4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Risiko Pada umumnya suatu proyek harus direncanakan secara jelas dalam bentuk jadwal dan rencana anggaran biaya (RAB). Dalam pelaksanaannya terkadang biaya yang direncanakan berbeda dengan dilapangan. Terjadinya perubahan biaya pelaksanaan dengan biaya rencana tidak dapat diketahui dengan pasti penyebabnya. Ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi dalam suatu proyek kontruksi yang bisa merugikan atau mungkin saja menguntungkan. Ketidakpastian yang berdampak merugikan inilah yang dikenal dengan istilah risiko. Dengan demikian dapat didefinisikan risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau suatu perusahaan kontruksi yang dapat memberikan dampak merugikan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana apakah terhadap waktu atau biaya (Kountur, 2004) Pada umumnya risiko dikelompokan berdasarkan modal, sifat, perubahan waktu dan sumber. a. Jenis risiko berdasarkan modal proyek (Soeharto,1997), dibagi menjadi dua yaitu : 1. Risiko proyek tunggal yaitu risiko yang diperhitungkan hanya risiko yang melekat pada proyek itu atau karakteristik hubungan antara risiko dan keuntungan dalam suatu perusahaan. 2. Risiko multiproyek risiko menangani beberapa proyek, dalam hal ini risiko masing-masing proyek diperhitungkan berkombinasi. b. Jenis risiko berdasarkan sifat (Kontur, 2004), dibagi menjadi dua yaitu : 1. Risiko spekulatif yaitu risiko yang memiliki dua kemungkinan yaitu kerugian atau keuntungan, risiko ini tidak dapat diasuransi. 2. Risiko murni yaitu resiko yang memiliki satu kemungkinan yaitu kerugian, risiko ini dapat diasuransi.
37
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Risiko II.pdf · contoh dalam suatu pekerjaan terdapat kerusakan pada peralatan (sumber risiko), lalu terjadi kecelakaan pada pekerjaan proyek
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Risiko
Pada umumnya suatu proyek harus direncanakan secara jelas dalam bentuk
jadwal dan rencana anggaran biaya (RAB). Dalam pelaksanaannya terkadang
biaya yang direncanakan berbeda dengan dilapangan. Terjadinya perubahan biaya
pelaksanaan dengan biaya rencana tidak dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya.
Ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurangnya atau tidak tersedianya
informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi dalam suatu proyek kontruksi
yang bisa merugikan atau mungkin saja menguntungkan. Ketidakpastian yang
berdampak merugikan inilah yang dikenal dengan istilah risiko.
Dengan demikian dapat didefinisikan risiko adalah suatu keadaan yang tidak
pasti yang dihadapi seseorang atau suatu perusahaan kontruksi yang dapat
memberikan dampak merugikan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana
apakah terhadap waktu atau biaya (Kountur, 2004)
Pada umumnya risiko dikelompokan berdasarkan modal, sifat, perubahan
waktu dan sumber.
a. Jenis risiko berdasarkan modal proyek (Soeharto,1997), dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Risiko proyek tunggal yaitu risiko yang diperhitungkan hanya risiko yang
melekat pada proyek itu atau karakteristik hubungan antara risiko dan
keuntungan dalam suatu perusahaan.
2. Risiko multiproyek risiko menangani beberapa proyek, dalam hal ini risiko
masing-masing proyek diperhitungkan berkombinasi.
b. Jenis risiko berdasarkan sifat (Kontur, 2004), dibagi menjadi dua yaitu :
1. Risiko spekulatif yaitu risiko yang memiliki dua kemungkinan yaitu
kerugian atau keuntungan, risiko ini tidak dapat diasuransi.
2. Risiko murni yaitu resiko yang memiliki satu kemungkinan yaitu kerugian,
risiko ini dapat diasuransi.
5
c. Risiko berdasarkan karena perubahan waktu dibagi atas dua (Trieschman et al.,
2001 dalam Perbawa, 2007), yaitu:
1. Risiko Statis
Risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada
dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun
spekulatif.
