BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi 2.1.1. Pengertian Morfologi Kajian morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya, bentuk bahasanya, pengaruh perubahan bentuk bahasa pada fungsi dan arti kata, serta mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Istilah morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan keitairon dan morfem disebut keitaiso. Morfem ( keitaiso ) merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak dapat dipecahkan lagi ke dalam satuan makna yang lebih Dalam konsep ini morfologi dilihat sebagai studi yang mempermasalahkan struktur kata. Dengan berkembangnya aliran strukturalis dan generatif doktrin pemisahan tataran dalam analisis memudar dan selanjutnya berkembang ke arah doktrin keterkaitan tataran pada suatu fokus analisis yang dinyatakan oleh Katamba (1993: 3-16). Dengan demikian analisis morfologis yang dikaitkan dengan aspek- aspek linguistik lain seperti fonologi, sintaksis dan semantik akan memungkinkan kajian fenomena morfologis yang lebih komprehensip. Tambahan lagi menurut Katamba (1993:19) menyatakan bahwa Morfologi adalah suatu "study of word structure" Universitas Sumatera Utara
61
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi 2.1.1. Pengertian ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi
2.1.1. Pengertian Morfologi
Kajian morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang
kata dan proses pembentukannya, bentuk bahasanya, pengaruh perubahan bentuk
bahasa pada fungsi dan arti kata, serta mengidentifikasikan satuan-satuan dasar
bahasa sebagai satuan gramatikal.
Istilah morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan keitairon dan
morfem disebut keitaiso. Morfem ( keitaiso ) merupakan satuan bahasa terkecil yang
memiliki makna dan tidak dapat dipecahkan lagi ke dalam satuan makna yang lebih
Dalam konsep ini morfologi dilihat sebagai studi yang mempermasalahkan
struktur kata. Dengan berkembangnya aliran strukturalis dan generatif doktrin
pemisahan tataran dalam analisis memudar dan selanjutnya berkembang ke arah
doktrin keterkaitan tataran pada suatu fokus analisis yang dinyatakan oleh Katamba
(1993: 3-16). Dengan demikian analisis morfologis yang dikaitkan dengan aspek-
aspek linguistik lain seperti fonologi, sintaksis dan semantik akan memungkinkan
kajian fenomena morfologis yang lebih komprehensip. Tambahan lagi menurut
Katamba (1993:19) menyatakan bahwa Morfologi adalah suatu "study of word
structure"
Universitas Sumatera Utara
kecil lagi. Koizumi (1993:89) menyatakan’keitairon wa gokei no bunseki ga chuusin
to naru’ (morfologi adalah satu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata).
Karena itu tentu saja selalu terkait dengan kata dan terutama sekali dengan morfem).
Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu kata (tango),
morfem (keitaiso) dan jenisnya, alomorf (ikeitai), pembentukan kata (gokeisei),
imbuhan (setsuji), perubahan bentuk kata (katsuyoukei), dan sebagainya.
2.1.2. Morfem Bahasa Jepang (Keitaisou)
Salah satu objek yang dipelajari dalam morfologi yaitu morfem. Menurut
Akmajian dkk (1984:58) dalam Ba’dulu dan Herman (2005:7) menyatakan bahwa
morfem adalah satuan terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang tidak
dapat diuraikan lebih lanjut ke dalam bagian-bagian yang bermakna atau yang dapat
dikenal.
Istilah morfem dalam bahasa Jepang disebut keitaisou ( 形態素 ). Menurut
Sutedi (2003:41) bahwa morfem ( keitaisou) adalah satuan bahasa terkecil yang
memiliki makna dan tidak bisa dipisahkan lagi dalam satuan makna yang lebih kecil
lagi dan juga menegaskan akan morfem bahasa Jepang dengan mengatakan bahwa
salah satu keistimewaan morfem bahasa Jepang, yaitu lebih banyak morfem
terikatnya dibanding dengan morfem bebasnya.
Koizumi (1993:90) juga mengungkapkan pengertian dari morfem adalah
satuan bahasa terkecil yang masih mempunyai makna. Satuan bahasa terkecil disini
Universitas Sumatera Utara
merupakan adanya pelekatan makna khusus dengan ujar yang dihasilkan melalui
proses fonemis).
Pengertian morfem dinyatakan oleh Cahyono (1995:140) bahwa morfem
adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya relatif stabil dan maknanya tidak dapat
dibagi atas bagian bernakna yang lebih kecil. Dalam bahasa Jepang juga demikian.
Misalnya kata ’daigaku’ (universitas) yang terdiri dari dua satuan yaitu ’dai’
dan ’gaku’. Kedua satuan tersebut tidak dapat dipecahkan lagi menjadi satuan yang
lebih kecil yang mengandung makna dan arti. Satuan terkecil dari ’dai’ yang secara
leksikal bermakna’besar’ dan kata ’gaku’ yang secara leksikal bermakna ’belajar atau
ilmu’ yang masing-masing merupakan satu morfem, sehingga kata ’daigaku’ terdiri
atas dua morfem.
