BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peranan BPN Pada Umumnya 1. Pengertian BPN (Badan Pertanahan Nasional) Peran itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan yaitu : suatu perangkat tingkah yang diharapkan di miliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan untuk peranan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang dalam suatu peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:854). Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen yang mempunyai bidang tugas dibidang pertanahan dengan unit kerjanya, yaitu kantor wilayah BPN ditiap-tiap Provinsi dan di daerah Kabupaten atau Kota yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. Lembaga tersebut dibentuk berdasarkan surat keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 tahun 1988 yang bertugas membantu presiden dalam mengelola dan mengem bangkan administrasi pertanahan, baik berdasarkan UUPA maupun peraturan perundang-undangan lain yang meliputi pengaturan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah, penguasaan hak-hak tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh presiden (Sumber: Literatur dari Badan Pertanahan Purbalingga). Tugas pokok Badan Pertanahan Nasional adalah membantu Presiden dalam mengelola dan mengembangkan Administrasi Pertanahan baik berdasarkan Undang-
50
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peranan BPN Pada Umumnyadigilib.ump.ac.id/files/disk1/2/jhptump-a-mayabajasa-88-2-babii.pdfPengertian BPN (Badan Pertanahan Nasional) Peran itu sendiri menurut
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Peranan BPN Pada Umumnya
1. Pengertian BPN (Badan Pertanahan Nasional)
Peran itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan yaitu :
suatu perangkat tingkah yang diharapkan di miliki oleh orang yang berkedudukan
dalam masyarakat. Sedangkan untuk peranan merupakan suatu tindakan yang
dilakukan oleh seorang dalam suatu peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2007:854).
Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen yang
mempunyai bidang tugas dibidang pertanahan dengan unit kerjanya, yaitu kantor
wilayah BPN ditiap-tiap Provinsi dan di daerah Kabupaten atau Kota yang melakukan
pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.
Lembaga tersebut dibentuk berdasarkan surat keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 26 tahun 1988 yang bertugas membantu presiden dalam mengelola dan
mengem bangkan administrasi pertanahan, baik berdasarkan UUPA maupun peraturan
perundang-undangan lain yang meliputi pengaturan penggunaan, penguasaan dan
pemilikan tanah, penguasaan hak-hak tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan
lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan oleh presiden (Sumber: Literatur dari Badan Pertanahan Purbalingga).
Tugas pokok Badan Pertanahan Nasional adalah membantu Presiden dalam
mengelola dan mengembangkan Administrasi Pertanahan baik berdasarkan Undang-
undang Pokok Agraria maupun peraturan perundang-undangan lain yang meliputi
pengaturan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah dan lain-lain yang berkaitan
dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Presiden
(Ali Achmad Chomzah, 2003: 9).
Tujuan dari pembangunan bidang pertanahan adalah menciptakan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan
masyarakat adil dan makmur yang merata dan spiritual berdasarkan Pancasila (Ali
Achmad Chomzah, 2003: 9).
Berdasarkan KEPRES No.26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional
pada Pasal 31 mengenai tata kerjanya adalah:
a. Semua unsur di lingkungan Badan Pertanahan dalam melaksanakan tugasnya wajib
menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan
Badan Pertanahan sendiri maupun dalam hubungan antar instansi Pemerintah untuk
kesatuan gerak sesuai dengan tugasnya.
b. Badan Pertanahan dalam melaksanakan tugas mendapatkan pembinaan dan
pengarahan dari Menteri atau Menteri-menteri yang akan ditunjuk Presiden.
Dalam melaksanakan tugas tersebut Badan Pertanahan Nasional
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
a. Merumuskan kebijaksanaan dan perencanaan penguasaan dan penggunaan tanah;
b. Merumuskan kebijaksanaan dan perencanaan pengaturan pemilikan tanah dengan
prinsip-prinsip bahwa tanah mempunyai sosial sebagaimana diatur dalam UUPA;
c. Merencanakan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran tanah dalam upaya
memberikan kepastian hukum dibidang pertanahan;
d. Melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah dalam rangka memelihara tertib
administrasi dibidang pertanahan;
e. Dan melaksanakan penelitian dan pengembangan dibidang pertanahan serta
pendidikan dan latihan tenaga-tenaga yang diperlukan dibidang administrasi
pertanahan (Ali Achmad Chomzah, 2003:10).
