BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Batasan Konsep 1. KDRT Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan Poerwadarminta kekerasan dari kata dasar” Keras” diartikan sebagai sifat (hal tersebut) keras : kegiatan : kekuatan dsb : paksa (an) : kejang : kekejangan. Di dalamnya terdapat kata kekuatan yang diartikan sebagai tenaga : gaya : kekuasaan : keteguhan :kekukuhan : dan juga kata paksaaan yang diartikan tekanan : desakan keras : yang dipaksa. Jadi kekerasan berarti suatu kegiatan yang didalamnya terdapat komponen kekuasaan, tekanan dan paksaan. Kekerasan mengilustrasikan sifat aturan sosial, pelanggaran aturan, dan reaksi sosial terhadap pelanggaran aturan yang kompleks dan sering kali bertentangan. Kekerasan adalah suatu perlakuan atau situasi yang menyebabkan realitas aktual seseorang ada di bawah realitas potensialnya. Secara umum, terjadinya tindak kekerasan,memiliki keterkaitan dengan kondisi yang tidak seimbang baik yang menyangkut kondisi internal anggota keluarga maupun kondisi eksternal yang dapat mendorong terjadinya kekerasan. Keluarga itu sendiri salah satunya terbentuk dari susunan rumah tangga , yang berarti seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan tempat tinggal dan biasa tinggal bersama serta pengelolaan kebutuhan sehari-hari menjadi satu. Dan di dalam rumah tangga seluruh 11
25
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Batasan Konsep 1. KDRT · disorganisasi, bilamana ia tidak ingin larutkan kedalam penjelasam psikologis mengenai agretivitas bawaan, turunan atau pun kebengalan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Batasan Konsep
1. KDRT
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan Poerwadarminta
kekerasan dari kata dasar” Keras” diartikan sebagai sifat (hal tersebut) keras :
kegiatan : kekuatan dsb : paksa (an) : kejang : kekejangan. Di dalamnya
terdapat kata kekuatan yang diartikan sebagai tenaga : gaya : kekuasaan :
keteguhan :kekukuhan : dan juga kata paksaaan yang diartikan tekanan :
desakan keras : yang dipaksa. Jadi kekerasan berarti suatu kegiatan yang
didalamnya terdapat komponen kekuasaan, tekanan dan paksaan. Kekerasan
mengilustrasikan sifat aturan sosial, pelanggaran aturan, dan reaksi sosial
terhadap pelanggaran aturan yang kompleks dan sering kali bertentangan.
Kekerasan adalah suatu perlakuan atau situasi yang menyebabkan
realitas aktual seseorang ada di bawah realitas potensialnya. Secara umum,
terjadinya tindak kekerasan,memiliki keterkaitan dengan kondisi yang tidak
seimbang baik yang menyangkut kondisi internal anggota keluarga maupun
kondisi eksternal yang dapat mendorong terjadinya kekerasan.
Keluarga itu sendiri salah satunya terbentuk dari susunan rumah tangga
, yang berarti seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau
seluruh bangunan tempat tinggal dan biasa tinggal bersama serta pengelolaan
kebutuhan sehari-hari menjadi satu. Dan di dalam rumah tangga seluruh
11
12
urusan keluarga untuk hidup bersama, dikerjakan bersama dibawah pimpinan
seorang ayah yang ditetapkan menurut tradisi. Konstruksi sosial yang
menggunakan ideology gender menetapkan bahwa pimpinan di dalam rumah
tangga adalah Ayah. Ada beberapa Peran dan fungsi rumah tangga tersebut
antara lain pemenuhan kebutuhan hidup seperti bekerja untuk memenuhi
papan, sandang, dan pangan, dll.. Namun, apabila fungsi-fungsi tersebut tidak
dapat dijalankan dengan baik, maka kemungkinan terjadinya penyimpangan di
dalam sebuah keluarg sangatlah besar. Salah satu contoh adalah apabila
seorang ayah menyalahgunakan peran dan fungsinya sebagai pemimpin, tetapi
lebih menganggap dirinya adalah penguasa yang harus ditakuti dan dituruti
setiap kehendaknya oleh setiap anggota keluarga lainnya. Hal tersebut dapat
mengakibatkan potensi yang ada dalam diri anggota keluarga lainnya tidak
berkembang. Selain itu, penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat berakhir
dengan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini dikarenakan, seorang
kepala keluarga memiliki hak untuk menghukum setiap tindakan yang
dianggap tidak sesuai oleh kepala keluarga. Hukuman yang biasanya diberikan
berupa hukuman fisik yang mengakibatkan luka maupun kata-kata penghinaan
yang dapat berakibat terhadap psikologi korbannya.
