7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Normal Payudara 2.1.1 Anatomi Makroskopis Payudara Dewasa Payudara perempuan dewasa berkembang ketika terjadi pengeluaran siklus estrogen dan progesteron pada saat pubertas. Payudara dewasa memiliki konfigurasi eksentrik dengan aksis diagonal terpanjang terletak pada dinding dada menyilang musculus pectoralis mayor hingga ke aksila sebagai tail of Spence. Bagian terdalam payudara berbatasan dengan fascia pectoralis. Di bagian lateral, payudara terletak di atas musculus serratus anterior, bagian inferior payudara berbatasan dengan musculus obliquus eksternus dan selubung musculus rectus superior, sedangkan bagian medial payudara berbatasan dengan sternum (Schnitt dan Collins, 2009; Hoda, 2014). Secara anatomi, payudara terdapat pada ruang di dalam fascia superfisial. Di bagian superior, lapisan ini berlanjut menjadi fasia servikal dan di bagian inferior berlanjut sebagai fasia abdominal superfisial dari Cooper. Jaringan ikat fibrosa meluas dari dermis ke dalam payudara membentuk ligamentum suspensorium dari Cooper yang melekatkan kulit dan puting susu pada payudara. Ligamentum Cooper ini meluas pada payudara bagian atas. Distorsi atau kontraksi pada ligamentum ini oleh lesi di parenkim payudara menyebabkan adanya retraksi kulit atau retraksi puting susu (Hoda (a), 2014).
37
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Normal Payudara … 2.pdf · degradasi menyerupai nekrosis dan disebut nekrosis sekunder (Wong, 2011). ... Keseimbangan antara protein pro apoptosis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Normal Payudara
2.1.1 Anatomi Makroskopis Payudara Dewasa
Payudara perempuan dewasa berkembang ketika terjadi pengeluaran siklus
estrogen dan progesteron pada saat pubertas. Payudara dewasa memiliki
konfigurasi eksentrik dengan aksis diagonal terpanjang terletak pada dinding dada
menyilang musculus pectoralis mayor hingga ke aksila sebagai tail of Spence.
Bagian terdalam payudara berbatasan dengan fascia pectoralis. Di bagian lateral,
payudara terletak di atas musculus serratus anterior, bagian inferior payudara
berbatasan dengan musculus obliquus eksternus dan selubung musculus rectus
superior, sedangkan bagian medial payudara berbatasan dengan sternum (Schnitt
dan Collins, 2009; Hoda, 2014).
Secara anatomi, payudara terdapat pada ruang di dalam fascia superfisial. Di
bagian superior, lapisan ini berlanjut menjadi fasia servikal dan di bagian inferior
berlanjut sebagai fasia abdominal superfisial dari Cooper. Jaringan ikat fibrosa
meluas dari dermis ke dalam payudara membentuk ligamentum suspensorium dari
Cooper yang melekatkan kulit dan puting susu pada payudara. Ligamentum
Cooper ini meluas pada payudara bagian atas. Distorsi atau kontraksi pada
ligamentum ini oleh lesi di parenkim payudara menyebabkan adanya retraksi kulit
atau retraksi puting susu (Hoda (a), 2014).
8
Sirkulasi arterial payudara berasal dari arteria thoracica interna, arteria
axillaris dan arteria intercostalis. Aliran darah vena umumnya mengikuti
distribusi arteri. Vena-vena superfisial umumnya mengalirkan darahnya ke vena
thoracica interna yang alirannya sesuai dengan aliran arteri thoracica interna
(Hoda (a), 2014).
Aliran limfatik payudara lebih kompleks dibandingkan organ lain, sebab
berasal dari hubungan dua sistem yaitu pleksus subepitel pada kulit dan aliran
limfatik dari parenkim payudara. Pada parenkim payudara, aliran limfatik berada
pada stroma khusus periduktal (Tavassoli dan Eusebi, 2009).
2.1.2 Anatomi Mikroskopis Payudara Dewasa
Anatomi normal payudara dewasa terdiri dari dua struktur utama yaitu duktus dan
lobulus, dua tipe sel yaitu sel luminal dan mioepitel serta dua tipe stroma yaitu
interlobular dan intralobular. Enam sampai sepuluh duktus bermuara pada kulit
permukaan puting. Lapisan superfisial terdiri dari sel skuamus yang kemudian
berubah menjadi dua lapisan epitel yaitu sel luminal dan mioepitel pada duktus
atau lobulus. Cabang-cabang duktus besar selanjutnya akan menjadi unit lobular
duktus terminal (Gambar 2.1). Pada wanita dewasa, duktus terminal bercabang-
cabang menjadi asini kecil memberikan gambaran yang menyerupai buah anggur
dan bersama-sama membentuk satu lobulus (Rosai, 2011; Lester, 2015).