2. Risiko Dinamis
Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko
dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif.
d. Sumber risiko dapat sebagai faktor menimbulakan kejadian negatif. Sumber
risiko dijelaskan oleh Perbawa (2004) dikutip dari Kwakye (1997), dibagi
menjadi sembilan yaitu :
1. Fundamental Physical Risks
Risiko yang diakibatkan fenomena alam, kesalahan manusia atau industri
misalnya kerusakan akibat badai, kebakaran dan sebagainya.
2. Legal Risks
Risiko yang berkaitan dengan bidang hukum yaitu kerugian terhadap
manusia dan kerusakan pada banguanan atau lingkungan selama masa
pelaksanaan dan pemeliharaan kontruksi, getaran dan gangguan-gangguan
lain selama pelaksanaan kontruksi.
3. Construction Related Risks
Risiko yang berkaitan dengan pelaksanaan kontruksi yaitu kekurangan
sumber daya (tenaga kerja, material dan alat), keterlambatan mengelola
site, tingkat kesulitan dan kerumitan konstruksi, ketidak sesuaian gambar
atau volume dalam kontrak dengan kenyataan dilapangan, dan sebagainya.
4. Price Determinan Risks
Risiko yang berkaitan dengan biaya akibat kesalahan estimasi atau
penaksiran yang kurang akurat, kesalahan meramalkan biaya dari sumber
daya yang digunakan, tidak tepatnya pengambilan keputusan.
5. Contractual Risks
Risiko yang meliputi keterlambatan pembayaran, kualitas kerja yang tidak
sesuai kontrak, klaim, persengketaan dan sebagainya.
6
6. Performance Risks
Risiko yang diakibatkan oleh hasil produktivitas dari sumber daya yang
digunakan misalnya akibat moral pekerja, pemogokan, jaminan
keselamatan dan kesehatan , perencanaan tidak tepat.
7. Economic Risks
Risiko yang meliputi inflasi, tingkat suku bunga yang tinggi, penundaan
dana, pencairan dana, pembengkakan biaya, dan sebagainya.
8. Political Ricks
Risiko yang diakibatkan oleh peristiwa dalam dunia politik seperti
pergantian pemerintah, dan sebaginya.
9. Market Risks
Risiko pasar yang diakibatkan oleh resesi pasar akan permintaan kontruksi,
persaingan kuat dalam harga terendah, dan sebagainya.
2.2 Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah bagaimana mengelola suatu perusahaan sehingga
dapat mewujudkan tingkat keuntungan tertentu dan menghadapi kendala-kendala
yang mungkin timbul. Tujuan selanjutnya adalah untuk meminimalkan perubahan
buruk yang dapat mempengaruhi cash flow yang akan datang. Manajemen risiko
merupakan cara sederhana untuk megurangi kerugian yang mungkin terjadi yaitu
dengan mengidentifikasi risiko, bagaimana pengaruhnya terhadap cash flow
jangka panjang dan mencari solusi yang terbaik (Claessens, 1993 dalam
Resmilati, 2001).
Manajemen risiko adalah cara yang terstruktur untuk mengidentifikasi tapi
juga harus menghitung risiko dan pengaruhnya terhadap proyek, hasilnya adalah
apakah risiko itu dapat diterima atau tidak (Kerzener, 1995 dalam Kristinayati,
2005).
2.2.1 Identifikasi Risiko
Risiko dapat dikenali dari sumbernya (source), kejadian (event), dan
akibatnya(effect). Sumber risiko adalah kondisi-kondisi yang dapat memperbesar
7
kemungkinan terjadinya risiko. Event adalah peristiwa yang menimbulkan
pengaruh (effect) yang sifatnya dapat merugikan dan menguntungkan, sebagai
contoh dalam suatu pekerjaan terdapat kerusakan pada peralatan (sumber risiko),
lalu terjadi kecelakaan pada pekerjaan proyek (pristiwa) yang menyebabkan
kematian pada pekerja (akibat) (Ariyanti, 2006).