Klasifikasi Morfem
Morfem dapat diklasifikasikan atau digolongkan. Akmajian dkk (1984:58)
mengemukakan klasifikasi morfem sebagai berikut :
1. Morfem Bebas, yang terdiri dari kata penuh dan kata fungsi.
2. Morfem Terikat, yang terdiri atas afiks (pengimubahan) dan pangkal terkat,
Afiks terbagi atas : prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran)
Perhatikan contoh berikut ini :
(1) Tanya : kore wa nan desuka? 『これはなんですか。』 (Apakah ini?)
Jawab : hako ( 箱) atau「ハコ」 (kotak)
(2) Tanya : kore wa nan desuka? 『これはなんですか。』 (Apakah ini?)
Universitas Sumatera Utara
Jawab : haribako (針箱)atau『ハリバコ』 (kotak jarum)
Pada contoh (1) diatas terdapat kata “hako” (kotak) yang merupakan kata
yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Sedangkan pada contoh (2) terdapat
kata “haribako” (kotak jarum) yang merupakan kata yang berasal dari penggabungan
kata “hari” (jarum) yang merupakan morfem bebas yang juga dapat berdiri sendiri
serta mempunyai arti sendiri, dan kata “hako” (kotak). Kata “hako” 『ハコ』
berubah menjadi bako『バコ』karena perubahan alomorf pada bentuk pengucapan
katanya. Itu mengenai morfem perubahan (alomorf) pada “hako”『ハコ』 berubah
menjadi bako『バコ』, kata “hako”『ハコ』dapat digunakan berdiri sendiri, seperti
dalam pembentukan ucapan. Ucapan adalah merupakan kesinambungan dari suara
yang mengalir keluar dari dan setelah mulut terbuka sampai tertutup lagi. Tetapi pada
bagian (bako) 『バコ』harus ada morfem lain sebelumnya, dan itu dimunculkan
dalam bentuk morfem terikat pada kata haribako『ハリバコ』. Contoh lainnya
seperti boorubaku(ボール箱)yang artinya “kotak bola” yang merupakan bagian
dari bentuk “hako” (箱) atau 「ハコ」.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika
pengucapannya dapat berdiri sendiri, dan tidak dapat dikacaukan, morfem terbagi
atas 2 bentuk bahagian yang besar yaitu : (1) Morfem bebas (Jiyuukeitai, 自由形
態): morfem yang pengucapannya dapat berdiri sendiri. Dan (2) Morfem terikat
Universitas Sumatera Utara
(Ketsugoukeitai, 結合形態) : morfem yang pengucapannya tidak dapat berdiri sendiri,
dan morfem ini selalu terikat dengan morfem yang lain.
Hal ini juga dikemukakan oleh Koizumi (1993:93) yang membagi morfem
bahasa Jepang berdasarkan bentuknya menjadi dua bahagian :
1. Bentuk bebas (Jiyuukei, 自由形) : morfem yang dilafalkan/ diucapkan secara
tunggal(berdiri sendiri).
2. Bentuk terikat (Ketsugoukei, 結合形) : morfem yang biasanya digunakan dengan
cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat dilafalkan secara tunggal
(berdiri sendiri).
Koizumi (1993:95) juga menggolongkan morfem berdasarkan isinya menjadi
dua yaitu :
1. Akar kata (gokan, 語幹) : morfem yang memiliki arti yang terpisah (satu per
satu) dan kongkrit.
2. Afiksasi (setsuji, 接辞) : morfem yang menunjukkan hubungan gramatikal.
Sutedi (2003:44 - 45) berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat
morfem bebas dan morfem terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua,
yaitu morfem isi dan morfem fungsi. Morfem isi (naiyoukeitaiso,内容形態素) adalah
morfem yang menunjukkan makna aslinya, seperti nomina, adverbia dan akar kata
(gokan) dari verba atau adjektiva, sedangkan morfem fungsi (kinoukeitaiso, 機能形
Universitas Sumatera Utara
態素) adalah morfem yang menunjukan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi
dari verba atau adjektiva, kopula dan morfem pengekpresi kala (jiseikeitiso, 時制形
態素).