Stroma intralobular mengandung lebih banyak pembuluh darah kapiler dan
dengan kolagen yang kurang padat dibandingkan stroma interlobular. Stroma
intralobular membungkus asini dari lobulus dan tersusun atas sel-sel fibroblas
9
yang responsif terhadap hormon spesifik dan sedikit sebaran limfosit, sedangkan
stroma interlobular, terdiri dari jaringan ikat fibrus padat dan jaringan lemak.
(Gallagher, 2007; Lester, 2015).
Gambar 2.1
Gambar anatomi payudara normal (Lester, 2015)
2.2 Apoptosis
2.2.1 Penyebab Apoptosis
Apoptosis adalah jalur kematian sel yang disebabkan oleh program kematian sel
yang diatur dengan ketat, dimana sel yang diharuskan untuk mati mengaktifkan
enzim yang memecah DNA nukleus sel itu sendiri dan protein pada nukleus serta
sitoplasma. Sel yang mengalami apoptosis dipecah menjadi bagian-bagian kecil
disebut badan apoptosis, kemudian mengalami fagositosis (Kumar et al., 2015).
Penyebab apoptosis adalah keadaan fisiologis atau patologis (Tabel 2.1).
10
Tabel 2.1
Penyebab Apoptosis (Wong, 2011)
Keadaan fisiologis:
Program kematian sel dalam perkembangan embrional dengan tujuan pengurangan
jaringan.
Involusi fisiologis seperti pada pelepasan endometrium, regresi payudara laktasi.
Kerusakan sel normal akibat proliferasi pergantian seperti pada epitel usus.
Regresi dari timus pada usia anak-anak.
Keadaan patologis:
Obat anti kanker yang menginduksi kematian sel pada tumor.
Sel T sitotoksik menginduksi kematian sel seperti pada penolakan imunitas dan
penyakit graft melawan host.
Kematian sel progresif dan deplesi sel CD4+ pada AIDS.
Beberapa bentuk kematian sel yang diinduksi virus seperti hepatitis B atau C.
Atrofi patologis organ dan jaringan sebagai hasil dari stimulus seperti atrofi prostat
setelah orchidectomy.
Apoptosis akibat agen penyebab injuri seperti radiasi, hipoksia, dan panas ringan.
Apoptosis pada penyakit degeneratif seperti Penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Apoptosis yang terjadi pada penyakit jantung seperti infark myokardium.
2.2.2 Perubahan Morfologi dan Biokimia pada Apoptosis
Perubahan morfologi pada sel akibat apoptosis terjadi pada nukleus dan
sitoplasma. Pada nukleus terjadi kondensasi kromatin dan fragmentasi nukleus,
kemudian diikuti oleh pembulatan sel, pengurangan volume sel dan retraksi
pseudopoda. Kondensasi kromatin diawali pada bagian perifer membran nukleus,
membentuk struktur seperti bulan sabit atau menyerupai cincin. Kromatin
selanjutnya mengalami kondensasi sampai terjadi pemecahan di dalam sel dengan
membran yang masih utuh, hal ini disebut karioreksis. Membran plasma tetap
utuh selama proses ini. Pada tahap akhir apoptosis, terjadi beberapa perubahan
11
morfologi seperti pembengkakan membran, modifikasi ultrastruktur organella
sitoplasma dan kehilangan integritas membran. Biasanya sel fagositik menelan sel
apoptosis sebelum terbentuknya badan apoptosis. Jika sisa sel apoptosis tidak
difagositosis seperti pada lingkungan kultur sel buatan, maka akan mengalami
degradasi menyerupai nekrosis dan disebut nekrosis sekunder (Wong, 2011).
Secara umum ada tiga perubahan biokimia utama pada apoptosis yaitu
aktivasi caspase, pemecahan DNA dan protein serta perubahan membran dan
pengenalan oleh sel fagosit. Pada awal apoptosis, terdapat ekspresi
phosphatidylserine (PS) pada lapisan terluar membran sel. Ini menyebabkan
pengenalan awal kematian sel oleh makrofag dan menghasilkan fagositosis tanpa
pelepasan komponen proinflamasi sel. Kemudian diikuti oleh pemecahan DNA
dari 50 menjadi 300 kilobasa. Terjadi pemecahan DNA internucleosome menjadi
oligonucleosome pada penggandaan dari 180 menjadi 200 pasangan basa oleh
endonuclease. Walaupun gambaran ini merupakan karakteristik apoptosis, hal ini
tidak spesifik seperti tahapan DNA pada gel agar-agar elektoforesis yang terlihat
pada sel nekrosis. Gambaran spesifik lain dari apoptosis adalah aktivasi kelompok
ensim dari keluarga protease sistein yang disebut caspase. Caspase teraktivasi
memecah banyak protein penting sel dan memecah nukleus serta cytoskleton.
