BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme Koping Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan oleh individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan,respon terhadap situasi yang menggancam. Upaya individu ini dapat berupa kognitif, perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang bertujuan menyelesaikan stres yang dihadapi. Kemampuan koping diperlukan oleh setiap manusia untuk mampu bertahan hidup didalam lingkungan yang selalu berubah dengan cepat. Koping merupakan proses pemecahan masalah dimana seseorang mempergunakannya untuk mengelola kondisi stres. Dengan adanya penyebab stres (stresor) orang akan secara sadar atau tidak sadar bereaksi untuk mengatasi masalah tersebut.Dalam keperawatan konsep koping sangat penting karena semua pasien mengalami stres, sehingga sangat perlu kemampuan untuk dapat mengatasinya dan kemampuan koping untuk adaptasi terhadap stres yang merupakan faktor penentu yang penting dalam kesejahteraan manusia (Kelliat, 1998). Koping telah diartikan sebagai usaha seseorang untuk mengatur (mengurangi, memperkecil, menguasai, atau mentoleransi permintaan internal dan eksternal dari transaksi antara manusia dengan lingkungan yang dinilai melebihi seseorang. Sesuai dengan Lazarus dan Folkman (1984) cara seseorang mengatasi situasi yang penuh dengan stres tergantung pada 7
23
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme Kopingdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/5/jtptunimus-gdl-s1-2008... · untuk dapat mengatasinya dan kemampuan koping untuk adaptasi terhadap stres
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan oleh individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan,respon
terhadap situasi yang menggancam. Upaya individu ini dapat berupa kognitif,
perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang bertujuan menyelesaikan
stres yang dihadapi. Kemampuan koping diperlukan oleh setiap manusia untuk
mampu bertahan hidup didalam lingkungan yang selalu berubah dengan cepat.
Koping merupakan proses pemecahan masalah dimana seseorang
mempergunakannya untuk mengelola kondisi stres. Dengan adanya penyebab
stres (stresor) orang akan secara sadar atau tidak sadar bereaksi untuk
mengatasi masalah tersebut.Dalam keperawatan konsep koping sangat penting
karena semua pasien mengalami stres, sehingga sangat perlu kemampuan
untuk dapat mengatasinya dan kemampuan koping untuk adaptasi terhadap
stres yang merupakan faktor penentu yang penting dalam kesejahteraan
manusia (Kelliat, 1998).
Koping telah diartikan sebagai usaha seseorang untuk mengatur
(mengurangi, memperkecil, menguasai, atau mentoleransi permintaan internal
dan eksternal dari transaksi antara manusia dengan lingkungan yang dinilai
melebihi seseorang. Sesuai dengan Lazarus dan Folkman (1984) cara
seseorang mengatasi situasi yang penuh dengan stres tergantung pada
7
8
pandangannya terhadap situasi tersebut evaluasi tentang pengetahuan
dikembalikan pada penilaian yaitu suatu proses yang dinamis dan berubah-
rubah menurut persepsi orang tersebut. Konsekuensi dari suatu peristiwa
penting bagi kesejahteraan dan kesehatan mereka serta kemampuan mereka
untuk mengatasi ancaman.
Menurut Lazarus (1984) membedakan koping menjadi dua tipe yaitu
koping yang berorientasi pada masalah ( manipulasi hubungan antara manusia
dengan lingkungan adalah sumber stres ) dan koping yang berfokus pada
emosi. Koping yang berfokus pada masalah digunakan seseorang ketika
menghadapi suatu masalah yang mempunyai kemungkinan untuk dirubah.
Sedangkan koping yang berfokus pada emosi sering digunakan apabila pasien
telah menilai bahwa tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk mengubah
situasi yang membahayakan, mengancam, ataupun menentang dari keadaan
dan lingkungan yang dihadapi. Koping yang berfokus pada masalah dengan
tingkat kecemasan yang dapat dikendalikan. Kebanyakan individu
menggunakan kedua koping tersebut pada waktu yang beragam, walaupun
demikian ada keadaan dimana salah satu tipe disukai.
