10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut para ahli diantaranya adalah Menurut mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengertian Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah “ kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang , dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” 2.1.2 Unsur-unsur Pajak 1. Iuran dari rakyat kepada negara yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
61
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Pajak ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Mengenai Pajak
2.1.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut para ahli diantaranya adalah Menurut
mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Pengertian Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah “ kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang , dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.”
2.1.2 Unsur-unsur Pajak
1. Iuran dari rakyat kepada negara yang berhak memungut pajak
hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
11
2. Berdasarkan undang-undang pajak dipungut berdasarkan atau
dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang
secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak
dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.3 Fungsi Pajak
Dilihat dari aspek pemungutan, menurut Diana sari (2013:38), pajak
memiliki 2 (dua) fungsi yakni :
1. Fungsi Budgetir
Yaitu sebagai alat sumber untuk memasukkan uang sebanyak-
banyaknya dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai
pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan.
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak.
12
2. Fungsi mengatur
Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dibidang
keuangan (umpamanya bidang ekonomi, politik, budaya dan
pertahanan keamanan). Misalnya mengadakan perubahan tarif,
memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan
atau sebaliknya pemberatan yang ditujukan khusus untuk masalah
tertentu. Dengan fungsi mengatur pajak bisa digunakan sebagai
alat untuk mencapai tujuan. pelaksanaan fungsi ini bisa bersifat
positif dan negatif.
2.1.4 Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadialan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-
undang pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum
dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Sedang adil dalam pelaksanaan yakni dengan memberikan hak bagi
wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis
pertimbangan pajak.
13
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat
yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2. Hal
ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik
bagi negara maupun warganya.
3. Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)
Sesuai fungsi budgetir, biaya pemungutan pajak harus dapat
ditekan sehingga lebih rendah dari pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang
perpajakan yang baru.
Contoh : bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi
2 macam tarif, tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi
hanya satu tarif, yaitu 10%.
14
2.1.5 Teori-teori yang mendukung pemungutan pajak.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi
pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak, teori-teori tersebut
diantaranya adalah
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh
jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada
kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang.
Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin
tinggi juga pajak yang harus dibayar.
3. Teori daya pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.
Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 (dua) pendekatan,
yaitu :
Unsur objektif, dengan meilhat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
15
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya, sebagai warga negara yang berbakti, rakyat
harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai
suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. dengan demikian
kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
2.1.6 Pengelompokan Pajak
1. Menurut Golongannya, pajak terbagi atas
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul oleh wajib
pajak dan tidak dapat dibebankan atau di limpahkan kepada
orang lain.
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau di limpahkan kepada orang lain.
16
2. Menurut Sifatnya, pajak terbagi atas
a. Pajak subjektif
yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan wajib pajak.
b. Pajak objektif
yaitu pajak yang berpangkal pajak objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3. Menurut Lambaga Pemungutannya, pajak terbagi atas
a. Pajak Pusat
pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara.
b. Pajak Daerah
yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
2.1.7 Tata Cara Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:5) tata cara pemungutan pajak terdiri atas :
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel
a. Stelsel Nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang
nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang
17
sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan
atau kebaikan dan kekurangannya. Kebaikan stelsel ini adalah
pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (stelsel
penghasilan rill diketahui)
b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur
oleh undang-undang. Misalnya penghasilan satu tahun
dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal
tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak terutang
untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak
dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus pada akhir
tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar
tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan
Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri.
Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
18
b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
Wajib Pajak.
c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara.
3. Sistem pemungutan Pajak
a. Official Assessment System
Adalah suatu pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak
Ciri-cirinya adalah :
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada fiskus.
Wajib pajak bersifat pasif.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak terutang.
Ciri-cirinya :
19
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada wajib pajak sendiri
Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor
dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib
Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak
Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang
terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib
Pajak.
2.1.8 Tarif Pajak
Ada empat macam tarif pajak menurut Mardiasmo (2011:9)
1. Tarif Sebanding/Proposional
Tarif berupa pesentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proposional
terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh : untuk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah
pabean akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10%
20
2. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah
yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang tetap
Contoh : besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro
dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 6.000,00
3. Tarif Progresif
Persentasi tarif yang digunakan semakin besar yang dikenakan
pajak semakin besar.
Contoh : Pasal 17 Undang-undang pajak penghasilan untuk Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri.