Tahapan identifikasi risiko ini merupakan tahapan tersulit dan paling
menentukan dalam manajemen risiko. Kesulitan ini disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi seluruh resiko yang akan timbul
mengingat adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Oleh karena itu
dalam mengidentifikasi risiko ini terlebih dahulu diupayakan untuk menentukan
sumber risiko dan efek risiko itu sendiri secara komperehensif (Godfrey, 1996
dalam Ariyanti, 2006).
Sumber risiko proyek adalah setiap faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja proyek. Risiko timbul jika efek ini bersifat tidak pasti dan penting dalam
pengaruhnya terhadap kinerja proyek. Karenanya, definisi dari tujuan proyek dan
kinerja proyek mempunyai pengaruh yang fundamental pada tingkat risiko
proyek. Beberapa jenis risiko bersifat uncontrolable dan dapat mempengaruhi
sasaran proyek (Soeharto, 2001), jenis risiko tersebut adalah :
1. Peraturan pemerintah, seperti kenaikan harga bahan bakar, ekspor-impor
barang, masalah lingkungan, peraturan baru dan lain-lain.
2. Bencana alam, seperti gempa bumi, badai dan banjir.
3. Pergolakan sosial politik, seperti pemogokan, keributan dan perang.
4. Situasi pasar terhadap harga dan supply barang.
5. Perubahan moneter yang cukup besar, misalnya devaluasi.
Dengan demikian bahwa mengidentifikasi risiko dalam pembangunan
suatu proyek sangat penting untuk mengetahui kemungkinan buruk yang akan
terjadi dan mengelola risiko tersebut untuk dapat meminimalkan dampak negatif
yang ditimbulkan sehingga tujuan dari pembangunan suatu proyek dapat tercapai.
2.2.2 Klasifikasi Risiko
Klasifikasi risiko dibuat dengan maksud untuk memudahkan pembedaan
dan pemahaman terhadap resiko tersebut, sehingga dapat membantu dalam
8
melakukan analisis risiko. Ada 3 (tiga) cara untuk mengklasifikasikan risiko yaitu
dengan mengidentifikasi konsekuensi risiko, jenis risiko dan pengaruh risiko.
Berdasarkan konsekuensinya, risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensi
kejadian,akibat risiko dan kemungkinannya. Menurut jenisnya, risiko
diklasifikasikan menjadi risiko murni dan spekulatif yaitu resiko bisnis dan
finansial. Sedangkan bidang-bidang aktivitas yang dapat terkena pengaruh risiko
meliputi semua aspek aktivitas dalam kehidupan.
2.2.3 Rencana Penanggulangan Risiko
Rencana penanggulangan risiko merupakan proses pengembangan
tahapan, teknik untuk mempertinggi kesempatan dan mengurangi ancaman
obyektifitas proyek. Proses ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan
tanggapan dan tanggung jawab risiko.
1. Tanggapan Terhadap Risiko
Tanggapan yang dimaksud adalah berupa teknik dan strategi untuk
menanggulangi risiko yang mungkin timbul. Tanggapan dapat berupa tindakan
menghindari, mencegah kerugian, dan memperkecil dampak negatif. Tanggapan
risiko dikelompokkan dalam beberapa kategori (Soeharto, 1997) sebagai berikut :
a. Mengikat Asuransi
Meminimalkan risiko dengan mengurangi atau mengontrol kerugian dengan
asuransi.
b. Menghindari Risiko
Menghindari risiko dengan memilih alternatif lain, adalah salah satu
keputusan yang paling mudah dalam menghadapi risiko. Misalnya suatu
proyek yang dokumen proyeknya tidak jelas, tidak lengkap dan mengada-ada
maka proyek ini terlalu berisiko jika diambil maka keputusan yang paling
tepat adalah tidak mengambilnya.
c. Ditanggung bersama/shared
Pendistribusian atau pembagian risiko (shared) dengan pihak lain, misalnya
dalam kerja sama berbentuk joint venture, risiko dipikul bersama antara
pengguna jasa dengan mitranya.