Mekanisme koping pada gangguan konsep diri dibagi menjadi dua
yaitu koping jangka pendek dan koping jangka panjang (Stuart dan
Sundeen,1991) :
9
1. Koping Jangka Pendek
Logan ( dikutip dari Stuart dan Sundeen ) membagi 4 koping jangka
pendek khususnya pada krisis identitas.
a. Aktifitas yang memberi kesempatan lari sementara dari krisis
Misalnya : pemakaian obat, ikut balap motor atan mobil, olah raga
berat atau obsesi nonton televisi.
b. Aktifitas yang memberi kesempatan mengganti identitas
Misalnya : ikut kelompok tertentu untuk mendapatkan identitas yang
sudah dimiliki kelompok, memiliki kelompok atau pengikut tertentu.
c. Aktifitas yang menberi kekuatan atau mendukung sementara terhadap
konsep diri / identitas kabur
Misalnya : aktifitas yang kompetisi yaitu olah raga, prestasi akademik,
kontes dan kelompok anak muda.
d. Aktifitas yang memberi arti dari kehidupan
Misalnya : penjelasan tentang keisengan menurunkan kegairahan dan
tindak berarti pada diri sendiri dan orang lain.
2. Koping jangka Panjang
Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi koping
jangka panjang. Penyelesaian positif akan menghasilkan integritas ego.
Identitas negatif merupakan rintangan terhadap nilai dan harapan
masyarakat. Ini dapat disebabkan karena ia tidak mungkin mendapatkan
identitas yang positif . Individu dengan gangguan konsep diri pada usia
dewasa dapat menggunakan ego oriented reaction (mekanisme pertahanan
10
diri) yang berfariasi untuk melindungi diri sendiri. Macam mekanisme
koping yang sering dipakai adalah disosiasi, isolasi, proyeksi.
Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi (tanda dan
gejala). Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek yaitu fisilogis dan
psikologis ( Kelliat,1999). Koping yang efektif menghasilkan adaptasi
sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif.
a. Fisiologis
Manifestasi stress pada aspek fisik tergantung pada :
1). Persepsi/penerimaan individu pada stress
2). Keefektifan strategi koping
b. Psikososial
Stuart dan Sundeen (1991) mengidentifikasikan 2 kategori koping
yang biasa dipakai untuk mengatasi kecemasan :
1). Reaksi berorientasi pada tugas ( Task Oriented Reaction )
Cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan
konflik dan memenuhi kebutuhan. Ada tiga reaksi berorientasi
pada tugas :
a) Perilaku Menyerang
Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau
mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b) Perilaku menarik Diri
Perilaku menarik diri digunakan secara fisik maupun
psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
11
c) Perilaku Kompromi
Perilaku Kompromi digunakan untuk mengubah cara
seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, mengorbankan
aspek kebutuhan personal seseorang.
2). Reaksi yang berporientasi pada ego ( Ego Oriented Reaction )
Sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental. Reaksi ini
berguna untuk melindungi diri yang merupakan garis pertahanan
jiwa pertama Contohnya :
a) Denial (menyangkal)
Menghindarkan realitas ketidaksetujuan dengan
mengabaikan atau menolak untuk mengenalinya.
b) Projeksi
Mengaitkan pikiran atau impuls dirinya terutama
keinginan yang tidak dapat di toleransi, perasaan emosional,
atau motivasi kepada orang lain.
c) Regresi
Menghindari stress terhadap karakteristik perilaku dari
tahap perkembangan lebih awal.
d) Displacement/Mengalihkan
Mengalihkan emosi yang seharusnya diarahkan kepada
orang atau benda tertentu ke benda yang netral atau tidak
membahayakan.