Tabel 2.1
Tabel Contoh Pajak Progresif
Lapisan Penghasilan kena pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000 15%
Diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000 25%
Diatas Rp 500.000.000 30%
Menurut kenaikan pesentase tarifnya, pajak progresif dibagi :
a. Tafir progresif progresif :kenaikan persentase semakin besar
b. Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
c. Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil.
21
4. Tarif Degresif
Pesentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang
dikenakan pajak semakin besar.
2.1.9 Jenis Pemungutan Pajak
Berbagai jenis pungutan di Indonesia baik pajak maupun pungutan
lainnya adalah sebagai berikut :
1. Pajak Negara (pajak pusat)
Pajak negara adalah pajak yang pemungutannya dilaksanakan oleh
pemerintah pusat.
a. Pajak Penghasilan
b. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Atas
Penjualan Barang
c. Bea Materai
d. Penerimaan Negara Yang berasal dari Migas
2. Pajak daerah
Pajak daerah adalah pungutan wajib atas orang pribadi atau badan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa kontraprestasi secara
langsung yang seimbang, dan dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
22
a. Pajak Daerah Tingkat I
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas air
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
diatas Air
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah
dan Air Permukaan
b. Pajak Daerah Tingkat II
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian
Golongan C
Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan air
Permukaan
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
3. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan. Retribusi daerah dibagi atas
23
a. Retribusi Jasa Umum
b. Retribusi Jasa Usaha
c. Retribusi Perizinan Tertentu
4. Bea dan Cukai
Bea dan cukai adalah pungutan yang dikenakan atas suatu kejadian
atau perbuatan yang berupa lalu lintas barang dan perbuatan
lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-
barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang
ditetapkan undang-undang.
5. Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penerimaan negara bukan pajak adalah seluruh penerimaan
pemerintah pusat yang tidak berasal dai penerimaan pajak.
2.1.10 Kedudukan Hukum Pajak
Secara umum pembagan hukum di Indonesia terbagi atas
1. Hukum Perdata
hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan dengan
perseorangan yang lain yang menitikberatkan kepada kepentingan
individu. Contoh : utang piutang, warisan.
2. Hukum Publik
Hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat. apabila telah diumumkan oleh pemerintah, sudah
24
wajib dilaksanakan. Contoh : hukum pajak, hukum pidana
(dititikberatkan kepada kepentingan umum).
Pengertian hukum pajak menurut diana sari (2013:45)
adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai
pembayar pajak.
Selanjutnya dalam pengaturan dan sistematikanya peraturan-
peraturan dibidang perpajakan dipisahkan antara kelompok
a. Hukum Pajak Materiil
Adalah hukum yang memuat norma-norma yang menerangkan
keadaan-keadaan, perbuatan perbuatan dan peristiwa-peristiwa
hukum yang dikenakan pajak. Umumnya hukum pajak materiil
mempermasalahkan subjek, objek, tarif dan dasar pengenaan
pajak.
b. Hukum Pajak formil
Hukum yang memuat norma-norma, ketentuan-ketentuan yang
berisi bagaimana melaksanakan hukum pajak materiil tersebut.
Umumnya hukum pajak formil mengatur tentang hak dan
kewajiban, prosedur dan sanksi.
25
2.2 Pendapatan Asli Daerah
2.2.1 Pengertan Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan undang-undang No.34 Tahun 2004 pasal 1 ayat 15
dijelaskan bahwa pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah yang
diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Abdul Halim (2004:94) mendefinisikan bahwa
“pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah
dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”
2.2.2 Peranan Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 15
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dijelaskan
bahwa untuk membiayai pembangunan daerah, penerimaannya bersumber dari
pendapatan asli daerah. pemerintah daerah melakukan upaya maksimal dalam
mengumpulkan pajak dan retribusi. Besarnya penerimaan daerah dari sektor
PAD akan sangat membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan di daerah serta dapat mengurangi ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat sesuai dengan harapan yang diinginkan
dalam otonomi daerah.
26
2.2.3 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah menetapkan
bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan, yaitu :
1. Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu:
a. Pendapatan Asli Daerah, yang terdiri dari pajak retribusi
daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan
kekayaan-kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD
yang sah.
b. Dana Perimbangan, dan
c. Lain-lain PAD yang sah.
2. Pembiayaan bersumber dari :
a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah
b. Penerimaan pinjaman daerah
c. Dana cadangan daerah
d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
Sedangkan dalam Bab IV tentang sumber penerimaan daerah pasal 6 UU No.
33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
terdiri dari
1. PAD besumber dari :
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
27
d. Lain-lain PAD yang sah, meliputi
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
Jasa Giro
Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing, dan
Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat
dari penjualan dan atau pegadaian barang dan atau jasa
oleh daerah.
