Page 1
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman Nyeri
1. Definisi kebutuhan nyaman
Rasa nyaman dibutuhkan setiap individu, dalam suatu konteks
keperawatan, perawat harus memperhatikan dan memenuhi rasa nyaman.
Gangguan rasa nyaman yang dialami klien diatasi oleh perawat melalui
intervensi keperawatan (Susanto & Fitriani, 2017).
Menurut Asmadi (2009), setiap individu membutuhkan rasa nyaman.
Kebutuhan rasa nyaman ini dipersepsikan berbeda pada setiap orang. Ada
yang mempersepsikan bahwa hidup terasa nyaman bila mempunyai
banyak uang. Ada juga yang indikatornya bila tidak ada gangguan dalam
hidupnya. Dalam konteks asuhan keperawatan ini, maka perawat harus
memperhatikan dan memenuhi rasa nyaman. Gangguan rasa nyaman yang
dialami klien diatasi oleh perawat melalui intervensi keperawatan.
2. Definisi kebutuhan nyeri
Nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan
baik secara sensori maupun secara emosional yang berhubungan dengan
adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu
merasakan tersiksa, menderita yang pada akhirnya akan mengganggu
aktivitas sehari-hari, psikis dan lain-lain (Susanto & Fitriani, 2017).
Nyeri merupakan suatu kondisi lebih dari sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat
bersifat individual. Stimulus dapat berupa stimulus fisik dan mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi
ego seseorang individu (Haswita & Sulistyowati, 2017).
3. Penyebab nyeri
Menurut Susanto dan Fitriani (2017), penyebab rasa nyeri dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu yang berhubungan dengan fisik dan
nyeri psikologis.
Page 2
8
a. Nyeri fisik
Nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan
terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Serabut saraf kini terletak
dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan-jaringan tertentu yang
terletak lebih dalam. Penyebab nyeri secara fisik yaitu akibat trauma
(trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektik), neoplasma,
peradangan, gangguan sirkulaski darah, dan lain-lain:
1) Trauma mekanik. Trauma mekanik menimbulkan rasa nyeri karena
ujung-ujung saraf bebas, mengalami kerusakan akibat benturan,
gesekan ataupun luka.
2) Trauma termis. Trauma termis menimbulkan rasa nyeri karena ujung
saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas atau dingin.
3) Trauma kimiawi. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam
atau basa yang kuat.
4) Trauma elektrik. Trauma elektrik dapat menimbulkan rasa nyeri
karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa
nyeri.
5) Neoplasma. Neoplasma meyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan
dan kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga
karena tarikan, jepitan atau metastase.
6) Nyeri pada peradangan. Nyeri pada peradangan terjadi karena
kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau
terjepit oleh pembengkakan.
b. Nyeri psikologis
Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Kasus ini dapat dijumpai
pada kasus yang termasuk kategori psikosomatik. Nyeri karena faktor
ini disebut psychogenic pain.
Page 3
9
4. Klasifikasi nyeri
Menurut Susanto dan Fitriani (2017), nyeri dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya
nyeri, dan waktu lama serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya:
1) Pheriperal pain yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
misalnya pada kulit, mukosa. Deep pain yaitu nyeri yang terasa pada
permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh
visceral.
2) Refered pain yaitu nyeri dalam yang disebabkan kerena penyakit
organ/ struktur dalam tubuh yang di transmisikan ke bagian tubuh di
daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
3) Central pain yaitu nyeri yang terjadi kerena perangsangan pada
system saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya:
1) Incidental pain yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang.
2) Steady pain yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama.
3) Paroxymal pain yaitu nyeri yang dirasakan berintensi tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat ringannya:
1) Nyeri ringan yaitu dengan intensitas rendah.
2) Nyeri sedang yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3) Nyeri berat yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:
1) Nyeri akut yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti
Page 4
10
luka operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri
coroner.
2) Nyeri kronis yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan
priode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali
lagi nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang
konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus-menerus terasa makin lama
semakin meningkat intensitasnya walaupun telah di berikan
pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.
5. Patofisiologi nyeri
Menurut Wiarto (2017), anti stimulus cedera jaringan dan pengalaman
subjektif terdapat empat proses yaitu:
a. Proses transduksi
Transduksi nyeri adalah rangsangan nyeri noksius diubah menjadi
depelarisasi membran reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf
reseotor nyeri tersebut. Rangsangan ini dapat berupa rangsangan fisik
(tekanan), suhu (panas), atau kimia. Rangsangan noksius ini
menyebabkan suatu pelepasan asam amino eksitasi glutamate pada
saraf affrent.
b. Proses transmisi
Transmisi adalah suatu proses penerusan impuls nyeri dari
moniseptor saraf perifer melewati kornu dorsalis menuju korteks
serebri. Saraf sensoris perifer yang melanjutkan rangsangan ke terminal
di medulla spinalis disebut neuron affrent primer. Jaringan saraf yang
naik dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus disebut neuron
penerima kedua. Neuron yang menghubungkan dari thalamus ke
korteks serebri disebut neuron penerima ketiga.
c. Proses medulasi
Proses medulasi adalah proses dimana terjadi interaksi anatara
sistem analgesi endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan impuls
Page 5
11
nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis. Sistem analgesi
endrogen ini meliputi beberapa bagian enkafalin, endorfhin, serotonin,
dan noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan inpuls nyeri pada
kornu posterior medulla spinalis. Proses medulasi ini dapat dihambat
oleh golongan opioid.
d. Proses persepsi
Proses persepsi adalah hasil akhir proses interaksi yang kompleks
dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi
yang ada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang
dikenal sebagai persepsi nyeri.
6. Respon terhadap nyeri
Menurut Wahyudi dan Wahid (2016), respon terhadap nyeri dibagi
menjadi dua:
a. Respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis ke batang otak dan
thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari
respon strees. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri
yang superfisial menimbulkan reaksi “fligh-atau-fight”, yang
merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis
pada system saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila
nyeri berlangsung terus-menerus secara tipikal akan melibatkan suatu
organ-organ visceral, system saraf parasimpatis menghasilkan suatu
bentuk reaksi. Respon fisiologis terhadap nyeri sangat membahayakan
individu, kecuali pada kasus-kasus nyeri berat yang menyebabkan
individu mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat
adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal, dengan demikian klien
yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperhatikan tanda-tanda
fisik.
b. Respon perilaku
Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang
khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri dapat ditunjukkan
Page 6
12
oleh pasien sebagai respons perilaku terhadap nyeri. Respons pasien
tersebut seperti mengkerutkan dahi, gelisah, dan memalingkan wajah
ketika diajak bicara.
Tabel 2.1: Respons Fisik dan Perilaku terhadap Nyeri
Jenis Respons Fisik Respons Perilaku
Akut 1. Tekanan darah pada pasien
meningkat.
2. Detak jantung yang dialami pasien
meningkat/bertambah.
3. Bola mata membesar
4. Frekuensi meningkat.
1. Gelisah
2. Tidak berkonsentrasi
3. Apprehension
4. Stress
Kronis 1. Tekanan darah normal
2. Denyut jantung normal
3. Pernafasan normal
4. Bola mata normal
5. Kulit kering
1. Tidak dapat bergerak bebas
2. Menarik diri dari pergaulan
3. Putus asa
Sumber: Dewi Kartikawati (2014)
7. Faktor yang mempengaruhi nyeri
Menurut Wahyudi dan Wahid (2016), faktor yang mempengaruhi nyeri
dibagi menjadi sepuluh bagian yaitu:
a. Usia
Usia adalah variabel penting yang mempengaruhi suatu nyeri
terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang
ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi
bagaimana suatu anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-
anak kesulitan untuk memahami nyeri. Anak-anak yang belum
mempunyai kosa kata yang banyak, mempunyai kesulitan pada
mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri.
b. Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya
anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang
Page 7
13
perempuan dapat menangis dalam waktu yang sama, namun secara
umum, pria dan wanita tidak boleh dibedakan dalam berespon terhadap
nyeri.
c. Kebudayaan
Beberapa kebudayaan meyakini bahwa jika memperlihatkan nyeri
adalah sesuatu yang bersifat alamiah. Beberapa kebudayaan cenderung
untuk menutup perilaku nyeri. Sosialisasi juga dapat menentukan
perilaku psikologis, dengan demikian hal ini dapat mempengaruhi
pengeluaran fisiologis opial endogen sehingga terjadilah prespsi nyeri.
d. Makna nyeri
Individu akan memprsepsikan nyeri berbeda-beda jika nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan
tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara
seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
e. Perhatian
Tingkat perhatian pada pasien dapat mempengaruhi prespsi pasien.