d. Pemindahan tanggung jawab/transferred
9
Pemindahan atau memberikan tanggung jawab risiko proyek pada pihak lain,
misalnya dari pengguna jasa proyek ke peserta proyek lain, ini dilakukan bila
pihak lain tersebut dianggap mampu atau memiliki kontrol yang baik dalam
mengelola risiko bersangkutan.
e. Menghadapi risiko dengan dana cadangan
Risiko dihadapi dengan persiapan misalnya menyediakan dana cadangan yang
sering disebut kontijensi atau allowance. Besarnya dana ini tergantung dari
kontraktor sendiri. Strategi ini digunakan bila tidak memungkinkan dengan
mentransfer risiko dengan pertimbangan biaya yang sama besar dengan
kerugiannya bila menghadapi risiko tersebut.
Menurut Flanagan et al. (1993) dalam Wahyuni (2006), ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk menangani risiko yaitu :
1. Menahan Risiko (Risk Retention)
Sikap untuk menahan risiko sangat erat hubungannya dengan keuntungan
(gain) yang terdapat dalam suatu risiko. Tindakan untuk menerima/menahan
risiko ini karena dampak dari suatu kejadian yang merugikan masih dapat
diterima (acceptable).
2. Mengurangi Risiko (Risk Reduction)
Mengurangi risiko dilakukan dengan mempelajari secara mendalam risiko itu
sendiri, dan melakukan usaha-usaha pencegahan pada sumber risiko atau
mengkombinasikan usaha agar risiko yang diterima tidak terjadi secara
simultan. Dengan melakukan tindakan ini kadang-kadang masih ada risiko
sisa (residual risk) yang perlu dilakukan penilaian (assessment).
3. Memindahkan Risiko (Risk Transfer)
Sikap pemindahan ini dilakukan dengan cara mengasuransikan risiko yang
dilakukan dengan memberikan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain.
Usaha atau pekerjaan yang risikonya tinggi dipindahkan kepada pihak yang
mempunyai kemampuan menangani dan mengendalikannya.
4. Menghindari Risiko (Risk Avoidance)
Sikap menghindari risiko adalah cara menghindari kerugian dengan
menghindari aktivitas yang tingkat kerugiannya tinggi. Menghindari risiko
dapat dilakukan dengan melakukan penolakan. Salah satu contoh
10
penghindaran risiko pada proyek konstruksi adalah dengan memutuskan
hubungan kontrak (breach of contract).
Tindakan dalam menangani risiko (risk mitigation) harus dilakukan setelah
mengetahui risiko-risiko yang teridentifikasi memberikan dampak yang besar
terhadap suatu pekerjaan. Apabila risiko bersifat dapat diterima dan dapat
diabaikan, maka risiko tidak perlu mendapatkan perhatian besar untuk ditangani,
yaitu dengan menahan risiko (retention risk) dan mengurangi risiko (reduction
risk), tetapi jika risiko bersifat tidak dapat diterima sepenuhnya dan tidak
diharapkan, maka risiko perlu ditangani lebih lanjut dengan memindahkan risiko
(risk transfer) dan menghindari risiko (risk avoidance).
2. Tanggung Jawab Risiko
Pembagian tanggung jawab risiko antar peserta proyek juga dipengaruhi
oleh jenis kontrak pada proyek. Peserta proyek harus berhati-hati pada ketentuan-
ketentuan dalam kontrak dan pembagian tanggung jawabnya tersebut. Umumnya
risiko yang bersifat controllable dalam proyek dialokasikan kepada peserta
proyek berdasarkan petimbangan berikut:
a) Alokasi risiko diberikan pada peserta yang dianggap memilliki posisi
paling baik untuk mengendalikannya.
b) Alokasi risiko diberikan pada peserta atas dasar dorongan motivasi untuk
meningkatkan kinerjanya dan disesuaikan kemampuannya dalam
menangani risiko.
c) Bila risiko harus dipikul bersama oleh peserta proyek maka bobotnya
harus dibagi secara rasional.
d) Dalam merencanakan alokasi risiko harus diperhitungkan dampaknya
terhadap biaya proyek secara keseluruhan, sehingga perlu dicari alternatif
terbaik.