Adapun dasar-dasar kebijaksanaan bidang pertanahan, antara lain:
a. Wawasan Nusantara
Bahwa seluruh bumi (tanah), air dan ruang angkasa dalam Wila yah Republik
Indonesia adalah kekayaan alam milik seluruh bangsa Indonesia, bersifat abadi
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1,4,16 dan 20 UUPA).
b. Hak Menguasai oleh Negara
Asas Domein yang dipergunakan sebagai dasar dari perundang-undangan Agraria
yang berasal dari Pemerintah jajahan, tidak dikenal dalam hukum Agraria
Nasional. Hak menguasai seluruh rakyat/bangsa Indonesia memberikan wewenang
kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia pada tingkatan
tertinggi, yaitu:
a) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan dan penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;
b) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa
(Pasal 2 UUPA).
c. Kenyataan masih ada, serta sesuai dengan kepentingan Nasioanal Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dan tidak bertentangan dengan Undang-
undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi (Pasal 3 UUPA);
d. Fungsi sosial hak atas tanah, yaitu bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial (Pasal 6 jo. Pasal 15 dan 18 UUPA);
e. Asas kebangsaan
Yaitu bahwa hak milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara
Indonesia, sedangkan bagi orang asing dapat diberikan hak tertentu atas tanah
yang terbatas jangka waktu dan luasnya (Pasal 9, 17, 12 ayat 1 dan 2, 26 ayat 2,
28, 35 dan 41);
f. Persamaan Hak Warga Negara Atas Tanah
Yaitu bahwa warga Negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak dan manfaat
atas tanah (Pasal 9 ayat 2, 11 ayat 1, 13 ayat 2 dan 3, 26 ayat 1 UUPA);
g. Kewajiban Pemegang Hak Atas Tanah
Yaitu bahwa setiap orang, Badan Hukum atau Instansi yang mempunyai
hubungan hukum dengan tanah, wajib memanfaatkan tanah tersebut serta
menciptakan rasa keadilan sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 15 UUPA);
h. Penatagunaan Tanah dilakukan agar tanah dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara dan
Rakyat (Pasal 14 dan 15 UUPA).
Sasaran pembangunan bidang pertanahan adalah terwujudnya Catur Tertib
Pertanahan, yaitu:
a. Tertib Hukum Pertanahan merupakan keadaan dimana:
1. Seluruh perangkat peraturan perundang-undangan dibidang Pertanahan telah
tersusun lengkap dan komprehensip;
2. Semua peraturan perundang-undangan dibidang Pertanahan telah diterapkan
pelaksanaannya secara efektif;
3. Semua pihak yang menguasai/menggunakan tanah mempunyai hubungan
hukum yang sah yang bersangkutan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Tertib Administrasi Pertanahan merupakan keadaan dimana:
1. Untuk setiap bidang tanah telah tersedia catatan mengenai aspek-aspek ukuran
fisik, penguasaan, penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya, yang
dikelola dalam sistem informasi pertanahan yang lengkap;
2. Terdapat mekanisme prosedur/tata cara kerja pelayanan dibidang pertanahan
yang sederhana, cepat dan murah tetap menjamin kepastian hukum yang
dilaksanakan secara tertib dan konsisten;
3. Penyimpanan warkah-warkah yang berkaitan dengan pemberian hak dan
pensertifikatan tanah dilaksanakan secara tertib, beraturan dan terjamin
keamanannya.
c. Tertib Penggunaan Tanah merupakan keadaan dimana:
1. Tanah telah digunakan secara lestari, optimal, serasi dan seimbang. Sesuai
dengan potensinya guna berbagai kegiatan kehidupan dan penghidupan yang
diperlukan untuk menunjang terwujudnya tujuan nasional;
2. Penggunaan tanah di daerah Perkotaan telah dapat menciptakan suasana yang
aman, tertib, lancar dan sehat;
3. Tidak terdapat pembentukan kepentingan antar sektor dalam peruntukan
tanah.
d. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup, merupakan keadaan dimana:
1. Penanganan bidang pertanahan telah dapat menunjang kelestarian lingkungan
hidup;
2. Pemberian Hak Atas Tanah dan pengarahan penggunaannya telah dapat
menunjang terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan;
3. Semua pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah telah
melaksanakan kewajiban sehubungan dengan pemeliharaan tanah tersebut
(Ali Achmad Chomzah, 2003: 19).