Dari kedua tipe diatas, selanjutnya dapat dibagi jenisnya menurut konsfigurasi
bahasa Jepang :
(a) hanya morfem bebas : yama (山) = gunung
(b) morfem bebas + morfem terikat : shiroi (白い) = putih shiro -- i [ シ
ロ .イ]
(c) morfem terikat + morfem terikat : kaite (書いて) = menulis (kai – te)
[カイ.テ]
(d) morfem bebas + morfem bebas : yamamichi ( 山道) = jalan gunung (yama
– michi) [ヤマ.ミチ] merupakan kata majemuk (fukugo, 複合)
Pada bagian (a) pada kata “yama” (ヤマ) yang berarti ‘gunung’ merupakan
penjelasan mengenai morfem bebas. Morfem ini dapat berdiri sendiri dan memiliki
arti sendiri. Pada bagian (b) pada kata “shiro”『白』dari shiroi「白い」yaitu
merupakan morfem bebas karena dapat digunakan berdiri sendiri, Pada kata shiro
「 白 yaitu /i/ ( イ ) pada akhiran yang mengikutinya adalah akhiran yang
menunjukkan suatu pekerjaan dari adjektiva-i (i-keiyoushi), dan selalu memerlukan
morfem yang mendahuluinya. Jadi /i/ (イ) ini disebut morfem terikat.
Universitas Sumatera Utara
Pada bagian (c) pada kata kaite 「書いて」 pada /kai/「カイ」dari yaitu
seperti pada kaite「カイテ」dan kaita「カイタ」, muncul bentuk terikat pada kata
kerja bantu kata sambung /te/「テ」dan /ta/「タ」 dan tidak pernah muncul
pengucapan yang pemisahannya hanya dengan kata /kai/「カイ」, serta tidak ada
pada bagian akar kata, dan /kai/「カイ」 ini merupakan morfem terikat. Pada kata
「テ」 /te/ dan「タ」 /ta/ adalah elemen yang ditambahkan pada bentuk kata
sambung dari partikel, ini juga merupakan morfem terikat.
Pada bagian (d) morfem bebas dari kata dan disebut kata majemuk yang
mengikat morfem bebas yang setara. Masing-masing morfem bebas itu berdiri sendiri
dan memiliki arti tersendiri bergabung dan membentuk kata dan arti yang baru. Pada
kata yama「ヤマ」yang memiliki arti ‘gunung’ jika ditambahkan kata michi「ミ
チ」yang memiliki arti ‘jalan’ jika digabungkan menjadi yamamichi (山道)atau
「ヤマミチ」yang artinya menjadi ’jalan pegunungan’. Dalam bahasa Jepang kata
majemuk kebanyakan dibentuk akibat dari penggabungan dari dua atau lebih dari
huruf kanji. Huruf kanji juga dapat dikatakan satu morfem bebas yang berdiri sendiri
dan memiliki arti sendiri.
Tsujimura (1996:141-142), dalam tulisannya yang berjudul An Introduction to
Japanese Linguistics, Morfem derivasional adalah morfem terikat yang dapat
mengubah makna dan atau kategori kata yang dilekatinya. Misalnya, morfem [す-,
su- (telanjang)] dilekatkan pada kata benda (nomina) [あし, ashi (kaki)] menjadi [す
Universitas Sumatera Utara
あし, suashi (kaki telanjang]. Morfem [す-, su-] tidak mengubah identitas kata yang
dibentuknya, namun mengubah makna kata tersebut. Sementara itu, morfem
infleksional tidak membuat suatu kata baru yang berbeda, seperti yang dilakukan oleh
morfem derivasional. Misalnya dalam bahasa Jepang terdapat morfem yang
menunjukkan kalimat bukan lampau biasanya ditandai dengan morfem [-る, -ru]
dan kalimat lampau ditandai dengan morfem [-た, -ta].
2.1.3. Kata Bahasa Jepang (Tango)
Konsep morfem tidak dikenal oleh para tata bahasawan tradisional, yang
selalu ada dalam tata bahasa tradisional adalah satuan lingual yang disebut kata. Apa
yang disebut kata ini, adalah satuan bebas terkecil (a minimal free form).
Penelitian dalam bidang kebahasaan atau linguistik akan selalu membahas
mengenai kata. Banyak ahli linguistik meneliti mengenai kata dan didefenisikan
menurut bentuknya, jenisnya dan sebagainya. Verhaar (2001:97) mengatakan bahwa
kata adalah satuan atau bentuk bebas dalam tuturan yang dapat berdiri sendiri, artinya
tidak membutuhkan bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan
dari bentuk - bentuk bebas lainnya di depannya dan dibelakangnya dalam tuturan.
Selain itu Keraf (1984:53) menyatakan adanya perubahan pemakaian kata makna
untuk pengertian dari kata dan menggantinya dengan ide. Dia mengatakan bahwa
kesatuan-kesatuan yang terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas
bagian-bagaiannya, dan yang mengadung suatu ide disebut kata.
Universitas Sumatera Utara
Ramlan (1987:33) memberi definisi kata merupakan dua macam satuan, yaitu
satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu
atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata
belajar terdiri dari tiga suku yaitu be, la, dan jar. Suku /be/ terdiri dan dua fonem,
suku /la/ terdiri dari dua fonem. Dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar
terdiri dari tujuh fonem yaitu / b,e,l,a,j,a,r /. Jadi yang dimaksud dengan kata adalah
satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain setiap satuan bebas merupakan
kata.