Menurut Flanagan et al. (1993) dalam Wahyuni (2006), untuk menentukan
alokasi tanggung jawab risiko (ownership of risk) digunakan prinsip-prinsip
pengalokasian risiko yaitu sebagai berikut :
1. Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang
menimbulkan risiko.
2. Pihak mana yang dapat menangani risiko apabila risiko itu muncul.
3. Pihak mana yang mengambil tanggung jawab jika risiko tidak terkontrol.
11
4. Jika risiko diluar kontrol semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko
bersama.
2.3 Manajemen Strategi
Menurut Hunger dkk. (1992) dalam purwanto (2006), manajemen strategis
adalah sejumlah keputusan manajerial dan tindakan yang menentukan kinerja
jangka panjang dari suatu perusahaan, seperti pengamatan lingkungan, formulasi
strategi, implementasi strategi, evaluasi dan pengendalian.
Sedangkan menurut Jauch dkk. (1984) dalam purwanto (2006) manajemen
strategis adalah aliran keputusan dan tindakan pengembangan strategi yang efektif
untuk membantu mencapai tujuan perusahaan. Strategi yang tepat akan mampu
memaksimalkan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Strategi adalah pola
perencanaan yang menyeluruh meliputi serangkaian usaha dan pemberdayaan
sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Para pengambil kebijakan strategi perlu menjamin strategi yang
ditetapkan dapat berhasil dengan baik dalam konseptual dan pelaksanaan.
2.4 Formulasi Strategi
Formulasi strategi adalah proses memutuskan tujuan kegiatan organisasi
yang dilakukan secara efektif untuk pencapaian tujuan kegiatan tersebut. Untuk
mempermudah pelaksanaan strategi, maka strategi dibuat sesuai dengan tingkatan
manajemen strategis yang ada. Formulasi strategi perusahaan terdiri dari tiga
tingkatan pengambilan keputusan, yaitu (Purwanto, 2006) :
a. Strategi Tingkat Perusahaan (corporate level strategy)
b. Strategi Tingkat Unit Usaha (business unit strategy)
c. Strategi Tingkat Fungsional (functional level strategy)
2.4.1 Strategi Tingkat Perusahaan (corporate level strategy)
Strategi ini diformulasikan oleh top manajemen dengan maksud untuk
mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. Penentuan formulasi strategi ini
secara umum terdiri dari lima strategi utama, yaitu (Purwanto, 2006) :
1. Concentration Strategy
12
Strategi konsentrasi adalah strategi dimana perusahaan memfokuskan diri
pada satu lini bisnis saja. Strategi konsentrasi ini dilakukan dengan
maksud untuk memperoleh keuntungan bersaing dengan memfokuskan
seluruh sumber daya pada satu bidang atau produk saja. Kerugian dari
strategi ini adalah bila pasar jenuh atau muncul pesaing yang mengancam
keberadaan perusahaan dalam industri dan mendominasi pasar maka tidak
ada bisnis lain yang menyokong perusahaan.
2. Stability Strategy
Perusahaan yang menerapkan strategi ini memfokuskan pada lini bisnis
yang sudah ada. Strategi ini biasa diterapkan oleh perusahaan sebagai
berikut :
a. Perusahaan yang berada pada tingkat pertumbuhan industri yang
jenuh.
b. Memiliki tingkat risiko kecil
c. Lingkungan dianggap lebih stabil
d. Melakukan pertumbuhan menimbulkan ketidakefisienan sehingga
menurunkan tingkat laba.
3. Growth Strategy
Perusahaan yang menerapkan strategi ini akan berupaya secara maksimal
untuk mengejar pertumbuhan yang bersifat terus menerus. Growth
strategy dapat dilakukan dengan cara berikut :
a. Integrasi vertikal (vertical integration)
Integrasi vertikal adalah pertumbuhan yang dilakukan dengan
mengakuisisi perusahaan lain yang terdapat dalam saluran distribusi.
