-
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal
1. Pengertian Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014) kata kemampuan
adalah
kesanggupan, kecakapan, kekuatan dan kemampuan seseorang.
Berikutnya, kata
mengelola adalah menyelengarakan, mengurus dan orang yang
mengelola. Kata
konflik secara etimologis berasal dari kata kerja latin
configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara
dua orang atau lebih (kelompok) yang salah satu pihak berusaha
menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya
(Laksana,
2015).
Wirawan (2016) menyatakan konflik merupakan proses pertentangan
yang
diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling
tergantung mengenai
objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik
yang
menghasilkan keluaran konflik. Webster (dalam Pickering, 2001)
mendefinisikan
konflik sebagai persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak
yang tidak cocok
satu sama lain, perselisihan akibat kebutuhan, dorongan,
keinginan atau tuntutan
yang bertentangan dan perseteruan. Pertentangan dalam kehidupan
antara dua
pihak yang saling bergantung, maka kedua pihak tersebut akan
merasakan tujuan
yang tidak sesuai atau tidak sejalan, keterbatasan sumber daya,
dan gangguan dari
orang lain dalam mencapai tujuan yang mengarah pada konflik
interpersonal
-
13
(Hocker & Wilmot, dalam Wirawan 2016). Laksana (2015)
menyatakan konflik
interpersonal merupakan konflik sosial yang melibatkan individu
di dalam konflik
tersebut, konflik ini terjadi karena adanya perbedaan,
pertentangan, atau ketidak
cocokan antara individu satu dan individu lainnya. Tiap-tiap
individu bersikukuh
mempertahankan tujuannya atau kepentingan masing-masing dalam
mencapai
tujuan yang diinginkannya. Konflik interpersonal adalah konflik
pada satu orang
atau lebih (kelompok) di antara pihak-pihak yang terlibat
konflik dan saling
tergantung dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk pencapaian
tujuan secara
bersama (Wirawan, 2016). Menurut Pickering (2001) konflik
interpersonal adalah
konflik antara dua individu yang mempunyai kebutuhan dasar
keinginan untuk
dihargai dan diperlakukan sebagai manusia, keinginan memegang
kendali, harga
diri dan keinginan untuk konsisten yang mana bisa mencetuskan
konflik bila tidak
terpenuhi.
Berdasarkan definisi yang telah dibahas oleh beberapa ahli, maka
dapat
disimpulkan dari definisi Laksana bahwa kemampuan mengelola
konflik
interpersonal merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola
setiap
permasalahan didalam kehidupan yang melibatkan antara dua pihak
yang saling
berselisih atau bertentangan, konflik tersebut terjadi karena
adanya perbedaan,
pertentangan, atau ketidak cocokan sehingga kedua pihak akan
merasakan tujuan
yang tidak sesuai.
2. Apek-aspek Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal
Hardjana (1994) mengemukakan aspek-aspek kemampuan mengelola
konflik interpersonal, yaitu :
-
14
a. Mendengarkan
Setiap orang yang cakap mendengarkan tidak hanya mampu menangkap
isi
hal yang dikatakan rekan bicaranya secara logis, tetapi juga
mampu menyatu
dengan rekan bicaranya dalam memikirkan, merasakan, dan menjiwai
perkara
yang diungkapkan. Seseorang dapat menangkap isi hal yang
dikatakan
lengkap dengan maksud, perasaan dan barangkali mencangkup
keprihatinan
yang ada dalam diri rekan bicaranya. Kemampuan mendengarkan
itu
diperlukan dalam mengelola konflik, karena hanya dengan
kemampuan itu,
seseorang dapat menanggapi apa yang diutarakan orang yang
menjadi lawan
konfliknya secara tepat mengenai persoalan dan dengan cara yang
baik untuk
dapat diterima.
b. Menanggapi
Kecakapan menanggapi membuat seseorang mampu memperhatikan
rekan
bicaranya. Hal tersebut, didapatkan melalui raut wajah,
gerak-gerik tubuh,
kata-kata dan berbagai cara lainnya. Seseorang juga akan cakap
menanggapi,
mampu menunjukkan bahwa dia mau menerima orang lain sepenuhnya
dan
menaruh perhatian pada segala hal yang diutarakan. Dengan
perhatian itu
maka seseorang akan cakap menanggapi, membuat rekan bicaranya
dihargai
dan bersedia berbicara dengan baik dan bebas karena merasa
diterima dan
dipahami.