Perhatian yang meningkat dihubungan dengan nyeri yang meningkat
sedangkan upaya pengalihan (distaksi) dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun.
f. Ansietas
Ansietas sering kali meningkatkan presepsi nyeri tertapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak
dapat perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksaan nyeri
yang serius.
g. Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan senasasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan presepsi
nyeri.
Page 8
14
h. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari penglaman nyeri sebelumnya namun
tidak selalu berarti bahwa setiap individu tersebut akan menerima nyeri
dengan lebih mudah di masa datang.
i. Gaya koping
Individu yang memiliki suatu lokus kendali internal dapat
mempresepsikan diri mereka sebagai suatu individu yang dapat
mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa
nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal
mempresepsikan faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti
perawat sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir
suatu peristiwa.
j. Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka
terhadap pasien mempengaruhi respons nyeri. Pasien dengan yeri
memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap
dirasakan namnun kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan.
8. Intensitas nyeri
Nyeri tidak dapat diukur secara objektif, sehingga intensitas nyeri
merupakan karakteristik yang sangat relatif, oleh karena itu, banyak tes,
skala, skor, atau tingkatan angka dibuat untuk membantu dalam mengukur
intensitas nyeri secara subjektif setepat mungkin (Asmadi, 2008).
9. Alat bantu menentukan skala nyeri
Untuk mempermudah pengukuran nyeri, dapat digunakan banyak cara,
tes, atau skala pengukur nyeri. Namun, perlu diingat bahwa semua tes
tersebut besifat subjektif. Menurut Haswita & Sulistyawati (2017),
pengukuran intensitas nyeri yaitu:
a. Skala nyeri menurut Hayward
Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala menurut
Hayward dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah
Page 9
15
satu bilangan dari 0-10 yang menurutnya paling menggambarkan
pengalaman nyeri yang sangat ia rasakan.
Gambar 2.1: Skala Nyeri Hayward
Sumber: Haswita & Sulistyawati (2017)
Keterangan gambar:
Angka 0: tidak nyeri.
Angka 1-3: nyeri ringan.
Angka 4-6: nyeri sedang.
Angka 7-9: nyeri berat terkontrol.
Angka 10: nyeri berat tidak terkontrol.
b. Skala nyeri menurut Mc. Gill
Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala menurut
Mc. Gill dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah satu
bilangan dari 0-5 yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman
nyeri yang sangat ia rasakan. Skala nyeri menurut Mc. Gilll dapat
dkituliskan sebagai berikut:
Angka 0: tidak nyeri.
Angka 1: nyeri ringan.
Angka 2: nyeri sedang.
Angka 3: nyeri berat atau parah.
Angka 4: nyeri sangat berat.
Angka 5: nyeri hebat.
c. Skala wajah atau wong-boker FACES rating scale
Pengukuran intensitas nyeri di wajah dilakukan dengan cara
memperhatikan mimik wajah pasien pada saat nyeri tersebut
menyerang. Cara ini diterapkan pada pasien yang tidak dapat
menyebutkan intensitas nyerinya dengan skala angka, misalnya anak-
anak dan lansia.
Page 10
16
Gambar 2.2: Pengukuran Skala Nyeri Skala Wajah
Sumber: Haswita & Sulistyawati (2017)
Keterangan gambar:
Angka 0: no hurt
Angka 1: hurts little bit
Angka 2: hurts little more
Angka 3: hurts even more
Angka 4: hurts whole lot
Angka 5: hurts worst
10. Penatalaksanaan Nyeri
Menurut Wahyudi dan Wahid (2016), penatalaksanaan pada pasien
nyeri dibagi menjadi dua yaitu:
a. Farmakologi
1) Analgesik narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti
morfin dan kodein. Narkotika dapat memberikan efek penurunan
nyeri dan kegembiraan karena obat ini dapat mengadakan ikatan
dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekanan nyeri endogen
pada susunan saraf pusat. Namun, penggunaan obat ini
menimbulkan efek menekan pusat pernafasan di medulla terhadap
perubahan dalam status pernapasan jika menggunakan analgesik
jenis ini.
2) Analgesik non narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan
ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek
Page 11
17
antiinflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan
penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostaglandin dari
jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi. Efek samping
yang paling umum terjadi adalah suatu gangguan pencernaan
seperti ulkus dan pendarahan.
b. Non farmakologi
1) Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri
ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau
pertandingan bola), distraksi bentuk audio adalah (mendengar
musik, distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi
intelektual (merangkai puzzle, main catur). Distraksi mencakup
memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri,
dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin
merupakan mekanisme yang bertanggung jawab pada teknik
kognitif efektif lainnya.
Disraksi diduga dapat menurunkan presepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih
sedikit stumuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan
distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
membangkitkan input sensori selain nyeri.
2) Relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri
dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri.
Banyak bukti menunjukkanbahwa relaksasi efektif dalam
meredakan nyeri.
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen
dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan
matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang
konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan
lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”) dan ekhalasi
Page 12
18
(“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan teknik
ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama
pasien pada awalnya. Nafas yang lambat, berirama juga dapat
digunakan sebagai teknik distraksi. Periode relaksasi yang teratur
dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegagan otot yang
terjadi dengan nyeri kronis dan meningkatkan nyeri.
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Menurut Wartonah dan Tarwoto (2011). tahap pengkajian dari proses
keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisasi, dan meliputi
tiga aktivitas dasar yaitu, mengumpulkan data secara sistematis, memilah
dan mengatur data yang dikumpulkan, dan mendokumentasikan data
dalam format yang dapat di baca kembali.
Menurut Mardalena (2016) pengkkajian nyeri yaitu: Prookes/palliate
(penyebab), Quality(kualitas nyeri), Radiates (penyebaran), Sevirty
(keparahan/skala), dan Time (waktu).
Menurut Wahyudi & Wahid (2016), data perawatan yang dikaji dan
harus didapatkan pada pasien mencakup:
a. Alasan masuk rumah sakit, yaitu keluhan utama pasien saat masuk
rumah sakit dan saat dikaji. Pasien mengeluh nyeri, dilanjutkan dengan
riwayat kesehatan sekarang, dan kesehatan sebelumnya.
b. Kebutuhan rasa nyaman (nyeri)
Menurut Wahyudi dan Wahid (2016), pemeriksaan fisik dilakukan
untuk mendapatkan perubahan klinis yang diakibatkan oleh nyeri yang
dirasakan oleh pasien. Data yang didapatkan mencerminkan respons
pasien terhadap nyeri yang meliputi respon fisiologis, respon perilaku,
dan respons psikologis.
1) Respon fisiologis
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang
berupaya untuk merahasiakan, tidak mengeluh atau mengakui
Page 13
19
ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital
pasien dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan
saraf otonom, saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah,
dan frekuensi pernafasan meningkat.
2) Respon perilaku
Pasien seringkali berprilaku meringis, mengerutkan dahi,
menggigit bibir, gelisah atau merasa tidak nyaman, mengalami
immobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan
melindungi bagian tubuh sampai dengan menghindari kontak sosial
dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.
3) Repons psikologis
Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien
terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Arti nyeri bagi
setiap individu berbeda-beda antara lain: marah-marah, bahaya atau
merusak, komplikasi seperti infeksi, penyakit yang berulang.
Penyakit baru, penyakit yang fatal, peningkatan ketidakmampuan,
dan kehilangan mobilitas.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Standa Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 2017.