2. Tanah Pada Umumnya
Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai dalam berbagai arti. Maka dalam
penggunaannya perlu diberi batasan, agar di ketahui dalam arti apa istilah tersebut
digunakan. Dalam Hukum Tanah kata sebutan “tanah” dipakai dalam arti yuridis,
sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-undang Pokok
Agraria.
Dalam Pasal 4 dinyatakan, bahwa Atas dasar hak menguasai dari Negara....
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,
yang dapat diberikan kepada oleh orang-orang...... Dengan demikian jelaslah, bahwa
tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi (ayat 1). Sedang hak atas
tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi
dua dengan ukuran panjang dan lebar (Boedi Harsono, 2007:18).
Tanah hanya merupakan salah satu bagian dari bumi, disamping ditanam dibumi
juga ditubuh bumi. Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 PP 24 Tahun 1997, maka dinyatakan
bahwa ”bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang
yang terbatas, dan itu saja yang merupakan obyek dari pendaftaran tanah di Indonesia
(Parlindungan, 1999:20).
Tanah juga memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai
kehidupan, terlebih lagi sebagai tempat bermukim atau perumahan. Maraknya
pembangunan di berbagai bidang kehidupan, menyebabkan tanah menjadi komoditi
yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sulit dikendalikan (Ditulis
oleh: Kepala Seksi Sengketa, konflik dan perkara, Kantah Kab. Tasikmalaya, 2010).
Menurut Aryanto Sutadi (Deputi V BPN-RI), dalam raker BPN-RI Bidang
PPSKP (2010), mengemukakan sumber- sumber konflik tanah meliputi :
a. Perubahan status tanah paska kemerdekaan;
b. Harga tanah terus meningkat;
c. “Ketidakadilan” penguasaan tanah;
d. Rendahnya pemahaman tentang hak tanah;
e. Pendaftaran tanah, baru sebagian;
f. Mafia pertanahan (swasta/oknum pegawai).
Dikemukakan pula pemicu timbulnya masalah atau konflik tanah antara lain :
a. Tanah ditelantarkan;
b. Perubahan status tanah tanpa dokumen syah;
c. Tindak pidana obyek tanah dan dokumen;
d. Penyimpangan atau KKN terutama sisa masa lalu.
Secara garis besar, peta permasalahan tanah dapat dikelompokkan menjadi
empat, yakni :
a. Masalah penggarapan rakyat atas tanah areal kehutanan, perkebunan dan lain-
lain;
b. Masalah-masalah yang berkenaan dengan pelanggaran ketentuan tentang
landreform;
c. Akses-akses dalam penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan;
d. Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah (Maria SW, 2001: 15).
Konflik dan sengketa pertanahan mengandung beberapa hal, yakni:
a) Keterlibatan aktor ekonomi, politik dan sosial yang kuat;
b) Memiliki durasi waktu yang sangat lama;
c) Adanya persoalan administrasi (Proses ajudikasi yang carut marut);
d) Juga kasus- kasus lebih rumit bisa ditemukan di areal kehutanan yang
dialihfungsikan ke perkebunan. Sebab, acapkali izin lokasi perkebunan yang
diberikan Pemda hanyalah kedok perusahaan dalam mengambil hasil kayu.
Penyelesaian ini lebih rumit sebab selain aturan hukum kehutanan dan pertanahan
yang saling menegasikan, kasus seperti ini juga bertali temali dengan ke
pentingan buruh terbang, masyarakat adat (kampung) hingga dana reboisasi dan
rehabilitasi lahan yang kesemuanya menggiurkan;
e) Melibatkan sebagian masyarakat korban yang awam hukum positif namun pada
kenyataannya telah menguasai tanah tersebut secara turun temurun;
f) Dengan tidak menafikan aturan- aturan hukum positif, konflik dan sengketa
pertanahan memiliki model pembuktian yang berbeda dengan jenis sengketa
lainnya (Maria SW, 2001: 10).