Mereka juga mengaktifkan DNAase, yang kemudian akan mendegradasi DNA
nukleus. Walaupun perubahan biokimia menjelaskan beberapa bagian perubahan
pada apoptosis, sangat penting untuk diingat bahwa analisis biokimia dari
pemecahan DNA atau aktivasi caspase tidak dapat digunakan untuk mengenali
12
apoptosis, sebab apoptosis dapat terjadi tanpa pemecahan DNA oligonucleosome
dan tidak tergantung caspase (Wong, 2011; Kumar et al., 2015).
2.2.3 Mekanisme Apoptosis
Semua sel mempunyai mekanisme intrinsik bahwa sinyal kematian atau
kelangsungan hidup dan apoptosis berasal dari keseimbangan pada sinyal-sinyal
ini. Apoptosis yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mendasari terjadinya
banyak penyakit seperti penyakit degeneratif dan kanker. Proses apoptosis dibagi
menjadi fase inisiasi, dimana caspase menjadi katalisis aktif dan fase eksekusi,
dimana caspase lain mencetuskan degradasi dari komponen penting sel. Inisiasi
apoptosis terjadi dari dua jalur yaitu jalur intrinsik atau mitokondria dan jalur
ekstrinsik atau reseptor kematian (Gambar 2.2). Kedua jalur ini akan mengarah ke
fase eksekusi dari apoptosis (Choene et al., 2012; Kumar et al., 2015).
13
Gambar 2.2
Mekanisme apoptosis. Ada dua jalur apoptosis yang berbeda pada induksi serta
regulasinya, dan puncaknya pada aktivasi caspase. Pada jalur mitokondria, protein
dari keluarga Bcl2, yang mengatur permeabilitas mitokondria, menjadi tidak
seimbang dan mengeluarkan beberapa zat dari mitokondria yang memulai aktivasi
caspase. Pada jalur reseptor kematian, sinyal dari reseptor membran plasma
menyebabkan adaptor protein menjadi kompleks sinyal yang menginduksi
kematian, kemudian mengaktifkan caspase dan hasil akhirnya adalah sama
(Kumar et al., 2015).
2.2.3.1 Jalur intrinsik (mitokondria) apoptosis
Jalur intrinsik dimulai di dalam sel. Stimulus internal seperti kerusakan genetik
yang tidak dapat diperbaiki, hipoksia, konsentrasi cytosolic Ca2+
yang sangat
tinggi dan beberapa stres oksidatif yang berat adalah beberapa pencetus
dimulainya jalur intrinsik. Tanpa adanya stimulus, jalur ini adalah hasil dari
peningkatan permeabilitas mitokondria dan pengeluaran molekul pro apoptosis
seperti sitokrom c ke sitoplasma (Wang et al., 2012). Jalur ini secara khusus
diregulasi oleh suatu kelompok protein yang merupakan keluarga Bcl-2,
dinamakan setelah gen Bcl-2 awalnya diobservasi pada kromosom breakpoint dari
14
translokasi kromosom 18 ke 14 pada follicular non-Hodgkin lymphoma. Ada dua
kelompok utama dari keluarga protein Bcl-2 yaitu protein pro apoptosis (misalnya
Bax, Bak, Bad, Bcl-Xc, Bid, Bik, Bim dan Hrk) dan protein anti apoptosis
(misalnya Bcl-2, Bcl-Xl, Bcl-W, Bfl-1 dan Mcl-1). Ketika protein anti apoptosis
meregulasi apoptosis dengan menghambat pengeluaran sitokrom c dari
mitokondria, protein pro apoptosis bekerja menyebabkan pengeluaran sitokrom c.
Keseimbangan antara protein pro apoptosis dan anti apoptosis akan menentukan
dimulainya proses apoptosis (Gambar 2.3). Faktor apoptosis lain yang dikeluarkan
dari ruang intermembran mitokondria ke sitoplasma adalah apoptosis inducing
factor (AIF), second mitochondria-derivered activator of caspase (Smac), direct
IAP Binding protein with low pI (DIABLO) dan Omi/high temperature
requirement protein A (HtrA2). Sitokrom c yang dikeluarkan ke sitoplasma
kemudian mengaktifkan cascade 3 melalui pembentukan suatu kompleks yang
disebut apoptosom yang terdiri dari sitokrom c, Apaf-1, dan caspase 9. Sedangkan
Smac/DIABLO atau Omi/HtrA2 menyebabkan aktivasi caspase dengan berikatan
kepada inhibitor of apoptosis protein (IAPs) yang menyebabkan gangguan pada
interaksi IAPs dengan caspase 3 atau caspase 9 (Wong, 2011; Kumar et al., 2015).