c. Menangkap dan mengutarakan hal
Kemampuan menangkap masalah inti konflik membantu orang
menemukan
apa masalah yang menjadi inti konflik. Bila masalah itu
kompleks, banyak
-
15
segi dan saling terkait, orang yang mampu menagkap masalah,
dapat melihat
inti dan kaitannya. Selanjutnya dengan jelas dan meyakinkan
orang itu mampu
mengutarakan masalah yang dikonflikan. Masalah yang ditemukan
dengan
tepat dan diutarakan dengan baik membantu orang, pihak atau
kelompok
orang memahami, dan menyetujuinya. Oleh karena itu, pemahaman
dan
persetujuan tentang apa masalah yang menjadi inti konflik,
langkah tanggapan
dan pembahasan pengelolaanya dapat dimulai, sehingga pembahasan
yang
berpangkal pada masalah yang dipahami dan disetujui bersama,
besar
kemungkinannya untuk maju menuju penyelesaiannya.
d. Menghadapi
Kecakapan menghadapi membantu orang untuk mengemukakan
perbedaan
dengan tenang dan baik. Dengan demikian orang mampu menyebutkan
akibat-
akibat perbedaan itu bagi dirinya dan perasaan yang ada karena
akibat itu,
tanpa mempersalahkan, menuduh, menyebut orang, pihak, kelompok
orang
yang menjadi lawan konflik sebagai akar permasalahan.
Kecakapan
menghadapi itu jelas merupakan hal yang penting dalam
pengelolaan konflik
karena dengan begitu perkara dikemukakan dengan baik, pribadi,
harga diri,
dan pendirian lawan konflik dijaga dan dihargai, tanpa disangkal
kekurangan
dan kelemahannya.
e. Menahan emosi dan diri
Kemampuan menahan diri membantu seseorang mengelola konflik,
namun
tetap ada pada posisinya sehingga tidak mudah terbawa emosinya
dan tetap
pada kepentingan yang diperjuangkan dan menjaga kepaladingin.
Kemampuan
-
16
menahan emosi dan diri tercapai bila didasari oleh pandangan
yang sehat
terhadap diri sendiri dan orang lain. Pandangan yang sehat
terhadap orang lain
dan diri sendiri dalam konflik membuat orang lain tetap
memperhatikan dan
memperjuangkan kepentingannya dan menjaga hubungan baik dengan
orang,
pihak, kelompok yang menjadi lawan konfliknya.
Aspek-aspek kemampuan mengelola konflik interpersonal
selanjutnya
dikemukakan oleh Donohue dan Kolt (1992), yaitu sebagai berikut
:
a. Interdependence
Ketika orang-orang menggunakan konflik untuk belajar lebih
tentang suatu
ide-ide dan perspektif lainnya, konflik membantu menyatukan
berbagai pihak.
b. Manifest
Orang-orang mendiskusikan perselisihan atau pertikaiannya
dan
menghadapinya secara terbuka.
c. Need and Interest
Kebutuhan pribadi yang mendasar untuk mempertahankan kekuasan
dan
menghindari diri agar tetap berada dalam kondisi yang aman.
d. Interference
Mengadopsi suatu sifat yang leluasa dalam mencapai tujuan,
meminta
kesedian untuk bekerja dengan kelompok lainnya.
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat
lima
aspek kemampuan mengelola konflik interpersonal menurut Hardjana
(1994)
yaitu mendengarkan, menanggapi, menangkap dan mengutarakan
hal,
menghadapi, menahan emosi dan diri, selain itu kemampuan
mengelola konflik
-
17
interpersonal juga mencangkup aspek lainnya yang dikemukakan
oleh Donohue
dan Kolt (1992) yaitu interdependence, manifest, need and
interest, interference.
Dari beberapa aspek-aspek yang telah dijabarkan, maka peneliti
memilih
untuk menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Hardjana yaitu
mendengarkan,
menanggapi, menangkap dan mengutarakan hal, menghadapi, menahan
emosi dan
diri. Aspek tersebut dipilih oleh peneliti sebagai acuan yang
digunakan untuk
mengukur kemampuan mengelola konflik interpersonal pada
mahasiswa yang
tinggal di asrama putra “X” Yogyakarta. Peneliti memiliki
pertimbangan dalam
memilih aspek tersebut karena sejalan dengan variabel
penelitian, penjabarannya
lebih konkrit, dan dilihat dari kondisi tempat yang akan
dijadikan penelitian.