12
e) Isolasi
Memisahkan komponen emosional dari pikiran yang
dapat temporer atau jangka panjang.
f) Supresi
Suatu proses yang sering disebut sebagai mekanisme
pertahanan diri tetapi benar-benar merupakan analogi represi,
pencetus kesadaran yang bertujuan suatu ketika dapat
mengarah pada represi.
Menurut Wiscar and Sandra (1995), sumber koping terdiri atas 2
faktor yaitu faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (external)
yaitu :
(a) Faktor internal meliputi : kesehatan dan energi, sistem kepercayaan
seseorang termasuk kepercayaan eksistensial (iman, kepercayaan,
agama), komitmen atau tujuan hidup, pengalaman masa lalu, tingkat
pengetahuan, perasaan seseorang seperti harga diri, kontrol dan
kemahiran, ketrampilan, pemecahan masalah.
(b) Faktor external meliputi : dukungan sosial dan sumber material.
Menyadur dari Cobb dukungan sosial sebagai rasa memiliki rasa
informasi terhadap seseorang atau lebih dengan 3 kategori yaitu :
dukungan emosi dimana seseorang merasa dicintai; dukungan harga
diri berupa pengakuan dari orang lain akan kemampuan yang dimiliki;
perasaan memiliki dalam sebuah kelompok.
13
Mekanisme koping seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor
diantaranya lingkungan , konsep diri , rasa aman dan nyaman, pengalaman
masa lalu dan tingkat pengetahuan seseorang (Keliat,1999).
Menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ), rentang mekanisme koping
pada ansietas dapat digambarkan sebagai berikut :
Skema Mekanisme Koping
Gambar
Mekanisme koping (Adaptif/Mal adaptif)
Eksternal a. Dukungan
emosi b. Dukungan
ekonomi c. Sosial Budaya d. Politik
(Sumbe
Jadi karakteristik meka
a. Adaptif jika memen
1). Masih mengont
2). Memiliki kewa
3). Memiliki perse
4). Dapat menerim
b. Maladaptif jika me
1). Tidak mampu b
2). Tidak mampu m
Internal a. Lingkungan b. Pengalaman
masa lalu c. Konsep diri d. Pengetahuan e. Motivasi f. Kepercayaan
.1. Skema Meknisme Koping
r : Stuart and Sundeen,1998)
nisme koping adalah :
uhi kriteria sebagai berikut :
rol emosi pada dirinya
spadaan yang tinggi, lebih perhatian pada masalah.
psi yang luas
a dukungan dari oang lain
menuhi kriteria sebagai berikut :
erfikir apa-apa atau disorientasi
enyelesaikan masalah
14
3). Prilakunya cenderung merusak
Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggerakan
koping di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomik,
kemampuan menyelesaikan masalah, dukungan sosial, dan keyakinan
budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang
menimbulkan stres dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
Menurut National Safety Council ( 2005 ), strategi koping yang
berhasil mengatasi stres harus mempunyai 4 komponen yaitu :
a. Peningkatan kesadaran terhadap masalah : fokus objektif yang jelas
dan prespektif yang utuh terhadap situasi yang tengah berlangsung.
b. Pengolahan informasi : situasi pendekatan yang mengharuskan anda
mengalihkan persepsi sehingga ancaman dapat diredam. Pengelolaan
informasi juga meliputi pengumpulan informasi dan pengkajian semua
sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah.
c. Pengubahan prilaku : tindakan yang dipilih secara sadar yang
dilakukan bersama sikap yang positif. Dapat meminimalkan atau
menghilangkan stressor.
d. Resolusi damai : suatu perasaan bahwa situasi telah berhasil diatasi.
Ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai
mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, dan ketidakmampuan
mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama
terjadinya prilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan seseorang
untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika ansietas
15
menghebat. Ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran
yang serius.
B. Tingkat Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia yakni melalui indra penglihatan, penciuman,
rasa, raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmojdo.S., 2003).
