BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesalan Paska Pembelian 1. Pengertian Penyesalan Paska Pembelian Menurut Zeelenberg (1999) perilaku paska pembelian adalah aksi yang dilakukan oleh individu setelah melakukan perilaku pembelian. Menurut Hawkins, Mothersbaugh, & Best (2007) perilaku paska pembelian adalah saat di mana konsumen telah memilih brand dan toko serta telah melakukan transaksi pembayaran suatu produk kemudian menggunakan produk tersebut sesuai dengan kegunaannya. Dalam artian adanya instruksi yang berasal dari diri konsumen untuk membeli produk atau untuk melakukan tindakan yang berhubungan dengan pembelian dan ketika konsumen merasakan kepuasan pada saat membeli suatu produk dan mempunyai komitmen untuk membeli produk tersebut (repeat purchase). Perilaku paska pembelian merupakan reaksi yang ditampilkan oleh individu, reaksi ini memberikan gambaran apakah individu suka atau tidak suka, pilihan, perilaku dan kepuasan yang dirasakan individu terhadap produk. Hal ini menunjukkan apakah motivasi pembelian mereka terpenuhi atau tidak. Pasca pembelian merupakan tahapan terakhir dari proses pengambilan keputusan (Nasiry & Popescu, 2009). Menurut Inman, Dyer & Jianmin (2007) penyesalan muncul dari hasil kognitif individu berupa upaya untuk mempertimbangkan opsi yang dipilih terhadap opsi yang ditolak. Individu sepatutnya harus berpikir dahulu sebelum merasa menyesal. Bagi 17
26
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesalan Paska Pembelian 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4956/3/BAB II.pdf · konsumen tidak memiliki kebutuhan yang mendesak untuk produk tersebut
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesalan Paska Pembelian
1. Pengertian Penyesalan Paska Pembelian
Menurut Zeelenberg (1999) perilaku paska pembelian adalah aksi
yang dilakukan oleh individu setelah melakukan perilaku pembelian. Menurut
Hawkins, Mothersbaugh, & Best (2007) perilaku paska pembelian adalah saat
di mana konsumen telah memilih brand dan toko serta telah melakukan
transaksi pembayaran suatu produk kemudian menggunakan produk tersebut
sesuai dengan kegunaannya. Dalam artian adanya instruksi yang berasal dari
diri konsumen untuk membeli produk atau untuk melakukan tindakan yang
berhubungan dengan pembelian dan ketika konsumen merasakan kepuasan
pada saat membeli suatu produk dan mempunyai komitmen untuk membeli
produk tersebut (repeat purchase).
Perilaku paska pembelian merupakan reaksi yang ditampilkan oleh
individu, reaksi ini memberikan gambaran apakah individu suka atau tidak
suka, pilihan, perilaku dan kepuasan yang dirasakan individu terhadap
produk. Hal ini menunjukkan apakah motivasi pembelian mereka terpenuhi
atau tidak. Pasca pembelian merupakan tahapan terakhir dari proses
pengambilan keputusan (Nasiry & Popescu, 2009). Menurut Inman, Dyer &
Jianmin (2007) penyesalan muncul dari hasil kognitif individu berupa upaya
untuk mempertimbangkan opsi yang dipilih terhadap opsi yang ditolak.
Individu sepatutnya harus berpikir dahulu sebelum merasa menyesal. Bagi
17
18
individu mengalami penyesalan, mereka harus memproses kognitif dengan
membandingkan satu pilihan (yang dipilih) dengan pilihan lain (terdahulu).
Jika hasil perbandingan tersebut dilihat menjadi tidak menguntungkan (yaitu
jika opsi terdahulu yang dianggap lebih baik daripada pilihan sekarang), maka
individu cenderung merasakan Penyesalan atas tindakan mereka.