Masalah psikologi dari pasangan, jika salah satu dari suami istri
memiliki tempramen yang tinggi (emosional) dan bahkan dengan mudah
“main tangan”, hal ini juga bisa menjadi pemicu. Selain itu Masalah
komunikasi dan kepercayaan, hal ini sangat penting dalam suatu hubungan
dan tidak menutup kemungkinan jika komunikasi dan kepercayaan tidak
13
terbangun dengan baik akan menimbulkan suatu konflikdi dalam rumah
tangga.
Tindakan kekerasan dalam rumah tangga juga dapat dikaitkan dengan
pengaruh sosial ekonomi di dalam sebuah rumah tangga. Rumah tangga yang
berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah, biasanya sering
terjadi konflik antara suami-istri. Hal tersebut biasanya disebabkan tuntutan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari oleh anggota keluarga yang sulit untuk
terpenuhi akibat semakin tingginya harga kebutuhan pokok, sehingga
menyebabkan kepala keluarga yang menjadi tulang punggung perekonomian
bagi keluarga mendapatkan tekanan dari anggota keluarganya dan pada
akhirnya menimbulkan pertengkaran antara suami dan istri bahkan berakhir
dengan kekerasan fisik.
Menurut Hasbianto bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah
suatubentuk penganiayaan secara fisik maupun emosional atau psikologis,
yang merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan
rumah tangga. Dalam pengertian lain kekerasan dalam rumah tangga
merupakan suatu bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia dan kejahatan
terhadap kemanusiaan, juga merupakan tindakan diskriminasi.
Kekerasan pada rumah tangga mengacu pada tindakan yang dilakukan
dengan niat untuk menyakiti atau mencederai salah satu anggota keluarga.
Tindakan kekerasan tersebut bukan berarti tindakan tunggal, akan tetapi
merupakan tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam jangka
waktu yang sama dan terhadap korban yang sama pula. Menurut Undang-
14
undang Nomor 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga (UU PKDRT). Di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun
2004 dijelaskan bahwa “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hokum dalam
lingkup rumah tangga.”
Jika melihat komposisi anggota di dalam sebuah rumah tangga yang
biasanya terdiri ayah, ibu, dan anak-anak serta beberapa kerabat yang masih
memiliki pertalian darah, maka akan terbayang suatu kehidupan yang dipenuhi
kehangatan, kasih sayang dan sikap saling menghormati. Sehingga sangat
mustahil apabila terjadi suatu tindakan kekerasan yang korbannya merupakan
bagian dari anggota keluarga dengan pelakunya juga anggota keluarga itu
sendiri. Fenomena kekerasan dalam rumah tangga dapat dikatakan sebagai
fenomena gunung es. Hal ini terjadi disebabkan korbannya sebagian besar
adalah para perempuan dan anak-anak mereka. Sehingga apabila korban
melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami, maka akan muncul
ketakutan tidak akan terpenuhinya kebutuhan sehari-hari karena pelakunya
adalah seorang suami yang merupakan tulang punggung keluarga.
Selain itu, keadaan sosial ekonomi yang rendah juga mempengaruhi
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Tuntutan kebutuhan hidup yang
tinggi membuat emosi seseorang mudah terpancing. Apabila hal tersebut tidak
15
dapat diredam, maka suatu tindakan kekerasan atau bahkan penelantaran
keluarga oleh seorang suami terhadap kelurganya sangat mungkin terjadi.
Kurang tanggapnya keluarga terdekat dan masyarakat sekitar tempat tinggal
juga menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga dianggap oleh korban
sebagai suatu yang normal akibat tidak adanya respon dari lingkungan
sekitarnya.
Dari pengamatan KDRT tersebut akan menimbulkan beberapa dampak,
antara lain berupa fisik dan psikis. Dampak fisik berupa Kekerasan secara
fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat. Dan Dampak non fisik berupa psikis, yaitu Kekerasan secara psikologis
berupa perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang.
2. ANAK
Secara umum dikatakan adalah seorang yang dilahirkan dari
perkawinan antara seoramg perempuan dengan seorang laki- laki dengan tidak
menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak
pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.
