Tindak Pidana menurut KUHAP
a. Prosedur Penyelesaian Tindak Pidana Ringan
Menurut Pasal 205 ayat (1) KUHAP, yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana
penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
13 Ibid.
22
Rp7.500,- dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 bagian
ini. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Paragraf 1 adalah sebagai berikut :
1. Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini tetap
berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan paragraf ini (pasal 210).
Pasal 210 sebenarnya merupakan pasal terakhir dalam paragraf 1, tetapi di sini
dikemukakan terlebih dahulu sebagai dalam pasal ini diatur hubungan antara acara
pemeriksaan tindak pidana ringan dengan ketentuan-ketentuan lainnya dalam
KUHAP. Bagian-bagian dari Bab XVI yang ditunjuk oleh Pasal 210 KUHAP ini
adalah : Bagian kesatu: Panggilan dan Dakwaan Bagian kedua: Memutus Sengketa
mengenai wewenang mengadili. Bagian ketiga: Acara Pemeriksaan Biasa. Dengan
demikian, untuk acara pemeriksaan tindak pidana ringan juga berlaku ketentuan-
ketentuan lainnya dalam KUHAP, sepanjang tidak diatur secara khusus yang
merupakan pengecualian dalam paragraf 1 yang memang dikhususkan untuk
mengatur acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
b. Prosedur Penyelesaian Tindak Pidana Biasa
Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan
pidana tidak disyaratkan adanya aduan dari yang berhak. Sedangkan delik aduan
adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana disyaratkan
adanya aduan dari yang berhak.
Contoh-contohnya:
a. Delik biasa: pembunuhan (338) dll.
b. Delik aduan: pencemaran (310), fitnah (311), dll.
Dalam kebiasaannya, penyelesaian tindak pidana biasa dapat diselesaikan
dengan jalur litigasi atau non-litigasi, yang mana terkait hal tersebut, kepolisian
memiliki peran yang penting untuk dapat membuat suatu berkas perkara yang
23
didasarkan pada proses penyelidikan dan penyidikan yang nantinya dijadikan dasar
pemeriksaan perkara oleh majelis hakim pengadilan negeri yang bersangkutan. Hal
lain, dalam proses penyelesaian perkara pidana biasa seorang penyidik dapat
menjalankan tugasnya apabila terhadap peristiwa pidana tersebut telah terdapat
laporan atau pengaduan dari masyarakat atau bahkan aparat kepolisian itu sendiri
sampai akhirnya diterbitkan Laporan Polisi atas peristiwa pidana tersebut guna
mengetahui kebenaran tentang terjadi atau tindak pidananya.
c. Prosedur Penyelesaian Tindak Pidana Khusus
Hukum Tindak Pidana Khusus mengatur perbuatan tertentu atau berlaku
terhadap orang tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain selain orang
tertentu. Oleh karena itu hukum tindak pidana khusus harus dilihat dari substansi
dan berlaku kepada siapa Hukum Tindak Pidana Khusus itu. Hukum Tindak Pidana
Khusus ini diatur dalam Undang-Undang di luar Hukum Pidana Umum.
Penyimpangan ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam Undang-Undang
Pidana merupakan indikator apakah Undang-Undang Pidana itu merupakan
Hukum Tindak Pidana Khusus atau bukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Hukum Tindak Pidana Khusus adalah Undang-Undang Pidana atau Hukum Pidana
yang diatur dalam Undang-Undang Pidana tersendiri. Pernyataan ini sesuai dengan
pendapat Pompe yang mengatakan: “Hukum Pidana Khusus mempunyai tujuan
dan fungsi tersendiri”. 14
Undang-Undang Pidana yang dikualifikasikan sebagai Hukum Tindak Pidana
Khusus ada yang berhubungan dengan ketentuan Hukum Administrasi Negara
terutama mengenai penyalahgunaan kewenangan. Tindak Pidana yang
14 Sulis Setyowati, SH., L.LM., Hukum Pidana Khusus, dalam https://slissety.wordpress. com, diakses
19 Februari 2019.
24
menyangkut penyalahgunaan kewenangan ini terdapat dalam perumusan tindak
pidana korupsi.15
Pada dasarnya dalam proses penyelesaian perkara pidana yang bersifat khusus
berlaku hukum acara yang sama pada penyelesaian perkara pidana pada umumnya
menurut KUHAP sepanjang tidak ditentukan sebaliknya berdasarkan undang-
undang yang berlaku. Dalam hal ini, dalam proses penyelesaian perkara pidana
khusus dimulai dengan agenda pemeriksaan dakwaan, eksepsi terdakwa/penasehat
hukum, putusan sela, pembuktian, tuntuan, pledoi hingga akhirnya putusan.