Integrasi vertikal dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
- Integrasi hilir (forward integration)
Strategi ini digunakan jika perusahaan membeli atau menguasai
perusahaan lain yang lebih dekat dengan konsumen, seperti
pedagang eceran, pedagang besar, dll.
- Integrasi hulu (backward integration)
Strategi ini digunakan dengan cara menguasai atau membeli
perusahaan pemasok atau supplier.
13
b. Integrasi horizontal (horizontal integration)
Strategi pertumbuhan integrasi horizontal dilakukan melalui akuisisi
perusahaan pesaing yang memiliki lini bisnis yang sama.
c. Diversifikasi (diversification)
Strategi diversifikasi dilakukan melalui akuisisi perusahaan dalam
industri yang memiliki lini bisnis yang berbeda. Strategi diversifikasi
dibagi menjadi dua, yaitu :
- Related atau concentric diversification
Strategi ini dilakukan dengan cara mengakuisisi perusahaan lain
yang memiliki teknologi, produk, saluran distribusi dan pasar yang
sama dengan perusahaan pembelinya. Strategi ini bertujuan agar
perusahaan mendapatkan efisiensi atau pengaruh pasar yang lebih
besar melalui penggunaan bersama sumber daya yang ada.
- Unrelated atau conglomerate diversification
Strategi ini dilakukan dengan cara mengakuisisi perusahaan lain
yang memiliki lini bisnis yang berbeda.
d. Marger and joint ventures
- Marger
Strategi marger merupakan strategi pertumbuhan dimana sebuah
perusahaan bergabung dengan perusahaan lain dan membentuk
perusahaan baru.
- Joint ventures
Strategi joint ventures merupakan strategi pertumbuhan dimana
sebuah perusahaan bekerja sama untuk mengerjakan sebuah proyek
yang tidak bisa ditangani oleh perusahaan itu sendiri.
4. Combination strategy
Strategi kombinasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan besar yang
memiliki berbagai macam bisnis.
5. Retrenchment strategy
Strategi retrenchment ditetapkan ketika perusahaan sudah tidak bisa
bersaing secara efektif. Strategi ini dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Turnaround strategy
14
Strategi ini diterapkan ketika prestasi perusahaan kurang baik namun
belum mencapai tahap yang sangat kritis.
b. Divestment strategy
Strategi ini digunakan ketika perusahaan gagal dalam mencapai
tujuan perusahaan.
c. Liquidation strategy
Dalam hal ini perusahaan ditutup dan asetnya dijual.
2.4.2 Strategi Tingkat Unit Usaha (business unit strategy)
Formulasi strategi ini dilakukan dengan melibatkan para pengambil
keputusan pada tingkat unit bisnis atau tingkat divisi. Strategi tingkat unit bisnis
ini harus selalu sejalan dengan formulasi strategi bisnis secara keseluruhan dari
perusahaan (Purwanto, 2006). Salah satu pendekatan yang banyak dikenal dalam
memformulasikan strategi pada tingkat unit bisnis adalah dengan menggunakan
strategi generik yang dikemukakan oleh Porter (1980) dalam Purwanto (2006).
Tiga strategi generik yang patut dipertimbangkan, yaitu :
1. Keunggulan biaya (Overall Cost Leadership) yaitu strategi yang
digunakan dengan cara perusahaan bekerja keras untuk mencapai biaya
produksi dan distribusi terendah sehingga dapat menawarkan harga yang
lebih rendah daripada pesaingnya dan memenangkan penguasaan pangsa
pasar yang besar.
2. Diferensiasi (Differentiation) yaitu strategi yang digunakan perusahaan
dengan cara berkonsentrasi pada pencapaian kinerja superior dalam suatu
area yang dinilai penting oleh sebagian pasar.
3. Fokus (Focus) yaitu strategi yang digunakan perusahaan dengan cara
memfokuskan diri pada satu atau lebih segmen pasar kecil.