3. Sumber-sumber Hukum Tanah Nasional
Adapun sumber-sumber Hukum Tanah Nasional di Indonesia yang berupa
norma-norma hukum yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis, sebagai berikut:
1. Sumber-sumber hukum yang tertulis:
a. Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33 ayat (3);
b. Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang No.5 Tahun 1960);
c. Peraturan-peraturan pelaksana UUPA;
d. Peraturan-peraturan yang bukan pelaksana UUPA, yang dikeluarkan sesudah
tanggal 24 September 1960 yang karena sesuatu masalah perlu diatur;
e. Peraturan-peraturan lama yang untuk sementara masih berlaku berdasarkan
ketentuan pasal-pasal peralihan.
2. Sumber-sumber hukum yang tidak tertulis:
a. Norma-norma Hukum Adat yang sudah di-saneer;
b. Hukum kebiasaan baru, termasuk yurisprudensi dan praktik Administrasi
(Adrian Sutedi, 2007:37).
Berdasarkan PP No.10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau PP No.24
tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ada 2 cara pendaftaran tanah, yaitu :
1) Pendaftaran Tanah Secara Sistematik
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua
obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa atau kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik
didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah
yang ditetapkan oleh Menteri. Karena pendaftaran tanah secara sistematik
dilaksanakan atas prakarsa Pemerintah, maka kegiatan tersebut didasarkan
pada suatu rencana kerja yang ditetapkan oleh Menteri.
2) Pendaftaran Tanah Secara Sporadik
Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara
individual atau massal. Jadi untuk pendaftaran tanah secara sporadik
dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan.
Selain itu pula pendaftaran tanah juga diselenggarakan oleh Badan
Pertanahan Nasional yaitu sebuah lembaga pemerintah Non Departemen
yang bidang tugasnya meliputi bidang pertanahan. Kantor Pertanahan
merupakan unit kerja Badan Pertanahan Nasional diwilayah kabupaten atau
kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan
daftar umum pendaftaran tanah. Dalam melaksanakan tugasnya, BPN dibantu
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT yaitu pejabat
umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta atas tanah
(Florianus SP Sangsun, 2007:19).
BAGAN 1: TAHAP PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI
(Sumber: Florianus SP Sangsun, 2007: 53)
Pembuktian dan pembukuan hak
Penerbitan Sertifikat
Pembuatan surat ukur
Mengajukan Permohonan ke BPN
Penempatan Batas oleh Pemegang Hak (Pemilik)
Penetapan Batas Bidang Tanah oleh BPN/Panitia Ajudikasi
Pengukuran dan pemetaan dalam peta dasar pendaftaran
Pembuatan Daftar Tanah
4. Pengukuran Tanah
1) Pengukuran dan Pemetaan
Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik pertama-tama
dilakukan suatu kegiatan pengukuran dan pemetaan yang meliputi:
a. Pembuatan peta dasar pendaftaran;
b. Penetapan batas bidang-bidang tanah;
c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran.
d. Pembuatan daftar tanah; dan
e. Pembuatan surat ukur.
2) Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran
Kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik dimulai dengan pembuatan
peta dasar pendaftaran. Di wilayah-wilayah yang belum ditunjuk sebagai wilayah
pendaftaran tanah secara sistematik oleh Badan Pertanahan Nasional diusahakan
tersedianya peta dasar pendaftaran untuk keperluan pendaftaran tanah secara
sporadik.
Untuk keperluan pembuatan peta dasar pendaftaran, Badan Pertanahan
Nasional menyelenggarakan pemasangan, pengukuran, teknik nasional di setiap
Kabupaten. Pengukuran untuk pembuatan peta dasar pendaftaran diikatkan
dengan titik-titik dasar teknik nasional sebagai kerangka dasarnya.
Jika di suatu daerah tidak ada atau belum ada titik-titik dasar teknik
nasional, dalam melaksanakan pengukuran untuk pembuatan peta dasar
pendaftaran dapat digunakan titik dasar lokal tekhnik yang bersifat sementara,
yang kemudian diikatkan dengan titik dasar teknik nasional. Jadi sebuah peta
dasar pendaftaran menjadi dasar untuk pembuatan peta pendaftaran.