Kata dalam bahasa Jepang disebut dengan go atau tango. Iwabuchi Tadasu
(1989:105-106) dalam Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2004:136-137) menyebut tango
dengan istilah go. Dia menyebutkan bahwa tsuki, hashira, omoshiroi, rippada, sono,
mettani, shikashi, rareru, dan sebagainya disebut go( 語) atau tango ( 単語).
Go merupakan satuan terkecil di dalam kalimat. Misalnya pada kalimat
‘Hana ga saku’ (bunga berkembang) dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil akan menjadi hana-ga-saku, bagian-bagian kalimat ini tidak dapat dibagi
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Kalaupun dibagi-bagi lagi akan menjadi
ha-na-ga-sa-ku yang hanya merupakan deretan silabel (onsetsu) yang tidak
mempunyai arti apapun. Go memiliki arti tertentu, diucapkan sekaligus, dan memiliki
arti tertentu. Di dalam sebuah kalimat go secara langsung dapat membentuk sebuah
kalimat (bunsestsu).
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi Kata
Kata dapat diklasifikasikan atau dapat dikelompokkan. Menurut Parera
(1994:7) Pengelompokan kelas kata sebuah bahasa pada umumnya dibedakan atas
dua tahap. Pertama klasifikasi primer (pengelompokan pertama) dilakukan
berdasarkan distribusi kata secara sintaksis dan frasal. Dalam hal ini kata-kata
tersebut masih berada dalam keadaan sebagai morfem bebas atau kata yang
bermorfem tunggal. Umpamanya dalam pengelompokan kelas kata bahasa Inggris
berdasarkan distribusinya secara sintaksis dan frasal sebagai berikut : father, man,
boy, sick, good, and, or, because, go, sing dan sebagainya. Kedua yaitu klasifikasi
sekunder (pengelompokan kedua) dilakukan berdasarkan distribusi sintaksis dan
frasal dalam bentuk kata kompleks. Umpamanya pengelompokan kata bahasa
Inggris : boys, books, better, does, dan sebagainya.
Berdasarkan cara-cara pembentukannya, go dapat dibagi menjadi jiritsugo dan
fuzokugo. Jiritsugo yaitu kata (go) yang dapat berdiri sendiri dan dapat menunjukkan
arti tertentu. Yang termasuk ke dalam jiritsugo yaitu kelas kata verba (doushi),
adjektiva (keiyoushi, keiyoudoushi), nomina (meishi), prenomina (rentaishi), adverbia
(fukushi), konjungsi (setsuzokushi), dan interjeksi (kandoushi). Fuzokugo yaitu kata
(go) yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak memiliki arti tertentu. Yang termasuk
kedalam fuzokugo yaitu partikel (joushi), dan kopula (jodoushi). Perbedaan antara
jiritsugo dengan fuzokugo yaitu jiritsugo dengan sendirinya dapat membentuk sebuah
kalimat (bunsetsu) walaupun tanpa dibantu tango yang lainnya, sedangkan fuzokugo
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat membentuk kalimat (bunsestsu) kalau tidak dgabungkan dengan
jiritsugo.
Berdasarkan asal usulnya, kata dalam bahasa Jepang terdiri dari wago,
kango, dan gairaigo. Selain itu terdapat juga konshugo yang merupakan kata-kata yang
terdiri dari gabungan beberapa kata dari asal yang berbeda. Secara
harfiah, wago adalah kosakata asli Jepang yang telah ada sebelum masuknya pengaruh
bahasa China ke dalam bahasa Jepang, namun dikatakan juga bahwa ada beberapa
kata wago yang merupakan kosakata yang diserap dari bahasa China. Kango adalah
kosakata yang digunakan dalam bahasa Jepang yang berasal dari China.
Walaupun kango memiliki kesamaan dengan gairaigo sebagai kosakata yang diserap
dari bahasa asing, namun karena wago yang diserap dari bahasa China memiliki
karakteristik tertentu, maka tidak digolongkan ke dalam gairaigo. Pengertian Gairaigo
menurut Sudjianto dan Ahmad Dahidi, (2004:104) adalah kata-kata yang berasal dari
bahasa asing (gaikokugo) yang lalu dipakai sebagai bahasa nasional (kokugo).