Anak juga meripakan cikal bakal lahirnya generasi baru yang
merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi
pembangunan Nasional. Anak adalah asset bangsa. Masa depan bangsa dan
Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang. Semakin
16
baik kepribadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa
depan bangsa. Begitu pula sebaliknya,apabila kepribadian anak tersebut buruk
maka akan bobrok pula ehidupan bangsa yang akan datang.
3. PENDIDIKAN FORMAL
Pendidikan menurut bahasa dan istilah Pendidikan menurut bahasa
Yunani : berasal dari kata pedagogi, yaitu darin kata “paid” artinya anak dan
“agogos”artinya membimbing.Itulah sebabnya isilah pedagogi dapat diartikan
sebagai “ilmu dan seni mengajar anak.
Pendidikan merupakann usaha sadar dan teratur serta sistematis yang
dilakukan oleh orang-orang yang bertanggung jawab, untuk mempengaruhi
anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita–cita pendidikan.
Dengan kata laindapatb disebutkan bahwa pendidikan adalah bantuan yang di
berikan dengan sengaja kepada anak, dalam pertumbuhan jasmani maupun
rohani untuk mencapai tingkat dewasa. Pandangan sosiologi melihat
pendidikan dari aspek sosial sehingga pendidikan diartikan sebagai usaha
pewrisan dari generasi kegenerasi berikutnya (Nasution, 1994 : 10).
Pengertian tersebut mengandung maksud bahwa pendidikan adalah sesuatu
yang dilakukan seseorang deengan tujuan membentuk sifat dasar yang baik
bagi seorang anak.
Pendidikan dalam arti luas adalah proses interaksi antara manusia
sebagai individu/ pribadi dan lingkungan alam semesta, lingkungan sosial,
masyarakat, sosial – ekonomi, sosial- politik dan sosial – budaya dan segala
pengalaman yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
17
Segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu,suatu proses
pertumbuhan dan perkembanga, sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak
manusia lahir.
Sedangkan pendidikan dalam arti sempit adalah proses interaksi
antara pendidik dan peserta didik baik di keluarga, sekolah maupun
dimasyarakat. Prakteknya identik dengan persekolahan, yaitu pengajaran
formal di bawah kondisi – kondisi yang terkontrol.
Dalam definisi Pendidikan dapat dibedakan antara 2 aspek yaitu
Pendidikan Formal dan Non Formal :
1. Pendidikan Formal merupakan pendidikan sekolah yang diperoleh secara
teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat – syarat yang
jelas. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan
berkembang secara efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk
masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberi pelayanan
kepada generasi muda dalam mendidik warga Negara.
2. Sedangkan pendidikan Non Formal adalah : jalur pendidikan diluar formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil
pendidikan nin formal dapat dihragai dengan setara hasil pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang
ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada
standart nasional pendidikan.
18
B. LANDASAN TEORI
Dalam penelitian ini permasalahan yang akan dikaji dengan pendekatan
sosiologi. Sosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara
manusia sehingga sikap atau perilaku kegiatan yang dipelajari dalam
kedudukannnya di dalam masyarakat termasuk di dalamnya perubahan–
perubahan sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat tersebut.
(Soekanto, 1990 : 17).
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
struktur fungsional, dimana obyek studi berupa sesuatu yang saling
berhubungan antara teori dan fakta Sesuai dengan pendapat William J Goode
1985, sesuatu yang realitas. Dengan kata lain bahwa antara teori dan fakta
memiliki hubungan timbal balik dan saling berkaitan dan lebih identic dengan
sebuah hasil “spekulasi” pemikiran dan apabila hasil spekulasi tersebut
terbuktu maka teori menjadi fakta.Karena itu bahwa fakta-fakta adalah hasil
observasi, observasi yang tidak sembarangan, penuh arti dan relevant (sesuai
dengan tujuan : berhubungan dengan hal yang sedang ditangani) secara
teori.(Metode-metode peneltian social William J.Goode).
Dengan demikian maka penyimpangan adalah setiap perilaku yang
dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau
masyarakat. Dan hal ini, tentunya menimbulkan berbagai masalah. Misalnya,
kekacauan keluarga yang dapat ditafsirkan sebagai pecahnya suatu unit
kesatuan social terkecil (keluarga), terputusnya atau retaknya struktur peran
sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran
19
mereka secukupnya. Disorganisasi suatu keluarga berkaitan erat dengan
disharmonisasi dalam suatu keluarga, yang berada dalam suatu masyarakat
secara keseluruhan. Kasus keluarga diawali dengan pasangan suami istri yang
menjalankan bahtera perkawinan yang mengharapkan kebahagiaan selamanya
tidak terwujud.
