BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Tinjauan Tentang Potret Potret menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:789) merupakan keadaan yang tidak dapat diperkirakan. Artinya dimana sebuah keadaan yang tidak dapat diprediksi apa dan bagaimana karena berkaitan dengan situasional sekitarnya dan bersifat tentatif. 2. Tinjauan Tentang Perilaku 2.1. Perilaku Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik. Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit), Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup (Soekidjo Notoatmodjo, 1987:1).
35
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/5147/16/BAB II uy.pdfPengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritik
1. Tinjauan Tentang Potret
Potret menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:789) merupakan keadaan
yang tidak dapat diperkirakan.
Artinya dimana sebuah keadaan yang tidak dapat diprediksi apa dan bagaimana
karena berkaitan dengan situasional sekitarnya dan bersifat tentatif.
2. Tinjauan Tentang Perilaku
2.1. Perilaku
Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat,
berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai
macam aspek, baik fisik maupun non fisik. Perilaku juga diartikan sebagai suatu
reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud
digolongkan menjadi 2, yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau
konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit), Sedangkan dalam
pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan
oleh makhluk hidup (Soekidjo Notoatmodjo, 1987:1).
9
Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi
organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan
terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang
disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan
menghasilkan perilaku tertentu pula. Robert Y. Kwick (1972) menyatakan bahwa
perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan
bahkan dipelajari.
3. Tinjaun Tentang Korupsi
3.1. Pengertian Korupsi
Korupsi menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 “Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara…”
Korupsi menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Setiap orang yang
dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Gambaran terjadinya praktik korupsi di Indonesia setidaknya tercermin dalam
indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan beberapa lembaga survei, diantaranya
Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) yang dikeluarkan oleh
Transparancy International dan Politically and Economic Risk Consultancy
(PERC). Survei yang dilakukan oleh Tranparancy International menunjukkan
skor Indonesia sangat rendah dan tidak mengalami kenaikan signifikan sampai
10
dengan tahun 2010. PERC bahkan menempatkan Indonesia menjadi negara
terkorup di Asia Pasifik pada tahun 2009 dan 2010.
Korupsi ditempatkan sebagai salah satu kejahatan terorganisasi dan bersifat
transnasional berdasarkan United Nations Convention Againts Transnational
Organized Crime (UNTOC) atau konvensi kejahatan transnasional terorganisasi
pada tahun 2000. (Muhammad Yusuf, 2013:1).
3.2 Macam Delik dan Unsur-Unsur Korupsi.
Dalam undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat diketahui tujuh
macam kelompok delik korupsi dan unsur-unsurnya. (Surachmin, 2011; 8).
1. Tindak Pidana Korupsi Yang Merugikan Keuangan Negara Atau
Perekonomian Negara
Diatur dalam :
Pasal 2 ayat (1) No. 31 tahun 1999
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Unsur-unsurnya:
a) Pelaku (manusia dan korporasi)
b) Melawan hukum
11
c) Memperkaya diri sendiri atau orang lain
d) Dapat merugikan negara atau perekonomian Negara
2. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan
Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU No. 20 Tahun 2001
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Unsur-unsur untuk pasal 5 ayat (1) huruf a:
a) Setiap orang
b) Memberi atau menjanjikan sesuatu
c) Pegawai negara atau penyelenggara negara
d) Dengan maksud supaya pegawai negeri tau penyelenggara negara
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya.
3. Tindak Pidana Korupsi yang Berkaitan dengan Pembangunan,
Leveransir, dan Rekanan
Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, dan hurup d UU No. Tahun 2001
a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
12
keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam
perang.
b. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan
Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan
Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
4. Tindan Pidana Korupsi Penggelapan
Pasal 8 UU No. Tahun 2001
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat
berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau
surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Unsur-unsurnya:
13
a) Pegawai negeri atau orang lain selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu
b) Dengan sengaja
c) Menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena
jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga diambil atau
digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut.
5. Tindak Pidana Korupsi Kerakusan
Pasal 12 huruf e, f, h, dan huruf i UU No. 20 Tahun 2001
d) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
e) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau
kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang
kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
utang;
f) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
14
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
g) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang diatasnya
terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya
bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan ; atau ;
h) Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun
tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan, persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk
seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
Unsur-unsur untuk pasal 12 huruf e:
a) Pegawai negeri atau penyelenggara negara
b) Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum
c) Dengan menyalahgunakan kekuasaannya.
d) Memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri.
6. Tindak Pidana Korupsi Tentang Gratifikasi
Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2002
15
1. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelanggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya
dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya
2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pasal ini merupakan tambahan yang dirumuskan dalam undang-
undang nomor 20 tahun tahun 2001.
Unsur-unsurnya:
a) Gratifikasi
b) Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
c) Berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasya.
Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12 B ayat (1) adalah “pemberian dalam arti
luas”, yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman
tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
7. Tindak Pidana Korupsi Pemberian Hadiah
Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
16
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada
jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah)
Unsur-unsurnya:
a) Setiap orang
b) Memberi hadian atau janji
c) Kepada pegawai negeri
d) Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada
jabatan atau kedudukan pegawai negeri yang bersangkutan; atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau
kedudukan pegawai negeri tersebut.
3.3 Bentuk-bentuk Korupsi
Bentuk-bentuk korupsi yang sudah lazim dilakukan dilingkungan instansi
pemerintah pusat maupun daerah, BUMN dan BUMD serta yang bekerjasama
dengan pihak ketiga antara lain sebagai berikut.
1. Transaksi luar negeri ilegal, dan penyelundupan.
2. Menggelapkan dan manipulasi barang milik lembaga, BUMN/BUMD,
swastanisasi anggaran pemerintah.
3. Penerimaan pegawai berdasarkan jual beli barang.
4. Jual beli jabatan, promosi nepotisme dan suap promosi.
5. Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan
menggelapkan uang, mengalirkan uang lembaga kerekening pribadi,
17
menggelapkan pajak, jual beli besaran pajak yang harus dikenali, dan
menyalahgunakan keuangan.
6. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah mencurangi dan
memperdaya serta memeras.
7. Mengabaikan keadilan, memberi kesaksian palsu menahan secara tidak
sah dan menjebak.
8. Mencari-cari kesalahan orang yang tidak salah.
9. Jual beli tuntutan hukuman, vonis, dan surat keputusan.
10. Tidak menjalankan tugas, desersi.
11. Menyuap, menyogok, memeras, mengutip pungutan secara tidak sah dan
meminta komisi.
12. Jual beli objek pemeriksaan, menjual temuan, memperhalus dan
mengaburkan temuan.
13. Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan
pribadi dan membuat laporan palsu.
14. Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat
izin pemerintah.
15. Manipulasi peraturan, meminjamkan uang negara secara pribadi.
16. Menghindari pajak, meraih laba secara berlebihan.