2.4.3 Strategi Tingkat Fungsional (functional level strategy)
Formulasi strategi fungsional dilakukan untuk tiap-tiap bidang fungsional
dari suatu perusahaan (Purwanto, 2006). Bidang fungsional utama perusahaan
meliputi strategi pemasaran, sumber daya manusia, operasional, riset dan
15
pengembangan, serta strategi keuangan. Strategi ini akan menghasilkan tugas-
tugas khusus yang dibentuk sebagai realisasi strategi bisnis, yang diperlukan
adalah koordinasi dari seluruh kegiatan untuk memastikan bahwa seluruh strategi
tetap konsisten.
a. Strategi Pemasaran
Yaitu perencanaan dan pengembangan secara tepat dan cermat dalam
penentuan sasaran pasar, target pasar, tujuan pemasaran dan posisi pasar
yang dirancang untuk memenuhi keinginan konsumen pasar sasaran.
b. Strategi Sumber Daya Manusia
Yaitu perencanaan mengenai pendayagunaan sumber daya manusia
sebagai usaha mempertahankan dan meningkatkan kemampuan terbaik
sebuah perusahaan/industri untuk menjadi pesaing yang mampu
memenangkan dan menguasai pasar, melalui tenaga kerja yang
dimilikinya.
c. Strategi Operasional
Yaitu perencanaan kegiatan untuk mengatur dan mengkoordinasikan
sumber-sumber daya (sumber daya manusia, alat dan sumber lainnya)
secara efektif dan efisien sehingga menciptakan dan menambah kegunaan
suatu barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan perusahaan.
d. Strategi Riset dan Pengembangan
Strategi ini berperan dalam menghasilkan produk baru untuk bisnis dan
perusahaan secara keseluruhan dengan menemukan ide-ide produk baru
dan mengembangkan sampai produk tersebut diproduksi dan dipasarkan.
e. Strategi Keuangan
Yaitu aktivitas yang terkait dengan perencanaan dan pengendalian
keuangan, serta pendistribusian aset-aset keuangan perusahaan. Aktivitas
yang dilakukan perusahaan pada umumnya berhubungan dengan
penentuan keputusan investasi jangka panjang, perolehan dana untuk
investasi tersebut, serta pelaksanaan kegiatan operasional.
2.5 Manajemen Biaya
16
Dalam penyelenggaraan konstruksi, faktor biaya merupakan bahan
pertimbangan utama karena biasanya menyangkut jumlah investasi besar yang
harus ditanamkan pemberi tugas yang rentan terhadap resiko kegagalan. Oleh
karena itu, biaya proyek perlu dikelola dengan baik sehingga kemungkinan
terjadinya overrun biaya bisa diminimumkan (Dipohusodo,1996).
2.5.1 Biaya Proyek
Biaya proyek adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk tiap pekerjaan
dalam menyelesaikan suatu proyek. Secara garis besar biaya proyek dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
1. Biaya Langsung (direct cost)
Biaya langsung merupakan biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi
komponen permanen hasil akhir proyek (Soeharto, 1995). Biaya langsung terdiri
dari biaya-biaya yang langsung berhubungan dengan konstruksi ataupun suatu
proyek tertentu, antara lain:
a. Biaya bahan/material
b. Upah buruh
c. Biaya peralatan
d. Biaya subkontraktor
2. Biaya Tidak Langsung (indirect cost )
Biaya tidak langsung adalah pengeluaran untuk manajemen, supervisi dan
pembayaran material serta jasa untuk pengadaan bagian proyek yang tidak akan
menjadi instalasi atau produk permanen, tetapi diperlukan dalam rangka proses
pembangunan proyek (Soeharto, 1995).
Biaya tidak langsung terdiri dari:
a. Biaya overhead
b. Biaya tak terduga
c. Keuntungan/profit
d. Penalti/bonus
Dalam suatu keadaan tertentu, penalti dan bonus dapat dianggap sebagai
biaya tidak langsung yang dapat mempengaruhi biaya keseluruhan (Pilcher,
1992). Biaya langsung dan tidak langsung secara keseluruhan membentuk biaya
17
proyek, sehingga pada pengendalian dan estimasi biaya, kedua jenis biaya ini
perlu diperhatikan. Baik biaya langsung maupun biaya tak langsung akan berubah
sesuai dengan waktu dan kemajuan proyek. Meskipun tidak dapat diperhitungkan
dengan rumus tertentu, tapi pada umumnya makin lama proyek berjalan maka
makin tinggi kumulatif biaya tak langsung diperlukan (Soeharto, 1995).