Hoyer dan MacInnis (2010) menyatakan bahwa penyesalan pasca
pembelian terjadi ketika konsumen menilai adanya perbandingan yang tidak
setara antara performa dari produk yang telah dibeli dengan performa dari
produk yang tidak dibeli. Penyesalan pasca pembelian merupakan suatu
sensasi menyakitkan yang timbul setelah membeli suatu produk karena
mendapat perbandingan yang tidak setara antara apa yang diharapkan dengan
apa yang didapatkan setelah membeli dan menggunakan produk tersebut (Lee
dan Cotte, 2009). Penyesalan pasca pembelian dapat terjadi dalam situasi di
mana pilihan yang diambil memiliki hasil lebih buruk dibandingkan dengan
pilihan yang tidak diambil (Zeelenberg, Van Dijk, Manstead, dan Van der
Pligt, 2000).
Dari berbagai definisi di atas, peneliti memakai pengertian menurut
Lee dan Cotte (2009) yang menyatakan bahwa penyesalan pasca pembelian
merupakan suatu sensasi tidak menyenangkan yang timbul setelah membeli
suatu produk karena mendapat perbandingan yang tidak setara antara apa
yang diharapkan dengan apa yang didapatkan setelah membeli dan
menggunakan produk tersebut.
19
2. Dimensi Penyesalan Paska Pembelian
Menurut Lee & Cotte (2009) terdapat dua komponen dari penyesalan
paska pembelian, yaitu outcome regret dan proses regret. Kedua dimensi
tersebut bersifat multidimensional. Setiap komponen memiliki dua komponen
lagi didalamnya, sehingga komponen penyesalan paska pembelian tersebut
secara keseluruhan memiliki empat komponen, yaitu:
a. Penyesalan terhadap Hasil
1) Penyesalan Dikarenakan Produk Pembanding Yang Tidak Dibeli
Ketika mengalami penyesalan yang disebabkan oleh
alternatif lain (Foregone Alternatives), mereka merasa menyesal
karena telah memilih satu alternatif dibandingkan alternatif lainnya.
Ketika alternatif yang dipilih oleh individu dianggap kurang baik
dibandingkan dengan alternatif lainnya yang dapat saja dibeli oleh
individu tersebut, individu tersebut dapat dikatakan mengalami
regret due to foregone alternatives (Lee & Cotte, 2009). Zeelenberg
& Pieters (2007) menyatakan penyesalan berhubungan dengan
pilihan dan hal yang pasti dari pilihan adalah adanya kemungkinan
lain yang dapat saja dipilih dibandingkan dengan produk yang telah
dipilih. Individu merasakan regret jika hasil dari alternatif yang lain
yang dapat saja dirasakan, lebih baik daripada hasil yang dirasakan.
2) Penyesalan Dikarenakan Perubahan Makna Produk
Penyesalan karena perubahan makna produk disebabkan oleh
persepsi individu terhadap berkurangnya kegunaan dari produk dari
20
saat melakukan pembelian sampai pada titik tertentu setelah
melakukan pembelian. Ketika seseorang membeli suatu barang,
terdapat harapan tertentu dalam penggunaannya. Individu cenderung
untuk menilai suatu produk berdasarkan kemampuan produk tersebut
untuk memenuhi konsekuensi yang diharapkan. Level ketika produk
memenuhi konskuensi yang diharapkan akan bertindak sebagai tanda
dalam menentukan apakah produk tersebut berguna untuk dibeli
(Lee & Cotte, 2009).
b. Penyesalan terhadap Proses
1) Penyesalan Dikarenakan Kurang Pertimbangan
Ketika seorang individu merasakan penyesalan karena kurang
pertimbangan, individu tersebut meragukan proses yang
mengarahkan mereka untuk melakukan suatu pembelian. Dengan
demikian, ada dua cara bagaimana seseorang dapat merasakan
penyesalan dikarenakan kurang pertimbangan. Pertama, individu
akan merasakan penyesalan jika mereka merasa gagal untuk
menerapkan proses keputusan yang telah mereka rencanakan. Kedua,
individu akan merasakan penyesalan jika mereka merasa bahwa
mereka kurang memiliki informasi yang dibutuhkan untuk
mengambil suatu keputusan yang baik (Lee & Cotte, 2009).