15
Gambar 2.3
Jalur intrinsik (mitokondria) apoptosis. A. Kelangsungan hidup sel dipelihara
oleh induksi protein anti apoptosis seperti Bcl2 oleh sinyal kelangsungan hidup.
Protein ini memelihara integritas membran mitokondria dan mencegah kebocoran
dari protein membran. B. Kehilangan sinyal kelangsungan hidup, kerusakan
DNA, dan kehilangan sensor aktif yang melawan protein anti apoptosis serta
mengaktifkan protein pro apoptosis Bax dan Bak, yang membentuk saluran pada
membran mitokondria. Selanjutnya kebocoran dari sitokrom c (dan protein
lainnya) menyebabkan aktivasi caspase dan apoptosis (Kumar et al.,
2015).
2.2.3.1 Jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) apoptosis
Jalur reseptor kematian ekstrinsik dimulai ketika ligand kematian berikatan
dengan reseptor kematian. Walaupun beberapa reseptor kematian telah diketahui,
tetapi reseptor kematian yang paling dikenali adalah TNF reseptor tipe 1 (TNFR1)
dan protein yang berhubungan disebut Fas (CD95) dan ligand yang disebut TNF
dan Fas ligand (FasL). Reseptor kematian ini mempunyai daerah kematian
interselular yang menarik protein adaptor seperti TNF receptor-associated death
domain (TRADD) dan Fas-associated death domain (FAAD), seperti sistein
protease yang menyerupai caspase 8. Ikatan ligand kematian pada reseptor
16
kematian menghasilkan suatu bentuk sisi ikatan untuk suatu adaptor protein dan
keseluruhan kompleks ligand protein-adaptor-reseptor yang disebut sebagai death
inducing signalling complex (DISC). DISC menyebabkan inisiasi dan aktivasi pro
caspase 8 (Gambar 2.4). Bentuk teraktivasi dari caspase 8 adalah caspase inisiator
yang memulai apoptosis dengan membelah aliran atau memutus caspase (Wong,
2011; Kumar et al., 2015).
Gambar 2.4
Jalur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) apoptosis, digambarkan oleh adanya
kejadian yang mengikuti pengikatan fas. FAAD, Fas-associated death domain;
FasL, Fas ligand (Kumar et al., 2015).
2.2.4 Apoptosis dan Karsinogenesis
Kanker merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan genetik dimana sel
normal berubah menjadi ganas ketika terjadi pengingkaran terhadap kematian sel.
Pengurangan apoptosis atau resistensinya mempunyai peranan yang sangat
penting dalam karsinogenesis. Ada banyak jalan sel ganas dapat memperoleh
pengurangan pada apoptosis atau resistensi terhadap apoptosis (Gambar 2.5).
17
Secara umum, mekanismenya dapat dibedakan menjadi gangguan keseimbangan
antara protein proapoptosis dengan antiapoptosis, pengurangan fungsi caspase
dan kemunduran sinyal reseptor kematian (Wong, 2011).
Gambar 2.5
Mekanisme yang berperan dalam karsinogenesis dan penghindaran apoptosis
(Wong, 2011).
Penekanan apoptosis adalah ciri khas dari kebanyakan kanker yang biasanya
mempunyai ketidakstabilan genetik. Sesuai dengan hal tersebut, pada kanker
ditemukan peningkatan ekspresi beberapa anggota keluarga inhibitor of apoptosis
protein (IAP) dan terjadi ekspresi berlebihan dari IAP akan meningkatkan
resistensi terhadap stimulus apoptosis pada banyak keganasan (Owens, et al.,
2013). Bcl-2 adalah protein pertama yang ditemukan pada kelangsungan hidup sel
yang panjang dengan mencegah apoptosis. Beberapa inhibitor apoptosis yang
berhubungan dengan gen IAP baculovirus telah diidentifikasi pada manusia
18
(Gambar 2.6). Pada tahun 1997 terdapat penemuan baru gen yang mengkode
suatu struktur unik IAP dan saat ini masih terus dikembangkan, yaitu survivin
(Kruyt et al., 2008; Mohabat et al., 2014).
Gambar 2.6
Struktur inhibitor apoptosis protein pada mamalia. Protein keluarga IAP terdiri
dari delapan protein termasuk Apollon, ML-IAP (Melanoma IAP)/Livin, ILP2