Pengetahuan mencakup ingatan yang pernah dipelajari dan disimpan
dalam ingatan, hal tersebut meliputi fakta, kaidah, dan prinsip serta metode
yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan akan digali pada
saat yang dibutuhkan melalui bentuk mengingat atau mengenal kembali.
Menurut Notoadmodjo (2003), yang mengutip dari Bloom tingkatan
pengetahuan didalam domain kognitif meliputi :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari.
Sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan dalam tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall). Sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang diterima.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain mampu menyebutkan, menguraikan mendefinisikan,
dan sebagainya. Sebagai contoh dapat mendefinisikan arti penyakit kusta,
16
mampu menyebutkan tanda dan gejala penyakit kusta, mampu
menyebutkan etiologi penyakit kusta.
2. Memahami (compherensif )
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan
materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan dan sebagainya terhadap
obyek yang dipelajari. Sebagai contoh mampu menjelaskan gambaran
klinis dari penyakit kusta.
3. Penerapan (aplication)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata sebelumnya.
4. Analisis (analysa)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu
obyek kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (syntesa)
Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek penelitian – penelitian itu
17
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau berdasarkan kriteria
yang sudah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan menurut
Notoadmodjo (2003) yaitu :
a. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima dan
menyesuaikan hal-hal yang baru.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang banyak akan
memberikan pengetahuan yang lebih jelas.
c. Kultur Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang
karena informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan
agama yang dianut. Pada remaja akan melakukan mekanisme koping
yang efektif jika mereka mengetahui sesuai dengan apa yang mereka
lihat.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dimana pada pasien kusta
dengan umur yang bertambah maka pengalamannya lebih banyak
dibandingkan dengan mereka yang umurnya lebih muda.
18
e. Sosial ekonomi
Tingkat pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup
dimana status ekonomi yang baik akan berpengaruh pada fasilitas yang
diberikan.
C. Penyakit Kusta
1. Definisi
Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular menahun yang
menyerang kulit dan susunan saraf tepi, sering dapat menimbulkan reaksi
akut (ekserbasi) dan dapat menimbulkan cacat bila tidak diobati sewaktu
penyakit dalam stadium dini (Marwali. H., 1990).
Penyakit kusta merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh
infeksi Mycobakterium Lepare (M. Leprae) yang pertama menyerang saraf
tepi selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas
bagian atas, sistem retikuloendotelia, mata, otot, tulang, dan testis (FKUI,
1997).
Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya adalah
Mycobacterium lepare yang intra seluler dan obligat. Saraf perifer sebagai
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian dapat keorgan lain kecuali susunan saraf pusat. ( Adhi
Djuanda,1999 ).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit kusta
adalah penyakit menular dan menahun. Penyakit kusta sampai saat ini
19
masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk petugas kesehatan. Hal ini
disebabkan masih kurangnya pengetahuan/ pengertian, kepercayaan yang
keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkan.
2. Etiologi dan penularan
Mycobacterium Leprae atau basil Hansen adalah kuman penyebab
penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia GH. Armauer
Hansen pada tahun 1873 – 1874. Kuman ini memiliki ciri sebagai berikut :
tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1 – 8 mikron, lebar 0,2 –
0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang satu – satu, hidup dalam
sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam
media buatan (FKUI, 1997).
Penyakit kusta merupakan penyakit menular dimana cara
penularannya adalah dengan cara kulit bersentuhan secara langsung
dengan penderita kusta atau melalui saluran mukosa.
3. Patogenesis
Meskipun belum tahu cara masuk Mycobacterium Leprae kedalam
tubuh, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering
ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan
pada mukosa nasal. Pengaruh Mycobakterium Leprae terhadap kulit
tergantung pada faktor kekebalan (imunitas) seseorang, pengaruh
kemampuan hidup Mycobacterium Leprae pada suhu tubuh yang rendah,
waktu regenerasi yang lama, sifat basal yang avirulen dan nontoksis.