Selain itu, kelima aspek tersebut mampu mengungkap kemampuan
mengelola
konflik interpersonal yang dimiliki subjek lebih mendalam.
3. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Mengelola
Konflik
Interpersonal
Menurut Hardjana (1994) terdapat faktor - faktor yang
mempengaruhi
kemampuan mengelola konflik interpersonal, yaitu :
a. Hubungan antara orang-orang yang ada dalam konflik
Menurut KBBI (2014) hubungan merupakan jaringan yang terwujud
karena
adanya interaksi dari individu satu dengan yang lainnya. Duck
(dalam
Rakhmat, 2012) menytakan bahwa pembentukan hubungan
didapatkan
melalui perkenalan yaitu proses komunikasi dimana seseorang
mengirimkan
(secara sadar) atau menyampaikan informasi tentang struktur dan
inti
kepribadiannya kepada pihak lainnya. Salah satu caranya
dengan
-
18
menggunakan kemampuan komunikasi interpersonal yang
merupakan
kesanggupan atau kemampuan seseorang dalam berkomunikasi antara
dua
orang atau lebih, menyangkut komunikasi dari orang ke beberapa
orang
lainnya (kelompok kecil) (Wiryanto, 2004).
b. Watak orang yang terlibat dan keseimbangan kekuasaan
Jika orang-orang yang terlibat sama-sama keras kepala dan
kekuasaan mereka
seimbang, pengelolaan konflik mempunyai kemungkinan lebih
tersendat-
sendat daripada jika orang-orang yang terlibat seimbang
mentalnya dan yang
satu lebih berkuasa daripada yang lain.
b. Resiko yang dihadapi oleh orang-orang yang terlibat dalam
mengelola konflik
Pengelolaan yang dilakukan dalam suasana aman apapun akibatnya
tidak amat
berat, berbeda dengan pengelolaan dalam situasi terancam,
akibatnya dapat
berat bagi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat.
c. Hakikat konflik
Konflik yang relatif besar, berlangsung keras, bersifat
menentukan, rumit,
menyangkut banyak hal dan banyak pihak, tentu lebih berat
pengelolaanya
daripada konflik yang kecil, lunak, tidak menentukan, sederhana
dan
menyangkut hal atau pihak terbatas saja.
d. Masalah yang menjadi inti konflik
Bila masalahnya tidak berat dan kedua belah pihak yang
berkonflik sudah
sepakat tentang isi dan pentingnya masalah dalam konflik,
tentu
pengelolaannya lebih ringan daripada bila berkonflik tentang
masalah berat
yang masih diperdebatkan isi dan pentingnya.
-
19
e. Modus atau cara mengelola
Setiap cara itu ada kekuatan dan kelemahannya sendiri, kesalahan
penentuan
cara pengelolaan konflik amat menentukan hasilnya.
f. Perkiraan berhasil tidaknya pengelolaan konflik
Pengelolaan konflik yang diperkirakan oleh orang-orang yang
terlibat lebih
banyak berhasil, pengelolaannya akan berjalan lebih optimis dan
bersemangat
daripada pengelolaan konflik yang diperkirakan belum tentu
berhasil, apalagi
diperkirakan pasti gagal.
g. Sikap dalam mengelola konflik
Sikap yang baik dalam mengelola konflik akan menghasilkan
pengelolaan
konflik yang baik bagi pihak, orang, dan kelompok yang terlibat
konflik, sikap
itu diperlihatkan dalam pandangan yang sehat terhadap konflik,
emosi atau
perasaan yang positif, itikad yang baik dan perilaku yang
konstruktif.
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, terdapat
delapan
faktor kemampuan mengelola konflik interpersonal yaitu hubungan
antara orang-
orang dalam konflik yang ditandai dengan kemampuan komunikasi
interpersonal,
watak orang yang terlibat dan keseimbangan kekuasaan, resiko
dalam mengelola
konflik, hakikat konflik, masalah inti konflik, modus atau cara
mengelola,
perkiraan berhasil tidaknya pengelolaan konflik, sikap mengelola
konflik.
Dari uraian yang telah dikemukakan, peneliti menggunakan faktor
yang
mempengaruhi kemampuan mengelolah konflik dari Hardjana yaitu
hubungan
antara orang-orang dalam konflik. Menurut Duck (dalam Rakhmat,
2012)
pembentukan hubungan didapatkan melalui perkenalan yaitu proses
komunikasi
-
20
dalam menyampaikan informasi kepada pihak lain. Salah satu
caranya dengan
menggunakan kemampuan komunikasi interpersonal (Wiryanto, 2004).