Diagnosis keperawatan pada pasien pasca operasi kanker payudara yaitu:
a. Gangguan rasa nyaman nyeri (nyeri akut) berhubungan dengan insisi
pembedahan.
1) Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia)
b) Agen pencedera kimia (mis. terbakar, bahan kimia iritan).
Page 14
20
c) Suatu agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan
fisik berlebihan).
3) Gejala dan tanda mayor:
Subjektif:
a) Mengeluh nyeri
Objektif:
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
Gejala dan tanda minor:
Subjektif:
a) Tidak tersedia
Objektif:
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola napas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaforesis
4) Kondisi klinis terkait:
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrome koroner akut
e) Glaukoma
b. Risiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.
Page 15
21
1) Definisi: berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik.
2) Faktor risiko yaitu:
a) Penyakit kronis (mis. diabetes milletus)
b) Efek prosedur invasif
c) Malnutrisi
d) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
e) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
(1) Gangguan peristaltik
(2) Kerusakan integritas kulit
(3) Perubahan sekresi pH
(4) Penurunan kerja siliaris
(5) Ketuban pecah lama
(6) Ketuban pecah sebelum waktunya
(7) Merokok
(8) Statis cairan tubuh
f) Ketidakadekutan pertahanan tubuh sekunder:
(1) Penurunannya hemoglobin
(2) Imununosupresi
(3) Leukopenia
(4) Supresi respon inflamasi
(5) Vaksinasi tidak adekuat
3) Kondisi klinis terkait:
a) AIDS
b) Luka bakar
c) Penyakit paru obstruktif
d) Diabetes mellitus
e) Tindakan invasif
f) Kondisi penggunaan terapi steroid
g) Penyalahgunaan obat
h) Ketuban pecah sebelum waktunya
Page 16
22
i) Kanker
j) Gagal ginjal
k) Imunosupresi
l) Lymphedema
m) Leukositopenia
n) Gangguan fungsi hati
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan pembedahan
1) Definisi: perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi
fisik individu.
2) Penyebab:
a) Perubahan struktur/bentuk tubuh (mis. amputasi, trauma, luka
bakar, obesitas, jerawat).
b) Perubahan fungsi tubuh
c) Perubahan fungsi kognitif.
d) Ketidaksesuaian budaya, keyakinan atau sistem nilai.
e) Transisi perkembangan.
f) Efek tindakan/pengobatan (mis. pembedahan, kemoterapi, terapi
radiasi).
3) Gejal dan tanda mayor:
Subjektif:
a) Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
Objektif:
a) Kehilangan bagian tubuh
b) Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang
Gejala dan tanda minor:
Subjektif:
a) Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
b) Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
4) Kondisi klinis terkait:
a) Mastektomi, parut, luka bakar yang terlihat, dan obesitas.
b) Amputasi, jerawat, dan hipergimentasi pada kehamilan.
Page 17
23
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2: Rencana Keperawatan Menurut SIKI 2018
No.. Rencana Keperawatan
Diagnosis Intervensi Utama Intervensi Pendukung
1. Gangguan rasa nyaman nyeri
(nyeri akut) berhubungan dengan
insisi pembedahan.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperarawatan selama 3x24 jam
diharapkan masalah teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan).
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunankan manajemen
nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi,
Manajemen Nyeri:
Observasi:
1. Identifikasi lokasi nyeri, karakteristik
nyeri, durasi nyeri, frekuensi nyeri,
kualitas nyeri, dan intensitas nyeri.
2. Identifikasi skala nyeri.
3. Identifikasi respons nyeri non verbal.
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri.
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri.
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri.
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup.
8. Monitor keberhasilan suatu terapi yaitu
komplementer yang sudah diberikan.
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik.
Terapeutik:
1. Dukungan hipnosis diri
2. Dukungan pengungkapan kebutuhan
3. Edukasi efek samping obat
4. Edukasi menejemen nyeri
5. Edukasi proses penyakit
6. Edukasi teknik napas
7. Kompres dingin
8. Kompres panas
9. Konsultasi
10. Aromaterapi
11. Latihan pernapasan
12. Manajemen suatu efek samping obat
13. Manajemen kenyamanan lingkungan
14. Manajemen medikasi
15. Manajemen sedasi
16. Manajemen terapi radiasi
17. Pemantauan nyeri
18. Pemberian obat
19. Pemberian suatu obat intravena
20. Pemberian suatu obat oral
21. Pemberian suatu obat intravena
22. Pemberian suatu obat topikal
Page 18
24
dan tanda nyeri).
4. Menyatakn rasa nyaman
setelah nyeri berkurang.
10. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain).
11. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri pasien (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
12. Fasilitas istirahat dan tidur.
13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan suatu strategi meredakan
nyeri.
14. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri.
Edukasi:
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
16. Anjurkan memonitor rasa nyeri secara
mandiri.
17. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat.
18. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kaloborasi:
19. Kolaborasi pemberian obat analgetik, jika
diperlukan.
Pemberian analgesik:
23. Pengaturan posisi
24. Perawatan amputasi
25. Perawatan kenyamanan
26. Teknik distraksi
27. Teknik imajinasi terbimbing
28. Terapi akupresur
29. Terapi akupuntur
30. Terapi bantuan hewan
31. Terapi humor
32. Terapi murattal
33. Terapi musik
34. Terapi pemijatan
35. Terapi relaksasi
36. Terapi sentuhan
37. TENS
Page 19
25
Observasi:
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi).
2. Identifikasi riwayat alergi obat.
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
(mis. narkotika, non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri.
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik.
5. Monitor efektivitas analgesik.
Terapeutik:
6. Diskusikan jenis analgesik yang disukai
untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu.
7. Pertimbangkan penggunaan untuk infus
kontinu, atau bolus opioid, yaitu untuk
mempertahankan kadar dalam serum
8. Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respons pasien.
9. Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak diinginkan.
Edukasi:
10. Jeklaskan efek terapi dan efek samping
obat.
Kolaborasi:
11. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi.
Page 20
26
2. Risiko infeksi berhubungan
dengan insisi pembedahan.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperarawatan selama 3x24 jam
diharapkan masalah teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
2. Mendeskripsik.an proses
penularan penyaki, faktor
yang mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaannya.
3. Menunjukan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi.
4. Jumlah leukosit dalam batas
normal.
5. Menunjukan perilaku hidup
sehat.
Pencegahan Infeksi:
Observasi:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
dan sistemik.
Terapeutik:
2. Batasi jumlah pengunjung.
3. Berikan perawatan kulit pada area edema.
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkunganpasien.
5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
berisiko tinggi.
Edukasi:
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar.
8. Ajarkan etika batuk.
9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi.
10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
Kolaborasi:
12. Kolaborasi pemberian imunkisasi, jika
perlu.
1. Dukungan pemeliharaan rumah
2. Dukungan perawatan diri: mandi
3. Edukasi pencegahan luka tekan
4. Edukasi seksualitas
5. Induksi persalinan
6. Latihan batuk efektif
7. Manajemen jalan nafas
8. Manajemen imunisasi/vaksin
9. Manajemen lingkungan
10. Manajemen nutrisi
11. Manajemen medikasi
12. Pemantauan elektrolit
13. Pemantauan nutrisi
14. Pemantauan tanda vital
15. Pemberian obat
16. Pemberian obat intravena
17. Pemberian obat oral
18. Pencegahan luka tekan
19. Pengaturan posisi
20. Perawatan amputasi
21. Perawatan area insisi
22. Perawatan kehamilan risiko tinggi
23. Perawatan luka bakar
24. Perawatan luka tekan
25. Perawatan pasca persalinan
26. Perawatan perineum
27. Perawatan persalinan
28. Perawatan persalinan risiko tinggi
29. Perawatan selang
30. Perawatan selang dada
31. Perawatan selang gastrointestinal
Page 21
27
32. Perawatan selang umbilikal
33. Perawatan sirkumsisi
34. Perawatan skin graft
35. Perawatan terminasi kehamilan
3.
Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan efek
tindakan pembedahan
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperarawatan selama 3x24 jam
diharapkan masalah teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Body image positif.