2) Penyesalan Dikarenakan Terlalu Banyak Pertimbangan
Selain dikarenakan kurangnya informasi yang dimiliki,
terlalu banyak informasi juga dapat menyebabkan seseorang
21
merasakan penyesalan. Hal itulah yang disebut dengan regret due to
over-consideration. Individu akan merasa telah menghabiskan
banyak waktu dan tenaga dalam proses pembelian. Ketika seseorang
terlalu banyak melakukan pertimbangan dalam proses keputusan,
mereka menyesali telah menerima informasi yang tidak diperlukan
yang bisa ataupun tidak mempengaruhi hasil akhir (Lee & Cotte,
2009).
Connolly & Zeelenberg (2002) mengungkapkan terdapat 2 (dua)
komponen penyesalan, yaitu :
1) Evaluasi (perbandingan) dari hasil keputusan
Ketika konsumen membeli suatu produk, konsumen tersebut
akan membandingkan produk yang dibelinya dengan produk
pembanding yang tidak dibelinya. Konsumen tersebut akan merasa
menyesal apabila produk pembanding yang tidak di beli ternyata
lebih bagus dari pada produk yang di belinya.
2) Perasaan bersalah pada diri (self-blame)
Self blame merupakan cara seseorang mengatasi masalah
dengan mengakui bahwa masalah yang ada merupakan akibat dari
apa yang dilakukanya sendiri. Menurut Connolly & Zeelenberg
(2009) ketika konsumen membeli suatu produk dan produk tersebut
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, konsumen tersebut akan
menyalahkan dirinya sendiri atas keputusan membeli produk
tersebut.
22
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dimensi
penyesalan paska pembelian menurut Lee dan Cotte (2009) terdiri dari dua
komponen yaitu: penyesalan terhadap hasil (penyesalan dikarenakan produk
pembanding yang tidak dibeli dan penyesalan dikarenakan perubahan makna
produk) dan penyesalan terhadap proses (penyesalan dikarenakan kurang
pertimbangan dan penyesalan dikarenakan terlalu banyak pertimbangan).
Sedangkan menurut Connolly & Zeelenberg (2002) terdapat dua komponen
yaitu : Evaluasi (perbandingan) dari hasil keputusan dan perasaan bersalah
pada diri (self-blame).
Peneliti memilih menggunakan komponen penyesalan paska
pembelian dari Lee dan Cotte (2009) untuk menyusun alat ukur skala
penyesalan paska pembelian karena menurut peneliti komponen yang di
uraikan oleh Lee dan Cotte mampu mengungkap penyesalan paska
pembeliam lebih mendalam. Selain itu, peneliti-peneliti lainnya yang menjadi
acuan oleh peneliti juga menggunakan komponen dari Lee dan Cotte (2009)
tersebut.
3) Tipe-tipe Penyesalan
Menurut Osei (2009), ada dua tipe penyesalan yang dapat dialami
oleh individu, yaitu retrospective dan prospective regret.
a. Retrospective Regret
Ada dua komponen yang biasanya diasosiasikan dengan
retrospective regret, yaitu penyesalan terhadap hasil (outcome regret),
23
yaitu berhubungan dengan evaluasi terhadap hasil dari proses
pengambilan keputusan dan penyesalan terhadap proses (process regret),
yang terjadi ketika proses keputusan dianggap tidak baik meskipun
menghasilkan hasil yang baik (Zeelenberg & Pieters, 2007).
b. Prospective Regret
Prospective regret biasanya disebut juga dengan anticipated
(penyesalan). Anticipated regret merupakan emosi yang sangat
dipengaruhi oleh kognitif yang terkadang juga disebut sebagai virtual
emotion atau emosi virtual yaitu emosi yang tidak nyata melainkan hanya
sebuah prediksi (Frijda, 2004).