1) Penetapan Batas Bidang-bidang Tanah
Bidang-bidang tanah yang akan dipetakan, diukur, setelah ditetapkan
letaknya, batas-batasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tanda-tanda
batas di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan dengan maksud untuk
memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah. Dalam penetapan
batas bidang tanah diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak
yang berkepentingan.
Penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaannya wajib dilakukan
oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Berdasarkan penunjukkan batas
oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui
oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan, maka Kepala Kantor
Pertanahan melakukan penetapan batas bidang tanah yang sudah dimiliki dengan
suatu hak (yang belum terdaftar atau sudah terdaftar tetapi belum ada surat
ukur/gambar situasinya atau surat ukur/ gambar situasi yang ada tidak sesuai
lagi dengan keadaan yang sebenarnya ).
Jika pada waktu yang telah ditentukan, pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan atau para pemegang hak atas tanah tidak hadir setelah dilakukan
pemanggilan, pengukuran bidang tanahnya untuk sementara dilakukan
berdasarkan batas-batas tanah yang bersangkutan.
2) Penerbitan Sertifikat
Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan
sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.
Jika di dalam buku tanah terdapat catatan-catatan menyangkut data yuridis, atau
data fisik maupun data yuridis maka penerbitan sertifikat ditangguhkan sampai
catatan yang bersangkutan dihapus.
Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum
dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak
lain yang dikuasakan olehnya. Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun kepunyaan bersama beberapa orang atau badan hukum diterbitkan
satu sertifikat, yang diterimakan kepada salah sattu pemegang hak bersama atas
penunjukkan tertulis para pemegang hak bersama yang lain.
Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan
bersama dapat diterbitkan sertifikat sebanyak jumlah pemegang hak bersama
untuk diberikan kepada tiap pemegang hak bersama yang bersangkutan, yang
memuat nama serta besarnya masing-masing dari hak bersama tersebut.
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat
didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data
yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
Apabila atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas
nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan iktikad
baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai
hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan tersebut apabila dalam
waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan
keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor
Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan
mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut (Boedi Harsono,
2007:488).
Adapun prosedur penerbitan sertifikat tanah berdasarkan Pasal 32 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menjelaskan bahwa :
a. Sertifikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai
alat bukti yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat
didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data
yang ada dalam surat ukur dalam buku tanah hak yang bersangkutan;
b. Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama
orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik
dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak
atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak atas tanah tersebut
apabila dalam waktu 5 tahun sejak terbitnya sertifikat itu tidak mengajukan
keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor
pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan
kepengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut;
c. Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum
dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain
yang dikuasakan olehnya. Dalam hal, pemegang hak sudah meninggal dunia,
sertifikat diterimakan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli waris
dengan persetujuan para ahli waris yang lain.
Penerbitan sertifikat dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah
membuktikan haknya. Oleh karena itu sertifikat merupakan alat pembuktian yang
kuat, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19 UUPA. Sehubungan dengan itu
apabila masih ada ketidakpastian mengenai hak atas tanah yang bersangkutan, yang
ternyata dari masalah adanya catatan dalam pembukuannya, pada prinsipnya
sertifikat belum dapat diterbitkan. Namun apabila catatan itu hanya mengenai data
fisik yang belum lengkap, tetapi tidak disengketakan, sertifikat dapat diterbitkan.
Dalam hal untuk mendapatkan suatu jaminan kepastian hukum atas bidang
tanah, di perlukan perangkat hukum yang tertulis, lengkap, jelas, dan di laksanakan
secara konsisten sesuai dengan jiwa isi ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Dokumen-dokumen pertanahan sebagai hasil proses pendaftaran tanah adalah
dokumen tertulis yang memuat data fisik dan data yuridis tanah bersangkutan.
