BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Ansietas (kecemasan) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Videbeck, 2008, p.307). Kecemasan merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan yang berlebihan. Kecemasan merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering merupakan suatu fungsi emosi (Kaplan & Sadock, 1998, p.3). Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart & Sundeen, 1998, p.175). 2. Rentang Respon Kecemasan Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam rentang respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif 10
23
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-asihkazulf... · rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Ansietas (kecemasan) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan
tidak didukung oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi
sebagai stimulus ansietas (Videbeck, 2008, p.307). Kecemasan merupakan
suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala
somatik yang menandakan suatu kegiatan yang berlebihan. Kecemasan
merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering merupakan
suatu fungsi emosi (Kaplan & Sadock, 1998, p.3).
Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan
tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah
respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi
cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah
tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart & Sundeen, 1998, p.175).
2. Rentang Respon Kecemasan
Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam
rentang respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif
10
11
sampai maladaptif. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif
dan destruktif. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar
memahami terhadap perubahan-perubahan terutama perubahan terhadap
perasaan tidak nyaman dan berfokus pada kelangsungan hidup. Sedangkan
reaksi destruktif adalah reaksi yang dapat menimbulkan tingkah laku
maladaptif serta disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik
(Suliswati, 2005, pp.108-113). Rentang respon kecemasan dapat terlihat
pada gambar.
Gambar 1: Rentang Respon Kecemasan
3. Faktor Predisposisi
Beberapa teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal
kecemasan. Diantaranya dalam pandangan psikoanalitik, pandangan
interpersonal, pandangan perilaku, kajian keluarga, dan dari kajian biologis
(Stuart & Sundeen, 1998, pp.177-179).
Dalam pandangan psikoanalitik, kecemasan merupakan konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego.
Id adalah bagian dari jiwa seseorang yang berupa dorongan atau motivasi
yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan yang memerlukan pemenuhan
Antisipasi Ringan Sedang
Berat Panik
Respon maladaptif Respon adaptif
Rentang Respons Ansietas
12
segera. Sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi
sebagai badan pelaksana sebagaimana yang diperlukan oleh id setelah
melewati superego. Dalam pandangan interpersonal, kecemasan biasanya
timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma,
seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik.
Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan
kecemasan yang berat (Stuart & Sundeen, 1998, p.177).
Pada pandangan perilaku, kecemasan merupakan segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Selain itu menurut Suliswati (2005, p.115), bahwa kecemasan
merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik
normal maupun yang tidak normal. Keduanya merupakan pernyataan,
penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Pakar perilaku, menganggap bahwa kecemasan adalah suatu
dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk
menghindari kepedihan. Selain itu, para ahli juga meyakini bahwa individu
yang terbiasa dalam kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan yang
berlebihan, lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan
selanjutnya (Stuart & Sundeen, 1998, p.179).
Dalam kajian keluarga, kecemasan dianggap sebagai hal yang
biasa ditemui dalam suatu keluarga dan bersifat heterogen akibat adanya
13
sesuatu yang dianggap telah memberikan perubahan kepada keluarga kearah
yang tidak normal (Suliswati, 2005, p.112). Sedangkan dalam kajian
biologis, kecemasan dapat dipengaruhi faktor biokimia dan faktor genetik.
Pada faktor biokimia biasanya berpengaruh pada etiologi dari kelainan-
kelainan kecemasan yang membuat seseorang dalam perilaku mencari
pertolongan. Sedangkan pada faktor genetik, kelainan kecemasan ditemukan
lebih umum pada orang yang mempunyai hubungan kerabat dengan
kelainan kecemasan. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap
kecemasan. Kecemasan yang disertai dengan gangguan fisik dapat
mengakibatkan penurunan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor
(Stuart & Sundeen, 1998, p.179).
4. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart & Sundeen (1998, p.181), faktor presipitasi dibagi menjadi 2
meliputi:
a. Ancaman terhadap integritas biologi seperti penyakit, trauma fisik, dan
menurunnya kemampuan fisiologis untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
b. Ancaman terhadap konsep diri dan harga diri seperti proses kehilangan,
dan perubahan peran, perubahan lingkungan dan status ekonomi.
5. Sumber Koping
Koping berarti membuat sebuah usaha untuk mengatur
keseimbangan psikologis stres. Koping adalah sebuah proses pengaturan
yang tetap untuk mengatur permintaan pada pikiran seseorang (Potter &
14
Perry, 2009, p.500). Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut
sebagai modal ekonomik, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan
sosial, dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stres dan mengadopsi koping yang berhasil
(Stuart & Sundeen, 1998, p.182).
6. Klasifikasi Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan
panik (Stuart & Sundeen, 1998, pp.175-176).
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan persepsi atas keadaan yang dialaminya. Manifestasi yang
muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi
meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat
dan tingkah laku sesuai situasi.
b. Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah
yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang
terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan
meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat,
ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan
15
persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada
rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak
sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
c. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu
yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain.
Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan
pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini
adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur
(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit,
tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan
keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak
berdaya, bingung, disorientasi.
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror
karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak
mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan
gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil,
palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat
berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit,
mengalami halusinasi dan delusi.
16
7. Mekanisme Koping Kecemasan
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui
perubahan fisiologis dan perilaku yang secara tidak langsung melalui
timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan
timbulnya kecemasan. Ketika mengalami cemas, individu menggunakan
berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, dan
ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan
penyebab utama terjadinya perilaku patologis (Stuart & Sundeen, 1998,
p.182). Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi cemas
yang ringan cenderung tetap dominan ketika kecemasan menghebat.
Kecemasan tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius.
Sementara kecemasan tingkat sedang dan berat akan menimbulkan dua jenis
mekanisme koping, yaitu reaksi yang berorientasi pada tugas dan