20
Mycobakterium Leprae merupakan parasit obligat intra seluler
yang terutama terdapat pada sel makrofag disekitar pembuluh darah
superfisial pada dermis atau sel schwan di jaringan saraf. Bila basil
Mycobakterium Leprae masuk kedalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi
mengeluarkan makrofag yang berasal dari sel monosit, sel mononuklear
untuk memfagositnya. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan
terjadi kerusakan saraf yang progresif (FKUI, 1997).
4. Gambaran klinis
Menurut Depkes RI (1991), menjelaskan perbedaan tipe kering
(pauksi basiller / PB) dan basah (multi basiller / MB) tanpa melalui
klasifikasi Madrid yaitu:
a. Tipe kering atau tipe PB
1) Tandanya :
a) Bercak keputihan seperti panu.
b) Bercak keputihan tersebut mati rasa.
c) Permukaan bercak kering dan kasar.
d) Permukaan bercak tidak berkeringat.
e) Batas bercak jelas dan sering ada bintil - bintil kecil.
f) Lesi kulit (makula mendatar, popul yang meninggi, luka) : 1 –
5 lesi, warna kehitaman, distribusi tidak simetris, hilangnya
sensasi yang jelas.
g) Kerusakan saraf yang menyebabkan hilangnya sensasi adalah
hanya satu cabang saraf.
21
2) Penyakit kusta tipe ini kurang begitu menular.
3) Pada awalnya penderita tidak terasa terganggu karena seperti panu
biasa.
4) Bila tidak segera diobati maka akan timbul kecacatan.
b. Tipe basah atau tipe MB
1) Tandanya :
a) Bercak putih kemerahan tersebar diseluruh kulit badan.
b) Terjadi penebalan dan pembengkakan bercak.
c) Pada permukaan bercak sering masih ada rasa bila disentuh
dengan kapas.
d) Lesi kulit (makula mendatar, popul yang meninggi, luka) :
lebih dari 5 lesi, distribusi lesi simetris, hilangnya sensasi.
e) Kerusakan saraf yang menyebabkan hilangnya sensasi adalah
banyak cabang saraf.
2) Penyakit kusta tipe ini sangat menular.
3) Kalau tidak diobati akan timbul kecacatan.
Kusta di kenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena
deformitas atau cacat tubuh. Orang awam pun dengan mudah dapat
menduga kearea penyakit kusta. Yang penting bagi kita sebagai tenaga
kesehatan setidak-tidaknya dapat menduga kearah penyakit kusta
terutama bagi kelainan kulit yang masih makula yang hipopigmentasi,
hiperpigmentasi, dan eritematosa.
22
5. Masalah atau dampak dari penyakit kusta
Menurut Depkes RI (1990), penyakit kusta dapat menimbulkan
berbagai masalah yaitu :
a. Masalah terhadap diri penderita kusta
1) Merasa rendah diri.
2) Merasa tertekan batin (takut terhadap penyakit dan terjadi
kecacatan).
3) Takut menghadapi keluarga dan masyarakat karena sikap dan
penerimaan keluarga dan masyarakat kurang wajar.
4) Cenderung untuk hidup menyendiri.
5) Minder (apatis).
6) Kehilangan peran didalam masyarakat.
7) Ingin bunuh diri.
8) Kehilangan mata pencaharian/pekerjaan
Kusta ini unik dilihat dari segi aspek psiko-sosial. Tidak
ada penyakit lain yang disertai stigma dan ketakutan. Keadaan ini
nampaknya berhubungan dengan kenyataan bahwa kusta
menimbulkan kecacatan dan ketidakmampuan tetapi jarang
mematikan, sehingga mereka yang cacat berat tingkat kehidupannya
dan dapat dilihat semua orang keadaan cacatnya.
b. Masalah terhadap keluarga penderita
1) Panik.
2) Cari pertolongan kedukun.
23
3) Takut akan ketularan penyakit tersebut sehingga diusir.
4) Takut diasingkan dari masyarakat sekitar.
5) Mengalami trauma psikis dan masalah sosial ekonomi.