Dokumen-dokumen hukum yang berkaitan dengan tanah sebagai berikut :
a. Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana yang di maksud dalam Pasal
19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf,
hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing
sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan;
b. Buku Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan
data fisik suatu obyek pendaftaran yang sudah ada haknya;
c. Peta dasar pendaftaran adalah peta yang memuat titik-titik bidang dasar teknik
dan unsur-unsur geografis, seperti sungai, jalan, bangunan dan batas fisik
bidang-bidang tanah;
d. Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang-bidang tanah untuk
keperluan pembukuan tanah;
e. Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang
tanah dengan suatu sistem penomoran;
f. Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah
dalam bentuk peta dan uraian;
g. Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan
mengenai penguasaan tanah dengan sesuatu hak atas tanah,atau hak pengelolaan
dan mengenai pemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang
perseoarangan atau badan hukum tertentu (Florianus SP Sangsun, 2007: 21-53).
Untuk mengetahui prosedur penerbitan sertifikat hak atas tanah maka
dibawah ini ada beberapa cara yang biasa ditempuh oleh pemohon untuk
memperoleh sertifikat tanah, yakni :
a) Pendaftaran tanah dilakukan dengan cara pemohon sertifikat mendatangi kantor
pertanahan dan mengajukan permohonan seraya menyerahkan berkas
permohonan serta persyaratan kelengkapan seperlunya termasuk surat kuasa dari
pemilik (jika pemohon mengurus tanah orang lain) dan membayar sejumlah
biaya yang telah ada daftar tarifnya sesuai luas tanah pemohon proses
pembayaran berlangsung di loket khusus gedung kantor pertanahan;
b) Pemohon menunjukkan batas-batas bidang tanah yang diklaim sebagai hak milik
dilapangan kepada petugas kantor pertanahan setelah pemohon menerima surat
atau pemberitahuan permintaan untuk itu dari kepala kantor pertanahan;
c) Pemohon mengisi dan menandatangani berita acara mengenai data fisik dan data
yuridis hasil pengukuran dan pemeriksaan petugas kantor pertanahan dihadapan
petugas kantor pertanahan.;
d) Pemohon menunggu terbitnya sertifikat hak milik tanah sekurang- kurangnya
selama 60 hari sejak berakhirnya langkah ketiga diatas. Waktu penantian 60 hari
tersebut diperlukan oleh kantor pertanahan guna mengumumkan data fisik dan
data yuridis bidang tanah pemohon pada papan pengumuman di kantor
pertanahan dan kantor desa atau kelurahan atau atas biaya dapat diumumkan
melalui iklan atau surat kabar daerah;
e) Pemohon menerima sertifikat hak milik atas tanah di kantor pertanahan dari
pejabat yang berwenang, setelah pemohon sebelumnya menerima surat
panggilan atau pemberitahuan dalam bentuk lain dari kantor pertanahan untuk
itu (http://www.ten tangsertifikat.com).
Adapun suatu pendaftaran tanah menurut PP No.24 Tahun 1997 Pasal 3,
bertujuan sebagai berikut :
1) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain
yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan;
2) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
3) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Setiap bidang tanah dan
satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas
tanah dan hak milik atas satuan rumah susun (Parlindungan, 1999: 9).
Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau,
mutakhir, dan terbuka sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 2 PP No. 24
Tahun 1997 dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-
ketentuan pokok maupun prosedurnya mudah di pahami oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah;
b. Asas aman menunjukkan pendaftaran tanah perlu diseleng garakan secara teliti
dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum
sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri;
c. Asas terjangkau menunjuk pada keterjangkauan bagi pihak-pihak yang
memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan
golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka
penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang
memerlukan;
d. Asas mutakhir menunjuk pada kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Yang
tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti
kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi
kemudian hari;
e. Asas terbuka menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus
menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor
Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata dilapangan, dan masyarakat
dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat (Florianus
SP Sangsun, 2007: 18).
B. Masalah Sertifikat Ganda Atas Tanah
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak atas tanah, suatu pengakuan dan
penegasan dari negara terhadap penguasaan tanah secara perorangan atau bersama atau
badan hukum yang namanya ditulis didalamnya dan sekaligus menjelaskan lokasi, gambar,
ukuran dan batas-batas bidang tanah tersebut. Dalam bahasa Inggris sertifikat hak atas
tanah disebut dengan “title deed”, sedangkan penguasaan hak atas tanah disebut “land
ownership” dan bidang tanah sering disebut dengan “parcel atau plot”.
Berdasarkan definisi formalnya bahwa: ”sertifikat adalah surat tanda bukti hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak
pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang
masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan”, yang juga