Berdasarkan tipe-tipe penyesalan yang dijelaskan di atas, dapat
dilihat bahwa penyesalan memiliki cara pandang ke depan dan juga pandang
ke belakang. Penyesalan paska pembelian dalam penelitian ini termasuk
kedalam jenis retrospective regret.
4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesalan Paska Pembelian
Menurut (Hung, Ku, Liang & Lee, 2005) didalam penyesalan paska
pembelian terdapat faktor eksternal dan internal yang dianggap dapat
mempengaruhi penyesalan yang dirasakan oleh seseorang, diantaranya
adalah:
a. Faktor Internal antara lain :
24
i. Tanggung Jawab pekerjaan
Gilovich and Medvec (1995) menyatakan seseorang akan
lebih merasakan penyesalan ketika mereka memiliki tanggung jawab
yang tinggi terhadap hasil yang dihasilkan.
ii. Jenis kelamin
Menurut Landman (1987) jenis kelamin merupakan faktor lain
yang juga mempengaruhi munculnya penyesalan. Dilaporkan wanita
dan pria berbeda dalam merasakan penyesalan.Jenis kelamin
merupakan faktor lain yang juga dapa mempengaruhi decision regret.
M’Barek dan Gharbi (2011) menyatakan bahwa wanita cenderung
merasa lebih menyesal dibandingkan pria dikarenakan wanita
cenderung lebih sensitif dan emosional daripada pria. Selain itu,
wanita lebih cenderung terlibat dalam melakukan perbandingan yang
mengakibatkan munculnya perasaan menyesal.
iii. Kepribadian
Kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang
menentukan dan merefleksikan bagaimana seseorang merespon
lingkungannya (Schiffman & Kanuk , 2000). Berdasarkan definisi ini
maka bisa disimpulkan bahwa yang ditekankan adalah karakter-
karakter internal termasuk didalamnya berbagai atribut, sifat, tindakan
yang membedakannya dengan orang lain.
Menurut Schiffman & Kanuk (2000), kepribadian bisa
dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri,
25
dominasi, otonomi, ketaatan, kemampuan bersosialisasi, daya tahan
dan kemampuan beradaptasi. Dalam kepribadian orang tersebut
terdapat nilai-nilai positif yang selalu memberikan energi positif
terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan
kehidupan.Sebaliknya, seseorang dengan kepribadian yang rendah
adalah seseorang yang selalu dilingkupi dengan kegagalan. Sebab
pada diri seseorang tersebut mengalir energi-energi negatif yang
terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan
kehidupan
Boninger, Gleicher & Strathman (1994) juga menyatakan
kepribadian seseorang juga dianggap faktor signifikan yang
menyebabkan seseorang merasakan penyesalan, dari faktor tersebut
memungkinkan seseorang mengalami penyesalan paska pembelian,
maka faktor internal menjadi hal yang menarik untuk diteliti lebih
jauh. Saleh (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif
antara kepribadian ekstraversi dengan penyesalan paska pembelian.
Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstraversi akan
cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan konsumen dengan tipe kepribadian introvert,
karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert cenderung lebih
cepat bertindak sebelum berpikir sehingga memungkinkan mereka
melakukan pembelian tidak terencana.
26
Hal senada dikemukakan oleh Zeelenberg & Pieters (2007)
yang menyatakan bahwa, pada saat mengalami penyesalan dalam
pembelian produk, individu akan bertindak tidak konsisten terhadap
pilihan produk yang akan dibeli dan cenderung tidak memperdulikan
produk yang telah dibeli. Jadi konsumen yang memiliki tipe
kepribadian ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan
yang lebih tinggi dibandingkan konsumen tipe kepribadian ekstrovert.
Karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert memiliki sifat
tidak konsisten.
Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat dilihat bahwa penyesalan
banyak dipengaruhi oleh faktor kepribadian saat melakukan pembelian
dimana faktor tersebut termasuk faktor internal dari penyesalan. Dari teori
tersebut diatas maka peneliti memilih faktor kepribadian ekstraversi sebagai
variabel independent dari penelitian ini.
b. Ada beberapa faktor eksternal antara lain :
i. Waktu Pembelian
Waktu pembelia berperan dalam penyesalan dengan berbagai
cara yang unik di mana dapat menimbulkan perasaan penyesalan.
Pertama, konsumen mungkin sensitif terhadap arah temporal
perbandingan. Seorang konsumen bisa merasa regret setelah membuat
keputusan membeli terlalu dini dan menghilangkan kesempatan yang
lebih baik berikutnya. Atau, dia mungkin menyesal setelah menunggu
terlalu lama untuk melakukan pembelian dan melewatkan kesembatan
27
yang baik.Meskipun besarnya perbandingan ini mungkin setara dalam
beberapa kasus (misalnya, bila produk dibeli seharga $ 100 tetapi
menjadi seharga $ 80 dalam awal atau akhir pekan), besarnya
penyesalan konsumen mungkin berbeda (Cooke, Meyvis, & Schwartz,
2001).
Kedua, kontrol bahwa konsumen memiliki lebih banyak waktu
untuk pembelian biasanya bervariasi. Dalam beberapa kasus,
konsumen tidak memiliki kebutuhan yang mendesak untuk produk
tersebut dan dapat membeli dengan harga atau waktu yang mereka
inginkan. Dalam kasus lain, konsumen memiliki kebutuhan mendesak
untuk produk dan karena itu memiliki lebih sedikit kontrol atas waktu
pembelian mereka. Masing-masing situasi dapat menyebabkan
perasaan menyesal, tetapi penyesalan tersebut merupakan pengalaman
yang mungkin berbeda tergantung pada tingkat kontrol yang tersedia.
(Cooke, Meyvis, dan Schwartz, 2001).
ii. Harga dan Perubahan
Harga Faktor harga dapat menjadi penyebab terjadinya
penyesalan. Menurut Simonson (dalam Cooke, Meyvis, & Schwartz,
2001) mengatakan bahwa harga sebelum pembelian mungkin
memiliki pengaruh lebih besar pada regret dan kepuasan dibandingkan
dengan harga setelah pembelian. Namun, hasilnya tidak bisa
digeneralisasi untuk semua situasi purchase timing. Pertama,
Simonson (dalam Cooke, Meyvis, & Schwartz, 2001) membuat
28
prediksi didasarkan pada sifat normatif pembelian produk yang
diobral. Kedua, konsumen mungkin tidak dapat secara akurat
mengantisipasi regret yang mungkin akan mereka hadapi yang
mempengaruhi perasaan mereka. Menurut Simonson konsumen tidak
diberi informasi counterfactual secara eksplisit.Dengan demikian,
mereka harus dapat membayangkan harga yang counterfactual
tersebut dalam kenyataannya dan sangat tidak mungkin.
Perubahan harga juga dapat mempengaruhi penyesalan.
Penyesalan yang disebabkan oleh perubahan harga yang telah di
tetapkan terdapat dalam dua cara. Pertama, Penyesalan adalah
mungkin lebih besar ketika harga berubah dalam jumlah yang lebih
besar, sehingga penyesalan tergantung pada ukuran perubahan harga.
Kedua, penyesalan dapat berkurang jika seseorang diberitahu tentang
perubahan harga di masa depan di awal (Rotemberg, 2010).
iii. Informasi
Menurut teori regret yang diusulkan oleh Bell (1982)
pengambil keputusan dibuat berupa usaha untuk menghindari
konsekuensi yang akan muncul setelah fakta jika telah membuat
keputusan yang salah, keputusan yang benar muncul dengan informasi
tersedia pada saat sebelum mengambil keputusan. Dengan
mendapatkan Informasi yang tepat, hal tersebut cenderung
menurunkan tingkat penyesalan pada konsumen.