2. Mampu mengidentifikasi
kekuatan personal.
3. Mendiskripsikan secara
faktual perubahan fungsi
tubuh.
4. Mempertahankan interaksi
sosial.
Promosi citra tubuh:
Observasi:
1. Identifikasi harapan citra tubuh pasien
berdasarkan tahap perkembangan.
2. Identifikasi terkait budaya, agama, jenis
kelamin, dan umur terkait citra tubuh.
3. Identifikasi perubahan citra tubuh yang
mengakibatkan isolasi sosial.
4. Monitor frekuensi pernyataan kritik
terhadap diri sendiri.
5. Monitor apakah pasien bisa melihat
bagian tubuh yang berubah.
Terapeutik:
6. Diskusikan perubahan tubuh dan
fungsinya.
7. Diskusikan perbedaan penampilan fisik
terhadap harga diri.
8. Diskusikan perubahan akibat pubertas,
kehamilan, dan panuan.
9. Diskusikan kondisi stres pasien yang
mempengaruhi citra tubuh (mis. luka,
penyakit, pembedahan).
10. Diskusikan cara mengembangkan suatu
harapan citra tubuh secara realistis.
19. Dukungan penampilan peran
20. Dukungan pengambilan keputusan
21. Dukungan pengungkapan kebutuhan
22. Dukungan pengungkapan perasaan
23. Dukungan tanggung jawab terhadap diri
sendiri
24. Edukasi perawatan diri
25. Edukasi teknik adaptasi
26. Kontrak perilaku positif
27. Manajemen gangguan makan
28. Manajemen stres
29. Modifikasi perilaku keterampilan sosial
30. Promosi harapan
31. Promosi kepercayaan diri
32. Restrukturisasi kognitif
33. Teknik distraksi
34. Teknik imajinasi terbimbing
35. Terapi diversional
36. Terapi kognitif perilaku
Page 22
28
11. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga
tentang perubahan citra tubuh.
Edukasi:
12. Jelaskan kepada keluarga pasien tentang
perawatan perubahan citra tubuh.
13. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri
terhadap citra tubuh.
14. Anjurkan menggunakan alat bantu (mis.
pakaian, wig, kosmetik).
15. Anjurkan untuk mengikuti sekelompok
pendukung (mis. kelompok sebaya).
16. Latih fungsi tubuh yang dimiliki.
17. Latih peningkatan penampilan diri (mis.
berdandan).
18. Latih pengungkapan kemampuan diri
kepada orang lainmaupun kelompok.
Promosi Koping:
Observasi:
1. Identifikasi kegiatan jangka pendek dan
panjang sesuai tujuan.
2. Identifikasi kemampuan yang dimiliki.
3. Identifikasi sumber daya yang tersedia
untuk memenuhi tujuan.
4. Identifikasi pemahaman proses penyakit.
5. Identifikasi dampak situasi terhadap
peran dan hubungan.
6. Identifikasi suatu metode penyelesaian
Page 23
29
masalah.
7. Identifikasi kebutuhan dan keinginan
terhadap dukungan sosial.
Terapeutik:
8. Diskusikan perubahan peran pasien yang
dialami.
9. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
10. Diskusikan alasan mengkritik diri sendiri.
11. Diskusikan untuk mengklarifikasi suatu
kesalahpahaman dan mengevaluasi
perilaku sendiri.
12. Diskusikan konsekuensi apabila tidak
menggunakan rasa bersalah dan rasa malu
13. Diskusikan risiko yang menimbulkan
bahaya pada diri sendiri.
14. Fasilitasi dalam memperoleh informasi
yang dibutuhkan.
15. Berikan pilihan realistis mengenai aspek-
aspek tertentu dalam perawatan.
16. Motivasi untuk menentukan harapan yang
realistis
17. Tinjau kembali kemampuan dalam
pengambilan keputusan.
18. Hindari mengambil keputusan saat pasien
berada dibawah tekanan.
19. Motivasi terlibat dalam kegiatan sosial.
20. Motivasi untuk mengidentifikasi sistem
pendukung yang tersedia.
21. Dampingi saat berduka (mis. penyakit
Page 24
30
kronis, kecacatan).
22. Perkenalkan dengan orang atau kelompok
yang berhasil mengalami pengalaman
yang sama.
23. Dukung untuk penggunaan mekanisme
pertahanan yang tepat.
24. Kurangi rangsangan lingkungan yang
mengancam
Edukasi:
25. Anjurkan untuk menjalin hubungan yang
memiliki kepentingan dan tujuan sama.
26. Anjurkan penggunaan sumber spritual,
jika perlu.
27. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi.
28. Anjurkan keluarga terlibat.
29. Anjurkan membuat tujuan yang lebih
spesifik.
30. Ajarkan untuk memecahkan masalah
secara konstruktif.
31. Latih penggunaan teknik relaksasi.
32. Latih keterampilan sosial, sesuai yang
dibutuhkan.
33. Latih mengembangkan suatu penilaian
objektif.
Sumber: Standa Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 2018
Page 25
31
4. Implementasi Keperawatan
Menurut Setiadi (2012), Implementasi merupakan pelaksanaan
perencanaan keperawatan oleh perawat. Implementasi adalah pengelolaan
dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Fokus dari intervensi keperawatan antara lain:
a. Mempertahankan daya tahan tubuh
b. Mecegah komplikasi
c. Menemukan perubahan sistem tubuh
d. Mempererat hubungan klien dengan lingkungan
e. Implementasi dokter
Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), implementasi merupakan
tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan
keperawatan mncakup tindakan mandiri (independen) dan tidak
kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang
didasarkan pada kesimpulan atau keptusan sendiri dan bukan merupakan
petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi
adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter
dan petugas kesehatan lainnya.
Agar lebih jelas dan akurat dalam melakukan implementasi, diperlukan
perencanaan keperawatan yang spesifik dan operasional. Bentuk
implementasi keperawatan adalah sebagai berikut:
1) Bentuk perawatan, pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru
atau mempertahankan masalah yang ada.
2) Pengajaran/pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu
menambah pengetahuan tentang kesehatan.
3) Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien.
4) Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya
sebagai bentuk perawatan holkistik.
5) Bentuk penatalaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk
memecahkan maslaah kesehatan.
6) Membantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri.
Page 26
32
4. Evaluasi
Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), evaluasi perkembangan
kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya adalah untuk
mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut.
a. Daftar tujuan-tujuan pasien
b. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
c. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien
d. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau kidak. Jika
tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari
jalan keluarnya, kemudkian catat apa yang ditemukan, serta apakah
perlu dilakukan perubahan intervensi.
Menurut NANDA NIC-NOC (2013), hasil yang diharapkan terhadap
diagnosa dengan masalah gangguan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman
nyeri adalah:
1) Nyeri tidak berkepanjangan.
2) Nyeri dapat berkurang.
3) Pasien terlihat rileks dan tenang.
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Definisi kanker payudara
Kanker payudara atau carsinoma mammae merupakan gangguan dalam
pertumbuhan sel normal mammae, dimana sel abnormal timbul dari sel-sel
normal, berkembang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh
darah (Nurarif & Kusuma, 2015), sedangkan menurut Anies (2018),
kanker payudara adalah kanker yang menyerang organ payudara. Payudara
terbentuk dari lemak, jaringan ikat, dan ribuan lobulus (kelenjar kecil
penghasil akir susu). Pada waktu seorang wanita melahirkan, Air Susu Ibu
(ASI) dan dikirim ke putting melalui saluran kecil saat menyusui. Sel-sel
dalam tubuh kita biasanya tumbuh dan berkembang baik secara teratur.
Page 27
33
Sel-sel baru hanya terbentuk saat dibutuhkan. Akan tetapi, proses dalam
tubuh pengidap kanker akan berbeda. Proses tersebut akan berjalan secara
tidak wajar sehingga pertumbuhan dan perkembangbiakan sel-sel menjadi
tidak terkendali. Sel-sel abnormal tersebut juga bisa menyebar ke bagian-
bagian tubuh lain melalui aliran darah.