Sedangkan menurut teori William J. Goode dalam bukunya “sosiologi
keluarga th 1985” disharmonis keluarga (kekacauan keluarga) adalah
pasangan suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial
jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban mereka
secukupnya, dapat dikatakan disharmonis merupakan struktur keluarga masih
lengkap didalamnya kurang adanya perhatian kepada keluarga khususnya
untuk anak, orang tua sering bertengkar, kurang komunikasi dan tidak ada
kesatuan dalam keluarga.
Dapat dikatakan bahwa Konflik Realitas yaitu konflik dari kekecewaan
terhadap tuntutan runtuhan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari
perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, yang ditujukan pada
obyek yang dianggap mengecewakan. Konflik Realitas memiliki ciri antara
lain : Konflik muncul dari frustasi atas tuntutan khusus dalam hubungan dan
dari perkiraan keuntungan anggota yang diarahkan pada obyek frustasi. Di
samping itu, konflik merupakan keinginan untk mendapatkan sesuatu.
Konsep teori ini adalah wewenang dan posisi. Keduanya merupakan
fakta social. Distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa
kecuali menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis.
20
Perbedaan wewenang adalah suatu tanda dari adanya berbagai posisi dalam
masyarakat. Perbedaan posisi serta perbedaan wewenang di antara individu
dalam masyarakat itulah yang harus menjadi perhatian utama para sosiolog.
Struktur yang sebenarnya dari penyimpangan harus diperhatikan di dalam
susunan peranan sosial yang dibantu oleh harapan-harapan terhadap
kemungkinan mendapatkan dominasi. Tugas utama menganalisa penelitian
adalah mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat.
Bagi William J. Goode bahwa struktur sosial ada di dalam dirinya
sendiri dan bergerak sebagai kendala, dan mengungkapkan penyimpangan
dalam keluarga harus mencari nilai-nilai serta kepentingan-kepentingan yang
tertanam secara struktural sehingga membuat manusia saling terlibat dalam
disorganisasi, bilamana ia tidak ingin larutkan kedalam penjelasam psikologis
mengenai agretivitas bawaan, turunan atau pun kebengalan manusia, dan
bersifat fungsional
Wlliam J. Goode menyatakan bahwa semakin dekat suatu hubungan
semakin besar kasih sayangyang sudah tertanam, sehingga dimana keterlibatan
total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian
merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila hubungan tersebut benar-
benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan
hubungan tersebut, seperti contoh penyimpangan antara suami-istri yang mana
dapat menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.
Teori William J.Goode (Tahun 1985) dalam sosiologi keluarga ini
merumuskan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku
21
yang terjadi dalam lingkungan aktor. Ini berarti bahwa teori ini berusaha
menerangkan tingkah laku yang terjadi dimasa sekarang melalui kemungkinan
akibatnya yang berlaku di masa yang akan datang( Ritzer, 1985 : 85-86 )
termasuk tindak kekerasan.
Adapun fungsi Keluarga mencakup beberapa fungsi, antara lain
1. Fungsi Afektif, yaitu dimana fungsi ini mencakup kasih sayang dalam
keluarga atau fungsi internal keluarga dan dasar kekuatan negara,
didalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling endukung dan saling
menghargai antar anggota keluarga.
2. Fungsi Pendidikan dimana fungsi ini bertujuan untuk membimbing dan
mengarahkan, pengendali dan pembimbing, membekali, dan
mengembangkan pengetahuan nilai dan ketrampilan bagi anak-anaknya
sehingga mampu menghadapi tantangan hidup dimasa yang akan
datang.Selain itu keluarga juga diharapkan dapat mencetak anak agar
mempunyai kepribadian yang nantinya dapat dikembangkan dalam
lembaga-lembaga berikutnya
3. Fungsi ekonomi : Fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarganya, yaitu sandang, pangan, dan papan ( www.fungsi
keluarga ekonomi )
4. Fungsi Perlindugan : Dalam hal ini setiap anggota keluarga wajib
memberikan perlindungan kepada anggota keluarga yang lain. Agar
mereka merasa aman, nyaman, dan terlindung. ( www.fungsi pemdidikan