29
Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesalan paska pembelian meliputi faktor internal : 1) tanggung jawab
pekerjaan (Job Responsibility); 2) jenis kelamin; 3) kepribadian, dan faktor
eksternal : 1) waktu pembelian (purchase timing); 2) harga dan perubahan; 3)
informasi. Dalam penelitian ini faktor internal di khususkan pada faktor
kepribadian ekstravert dan jenis kelamin. Menurut Saleh (2012) konsumen
yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat
penyesalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen dengan tipe
kepribadian introvert, karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert
cenderung lebih cepat bertindak sebelum berpikir. Selain itu, jenis kelamin
digunakan untuk mengetahui perbedaan antara penyesalan paska pembelian
pada pria dan penyesalan paska pembelian pada wanita.
Peneliti memilih faktor internal kepribadian (ekstraversi) sebagai
variabel bebas dan jenis kelamin sebagai variabel deskrit dikarenakan sudah
banyak peneliti-peneliti sebelumnya yang melakukan penelitian penyesalan
paska pembelian dikaitkan dengan faktor –faktor eksternal sebagai variabel
bebas. Untuk itu peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang
penyesalan paska pembelian yang dihubungkan dengan faktor internal yaitu
kepribadian ekstraversi. Selain itu, peneliti juga ini mengetahui adakah
perbedaan penyesalan paska pembelia antara wanita dengan pria.
30
B. Sifat Ekstraversi
1. Pengertian Sifat Ekstraversi
Kepribadian (personality) adalah gabungan dari ciri fisik dan mental
yang stabil yang memberikan identitas pada individu. Ciri-ciri ini termasuk
penampilan, pikiran, tindakan dan perasaan seseorang yang merupakan hasil
pengaruh genetic dan lingkungan yang salin berinteraksi (Kreitner & Kinicki,
2010).
Kepribadian dibentuk dari serangkaian pola yang disebut sifat. Feist &
Feist (2006) menjelaskan bahwa sifat (traits) member kontribusi bagi
perbedaan individu dan perilakunya, konsistensi perilaku di sepanjang waktu,
dan stabilitas perilaku tersebut di setiap situasi. Konsep sifat lebih
menekankan pada keunikan tiap individu yang menjadi faktor individual
differences meskipun penggolongan kepribadiannya sama. Misalnya, A dan B
tergolong dalam suatu jenis kepribadian yang sama, namun berbeda
kecenderungan. Ekstrovert A lebih cenderung pada kegemaran melakukan
olah raga ekstrim, sedangkan ekstrovert B lebih cenderung pada antusiasme
ketika berhubungan dengan orang lain.
Ekstraversi-interaversi merupakan salah satu penggolongan
kepribadian dasar yang cukup popular di kalangan praktisi psikologi maupun
masyarakat awam. Konsep ini pertama kali diungkapkan oleh Carl Jung. Jung
menjelaskan bahwa perbedaan utama antara individu ekstraversit dan
interaversi terletak pada cara pandangnya. Individu ekstroaversi memiliki
cara pandang impersonal terhadap dunia dan cenderung di pengaruhi oleh
31
dunia obyektif. Sebaliknya, pribadi intraversi memiliki subyektivitas tinggi
sehingga memandang dunia secara personal. Individu ekstraversit memiliki
beberapa cirri khas, yaitu mudah bergaul, antusias dan menyukai
tantangan.Individu dengan ekstraversi tinggi juga cenderung mampu
bersosialisasi, aktif, berorientasi pada hubungan antar manusia, dan optimis.
Berlawanan dengan ekstraversit, pibadi intraversi cenderung tertutup, pasif,
dan pemalu terutama dalam lingkungan baru (Hall & Lindzey, 1993).