Tango (kata) dalam bahasa Jepang dibagi menjadi dua macam,
yaitu tanjungo dan gouseigo. Tanjungo adalah kata yang terdiri dari morfem yang
berbentuk kata tunggal, sehingga secara struktural tidak dapat diuraikan lagi,
contohnya yama, inu dan lain-lain. Sedangkan gouseigo adalah kata yang terdiri dari
beberapa unsur sehingga secara struktural masih dapat diuraikan,
contohnya yamamichi (jalan setapak di pegunungan) yang terdiri dari yama (gunung)
dan michi (jalan). Gouseigo itu sendiri dibagi lagi menjadi dua macam yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Fukugougo,
2.
yaitu kata yang terdiri dari beberapa unsur yang masing-masing
unsur mengandung arti dan dapat berdiri sendiri sehingga secara struktural
dapat diuraikan, misalnya seperti yang telah disebutkan di atas.
Haseigo,
Tango dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya dan jenisnya.
Pengklasifikasian atau pembagian kelas kata dalam bahasa Jepang disebut hinshi
bunrui ( 品詞分類). Hinshi berarti jenis kata (word class, atau part of speech),
sedangkan bunrui berarti penggolongan, klasifikasi, kategori atau pembagian. Jadi
hinshi bunrui berarti klasifikasi kelas kata berdasarkan berbagai karakteristinya
secara gramatikal Menurut Situmorang (2007:8) pembagian kelas kata bahasa Jepang
adalah sebagai berikut:
adalah kata yang terdiri dari dua unsur yaitu unsur dasar dan unsur
infiks. Unsur yang menjadi kata dasar dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti,
sedangkan unsur infiks bila berdiri sendiri tidak memiliki arti. Karena itu unsur
infiks tidak dapat berdiri sendiri.
1. Verba (doushi, 動詞) yaitu kata yang bermakna gerakan, dapat berdiri sendiri,
mengalami perubahaan bentuk/berkonjugasi, dan dapat menjadi predikat dalam
sebuah kalimat.
2. Adjektiva (keiyoushi, 形容詞 ), yaitu kata yang menunjukkan sifat atau
keadaan suatu benda, mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan
selalu berakhiran dengan huruf ~i dan dapat menjadi predikat.
Universitas Sumatera Utara
3. Adjektiva (keiyoudoushi, 形容動詞), yaitu kata yang menunjukkan sifat atau
keadaan suatu benda, mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan
selalu berakhiran dengan akhiran –da.
4. Nomina (meishi, 名詞), yaitu kata nama, tidak mengalami perubahan bentuk,
dapat berdiri sendiri dan menjadi subjek atau objek dalam kalimat.
5. Adverbia (fukushi, 副詞), yaitu merupakan kata tambahan, tidak mengalami
perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri , tidak menjadi subjek, tidak menjadi
predikat, dan tidak menjadi objek, dan menerangkan keiyoushi, dan
menerangkan fukushi.
6. Prenomina (rentaishi, 連体詞 ), yaitu kata yang mengikuti benda ( yang
menerangkan benda), tidak mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri,
dan diikuti kata nama tanpa diantarai kata lain.
7. Konjungsi (setsuzokushi, 接続詞 ), yaitu kata sambung, tidak mengalami
perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri, tidak menjadi subjek, objek, predikat
dalam kalimat. Berfungsi menyanbung dua buah kata, karena untuk
menyambung dua buah kata dalam bahasa Jepang dipergunakan setsuzokujoshi.
8. Kopula (jodoushi, 助動詞 ), yaitu kata bantu sebagai verba, mengalami
perubahan bentuk sama seperti doushi, tidak dapat berdiri sendiri, ada yang
mempunyai arti sendiri dan ada yang menambah makna pada kata lain.
9. Partikel (joushi, 助詞), yaitu kata bantu, tidak mengalami perubahan bentuk,
tidak dapat berdiri sendiri, tidak menjadi subjek, predikat, objek dan keterangan
Universitas Sumatera Utara
dalam kalimat, selalu mengikuti kata lain, dan ada yang mempunyai arti sendiri
dan ada juga yang berfungsi memberikan arti pada kata lain.
10. Interjeksi (kandoushi, 感動詞), yaitu kata gerakan perasaan, tidak mengalami
perubahan bentuk, dan dapat berdiri sendiri sebagai kalimat, tidak menjadi
keterangan, tidak menjadi subjek, predikat, dan tidak pula menjadi penyambung
kata atau kalimat. Serta berfungsi untuk mengutarakan rasa terkejut, kaget,
heran, marah, dan sebagai kata-kata salam.
Istilah kata (go, 語) atau (tango, 単語) dalam bahasa Jepang terdiri dari
beberapa kelompok yang dilihat menurut pembentukannya yaitu :
1. Kata Dasar (tanjungo, 単純語)
Misalnya kata orang(hito, 人), makan (taberu, 食べる ), tidur (neru, 寝る)
dan lain lain. Dengan lain kata dasar adalah kata yang mempunyai satu arti dan dapat
berdiri sendiri, tidak mengalami penambahan imbuhan dan perubahan bentuk.