2. Etiologi kanker payudara
Menurut Savitri (2015), penyebab kanker payudara memang belum
diketahui dengan pasti, akan tetapi banyak penelitian yang menunjukkan
adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan risiko atau
kemungkinan untuk terjadinya kanker payudara. Faktor-faktor tersebut
disebut sebagai faktor risiko. Perlu diingat, apabila seseorang perempuan
mempunyai risiko, bukan berarti perempuan tersebut pasti akan menderita
kanker payudara, tetapi faktor tersebut akan meningkatkan kemungkinan
untuk terkena kanker payudara. Beberapa faktor risiko seperti usia dan ras,
tidak bisa diganggu gugat. Namun, beberapa faktor risiko dapat
dimodifikasi, khususnya yang berkaitan dengan lingkungan dan perilaku.
Seperti kebiasaan merokok, minum alkohol dan pengaturan pola makan.
Berikut ini beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kanker
payudara yaitu:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Gender
Lahir sebagai wanita merupakan faktor risiko utama kanker
payudara. Benar bahwa pria juga bisa menderita kanker payudara,
tetapi penyakit ini sekitar 100 kali lebih umum dialami wanita
daripada pria. Mungkin penyebabnya karena pria memiliki lebih
sedikit hormon estrogen dan progestron yang menjadi pemicu
tumbuhnya sel kanker.
2) Pertambahan usia
Risiko seorang wanita menderita penyakit kanker payudara
meningkat seiring dengan pertambahan usia. Semakin tua usia
seseorang wanita, semakin tinggi risiko ia menderita kanker
Page 28
34
payudara. Lebih dari 80% kanker payudara terjadi pada wanita
berusia 50 tahun keatas dan telah mengalami menopause. Hanya
sekitar 1-8 kasus kanker payudara invasif (menyebar) ditemukan
pada wanita berusia dibawah 45 tahun.
3) Genetik
Wanita yang memiliki one degree relatives (keturunan diatasnya)
yang menderita/ pernah menderita kanker payudara atau kanker
indung telur memiliki risiko kanker payudara yang lebih tinggi.
Namun kanker payudara bukan merupakan penyakit keturunan
seperti diabetes militus atau hemophilia atau alergi. Walaupun
demikian gen yang dibawa wanita penderita kanker payudara
mungkin saja dapat diturunkan. Sekitar 5-10% kasus kanker
payudara diturunkan.
4) Riwayat kanker payudara dari keluarga
Risiko kanker payudara lebih tinggi pada wanita yang memiliki
kerabat dekat sedarah yang juga menderita penyakit ini. Memiliki
hubungan darah satu tingkat pertama (ibu, saudara wanita, dan anak
wanita) yang menderita kanker payudara meningkatkan resiko
sekitar 2 kali lipat. Memiliki hubungan darah dua tingkat pertama
(nenek atau bibi) meningkatnya risiko kanker sekitar 3x lipat.
Walaupun belum dapat dipastikan dengan tepat wanita dengan
riwayat kanker payudara dari garis keturunan ayah atau memiliki
saudara pria yang menderita kanker payudara juga memiliki risiko
kanker payudara.
5) Riwayat pribadi kanker payudara
Wanita yang pernah menderita kanker payudara cenderung
mengalami penyakit ini lagi suatu saat. Seorang wanita dengan
kanker pada satu payudara memiliki 3-4 kali lipat peningkatan risiko
mengembangkan kanker baru pada payudara sebelahnya atau di
bagian lain dari payudara yang sama.
Page 29
35
6) Riwayat tumor
Wanita yang menderita tumor jinak (benign) mungkin memilik
risiko kanker payudara. Beberapa jenis tumor jinak seperti atypical
ductal hyperplasia atau lobular carcinoma in situ cenderung
berkembang sebagai kanker payudara suatu saat nanti.
7) Ras dan etnis
Secara umum, wanita ras kulit putih (kaukasia) memmiliki risiko
sedikit lebih tinggi menderita kanker payudara dibandingkan wanita
dari ras Afrika, Asia dan Hispanik (Amerika Latin). Namun wanita
dari ras Afrika, Asia, dan Hispanik yang menderita kanker ini
memiliki risiko kematian yang tinggi.
8) Jaringan payudara yang padat
Seseorang dikatakan mempunyai jaringan payudara yang padat
ketika ia memiliki lebih banyak jaringan kelenjar dan fibrosa
daripada jaringan lemak. Wanita dengan jaringan payudara padat
memiliki risiko kanker payudara dua kali dari wanita dengan
kepadatan jaringan payudara rata-rata. Kepadatan jaringan payudara
hanya dapat terlihat pada pemeriksaan penunjang mammogram.
Sejumlah faktor dapat mempengaruhi kepadatan jaringan payudara,
seperti usia, menopause, obat-obat tertentu, terapi hormon,
kehamilan, dan genetik.
9) Paparan hormon estrogen
Produksi hormone estrogen dimulai ketika seorang wanita
mengalami menstruasi pertama kali. Produksi ini turun secara drastis
ketika wanita memasuki menopause. Wanita yang mulai mengalami
menstruasi dini (menarche) diusia yang sangat muda atau memasuki
masa menopause lebih lambat dari pada umumnya memiliki risiko
lebih tinggi menderita kanker payudara. Ini disebabkan karena tubuh
lebih lama terpapar hormone estrogen.
Page 30
36
10) Paparan radiasi
Bekerja dengan peralatan sinar X dan sinar Gamma bisa jadi
meningkatkan risiko seorang wanita menderita kanker payudara,
meskipun sangat kecil kemungkinannya. Selain itu wanita, wanita
yang pernah terpapar radiasi dibagian dada (sebagai salah satu terapi
kanker yang dideritanya saat anak-anak/remaja) juga berisiko
menderita kanker payudara. Kondisi ini bervariasi sesuai dengan usia
pasien ketika mendapatkan radiasi. Risiko tinggi kanker payudara
terjadi jika radiasi diberikan selama masa remaja, ketika payudara
masih berkembang.
b. Faktor risiko yang berkaitan dengan pilihan dan gaya hidup
1) Tidak punya anak dan tidak menyusui
Wanita yang tidak pernah mempunyai anak dan tidak pernah
menyusui memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker payudara.
Pasalnya masa menyusui secara aktif menjadi periode bebas kanker
dan memperlancar sirkulasi hormonal. Pada masa menyusui, peran
hormon estrogen menurun dan di dominasi oleh hormon prolaktin.
2) Tidak menikah atau tidak berhubungan seks
Wanita yang tidak menikah (tidak berhubungan seks) atau wanita
menikah yang jarang berhubungan seksual juga beresiko tinggi
terkena kanker payudara. Apalagi jika secara genetis memiliki
keluarga sedarah yang pernah menderita kanker. Dengan kata lain,
semakin sering wanita melakukan hubungan seksual, semakin baik
sirkulasi hormonnya dan semakin rendah juga risiko terhadap
penyakit kanker.
3) Kehamilan anak pertama setelah berumur 30 tahun
Wanita yang memiliki anak pertama diusia 30 tahun keatas
memiliki risiko tinggi menderita kanker payudara. Risiko ini
meningkat sebnayak 3% setiap kali ia bertambah usia, semakin tua
usia wanitaa saat hamil dan melahirkan maka semakin tinggi risiko
menderita kanker payudara.
Page 31
37
4) Kontrasepsi hormonal
Penelitian menemukan bahwa wanita yang menggunakan
kontasepsi oral (pil KB) memiliki risiko sedikit lebih besar terkena
kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah
menggunakannya. Selain pil KB, kontrasepsi hormonal lainnya
seperti KB suntik yang diberikan setiap 3 bulan juga diketahui
memberikan efek terhadap risiko kanker payudara. Wanita yang
menggunakan KB suntik cenderung memiliki peningkatan risiko
kanker payudara tetapi risikonya menurun jika ia berhenti
menggunakan KB suntik lebih dari 5 tahun.
5) Obesitas
Wanita yang mengalami obesitas setelah memasuki masa
menopause memiliki risiko lebih tinggi menderita kanker payudara.