2.3 Pajak Daerah
2.3.1 Pengertian Pajak daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
Menurut UU No. 28 tahun tahun 2009 pasal 1 ayat 10 pajak daerah
adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Definisi menurut Kesit Bambang Prakoso (2005:2) mengemukakan
bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
28
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat
dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah.
2.3.2 Prinsip Perpajakan Daerah
Prinsip umum perpajakan daerah yang baik menurut devas (dalam
Mahmudi 2010:21) adalah sebagai berikut
1. Prinsip Elastisitas
Pajak daerah harus memberikan pendapatan yang cukup dan
elastis, artinya mudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkat
pendapatan masyarakat.
2. Prinsip Keadilan
Pajak daerah harus memberikan keadian, baik secara vertikal
dalam arti sesuai dengan tingkatan sosial kempok masyarakat
maupun adil secara horizontal dalam arti berlaku bagi setiap
anggota kelompok masyarakat.
3. Prinsip Kemudahan Administrasi
Administrasi pajak daera harus fleksibel, sederhana, mudah
dihitung, dan memberikan pelayanan yang memuaskan bagi wajib
pajak.
29
4. Prinsip Berketerimaan Politis
Pajak daerah harus diterima secara politis oleh masyarakat,
sehingga masyarakat sadar untuk membayar pajak
5. Prinsip Nondistorsi Terhadap Perekonomian
Pajak daerah tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap
perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan
menimbulkan suatu beban baik bagi konsumen maupun produsen.
Namun diusahakan jangan sampai suatu pajak atau pungutan
menimbulkan beban tambahan yang berlebihan sehingga
merugikan masyarakat dan perekonomian daerah
2.3.3 Jenis Pajak dan Objek Pajak Daerah
Pajak daerah dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu :
1. Pajak Provinsi, yang terdiri dari
Pajak Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Air Permukaan
Pajak Rokok
2. Pajak Kabupaten/Kota, yang terdiri dari :
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Reklame
30
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Parkir
Pajak Air Tanah
Pajak Sarang Burnung Walet
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2.3.4 Tata Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak dilarang diborongkan. Setiap wajib pajak wajib
membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar
sendiri oleh wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan
penetapan kepala daerah dibayar menggunakan surat ketetapan pajak daerah
(SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota
perhitungan.
Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar
dengan menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah (SPTPD), surat
ketetapan pajak daerah kurang bayar (SKPDKB), dan/ atau surat ketetapan
pajak daerah kurang bayar tambahan (SKPDKBT).
31
2.3.5 Kadaluwarsa Penagihan Pajak
Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kadaluwarsa setelah
melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang pajak, kecuali
apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
2.4 Penerimaan Pajak
Pendapatan atau penerimaan adalah suatu hasil yang ingin dicapai
oleh setiap perusahaan secara optimal. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia
dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002:23), pendapatan didefinisikan
sebagai berikut:
“Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima
atau yang dapat diterima”.
Adapun pengertian penerimaan pajak menurut suryadi (2006:105)
Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik
untuk belanja rutin maupun pembangunan. Dari pengertian tersebut bahwa
penerimaan dapat menjadi sumber pembiayaan pembangunan untuk menunjang
kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan
efisien
Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari Kementerian Keuangan
Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menarik pajak dari
masyarakat. Belakangan ini masyarakat lebih kritis dan berani dalam
menyuarakan keinginannya akan pelayanan yang baik, khususnya pelayanan
publik yang diberikan oleh pemerintah. Seiring dengan bertambahnya beban
32
yang harus ditanggung masyarakat, bertambah pula tuntutan masyarakat akan
tersedia pelayanan publik yang berkualitas tinggi. Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah Kementerian Keuangan
yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan pajak negara dituntut
untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target penerimaan pajak yang
senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah tantangan perubahan yang
terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat. Berdasarkan
kewenangan dalam pemungutannya, pajak dapat digolongkan menjadi Pajak
Pusat dan Pajak Daerah. Dari kedua jenis pajak tersebut, yang akan diuraikan
berikut ini hanyalah jenis-jenis pajak pusat karena hanya pajak pusat yang
merupakan penerimaan pemerintah pusat yang menjadi bagian dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jenis pajak yang dikelola oleh
Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesudah
reformasi perpajakan 1983 adalah sebagai berikut :
1. Pajak Penghasilan (PPh).
Menurut Mansury (2002), PPh sesuai undang-undang tentang pajak
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Supramono dan Damayanti (2005) menambahkan bahwa pajak
penghasilan adalah pungutan resmi oleh pemerintah yang ditujukan kepada
33
masyarakat yang berpenghasilan untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran pemerintah.