2. Kata Turunan (haseigo, 派生語)
Kata turunan yaitu kata kata yang sudah mengalami perubahan bentuk,
penambahan imbuhan dan proses perubahan ucap. Kata turunan ini dalam bahasa
Jepang terbagi menjadi 3 bagian yaitu,
a. Gejala perubahan pengucapan (hen on genshou, 変音現象)
b. Penamahan imbuhan di awal kata (settouji, 接頭辞 )
c. Penambahan imbuhan di akhir kata(setsubiji, 接尾辞)
Universitas Sumatera Utara
3. Kata Majemuk (fukugougo, 複合語)
Kata majemuk yaitu kata kata yang mengalami proses pembentukan kata
majemuk, dalam bahasa jepang kata majemuk ini jumlahnya sangat banyak dan
bervariasi. Kata majemuk dalam bahasa Jepang terbagi menjadi :
3.1. Kata Benda Majemuk (fukugou meishi, 複合名詞)
Kata benda majemuk yaitu kata benda yang terbentuk dari gabungan dua
buah unsur kata yang membentuk satu kata benda majemuk. Kata majemuk ini
terbagi lagi menjadi gabungan unsur unsur seperti di bawah ini :
a. Verba + Verba d. Adjektiva + Noun g. Noun Adjektiva +Noun
b. Noun + Verba e. AD + Noun
c. Noun + Noun f. Verba + Noun
3.2. Kata Kerja Majemuk (fukugoudoushi, 複合動詞)
Kata kerja majemuk atau verba majemuk ini sangat bervariasi , merupakan
gabungan dua buah unsur yang membentuk verba majemuk , secara garis besar verba
majemuk ini terbagi menjadi 5 kelompok yaitu :
a. V + V b. N + V c. A + V d. Adv+V e. Imbuhan +V
3.3. Kata Sifat 1 majemuk (fukugo keiyoushi, 複合形容詞 )
Kata sifat atau adjektiva dalam bahasa Jepang terbagi menjadi dua golongan
yaitu : kata sifat I atau adjektiva-I (i-keiyoushi) yang berakhiran /-i/ seperti
atararashii, takai dan lain lain, dan kata sifat golongan II atau adjektiva-na (na-
keiyoushi) yang berakhira /na/ atau /da/, seperti kirei da, shizuka da da lain lain.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Teori Morfologi Generatif
Dalam analisis penelitian ini, penulis menggunakan teori morfologi generatif
supaya jangkauan pembicaraan tidak terbatas dan tidak hanya bersifat deskriptif
tradisional. Untuk itu perlu suatu model teoretis yang lebih mutakhir (seperti
Morfologi Generatif) dalam pendekatan terhadap analisis penelitian ini sehingga
menghasilkan pemerian yang lebih komprehensip.
Perhatian para linguis terhadap teori morfologi generatif mulai berkat ajakan
Chomsky pada tahun 1970 melalui tulisannya yang berjudul "Remarks on
Nominalisation". Dalam tulisannya itu ia memaparkan betapa pentingnya bidang
morfologi terutama proses pembentukan kata yang ditinjau dari teori transformasi.
Dardjowijojo (1988:32) mencatat bahwa orang yang pertama kali menaruh minat
yang serius terhadap morfologi generatif adalah Morris Halle dalam papernya yang
berjudul "Morphology in a Generative Grammar" yang disajikan pada Congress of
Linguists di Bologna tahun 1972. Tahun berikutnya karya tersebut diterbitkan dengan
judul "Prolegomena to a Theory of Word Formation". Tulisan Halle memberikan
dampak yang sangat kuat dan diikuti oleh ahli-ahli lain seperti Siegel pada tahun
1974, Botha pada tahun 1974, Boas pada tahun 1974, Lipka pada tahun 1975 dalam
bentuk artikel dan oleh Aronoff pada tahun 1976, serta Scalise pada tahun 1984
dalam bentuk buku.
Secara umum dapat diidentifikasi bahwa di kalangan kelompok orang-orang
yang menekuni bidang morfologi generatif, terdapat 2 pandangan. Kelompok pertama
dipelopori oleh Halle yang berpijak pada asumsi bahwa yang menjadi dasar dari
Universitas Sumatera Utara
semua derivasi adalah morfem (morpheme-based approach); Asumsi dasar Halle di
tahun 1973 adalah bahwa secara normal penutur bahasa di samping memiliki
pengetahuan tentang kata juga paham tentang komposisi dan struktur kata tersebut.
Dengan kata lain penutur asli dari suatu bahasa mempunyai kemampuan untuk
mengenal kata-kata dalam bahasanya, bagaimana kata itu terbentuk dan sekaligus
bisa membedakan bahwa suatu kata tidak ada dalam bahasanya. Misalnya, penutur
asli bahasa Inggris akan secara intuitif mampu memahami
bahwa look dan careful adalah bahasa Inggris sedangkan lihat dan hati-hati bukan
bahasa Inggris. Ini segera bisa menunjukkan bahwa careful dibentuk dari
penambahan morfem bebas care dengan sufiks –ful.