Sepanjang keluarga tidak mengenal tanda dan gejala bahwa
anggota keluarganya mengidap penyakit kusta tidak akan
menimbulkan masalah bagi keluarga, akan tetapi apabila keluarga
telah mengetahui gejala-gejala itu adalah penyakit kusta maka
keluarga akan mulai merasa panik, takut akan ketularan sehingga
penderita akan diasingkan dari keluarga dan lingkungannya.
c. Masalah terhadap masyarakat
1) Merasa jijik, ngeri, takut terhadap penderita kusta.
2) Menjauhi penderita dan keluarganya.
3) Takut dan ingin menyingkirkan penderita.
4) Merasa terganggu.
5) Mendorong agar penderita dan keluarga diisolasi.
Sikap dari masyarakat sekitar terhadap mereka yang
menderita kusta menimbulkan banyak penghinaan, penolakan,
bahkan penderita diasingkan. Penderita sendiri mempunyai reaksi
yang berbeda-beda terhadap sikap masyarakat. Beberapa penderita
ada yang menyerah dan pasrah sedangkan yang lainnya bersikap
marah dan agresif terhadap masyarakat atas hukuman yang tidak
adil. Kadang-kadang mereka bunuh diri untuk mengakhiri
penderitaannya tersebut.
24
d. Masalah terhadap bangsa dan negara
Sebagai akibat dari hal – hal tersebut diatas, maka terhadap kehidupan
negara dan bangsa dalam berbagai bidang mengalami pengaruh yang
cukup kompleks. Oleh karena masalah – masalah tersebut
mengakibatkan penderita menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya,
dan cenderung melakukan kejahatan atau gangguan dilingkungan
masyarakat terbuka.
6. Perawatan Kusta
Penderita harus diajarkan bagaimana seharusnya ia merawat diri setiap
hari, untuk mencegah berlanjutnya cacat tangan dan kaki ketingkat
yang lebih berat. Perawatan kusta untuk mencegah terjadinya cacat
dapat dilakukan oleh penderita sendiri dan keluarga sebagai berikut :
(Depkes RI, 1997)
a. Mengamati dan melaporkan kepada petugas kesehatan adanya :
1) Perubahan rasa, berkurangnya kekuatan otot, nyeri syaraf.
2) Timbul luka, kulit retak-retak, atau kekakuan sendi, luka yang
tidak sembuh-sembuh.
3) Perlu perbaikan/ganti alat bantu/pelindung.
b. Perawatan Mata
Bila terjadi lagofthalmos dan insensitive cornea. Maka lakukan
hal-hak sebagai berikut :
1) Berkedip secara sadar dan aktif untuk memperoleh fenomena
bell (bola mata bergerak keatas).
25
2) Dengan bantuan tangan bersih tutup bola mata secara periodik
dan teratur.
3) Basuhlah bola mata dengan air bersih agar tidak kering.
4) Lindungi bola mata dari angin, debu, dan sinar matahari.
c. Perawatan Tangan
1) Penderita perlu memeriksa tangannya setiap hari,apakah ada
kotoran, kemerahan bila ada kotoran perlu dibersihkan, bila ada
kemerahan perlu diperiksa ke dokter.
2) Merendam tangan selama 20-30 menit pagi dan sore dengan air
bersih.
3) Dalam keadaan masih basah perlu dioleskan minyak atau
vaselin.
4) Kulit yang keras dan tebal perlu digosok agar menjadi tipis dan
halus.
5) Jari-jari yang bengkok perlu diurut lurus agar sendi-sendi tidak
menjadi kaku.
6) Tangan yang mati rasa perlu di lindungi dengan menghindar
dari panas, benda-benda tajam dan kasar.
7) Menggunakan alat bantu (seperti sarung tangan, pipa rokok,
gagang alat kerja yang telah dibalut dan sebagainya) untuk
melindungi tangan dari hilang rasa.