2.5.2 Pengertian Pembengkakan Biaya
Kegiatan proyek kontruksi merupakan suatu kegiatan sementara yang
berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu
dan dimaksudkan untuk mengasilkan produk yang kreteria mutunya telah
digariskan dengan jelas. Didalam proses mencapai tujuan tersebut, ada batasan
yang harus dipenuhi yaitu biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal, serta mutu
yang harus dipenuhi. Ketiga hal tersebut merupakan parameter yang penting bagi
penyelenggara proyek yang sering diasosiasikan sebagai sasaran proyek
(Soeharto, 1999).
Ketiga batasan diatas sesungguhnya saling tarik menarik, yang artinya jika
ingin meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak maka
umumnya harus diikuti dengan meningkatkan mutu. Hal ini selanjutnya
berakibat pada naiknya biaya sehingga melebihi anggaran. Sebaiknya bila ingin
menekan biaya, maka biasanya harus berkompromi dengan mutu dan jadwal.
Jika biaya atau waktu yang dikeluarkan melebihi jumlah yang diperkirakan
maka dikatakan menjadi pembengkakan. Semakin besar ukuran proyek
semakin besar potensi terjadi pembengkakan (Soeharto, 1997).
Pembengkakan biaya dapat terjadi akibat kesalahan yang terjadi pada
setiap bagian dari kegiatan tahapan konstruksi. Hal-hal yang jadi permasalahan,
antara lain (Dipohusodo,1996) :
1. Tahap pengembangan konsep
a. Wawasan yang sempit tentang arti dan hakekat perencanaan di bidang
kontruksi.
b. Ketidak mampuan mengungkap fakta-fakta keadaan di lokasi proyek
seperti lokasi proyek dan cuaca setempat.
18
c. Tidak lancarnya komunikasi antar anggota tim proyek dalam menyusun
konsep dan kreteria rencana pelaksanaan proyek.
2. Tahap perencanaan
a. Kelalaian dalam perencanaan.
b. Menggunakan teknik estimasi yang buruk.
c. Kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya.
d. Kegagalan menafsirkan resiko-resiko yang dapat terjadi.
e. Kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja.
f. Kesalahan dalam perhitungan jangka waktu proyek yang dibutuhkan.
3. Tahap pelelangan
g. Kesalahan dalam menggunakan sistem pelelangan.
h. Kurang cermat dan telitinya teknik penawaran.
i. Persetujuan pelelangan yang terlalu cepat.
j. Menentukan batas biaya penawaran yang tidak cermat.
4. Tahap pelaksanaan kontruksi
k. Harga material yang terlalu tinggi.
l. Kesalahan dimensi/ukuran pekerjaan dalam pelaksanaan.
m. Produktivitas tenaga kerja yang rendah.
n. Kesalahan dalam memilih jenis alat.
o. Spesifikasi bahan yang tidak cocok.
p. Pengiriman bahan yang terlambat.
Dengan demikian apabila didalam proses kontruksi terjadi penyimpangan kualitas
hasil pekerjaan, baik hal tersebut merupakan akibat perbuatan yang disengaja
maupun tidak, risiko yang harus ditanggung tidaklah kecil. Bahkan segala macam
bentuk penyimpangan terhadap kesepakatan tentang kualitas dan waktu
penyelesaian pekerjaan biasanya mengandung resiko sanksi denda, yang pada
ujungnya berdampak pada pudarnya reputasi para pelaksana seluruhnya. Dengan
demikian jelas kiranya bahwa faktor-faktor biaya, waktu, dan kualitas dalam
proses konstruksi merupakan ketentuan kesepakatan mutlak yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi, dan ketidaknya saling tergantung dan berpengaruh secara ketat