Wanita menopause yang mengalami obesitas memiliki tingkat
estrogen yang jauh lebih tinggi daripada seharusnya, dimana hal itu
dianggap menjadi peningkatan risiko kanker payudara.
6) Konsumsi alkohol
Studi menunjukkan bahwa risiko pada kanker payudara
meningkat berkaitan dengan asupan alkohol jangka panjang. Hal ini
mungkin disebabkan karena alkohol mempengaruhi aktifitas
ekstrogen. Hubungan antara peningkatan risiko kanker payudara
dengan intake alkohol lebih kuat didapatkan pada wanita pasca
menopouse. Penggunaan minuman alkohol dapat menyebabkan
hiperinsulinemia yang akan merangsang faktor pertumbuhan pada
jaringan payudara (insulin-like growth factor).
Menurut Dewi (2009), faktor lain yang diduga sebagai penyebab
kanker payudara adalah; tidak menikah, menikah tetapi tidak punya
anak, melahirkan anak pertama sesudah usia 35 tahun, dan tidak
pernah menyusui anak.
Page 32
38
3. Patofisiologi kanker payudara
Gambar 2.3: Pathway Kanker Payudara
Sumber: NANDA NIC-NOC (2015)
faktor predisposisi dan
resiko tinggi hiperplasi
pada sel mammae
Mendesak sel syaraf Interupsi sel syaraf
Nyeri
Mendesak jaringan sekitar Mensuplai nutrisi ke
jaringan Ca Mendesak pembuluh
darah
Menekan jaringan pada
mammae
Peningkatan konsistensi
mammae
Hipermetabolisme ke
jaringan
pe↓ hipermetabolisme
jaringan lain → BB turun
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Aliran darah terhambat
hipoksia
Necrosis jaringan
Bakteri patogen
Risiko infeksi Mammae membengkak
Massa tumor mendesak
kejaringan luar
Ukuran mammae
abnormal
Defisiensi pengetahuan
ansietas
Mammae asimetrik
Gangguan citra tubuh
Perfusi jaringan
terganggu
Infiltrasi pleura perietale
ulkus
Kerusakan integritas
kulkit/jaringan
Ekspansi paru menurun
Ketidakefektifan pola nafas
Page 33
39
Berdasarkan clinical pathway diatas disimpulkan bahwa mekanisme
terjadinya ca mammae dimulai dari faktor predisposisi dan risiko tinggi
hiperplasi pada sel mammae, dimana akan terjadi:
1. Mendesak sel saraf sehingga membuat atau terjadinya interupsi sel saraf
dan menimbulkan diagnosis nyeri.
2. Mendesak jaringan sekitar, mengakibatkan menekannya suatu jaringan
pada mammae dan hal itu membuat peningkatan konsistensi mammae,
maka akan terjadi dua kemungkinan yaitu:
a. Mammae akan membengkak sehingga membuat massa tumor
mendesak ke jaringan luar. Hal tersebut mengakibatkan perfusi
jaringan terganggu dan menyebabkan terjadinya ulkus, sehingga
menimbulkan diagnosis kerusakan integritas kulit. Selain itu, akan
membuat infiltrasi pleura periatale yang mengakibatkan ekspansi
paru menurun dan akan timbul diagnosis ketidakefektivan pola
napas.
b. Ukuran mammae menjadi abnormal yang mengakibatkan mammae
asimetrik dan membuat seseorang terjadinya gangguan pada citra
tubuhnya. Selain itu, ukuran mammae yang abnormal akan
menimbulkan defisiensi pengetahuan ansietas.
3. Mensuplai nutrisi kejaringan Ca membuat hipermetabolisme ke
jaringan dan juga terjadinya penurunan hipermetabolisme ke jaringan
lain yaitu berat badan yang menurun, sehingga timbul diagnosis
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
4. Mendesak pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah terhambat
maka akan terjadi hipoksia yang menyebabkan nekrosis jaringan yang
akan menimbulkan bakteri patogen sehingga menimbulkan diagnosis
risiko infeksi.
Page 34
40
4. Tanda dan gejala keganasan
Tanda carsinoma kanker payudara kini mempunyai ciri fisik yang
khas, mirip pada tumor jinak, massa lunak, batas tegas, mobile, bentuk
bulat dan elips. Gejala carsinoma kadang tidak nyeri, kadang nyeri, adanya
keluaran dari putting susu, putting eritema, mengeras, asimetik, inversi,
gejala lain nyeri tulang, berat badan turun dapat sebagai petunjuk adanya
metatase (Nurarif & Kusuma, 2015).
Menurut Savitri (2015), tanda-tanda awal kanker payudara tidak sama
pada setiap wanita. Tanda yang paling umum terjadi adalah perubahan
bentuk payudara dan putting, perubahan yang terasa saat perabaan dan
keluarnya cairan dari putting. Beberapa gejala kanker payudara yang dapat
terasa dan terlihat cukup jelas, antara lain.
a. Munculnya benjolan pada payudara
Banyak wanita mungkin merasakan munculnya benjjolan pada
payudara. Dalam banyak kasus, benjolan jangan terlalu dikhawatirkan.
Jika benjolan terasa lunak serta terasa di seluruh payudara dan juga
payudara di sebelahnya, mungkin hal tersebut hanya jaringan payudara
normal. Benjolan di payudara atau ketiak yang muncul setelah siklus
menstruasi seringkali menjadi gejala awal terjadinya kanker payudara
yang paling jelas. Benjolan yang berhubungan dengan kanker payudara
awalnya biasanya tidak menimbulkan rasa sakit atau nyeri, meskipun
kadang-kadang dapat menyebabkan sensasi tajam pada beberapa
penderita.
Jika benjolan terasa keras atau tidak terasa di payudara sebelahnya,
kemungkinan hal tersebut adalah tanda dari kanker payudara atau tumor
jinak (benign breast condition, misalnya kista atau fibroadenoma).
Segera temui dokter apabila:
1) Menemukan benjolan (atau perubahan) yang terasa berbeda-beda
dengan bagian di sekitarnya.
2) Menemukan benjolan (atau perubahan) yang terasa berbeda dengan
payudara sebelahnya, dan
Page 35
41
3) Merasakan sesuatu pada payudara yang berbeda dari yang biasanya.
b. Munculnya benjolan di ketiak (aksila)
Kadang-kadang benjolan kecil dan keras muncul di ketiak dan bias
menjadi tanda bahwa kanker payudara telah menyebar hingga kelenjar
getah bening. Benjolan ini terasa lunak, tetapi seringkali terasa
menyakitkan.
c. Perubahan bentuk dan ukuran payudara
Bentuk dan ukuran salah satu payudara mungkin terlihat akan
berubah. Bisa lebih kecil atau mungkin lebih besar dari pada payudara
sebelahnya. Bisa juga terlihat turun.
d. Keluarnya cairan dari putting (Nipple Discharge)
Jika putting susu ditekan, secara umum tubuh bereaksi dengan
mengeluarkan cairan. Namun, apabila suatu cairan keluar tanpa
menekan putting susu, terjadi hanya pada salah satu payudara, disertai
darah atau nanah berwarna kuning sampai kehijauan, mungkin itu
merupakan tanda kanker payudara.
e. Perubahan pada putting susu
Putting susu terasa seperti terbakar, gatal, dan muncul luka yang
sulit/lama sembuh. Selain itu, putting terlihat tertarik masuk ke dalam
(retraksi), berubah bentuk atau posisi, memerah atau berkerak. Kerak,
bisul atau sisik pada putting susu mungkin merupakan tanda dari
beberapa jenis kanker payudara yang jarang terjadi.
f. Kulit payudara berkerut
Muncul kerutan-kerutan seperti jeruk pada kulit payudara. Selain itu
kulit payudara terlihat memerah dan terasa panas.
g. Tanda-tanda kanker telah menyebar
Pada stadium lanjut bisa timbul tanda-tanda dan gejala yang
menunjukkan bahwa kanker telah tumbuh membesar atau menyebar ke
bagian lain dari tubuh lainnya. Tanda-tanda yang muncul seperti nyeri
tulang, pembengkan lengan atau luka pada kulit, penumpukan cairan di
sekitar paru-paru (efusi pleura), mual, kehilangan nafsu makan,
Page 36
42
penurunan berat badan, penyakit kuning, sesak nafas, atau penglihatan
ganda.