Hal
tersebut didukung berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Hapsari dan
Handayani (2013) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan
positif antara
kemampuan komunikasi interpersonal dengan kemampuan mengelola
konflik
interpersonal. Berdasarkan pendapat di atas maka kemampuan
komunikasi
interpersonal akan menjadi faktor yang dipilih dalam penelitian
ini.
B. Kemampuan Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Interpersonal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014) kata kemampuan
adalah
kesanggupan, kecakapan, kekuatan dan kemampuan seseorang. Secara
harfiah
komunikasi berarti pemberitahuan, pembicaraan, percakapan,
pertukaran pikiran,
atau hubungan. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses
penyampaian
makna dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada
orang lain
melalui media tertentu (Hardjana, 2003). Menurut Laksana (2015)
komunikasi
merupakan peristiwa sosial yang terjadi ketika seorang manusia
berinteraksi
dengan manusia lain. Lebih lanjut Laksana (2015) mengatakan
komunikasi adalah
ilmu penyampaian energi dari alat-alat indra ke otak, pada
peristiwa penerimaan
dan pengolahan informasi, pada proses saling pengaruh di antara
berbagai sistem
dalam diri organisme dan di antara organisme.
Komunikasi erat hubungannya dengan proses pemindahan informasi
dan
pengertian antara dua orang atau lebih, yang masing-masing
berusaha untuk
-
21
memberikan arti pada pesan-pesan simbolik dikirim melalui suatu
media yang
menimbulkan umpan balik, hal tersebut didapatkan melalui adanya
peran dari
komunikasi interpersonal (Devito, 1997). Pada hakikatnya
komunikasi
interpersonal merupakan komunikasi antara komunikator dengan
komunikan.
Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya
mengubah sikap,
pendapat, maupun perilaku seseorang karena sifatnya yang
dianggap dialogis
berupa percakapan antara satu pihak dengan pihak lainnya
(Effendy dalam
Laksana, 2015). Menurut Laksana (2015) komunikasi interpersonal
adalah
kegiatan komunikasi yang dilakukan secara langsung atau tatap
muka antara
seseorang dan orang lainnya, sedangkan Wiryanto (2004)
menyatakan komunikasi
interpersonal merupakan komunikasi antara dua orang atau lebih,
menyangkut
komunikasi dari orang ke beberapa orang lain (kelompok
kecil).
Kemampuan komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai
suatu
proses pertukaran makna antar orang-orang yang saling
berkomunikasi, proses
tersebut mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung
terus menerus.
Kemampuan komunikasi interpersonal juga merupakan suatu
pertukaran, yaitu
tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik
dengan
pemahaman di antara semua pihak yang berkomunikasi terhadap
pesan yang
digunakan dalam proses komunikasi (Daryanto & Raharjo,
2016). Kemampuan
komunikasi interpersonal merupakan kecakapan seseorang dalam
berkomunikasi
antara komunikator dengan komunikan. Komuniksi jenis ini
dianggap paling
efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, dan perilaku
seseorang.
-
22
Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga
komuniksi bersifat
arus langsung (Liliweri, 1991).
Berdasarkan definisi yang telah dibahas oleh beberapa ahli, maka
dapat
disimpulkan dari definisi Laksana bahwa kemampuan komunikasi
interpersonal
merupakan kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang
lain yang
dilakukan secara langsung atau tatap muka antara seseorang dan
orang lainnya.
2. Aspek-aspek Kemampuan Komunikasi Interpersonal
Aspek-aspek kemampuan komunikasi interpersonal menurut
Devito
(1997), yaitu :
a. Keterbukaan (openness)
Kualitas keterbukaan tidaklah berarti bahwa seseorang harus
dengan segera
membuka riwayat hidupnya karena harus ada kesediaan membuka
diri,
mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan
pengungkapan diri ini patut untuk diperbincangkan. Komunikator
akan
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Seseorang
yang diam,
tidak kritis, tidak dianggap umumnya merupakan peserta
percakapan yang
menjemukan. Memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi
secara
spontan terhadap orang lain.
b. Empati (empathy)
Backrack (dalam Devito, 1995) mendefinisikan empati sebagai
kemampuan
seseorang untuk mengetahui apa yang dirasakan orang lain pada
suatu saat
tertentu. Seseorang yang empatik mampu memahami motivasi dan
pengalaman orang lain, perasaan dan sikap, serta harapan dan
keinginannya
-
23
untuk masa mendatang. Empati membantu seseorang untuk lebih
mampu
menyesuaikan komunikasinya. Menyesuaikan apa yang dikatakan
atau
bagaimana seseorang mengatakannya, dapat menghindari topik
tertentu, dan
berdiam diri atau melakukan pengungkapan diri.
c. Sikap mendukung (supportiveness)
Sikap mendukung adalah sikap yang mengurangi sikap defensive,
dimana
seseorang akan jujur, memiliki empatis, dan mampu memahami orang
lain.