2. Prosedur Penyelesaian Tindak Pidana Bidang Lalu Lintas
Menurut ketentuan KUHAP ada tiga acara pemeriksaan di dalam menyelesaikan
perkara pidana yakni: Acara Pemeriksaan Biasa, Acara Pemeriksaan Singkat dan
Acara Pemeriksaan Cepat. Ketiga acara Pemeriksaan tersebut dijalankan berdasarkan
bentuk corak perkara yang diterimannya, sehingga apabila jenis perkara yang
diterimannya adalah perkara biasa maka harus pula diselesaikan dengan mengunakan
acara pemeriksaan biasa, jika yang diterima itu jenis perkara berdasarkan pasal 203
KUHAP, maka acara yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Singkat. Namun jika
perkara itu adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling
lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan
penghinaan ringan serta perkara pelanggaran lalu lintas jalan, maka perkara tersebut
harus diselesaikan dengan acara pemeriksaan cepat.16
Acara pemeriksaan cepat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana meliputi acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu
lintas. Pasal 211 KUHAP disebutkan bahwa yang diperiksa menurut acara
15 Ibid. 16 Rusli Muhammad. 2013. Lembaga Pengadilan Indonesia Beserta Putusan Kontroversial. UII Pres.
Hal. 63
25
pemeriksaan pelanggaran lalu lintas adalah pelanggaran lalu lintas tertentu terhadap
peraturan perundang-undangan lalu lintas.17
Persyaratan pidana pada umumnya meliputi persyaratan-persyaratan yang
menyangkut segi perbuatan dan segi orang. Kedua segi tersebut terdapat dua asas yang
paling berpasangan yaitu asas legalitas yang menyangkut segi perbuatan dan asas
culpabilitas atas asas kesalahan yang menyangkut segi orang. Asas legalitas
menghendaki adanya ketentuan yang pasti lebih dahulu, sedangkan asas kesalahan
menghendaki agar hanya orang yang benarbenar bersalah saja yang dapat dikenakan
pemidanaan.18
Sistim peradilan tilang pihak yang terdepan sama dengan sistem peradilan perkara
pidana biasa yaitu kepolisian. Pemeriksaan permulaan dilakukan tempat kejadian.
Polisi yang bertugas melaksanakan penegakan hukum apabila menemukan
pelanggaran lalu lintas tertentu harus menindak langsung ditempat kejadian.
Penyidikan yang dilakukan oleh polisi lalu lintas yang telah ditunjuk dan penyidik
tidak perlu mengumpulkan barang bukti sebab pelanggaran tersebut pembuktiannya
mudah serta nyata maksudnya dapat dibuktikan pada saat itu juga sehingga pelanggar
tidak akan dapat menghindar. Penyidik tidak perlu membuat berita acara pemeriksaan
penindakan terhadap pelanggaran mengunakan formulir tilang atau blangko tilang
yang berisi catatancatatan penyidik. Formulir tilang tersebut berfungsi sebagai berita
acara pemeriksaan pendahuluan, surat penggilan ke sidang, surat tuduhan jaksa, berita
acara persidangan dan putusan hakim. catatan penyidik tersebut dikirim ke Pengadilan
Negeri selambat-lambatnya pada sidang pertama berikutnya.19
17 Herry Yanto Takaliuang, Prosedur Penyelesaian Hukum Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Dalam
KUHAP, dalam https://media.neliti.com, diakses 11 Februari 2019. 18 Jurnal Setio Agus Samapto. 2009. Penyelesaian Perkara Pidana di Luar Pengadilan Terhadap
Dugaan Kejahatan Pasal 359 KUHP Dalam Perkara Lalu Lintas. STMIK AMIKOM. Hal. 2 19 Ibid. Hal. 6