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN
dan PPnBM).
Menurut Supramono dan Damayanti (2005) Pajak Pertambahan Nilai
adalah pajak yang dikenakan terhadap setiap pertambahan nilai dari suatu
produk atau jasa yang dihasilkan oleh pengusaha kena pajak. Sedangkan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan terhadap
barang-barang yang tergolong mewah.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Bumi dan Bangunan.
menurut Supramono dan Damayanti (2005) adalah pajak yang dikenakan
terhadap bumi dan tubuh bumi serta bangunan yang terletak di atas bumi
tersebut. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985
tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 pajak yang dikenakan atas bumi
dan/atau bangunan. Yang dimaksud bumi adalah permukaan bumi dan
tubuh bumi yang ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau
bangunan.
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2000 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
34
Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan. Supramono dan Damayanti (2005) berpendapat bahwa
BPHTB adalah penyerahan sebagian dari nilai ekonomis dari perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan.
5. Bea Materai.
Dalam The Indonesian Tax in Brief disebutkan bahwa Bea Materai adalah
pajak atas dokumen yang dipakai masyarakat dalam lalu lintas hukum.
Yang dimaksud dengan dokumen disini adalah kertas yang berisikan tulisan
yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau
kenyataan bagi seorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan. Surat
perjanjian, surat kuasa, surat pernyataan dan akte adalah sebagian contoh
dari dokumen yang dikenakan bea materai.
6. Bea Masuk.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, yang
dimaksud bea masuk adalah pungutan oleh negara berdasarkan undang-
undang yang dikenakan terhadap barang-barang yang diimpor. Dengan
adanya pungutan tersebut, maka bea masuk selain berfungsi sebagai sumber
penerimaan negara juga sebagai pengatur arus impor, baik untuk barang
konsumsi maupun barang yang diperlukan industi dalam negeri. Dengan
demikian, penerimaan bea masuk tidak semata-mata ditujukan sebagai
penerimaan untuk mengisi kas negara, tetapi juga berfungsi sebagai alat
pengaturan (regulator).
35
7. Cukai.
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, yang
dimaksud cukai adalah pungutan oleh negara berdasarkan undang-undang
yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik perlu untuk dibatasi, diawasi produksinya dan peredarannya,
karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan ketertiban
sosial. Dengan demikian, peranan cukai tidak saja berorientasi pada
penerimaan negara, melainkan mempertimbangkan pula aspek pembatasan
produksi dan konsumsi. Oleh karena itu, dasar pertimbangan besarnya
penerimaan cukai tergantung dari jumlah barang yang kena cukai, tarif
cukai dan harga dasar barang kena cukai.
8. Pajak Ekspor.
Yang dimaksud dengan pungutan ekspor adalah pungutan negara yang
dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang akan diekspor. Pengaturan
tarif pajak ekspor ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan
memperhatikan harga patokan ekspor dan jumlah wajib pajak valuta asing.
Kebijakan yang ditempuh dalam pungutan pajak ekspor ini bertujuan untuk
mengendalikan harga pasar di dalam negeri.
Khusus penerimaan perpajakan di sektor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), terhitung 1 Januari 2011 seluruh penerimaan dialihkan ke
pemerintah daerah setempat, sedangkan di sektor Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) sejak 1 Januari 2012 sebagian daerah, termasuk Medan telah mengalihkan
penerimaan di sektor tersebut kepada Pemerintah Daerah (Pemko Medan).
36
Peranan penerimaan perpajakan sebagai salah satu sumber penting dalam
pembiayaan negara akan terus ditingkatkan dengan melakukan berbagai evaluasi
dan kebijakan penyempurnaan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan
sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efesien sejalan dengan perkembangan
globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan negara lain. Dengan
demikian, diharapkan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan,
kesederhanaan dan keadilan dapat tercapai sehingga tidak hanya berdampak
terhadap peningkatan kapasitas fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan
kondisi ekonomi makro. Langkah-langkah reformasi perpajakan selama ini
dilakukan telah berhasil mendorong peningkatan penerimaan perpajakan secara
cukup signifikan, meskipun masih banyak menghadapi kendala terutama
berkaitan dengan kapasitas administrasi pemungutan pajak. Langkah-langkah
reformasi perpajakan tersebut antara lain meliputi langkah-langkah pembaharuan
kebijakan (tax policy reform) dan langkah-langkah pembaharuan adminstrasi