Seseorang juga bersedia mendengarkan pendapat orang lain dan
bersedia
mengubah posisi jika sedang mengharuskan sehingga setiap pihak
mampu
memberikan dukungan terhadap pesan yang disampaikan.
d. Sikap positif (positiveness)
Seseorang yang merasa positif terhadap diri sendiri
mengisyaratkan perasaan
ini kepadaa orang lain, yang selanjutnya juga akan merefleksikan
perasaan
positif ini. Sikap positif mendukung citra pribadi seseorang dan
membuat
seseorang meerasa lebih baik.
e. Kesetaraan (equality)
Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai
dan
berharga dan bahwa tiap-tiap pihal mempunyai sesuatu yang
penting untuk
disumbangkan. Menurut laksana (2015) kesetaraan merupakan
upaya
memahami perbedaan yang ada daripada sebagai kesempatan
untuk
menjatuhkan pihak lain. Lebih lanjut, kesearaan tidak
mengharuskan seeorang
menerima dan menyetujui semua perilaku pihak lain namun
bagaimana
seseorang menghargai dan mampu menerima keberagamaan
tersebut.
-
24
Aspek-aspek kemampuan komunikasi interpersonal selanjutnya
dikemukakan oleh Pearson (dalam Daryanto & Raharjo, 2016),
yaitu :
a. Dimulai dengan diri sendiri (self)
Berbagai persepsi yang menyangkut pengamatan dan pemahaman
komunikasi
berasal dari dalam diri kita, artinya dibatasi oleh diri kita
dan bagaimana
pengalaman kita.
b. Bersifat transaksional
Angapan ini mengacu pada tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi
secara
serempak menyampaikan dan menerima pesan.
c. Aspek-aspek isi pesan dan hubungan antar pribadi
Komunikasi interpersonal tidak hanya berkenan dengan isi pesan
yang
dipertukarkan, tetapi juga melibatkan siapa patner komunikasi
kita dan
bagaimana hubungan kita dengan patner tersebut.
d. Mensyaratkan interaksi
Mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang
berkomunikasi.
e. Interdependen
Melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu dengan yang
lainnya
(interdependen) dalam proses komunikasi.
f. Tidak dapat diubah maupun diulang
Jika kita salah mengucapkan sesuatu kepada patner komunikasi
kita, mungkin
kita dapat maaf dan diberi maaf. Akan tetapi, itu tidak berarti
menghapus apa
yang kita pernah ucapkan. Demikian pula kita tidak dapat
mengulang suatu
penyataan dengan harapan untuk mendapatkan hasil yang sama,
karena dalam
-
25
proses komunikasi interpersonal, hal ini akan sangat bergantung
dalam
tanggapan patner komunikasi kita.
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat
lima
aspek komunikasi interpersonal menurut Devito (1997) yaitu
keterbukaan
(openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness),
sikap positif
(positiveness), dan kesetaraan (equality), selain itu komunikasi
interpersonal juga
mencangkup aspek lainnya menurut Pearson (dalam Daryanto &
Raharjo, 2016)
yaitu dimulai dengan diri sendiri (self), bersifat
transaksional, aspek-aspek isi
pesan dan hubungan antar pribadi, mensyaratkan interaksi,
interdependen, dan
tidak dapat diubah maupun diulang.
Dari beberapa aspek-aspek yang telah dijabarkan, maka peneliti
memilih
untuk menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Devito yaitu
keterbukaan
(openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness),
sikap positif
(positiveness), dan kesetaraan (equality). Aspek tersebut
dipilih oleh peneliti
sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur kemampuan
komunikasi
interpersonal pada mahasiswa yang tinggal di asrama putra “X”
Yogyakarta.