26
d. Perawatan Kaki
1) Bila ada kelemahan otot perlu terapi latihan.
2) Rendam kaki dengan air bersih selama 30 menit.
3) Minyaki agar telapak kaki selalu lembab.
4) Haluskan permukaan kulit yang keras dan tajam.
5) Bila berjalan harus memakai alat bantu jalan (tongkat).
6) Bila timbul ulkus, rawat ulkus setiap hari.
Prinsip yang penting dalam perawatan kusta adalah :
a) Penderita mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan
tempat terjadinya luka.
b) Penderita harus melindungi tempat resiko tersebut (misalnya
memakai kacamata, sarung tangan, sepatu dan lain-lain)
c) Penderita mengetahui penyebab luka (panas, tekanan benda tajam,
dan kasar)
d) Penderita dapat melakukan perawatan kulit (merendam,
menggosok, dan melumasi) dan melatih sendi bila mulai kaki.
e) Penyembuhan luka dapat dilakukan oleh penderita sendiri dengan
membersihkan luka, dan mengurangi tekanan pada luka dengan
istirahat.
27
D. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pasien Kusta Dengan Mekanisme Koping Yang Digunakan Penderita Kusta
Tingkat pengetahuan dan intelegensi seseorang merupakan salah satu
sumber koping dalam mengatasi masalah dengan menggunakan cara yang
berbeda, akhirnya sumber koping seseorang juga termasuk kekuatan identitas
ego, keseimbangan cultural, menstabilkan sistem kepercayaan dan berorientasi
pada pencegahan terhadap penyakit (Stuart dan Sundeen,2001).
Penyakit kusta dapat menimbulkan kerugian baik dari segi fisik
maupun psikis. Secara fisik pasien akan mengalami kecacatan dan penurunan
fungsi sedangkan dari segi psikis pasien akan mengalami stres karena
dikucilkan oleh masyarakat. Mekanisme koping baik yang efektif
(adaptif).maupun yang infektif (maladaptif) salah satunya ditentukan oleh
tingkat pengetahuan seseorang (Taylor dan Carol,1997).
Kemampuan seseorang untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian
baru mungkin dapat membantu pasien dalam mengatasi masalah (mekanisme
koping) yang sedang dihadapi sehingga pasien tidak terlarut dalam kesedihan
yang sedang dialami,selain itu mekanisme koping juga dipengaruhi oleh lama
tempat tinggal seseorang (Potter,1998).
28
E. Kerangka Teori
Gambar 2
(Sumber Stuart dan Sundeen, 1998)
Stres
Sumber koping Faktor Internal : a. Sistem kepercayaan b. Harga diri c. Tujuan hidup d. Pengalaman masa
lalu e. Tingkat
pengetahuan Faktor eksternal : a. Dukungan sosial b. Sumber ekonomi c. Dukungan emosi
Mekanisme koping yang digunakan
Faktor predisposisi stres
a. Biologi b. Psikologi c. Sosial kultural
Faktor yang mempengaruhi
a. Lingkungan b. Konsep diri c. Rasa aman dan
nyaman d. Pengalaman masa
lalu e. Tingkat
pengetahuan
Faktor presipitasi stres
a. Alami b. Sumber stres c. waktu
29
F. Kerangka Konsep
V. Independen V. Dependen
Mekanisme Koping
Tingkat
Pengetahuan
Gambar 3
G. Variabel Penelitian
Variabel penelitian terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Variabel dependen (terikat)
Dalam penelitian ini, variabel dependennya adalah mekanisme koping
yang merupakan suatu faktor efek yang ditentukan oleh tingkat
pengetahuan pasien tentang penyakit kusta.
2. Variabel independen (bebas)
Dalam penelitian ini, variabel independennya adalah tingkat pengetahuan
pasien tentang penyakit kusta yang merupakan faktor yang mempengaruhi
mekanisme koping.
H. Hipotesa
Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit kusta
dengan mekanisme koping yang digunakan penderita kusta.