1.
Tatabahasa merupakan perwujudan formal mengenai apa yang semestinya
dipahami penutur suatu bahasa. Menurut model teoretis Halle morfologi terdiri dari
atas:
List of Morpheme
2.
yakni Daftar Morfem selanjutnya disingkat dengan DM
Word Formation Rules
3.
atau Kaidah Pembentukan Kata yang selanjutnya
disingkat KPK
Filter
4.
atau saringan
Dictionary atau kamus. Ini ditambahkan oleh Halle dua tahun kemudian
sebagai tempat menyimpan morfem yang telah lolos dari KPK dan Saringan.
Dalam komponen DM bisa diketemukan dua macam anggota yakni akar kata
dan berbagai macam afiks baik yang bersifat infleksional maupun derivasional yang
Universitas Sumatera Utara
disertai dengan rentetan segmen fonetik dengan beberapa keterangan gramatikal yang
relevan.
Komponen KPK menentukan bagaimana bentuk-bentuk yang ada dalam DM
tersebut diatur. Dalam kaitan ini tugas KPK membentuk kata dari morfem-morfem
yang berasal dari DM. KPK bersama-sama dengan DM menentukan kata yang bena-
benar kata atau bentuk potensial dalam bahasa yakni satuan lingual yang belum ada
dalam realitas tetapi mungkin akan ada karena memenuhi persyaratan. Dengan kata
lain KPK bisa menghasilkan bentuk-bentuk yang memang merupakan kata serta
bentuk-bentuk lain yang sebenarnya memenuhi segala persyaratan untuk menjadi kata
tetapi nyatanya tidak terdapat dalam bahasa tersebut.
Komponen Saringan merupakan wadah untuk menyaring segala ideosinkrasi
sehingga kata-kata yang aktual saja boleh lewat saringan. Terdapat tiga jenis
ideosinkrasi, yakni (1) ideosinkrasi semantik berupa keanehan dalam bidang
semantik, misalnya kata recital dalam bahasa Inggris yang tidak merujuk pada apa
saja yang di "recite", tetapi hanya merujuk pada suatu pertunjukan konser oleh
seorang pemain tunggal dan transmission hanya merujuk pada proses pemindahan
gigi pada mobil, (2) ideosinkrasi fonologis yang berujud ketidaklaziman fonologis
dan (3) ideosinkrasi leksikal yakni keanehan yang menyangkut fakta dalam bahasa di
mana suatu bentuk yang seharusnya ada tetapi nyatanya tidak terdapat dalam bahasa
bersangkutan seperti misalnya bahasa Inggris mengenal kata arrival tetapi tidak
diketemukan dalam bahasa tersebut kata *derival.
Universitas Sumatera Utara
Kamus sebagai
Model Teori Morfologi Generatif Morris Halle dalam Ba’dulu & Herman (2005 :31)
tempat menyimpan bentuk-bentuk yang lolos dari saringan
sedangkan bentuk yang tidak berterima tertahan di saringan, Walaupun Halle tidak
menganggap kamus sebagai komponen morfologi namun dari uraiannya nampak jelas
kamus ini merupakan unit yang sama penting dengan ketiga komponen sebelumnya.
Model diatas terdiri atas empat komponen, yaitu : (1) Daftar Morfem (DM),
(2) Kaidah Pembentukan Kata (KPK), (3) Filter, dan (4) Kamus. Cara Kerja model
Halle dapat digambarkan sebagai berikut yang dikutip oleh scalise (1984:31) dalam
Ba’dulu & Herman (2005:31)
DM KPK Filter Kamus
Daftar Morfem Kaidah Pembentukan Filter Kamus
Output Fonologi Sintaksis
1. friend
2. boy
hood
3. recite
al
4. ignore
ation
5. mountain
al
[+penyim-
pangan]
X [-LI]
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
1) Kata friend masuk kamus sebagaimana adanya, yaitu melewati KPK dan filter
tanpa mengalami perubahan. Kata itu harus dicantumkan dalam DM, karena
diperlukan untuk pembentukan kata lain, seperti friendly.
2) Kata boyhood tidak terdapat dalam DM ; yang ditemukan adalah boy dan
hood. Kedua unsur ini digabungkan oleh KPK ; dan hasilnya, yaitu boyhood,
masuk ke dalam kamus tanpa memperoleh sesuatu ciri idiosingkretis; kata itu
bersifat regular dari segi sintaksis dan semantis. Perubahan ciri [-abstrak] dari
pangkal boy menjadi [+abstrak] dalam output dilakukan oleh KPK, menurut
Halle.
3) Kata recital dibentuk secara regular oleh KPK, seperti boyhood, sebelum kata
itu sampai ke kamus, filter memberinya ciri-ciri idiosinkretis tertentu
menyangkut makna (yaitu, ‘performansi seorang solois’).