Peneliti memiliki pertimbangan dalam memilih aspek tersebut
karena sejalan
dengan variabel penelitian, penjabarannya lebih konkrit, dan
dilihat dari kondisi
tempat yang akan dijadikan tempat penelitian. Selain itu, kelima
aspek tersebut
mampu mengungkap kemampuan komunikasi interpersonal yang
dimiliki subjek
lebih mendalam.
-
26
C. Hubungan antara Kemampuan Komunikasi Interpersonal dengan
Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal pada Mahasiswa
yang
Tinggal di Asrama Putra “X” Yogyakarta
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain
untuk
memenuhi kebutuhan, berkomunikasi, menyampaikan kehendak, dan
gagasan
yang mana hal tersebut memungkinkan dapat menimbulkan konflik
antara satu
dengan yang lainnya (Laksana, 2015). Hubungan antara satu sama
lain terjadi
pula pada mahasiswa, dimana memungkinkan untuk terjadinya
pertentangan
dalam berkomunikasi antara mahasiswa. Pertentangan yang terjadi
membuat
kedua pihak merasakan tujuannya tidak sejalan sehingga akan
mengarah pada
konflik interpersonal (Hocker & Wilmot dalam Wirawan, 2016).
Konflik
interpersonal interpersonal tentunya dapat terhindari ketika
seseorang memiliki
kemampuan mengelola konflik interpersonal yang merupakan
kemampuan
seseorang dalam mengelola komunikasi antara dua pihak yang
saling berselisih
paham (Laksana, 2015). Kemampuan mengelola konflik interpersonal
terbagi
dalam lima aspek yaitu mendengarkan, menanggapi, menangkap
dan
mengutarakan hal, menghadapi, menahan emosi dan diri (Hardjana,
1994).
Hardjana (1994) menyatakan bahwa kemampuan mengelola konflik
interpersonal dapat dipegaruhi atau terjadi karena adanya
kemampuan
komunikasi interpersonal. Kemampuan komunikasi interpersonal
merupakan
kemampuan seseorang dalam berinteraksi antara dua orang atau
lebih yang
dilakukan secara langsung atau tatap muka untuk menyampaikan
pendapat
maupun informasi yang dibutuhkan, baik secara terorganisir
maupun dengan
-
27
kerumunan orang (Laksana, 2015). Komunikasi jenis ini memegang
peran penting
terhadap komunikator yang mengetahui apakah komunikasinya itu
positif atau
negatif, berhasil atau tidaknya (Liliweri, 1991).
Devito (1997) mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi
interpersonal harus memenuhi aspek tertentu agar dapat
berpengaruh baik bagi
seseorang dalam berinteraksi. Interaksi yang baik akan
menciptakan suasana
dialogis sehingga dapat mengetahui pikirannya, perasaannya,
serta melaksanakan
apa yang dimaksud, jika harapan terpenuhi, maka dapat
disimpulkan komunikasi
tersebut telah berhasil karena umpan baliknya membuat kita
bersama menjadi
saling mengerti. Disi lain, jika harapan tidak terpenuhi, maka
membuat saling
berselisih paham (Liliweri, 1991). Aspek kemampuan komunikasi
interpersonal
menurut Devito (1997) yaitu keterbukaan (openness), empati
(empathy), sikap
mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan
kesetaraan
(equality).
Kemampuan seseorang untuk membuka diri pada masalah-masalah
yang
umum terdapat pada aspek keterbukaan (openness) (Devito, 1997).
Seseorang
yang memiliki sikap terbuka akan menilai perasaan secara
objektif yaitu ketika
berpendapat dan menyampaikan sesuatu akan bersikap jujur apa
adanya sesuai
dengan keadaan dirinya dan bersedia mengubah kepercayaan atau
menerima
pendapat pihak lain agar dapat membangun diri maupun lingkungan.
Hal tersebut
dapat menimbulkan kecakapan seseorang dan pihak lain dalam
menghadapi
berbagai macam hal, dimana kedua pihak akan merasakan keakraban
karena
saling percaya antara satu sama lain dan saling berhubungan
melaksanakan
-
28
kegiatan untuk pencapaian tujuan yaitu mencari jalan keluar dan
mendapatkan
hasil diskusi untuk kemajuan bersama (Hocker & Wilmot dalam
Wirawan, 2016).