5. Stadium kanker payudara
Klasifikasi Tumor Node Metastatis (TNM) pada pasien kanker
payudara dan harapan hidup.
Tabel 2.3: klasifikasi TNM
Tumor Primer (T)
T0 Tidak ada bukti tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor ≤ 2 cm
T2 Tumor > 2 cm tetapi < 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 Perluasan kedinding dada, inflamasi
Kelenjar Getah Bening Region (N)
N0 Tidak ada tumor dalam kelenjar getah bening regional
N1 Metastatis kekelenjar ipsilateral yang dapat berpindah-pindah
N2 Metastatis kelenjar ipsilateral yang menetap
N3 Metastatis kelenjar mamaria interna ipsilateral
Metastatis Jauh (M)
M0 Tidak ada metastatis jauh
M1 Metastatis jauh (termasuk menyebar kekelenjar
supraklavikular ipsilateral
Sumber: NANDA NIC-N0C (2015)
Page 37
43
Tabel 2.4: Pengelompokan Stadium
Pengelompokan Stadium Bertahan hidup 5 tahun
(% pasien)
Stadium 0 Tis
N0 M0 99%
Stadium I T1
N0 M0 92%
Stadium II A T0
N1 M0 82%
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium II B T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium III A T0 N2 M0 47%
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1, N2 M0
Stadium III B T4 N apa saja M0 44%
T apa saja N3 M0
Stadium IV T apa saja N apa saja M1 14%
Sumber: NANDA NIC-NOC (2015)
6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Savitri (2015), pemeriksaan penunjang pada pasien kanker
payudara yaitu:
a. Mammogram
Mammogram adalah pemeriksaan payudara menggunakan sinar X
yang dapat memperlihatkan kelainan pada payudara dalam bentuk dan
ukuran terkecil yaitu mikrokalsifikasi, dengan menggunkan suatu
Page 38
44
mammografi, kanker payudara dapat dideteksi dengan akurasi sampai
90%.
Wanita usia 40 tahun atau lebih sebaiknya menjalanin pemeriksaan
mammografi sekali setahun selama mereka dalam kondisi sehat. Tumor
atau sel kanker di payudara bisa dideteksi melalui mammogram (X-ray
di payudara). The American Cancer Society merekomendasikan, agar
mammogram dilakukan setiap tahun dimulai saat seorang wanita
memasuki usia 40 tahun. Sedangkan menurut The US Preventive
Services Task Force merekomendasikan mammogram dilakukan setiap
dua tahun sejak usia Anda 50-74 tahun.
b. PET Scan
Ini adalah pemeriksaan terbaru yang dapat menggambarkan anatomi
dan metabolisme sel kanker. Zat kontras disuntkikan lewat vena dan
akan diserap oleh sel kanker. Derajat penyerapan zat kontras oleh sel
kanker dapat menggambarkan derajat histologi dan potensi agresivitas
tumor. PET Scan tidak direkomendasikan untuk skrining rutin kanker
payudara.
c. Biopsi
Satu-satunya cara pasti untuk menentukan apakah benjolan di
payudara itu kanker atau tidak adalah dengan melakukan biopsi.
Dengan cara mengambil sample jaringan untuk pemeriksaan lebih lanjut
di dalam laboratorium. Pemeriksaan ini meliputi proses pengambilan
sample sel-sel payudara dan mengujinya untuk mengetahui apakah sel-
sel tersebut bersifat kanker. Melalui prosedur ini, sampel biopsi juga
akan diteliti untuk mengetahui jenis sel payudara yang terkena kanker,
keganasannya serta reaksinya terhadap hormon.
Biopsi adalah pengambilan sampel jaringan yang akan diperiksa
oleh dokter ahli Patologi Anatomi. Jaringan akan dilihat di baah
mikroskop sehingga dapat ditentukan ada tidaknya sel kanker. Terdapat
beberapa cara biopsi, yakni:
1) Biopsi jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy)
Page 39
45
Biopsi ini menggunakan jarum sebesar jarum suntik biasa dan
tidak memerlukan persiapan khusus. Jaringam diambil
menggunakan jarum halus di area tumor. Bila tumor tidak mudah
diraba, maka biopsi jarum halus dapat dilakukan dengan tuntunan
USG atau mammografi.
2) Core Biopsy
Core biopsy sangat mirip dengan biopsi jarum halus tetapi
menggunakan jarum yang lebih besar. Dengan bius lokal, dibuat
irisan kecil di kulit payudara dan sedikit jaringan payudara diambil.
Pemeriksaan kini dapat menimbulkan nyeri minimal. Pemeriksaan
core biopsy adalah jaringan payudara sehingga lebih mudah
diidentifikasi adanya kanker. Beberapa jenis benjolan lebih cocok
untuk didiagnosis dengan core biopsy karena bentuknya.
3) Biopsi Bedah
Apabila seluruh pemeriksaan tidak menghasilkan diagnosis pasti
kanker, maka wanita akan dirujuk kedokter bedah untuk menjalani
biopsi bedah. Sebaliknya bila hasil pemeriksaan sebelumnya
menunjukan tanda pasti kanker, biasanya tidak perlu dilakukan
biopsi bedah. Dokter bedah akan menjelaskan pilihan terapi kepada
pasien.
Untuk tumor yang berukuran kecil, biopsi bedah dapat sekaligus
mengangkat tumor seluruhnya. Dengan begitu, ahli patologi dapat
memeriksa dan lebih mudah menentukan ada tidaknya kanker. Bekas
luka biopsi akan dijahit. Hasil biopsi akan diketahui 5-7 hari setelah
operasi.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan menggunakan cara MRI (Magnetic Resonance
Imaging) direkomendasikan bersamaan dengan dilakukannya
mammogram tahunan. MRI bisa juga digunakan pada wanita yang telah
didiagnosis menderita kanker payudara untuk lebih dalam menentukan
Page 40
46
ukuran sebenarnya dari kanker tersebut dan mencari beberapa kanker
yang lain pada payudara tersebut.
e. Ultrasonografi (USG) payudara
Ultrasonografi (USG) payudara yang digunakan juga dikenal
dengan sonografi atau Ultrasonografi, sering digunakan untuk
mengevaluasi ketidaknormalan payudara yang ditemukan pada hasil
mammogram atau uji klinis payudara. USG sangat bagus untuk
mencitrakan kista payudara atau kantung bulat berisi cairan di dalam
payudara.
7. Penatalaksaan kanker payudara
Menurut Savitri (2015), pada umumnya, kanker payudara primer dapat
disembuhkan secara total jika didiagnosis dan diobati sejak dini. Jenis
penanganan kanker payudara yang pertama biasanya adalah operasi. Jenis
operasinya bergantung jenis kanker payudara yang diderita. Proses operasi
biasanya ditindaklanjuti dengan kemotrapi, radioterapi, atau perawatan
biologis untuk beberapa kasus tertentu. Kemoterapi atau terapi hormone
juga terkadang dapat menjadi langkah pengobatan pertama.
Jika terdeteksi pada stadium lanjut setelah menyebar ke bagian lain
tubuh, kanker payudara tidak bisa disembuhkan. Jenis pengobatan yang
akan dianjurkan pun berbeda dan bertujuan untuk meringankan beban bagi
penderitanya.
a. Operasi kanker payudara
Operasi untuk kanker payudara terbagi dua, yaitu operasi yang
hanya mengangkat tumor dan operasi yang mengangkat payudara
secara menyeluruh (mastektomi). Operasi plastik rekonstruksi biasanya
dapat dilakukan langsung setelah mastektomi.
Untuk menangani kanker payudara stadium awal, penelitian
menunjukkan bahwa kombinasi operasi pengangkatan tumor dan
radioterapi memiliki tingkat kesuksesan yang sama dengan mastektomi
total.
