12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyidikan Dalam Hukum Acara Pidana 1. Pengertian Penyidikan Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya. Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu: “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya” Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah: a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan- tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan; b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik; c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
34
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyidikan Dalam Hukum Acara ...eprints.umm.ac.id/39879/3/BAB II.pdf · A. Penyidikan Dalam Hukum Acara Pidana 1. Pengertian Penyidikan Penyidikan merupakan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyidikan Dalam Hukum Acara Pidana
1. Pengertian Penyidikan
Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah
penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya
tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi,
maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan.
Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari
dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan
pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada
tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat
terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya. Pengertian
penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai
Penjelasan Umum, yaitu:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”
Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung
dalam pengertian penyidikan adalah:
a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan-
tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan;
b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;
c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
13
d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan
tersangkanya.
Berdasarkan keempat unsur tersebut sebelum dilakukan penyidikan, telah
diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu belum terang dan belum
diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana yang belum terang itu
diketahui dari penyelidikannya.7
2. Pengertian Penyidik
Penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP adalah pejabat polisi Negara
Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. KUHAP
lebih jauh lagi mengatur tentang penyidik dalam Pasal 6, yang memberikan
batasan pejabat penyidik dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam
tahap penyidikan tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan Pejabat penyidik
negeri sipil.
Penyidik pembantu selain diatur dalam Pasal 1 butir ke 1 KUHAP dan
Pasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik
pembantu disamping penyidik.8Untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan
orang yang berhak sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun
kepangkatan, ditegaskan dalam Pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan
instansi dan kepangkatan seorang pejabat penyidik. Bertitik tolak dari ketentuan
7 Adami Chazawi. 2005. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsidi Indonesia.
Bayumedia Publishing. Malang. hlm.380-381 8 M. Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP,
Penyidikan dan Penuntutan, cet VII, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.110
14
Pasal 6 KUHAP yang dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik
antara lain adalah:
a) Pejabat Penyidik Polri
Agar seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik,
maka harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu ditegaskan dalam
Pasal 6 ayat (2) KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6 ayat (2), kedudukan dan
kepangkatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, diselaraskan dan
diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim
peradilan umum. Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan
penyidik adalah berupa PP Nomor 27 Tahun 1983. Syarat kepangkatan dan
pengangkatan pejabat penyidikan antara lain adalah sebagai berikut:
1) Pejabat Penyidik Penuh
Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus
memenuhi syarat-syarat kepangkatan dan pengangkatan,yaitu:
a. Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;
b. Atau yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua apabila
dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat
Pembantu Letnan Dua;
c. Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
2) Penyidik Pembantu
Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa Penyidik Pembantu adalah Pejabat
Kepolisan Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian
15
Negara menurut syarat-syarat yang diatur denganperaturan pemerintah.9
Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” diatur
didalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010. Menurut ketentuan ini, syarat
kepangkatan untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik pembantu:10
a. Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;
b. Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan
syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (Golongan II/a);
c. Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan
atau pimpinan kesatuan masing-masing.
Adapun wewenang Kepolisian Republik Indonesia diatur dalam Pasal 16 (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia
sebagai berikut :
Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 dan 14 di bidang proses pidana, kepolisian negara republik Indonesia
berwenang untuk :
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
9 Nico Ngani. I Nyoman Budi Jaya; Hasan Madani. Mengenal Hukum Acara Pidana.
Bagian Umum Dan Penyidikan . Liberty. Yogyakarta. hlm.19
10 M.Yahya Harahap. Op.Cit, hlm. 111-112
16
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan;
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidana;
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil
untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
b) Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP,
yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik.
Pada dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber pada undang-undang
pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada
salah satu pasal.11
Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat pegawai negeri
11 M.Yahya Harahap. Op.Cit, hlm.113
17
sipil hanya terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur
dalam undang-undang pidana khusus itu. Hal ini sesuai dengan pembatasan
wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
“Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b
mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan
hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah
koordinasi dan pengawasan penyidik Polri”.
c) Penyidik BNN (Badan Narkotika Nasional)
Penyidikan terhadap tindak pidana narkotika oleh Penyidik Badan
Narkotika Nasional diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika, BNN mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan
danpemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika
b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika
c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat
18
e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam
pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika
g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun
internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika
h. Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika
i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Pasal 71 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang
melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Selanjutnya menurut Pasal 72 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika:
1) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dilaksanakan oleh
penyidik BNN.
2) Penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh Kepala BNN.
19
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) diatur
dengan Peraturan Kepala BNN.
Pasal 73 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika:
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 74 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika:
1) Perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika, termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk
diajukan ke pengadilan guna penyelesaian secepatnya.
2) Proses pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan tindak pidana
Prekursor Narkotika pada tingkat banding, tingkat kasasi, peninjauan kembali,
dan eksekusi pidana mati, serta proses pemberian grasi, pelaksanaannya harus
dipercepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 75 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika:
Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang:
a. Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b. Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c. Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;
20
d. Menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
e. Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
f. Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
g. Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
h. Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional;
i. Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti
awal yang cukup;
j. Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan
dibawah pengawasan;
k. Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
l. Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat
(DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya;
m. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
n. Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman;
o. Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat
perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
21
p. Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang
disita;
q. Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika
dan Prekursor Narkotika;
r. Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika; dan
s. Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 76 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika:
(1) Pelaksanaan kewenangan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 huruf g dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat)
jam terhitung sejak surat penangkapan diterima penyidik.
(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang
paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam.
Pasal 77 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika:
(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf i dilaksanakan
setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan dilakukan paling lama
3(tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan diterima penyidik.
(2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilaksanakan atas
izin tertulis dari ketua pengadilan.
(3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang 1
(satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
22
(4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 78 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika:
(1) Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus melakukan penydapan,
penyadapan dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan
negeri lebih dahulu.
(2) Dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam Penyidik
wajib meminta izin tertulis kepada ketua pengadilan negeri mengenai
penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 79 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika:
Teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf j dilakukan oleh Penyidik atas
perintah tertulis dari pimpinan.
Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika:
Penyidik BNN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, juga berwenang:
a. Mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti,
termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut umum;
b. Memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk
memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika milik tersangka atau pihak lain
yang terkait;
c. Untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan
lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa;
23
d. Untuk mendapat informasi dari pusat pelaporan dan analisis transaksi
keuangan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika;
e. Meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang
seseorang bepergian ke luar negeri;
f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait;
g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan,
dan perjanjian lainnya atau mencabut sementara izin, lisensi, serta konsesi
yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka yang diduga berdasarkan
bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang
diperiksa; dan
h. Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara
lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti
di luar negeri.
3. Tugas dan Kewenangan Penyidikan Menurut KUHAP
Yang berwenang melakukan penyidikan dicantumkan dalam Pasal 6
KUHAP, namun pada praktiknya, sekarang ini terhadap beberapa tindak pidana
tertentu ada penyidik-penyidik yang tidak disebutkan di dalam KUHAP. Untuk itu
pada sub bab ini akan dipaparkan siapa sajakah penyidik yang disebutkan di
dalam KUHAP dan siapa saja yang juga yang merupakan peyidik namun tidak
tercantum di dalam KUHAP.
24
Adapun tugas penyidik itu sendiri antara lain adalah: Pertama, membuat
berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75