Sebaliknya, sikap tertutup membuat seseorang menilai perasaan
berdasarkan
motif pribadi yaitu dengan berkata bohong untuk menutupi
kesalahannya,
mengabaikan pihak lain ketika sedang mengutarakan pendapat, dan
menolak
pandangan yang tidak sesuai kepercayaan dengan bersikukuh
mempertahankan
pendapat walaupun pendapatnya belum tentu benar. Sikap
tertutup
memungkinkan terjadinya kesalahan seseorag dalam menangkap
dan
mengutarakan hal sehingga dapat menimbulkan kegagalan
berkomunikasi,
yaitu pihak lain tidak memahami maksud yang sesungguhnya maka
akan
mengurangi rasa percaya antara satu sama lain dan menimbulkan
pertikaian
(Hocker dan Wilmot dalam Chandra, 1992).
Empati (empathy) juga menjadi salah satu aspek penting
karena
menunjukan kemampuan seseorang dalam memahami sesuatu yang
dirasakan dan
dialami oleh orang lain (Devito, 1997). Menurut (Rakhmat, 2012)
seseorang yang
memiliki empati dapat memahami orang lain dengan menetapkan
dirinya pada
posisi orang lain yang sedang mengalami permasalahan ringan
maupun berat,
dengan begitu seseorang tersebut akan memberikan motivasi berupa
sikap
perhatiannya. Empati juga membuat seseorang memiliki pengelolaan
emosi yang
baik, menahan diri dalam bersikap dengan tidak menyingung
permasalahan
yang dapat melukai, dan memperlakukan dengan menunjukan emosinya
yaitu
memberikan sikap serta kata-kata yang lembut sebagai tanda
keperdulian terhadap
temannya yang mengalami permasalahan. Lebih lanjut, seseorang
yang tidak
-
29
berempati akan mengalihkan perhatiannya atau tidak perduli atas
kejadian yang
menimpa temannya. Ketidak pedulian seseorang berpengaruh
terhadap
kemampuan kecakapan mendengarkan, dimana seseorang tidak akan
mampu
menangkap isi hal yang dikatakan rekan bicaranya dan tidak mampu
menyatu
dengan rekan bicaranya dalam memikirkan, merasakan, dan menjiwai
perkara, hal
tersebut berdampak pada keretakan interaksi atau tidak adanya
sikap saling
menghargai antara pihak-pihak yang berkaitan (Hardjana, 1994).
Menurut
Pickering (2001) manusia memiliki kebutuhan dasar keinginan
untuk dihargai,
diperlakukan sebagai manusia, keinginan memegang kendali, dan
harga diri yang
mana bisa mencetuskan konflik bila tidak terpenuhi.
Keinginan dalam memegang kendali dan dihargai memerlukan
sikap
mendukung (supportiveness) sebagai andil dalam saling memberikan
dukungan
antara satu pihak dengan pihak lainnya terhadap pesan yang
disampaikan (Devito,
1997). Rakhmat (2012) menyatakan bila seseorang memiliki sikap
supportif maka
akan dapat mengevaluasi artinya seseorang akan mempertimbangkan
hal-hal yang
diungkapan pihak lain dengan mencari sumber dan isi pesan yang
disampaikan,
selanjutnya akan mengontrol permasalahan dengan mengendalikan
perilaku saat
berpendapat (tidak mudah terbawa emosi dan suasana saat
melakukan tindakan
dengan kepala dingin). Oleh karena itu, seseorang akan
menanggapi permasalahan
dengan menyatu bersama rekan bicaranya dalam memikirkan solusi
yang tepat
terhadap suatu perkara dan menjiwai perkara untuk mencapai hasil
yang tidak
melukai pihak manaun (Hardjana, 1994). Menurut Rakhmat (2012)
bila seseorang
tidak bisa menjiwai suatu perkara maka tidak akan menerima
pendapat yang
-
30
disampaikan pihak lain, hilangnya kejujuran berpendapat, dan
empatis yang
rendah dalam situasi komunikasi maka seseorang tersebut tidak
bersikap
supportif. Dengan demikian, seseorang akan mempersalahkan,
menuduh,
menyebut orang, pihak, kelompok orang yang menjadi lawan konflik
sebagai akar
permasalahan dalam berkomunikasi, sehingga seseorang sulit untuk
menghadapi
permasalahannya (Hardjana, 1994).