1) Operasi untuk menyelamatkan payudara
Page 41
47
Ini adalah suatu cara operasi pengangkatan tumor di mana
payudara secara keseluruhan tidak diangkat melainkan hanya
dibiarkan seutuh mungkin. Operasi ini meliputi pengangkatan tumor
beserta sedikit jaringan di sekitarnya sampai mastektomi parsial atau
pengangkatan seperempat bagian payudara (quadrantectomy).
Terdapat beberapa pertimbangan yang akan menentukan jumlah
jaringan payudara yang akan diangkat:
a) Kualitas jarungan pada daerah sekitar tumor yang perlu diangkat.
b) Jenis, ukuran, serta lokasi tumor.
c) Ukuran payudara.
Seluruh jaringan sehat di sekitar tumor juga akan diangkat untuk
memeriksa keberadaan sel-sel kanker. Kemungkinan kanker akan
kembali tumbuh sangat kecil jika tidak terdapat sel-sel kanker dalam
jaringan sehat itu, tetapi jika suatu sel-sel kanker ditemukan, lebih
banyak jaringan perlu diangkat. Lalu radioterapi biasanya
ditawarkan untuk menghancurkan sisa-sisa sel kanker.
2) Mastektomi (pengakatan payudara)
Proses operasi ini adalah pengangkatan seluruh jaringan
payudara, termasuk juga putting. Penderita dapat menjalani
mastektomi bersamaan dengan biopsi noda limfa sentinel jika tidak
ada indikasi penyebaran kanker pada kelenjar getah bening.
Sebaliknya, penderita dianjurkan untuk menjalani proses
pengangkatan kelenjar getah bening di ketiak jika kanker sudah
menyebar ke bagian itu.
3) Operasi plastik rekonstruksi
Ini adalah suatu proses untuk membuat payudara baru yang
dibuat semirip mungkin dengan payudara satunya. Operasi
pembuatan suatu payudara baru ini bisa dilakukan dengan
menggunakan implant payudara atau jaringan dari bagian tubuh lain.
Ada dua jenis operasi plastik rekonstruksi, yaitu:
Page 42
48
a) Operasi rekonstruksi langsung yang bisa dilakukan secara
bersama mastektomi.
b) Operasi rekonstruksi berkala yang dilakukan beberapa waktu
setelah mastektomi.
b. Kemoterapi
Kemoterapi pada umumnya ada dua jenis, yaitu kemoterapi yang
biasanya diterapkan setelah melakukan operasi untuk menghancurkan
sel-sel kanker dan kemoterapi sebelum operasi yang digunakan untuk
mengecilkan tumor. Kemoterapi biasnya menggunakan obat-obatan
antikanker. Beberapa jenis obat bias diaplikasikan secara bersamaan.
Jenis kanker dan tingkat penyebarannya akan menentukan jenis obat
yang dipilih serta kombinasinya.
c. Terapi hormon untuk mengatasi kanker payudara
Khusus untuk kanker payudara yang pertumbuhannya dipicu
hormon esterogen dan progesterone alami (kanker reseptor-hormon),
tetapi hormon digunakan untuk menurunkan tingkat atau menghambat
efek hormon tersebut. Langkah ini juga kadang dilakukan sebelum
operasi untuk mengecilkan tumor agar mudah diangkat, terpi ini
umumnya diterapkan setelah operasi dan kemoterapi.
d. Terapi biologis dengan trastuzumab
Pertumbuhan sebagian jenis kanker payudara yang dipicu oleh
protein HERN2 (Human Epidermal Growth Factor Receptor 2) disebut
positif HER2. Selain menghentikan efek HER2, terapi biologis juga
membantu sistem imun untuk melawan sel-sel kanker. Jika tingkat
protein HER2 anda tinggi dan mampu menjalani terapi biologis,
trastuzumab mungkin akan dianjurkan setelah kemoterapi.
e. langkah Ablasi atau Supresi Ovarium
Ablasi atau supresi ovarium akan menghentikan kinerja ovarium
untuk memproduksi estrogen. Ablasi sendiri bisa dilakukan dengan
operasi atau radioterapi. Ablasi ovarium akan menghentikan kinerja
ovarium secara permanen dan memicu terjadinya menopause dini.
Page 43
49
Supresi ovarium menggunakan Agonis Iuteinising Hormone Releasing
Hormone (ALHRH) yang bernama goserelin. Pemakaian goserelin
dapat menghentikan proses menstruasi pasien untuk sementara.
Menstruasi akan kembali normal setelah proses pemakaian selesai,
untuk penderita berusia mendekati usia menopause atau sekitar 45
tahun, menstruasi mereka mungkin akan berhenti secara permanen
meski pemakaian goserelin sudah selesai. Suntikan goserelin diberikan
sebulan sekali. Efek samping obat ini mempunyai masa menopuase
seperti perasaan yang emosional, kesulitan tidur, dan sensasi panas
yang disertai dengan jantung yang berdebar-debar.
f. Radioterapi
Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2012), radioterapi yaitu
pengobatan radioterapi adalah pengobatan lokal atau lokoregional yang
sifatnya bisa kuratif atau paliatif. Radioterapi dapat merupakan terapi
utama, misalnya pada operasi BCT dan kanker payudara stadium lanjut
III. Sebagai terapi tambahan atau adjuvan biasanya diberikan bersama
dengan terapi bedah dan kemoterapi pada kanker stadium I, stadium II,
dan stadium III A. Pengobatan kemoterapi umumnya diberikan dalam
regimen poliferasi lebih baik dibandingkan pemberian dalam
pengobatan monofaramasi atau monoterapi.
Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2012) , asuhan keperawatan
sesudah operasi kanker payudara. Mastektomi adalah suatu tindakan
pengangkatan tumor beserta payudara dan kelenjar axilla.
1) Fase pasca anesthesi
Setelah dilakukan mastektomi, penderita dipindah keruang
pemulihan disertai dengan oleh ahli anesthesidan staf profesional
lainnya.
2) Mempertahankan ventilasi pulmoner
Menghindar terjadinya obstruksi pada periode anestesi pada saluran
pernafasan, diakibatkan penyumbatan oleh lidah yang jatuh,
kebelakang dan tumpukan sekret, lendir yang terkumpul dalam
Page 44
50
faring trakea atau bronkhial ini dapat dicegah dengan posisi yang
tepat dengan posisi yang tepat dengan posisi miring/setengah
telungkap dengan kepala ditengadahkan bila klien tidak bisa bentuk
dan mengeluarkan dahak atau lendir, harus dilakukan penghisapan
dengan suction.
3) Mempertahankan sirkulasi
Pada saat klien sadar, baik, dan stabil, maka posisi tidur diatur (semi
fowler) untuk mengurangi oozing venous (keluarnya darah dari
pembuluh-pembuluh darah halus) lengan diangkat untuk
meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya udema, semua
masalah ini gangguan rasa nyaman (nyeri) akibat dari sayatan luka
operasi merupakan hal yang paling sering terjadi.
4) Masalah psikologis
Payudara merupakan alat vital seseorang ibu dan wanita, kelainan
atau kehilangan akibat operasi payudara sangat terasa oleh pasien,
haknya seperti dirampas sebagai wanita normal, ada rasa kehilangan
tentang hubungannya dengan suami, dan hilangnya daya tarik serta
pengaruh terhadap anak dari segi menyusui.
5) Mobilisasi fisik
Pada pasien pasca mastektomi perlu adanya latihan-latihan untuk
mencegah atropi otot-otot kekakuan dan kontraktur sendi bahu,
untuk mencegah kelainan bentuk (diformity) lainnya, maka latihan
harus seimbang dengan menggunakan secara bersamaan.
Latihan awal bagi pasien pasca mastektomi:
a) Pada hari pembedahan, melenturkan dan meluaskan gerakan jari-
jari membalik-balikan lengan.
b) Hari pertama pasca operasi harus sudah dimulai fisioterapi pasif
dan aktif. Fisioterapi aktif seperti melatih gerakan sendi bahu,
reduksi, rotasi sendi bahu, dan dilanjutkan seperti menggosok
gigi, menyisir rambut, dan gerakan lengan keatas dan kebawah.