Sikap positif (positiveness) juga menentukan bagaimana seseorang
dapat
berkomunikasi dengan baik karena sikap dan perasaan positif
terhadap diri sendiri
dalam situasi komunikasi mempengaruhi kelancaran dalam
berinteraksi (Devito,
1997). Sikap positif membuat seseorang merasa setara dengan
pihak lain, dapat
menerima pengalaman dan gagasan baru yang disampaikan oleh pihak
lain. Sikap
positif juga akan menunjukan bagaimana seseorang menangkap
dan
mengutarakan hal dengan mampu memperbaiki diri dan berusaha
mengubah
perilaku yang menimbulkan konflik (tidak jujur, menghiraukan
orang lain, merasa
paling benar, dan lain sebagainya) melalui keyakinan terhadap
kemampuannya
mengenai masalah yang dihadapi. Disisi lain, seseorang yang
memiliki sikap
negatif tidak pernah tahan terhadap kritikan, mudah marah,
selalau mengeluh,
mencela, merasa tidak disenangi orang lain dan tidak
diperhatikan. Sikap negatif
akan membuat seseorang kesulitan dalam menahan emosi dan diri,
dengan
begitu seseorang tidak bisa melahirkan kehangatan dan keakraban
persahabatan,
cenderung menghindari dialog terbuka, dan bersikeras
mempertahankan
pendapatnya (Rakhmat, 2012).
-
31
Kehangatan dan keakraban dapat dibangun dengan adanya
kesetaraan
(equality) yang merupakan pengakuan bahwa kedua pihak sama-sama
bernilai dan
berharga (Devito, 1997). Adanya kesetaraan membuat seseorang
meninjau
kembali pendapatnya, untuk mengakui setiap pendapat orang lain,
karena wajar
jika suatu saat keyakinannya bisa berubah sehingga seseorang
akan menanggapi
pihak lain dengan menunjukan persamaan komunikasi, penghargaan
yang saling
menghargai, dan rasa hormat pada perbedaan. Lain halnya, jika
seseorang tidak
memiliki kesetaraan dalam dirinya akan menunjukan derajat yang
lebih tinggi
dari orang lain melalui status, kekuasaan, kemampuan
intelektual, kekayaan, atau
kecantikan sehingga ingin menang sendiri dan melihat pendapatnya
sebagai
kebenaran yang tidak dapat digangggu gugat, hal tersebut akan
menimbulkan
ketidak mampuan seseorang terhadap kemampuan kecakapan
mendengarkan
(Rakhmat, 2012).
Adanya aspek-aspek kemampuan komunikasi interpersonal dalam
diri
membuat seseorang mampu mengetahui pendapat, saling memberikan
dukungan,
dan memiliki sikap positif (Devito, 1997). Pickering (2001)
menyatakan apabila
seseorang merasakan kemudahan berkomunikasi maka akan
menimbulkan
kemampuan mengelola konflik interpersonal dengan menunjukan
ikatan
kelompok yang erat, meningkatkan pemecahan masalah, dan saling
menghargai.
Sebaliknya, ketika seseorang yang tidak memiliki kemampuan
komunikasi
interpersonal maka tidak adanya kemampuan membuka diri, kurang
memberikan
dukungan, dan memiliki perasaan negatif (Devito, 1997). Hal
tersebut menjadikan
-
32
proses pengambilan keputusan tertunda, timbulnya masalah moral,
pembentukan
kubu-kubu, kepercayaan merosot dan komunikasi berkurang
(Pickering, 2001).
Menurut Duck (dalam Rakhmat, 2012) pembentukan hubungan
didapatkan
melalui perkenalan yaitu proses komunikasi dimana seseorang
mengirimkan
pesan (secara sadar) atau menyampaikan informasi tentang
struktur dan inti
kepribadiannya kepada pihak lainnya. Salah satu caranya dengan
menggunakan
kemampuan komunikasi interpersonal yang dapat menumbuhkan
pengetahuan
mengelola konflik interpersonal (Wiryanto, 2004). Hal tersebut
didukung
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hapsari dan
Handayani (2013)
yaitu terdapat hubungan positif antara kemampuan komunikasi
interpersonal
dengan kemampuan mengelola konflik interpersonal. Kontribusi
tersebut
mengindikasikan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal
memiliki peranan
penting dalam membentuk kemampuan mengelola konflik
interpersonal pada
mahasiswa.
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian
ini yaitu terdapat hubungan positif antara kemampuan komunikasi
interpersonal
dengan kemampuan mengelola konflik interpersonal pada mahasiswa
yang tinggal
di asrama putra “X” Yogyakarta. Semakin tinggi kemampuan
komunikasi
interpersonal maka semakin tinggi pula kemampuan mengelola
konflik
interpersonal. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan komunikasi
interpersonal
maka semakin rendah pula kemampuan mengelola konflik
interpersonal.