4) Kata ignoration dibentuk oleh KPK, tetapi diblokir oleh filter, yang
memberinya ciri [-LI]; kata ini dipandang sebagai suatu kata yang ‘mungkin’
tetapi “non-eksisten”, dan karena itu tidak didaftar dalam kamus.
5) Kata mountainal tidak dibentuk oleh KPK, karena –al hanya dapat
dirangkaikan dengan verba menurut kaidah, bukan dengan nomina. Kata ini
merupakan kata yang “tidak mungkin’ dan “non-eksisten’.
Secara diagramatik,
Dardjowijojo (1988:36) mempresentasikan model Halle
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
KELUARAN
Kelompok yang kedua dipelopori oleh Aronoff yang memakai kata dan bukan
morfem sebagai dasar (word-based approach) dikutip dalam Dardjowijojo
(1988:33).Untuk kepentingan ilmu itu sendiri (dalam hal ini linguistik pada umumnya
dan morfologi pada khususnya) berbagai konsep dan model teoretis muthakhir
tersebut perlu diujicobakan atau diaplikasikan pada studi kasus dalam berbagai
bahasa sehingga keunggulan dan kelemahan teori tersebut bisa diidentifikasi serta
selanjutnya bisa dipakai mengungkap atau mengkaji fenomena linguistik khususnya
dalam bidang morfologi suatu bahasa secara lebih tuntas.
Aronoff pada tahun 1976 dalam tulisannya yang berjudul Word Formation
in Generatif Grammar mengajukan hipotesis bahwa bentuk minimal yang dipakai
dalam pembentukan kata didasarkan pada kata bukan morfem. Penolakan konsep
Halle tentang morfem sebagai dasar pembentukan kata didasarkan pada dengan
argumentasi bahwa morfem tidak memiliki makna tetap, dan dalam hal tertentu
morfem tidak memiliki makna sama sekali.
DM KPK SARINGAN KAMUS
FONOLOGI SINTAKSIS
Universitas Sumatera Utara
Aronoff memandang KPK sebagai kaidah yang beraturan yang hanya akan
menurunkan kata yang bermakna dari dasar yang bermakna. Oleh karena itu hanya
kata yang dapat dijadikan unit dasar dalam pembentukan kata. Meskipun demikian
istilah 'kata' sebagai dasar ini harus diartikan sebagai leksem sehingga teori Aronoff
yang dikenal dengan word-based morphology lebih tepat disebut
lexeme-based
morphology.
Sebuah kata baru dibentuk dengan menerapkan kaidah beraturan pada kata
tunggal yang telah ada. Kata baru dan kata yang sudah ada merupakan anggota dari
katagori leksikal utama. Hipotesis yang dikemukakan Aronoff tersebut bertitik tolak
dari sejumlah syarat seperti: (1) sesuai dengan namanya, kata dasarnya haruslah kata
(bukan yang lebih kecil dari kata), (2) kata dasar tersebut haruslah kata-kata yang
benar-benar ada dan kata yang potensial tidak dapat menjadi dasar KPK, (3) KPK
hanya berlaku untuk kata tunggal dalam arti bahwa kata dasar ini bukan berwujud
frase ataupun bentuk terikat, (4) Input dan output dari KPK haruslah menjadi anggota
katagori leksikal yang utama. Dengan demikian kata dalam konteks ini merupakan
bentuk tanpa infleksi.
Di samping tidak memiliki DM seperti model Halle, Aronoff tidak pula
menunjukkan adanya komponen khusus untuk menangani kata-kata yang potensial
dalam bahasa. Walaupun demikian Aronoff (1976:43) memiliki mekanisme lain yang
disebut blocking yang mencegah munculnya suatu kata karena sudah ada kata lain
yang mewakilinya.
Universitas Sumatera Utara
Umumnya tidak ada masalah yang timbul apabila menurunkan suatu kata dari
kata lain melalui KPK. Tetapi kenyataannya cukup banyak contoh dalam bahasa
(Inggris) pada penambahan afiks mensyaratkan adanya perubahan ujud kata dasar
(seperti nominate dan evacuate + -ee menjadi nominee dan evacuee setelah melalui
proses pemenggalan ate) yang perlu ditampung melalui suatu aturan. Dalam kaitan
dengan masalah ini Aronoff (1976:105) mengajukan seperangkat aturan yang
dinamakan Adjustment Rules yang menangani alternasi akibat faktor-faktor lain yang
termasuk dalam komponen leksikal. Kaidah penyesuaian ini terdiri atas (1) aturan
pemenggalan (truncation rule) dengan cara menghilangkan sebuah morfem yang ada
dalam kata dasar ditambah afiks dan (2) aturan alomorfi (allomorphic rules) dengan
menyesuaikan bentuk morfem atau kelas morfem dalam lingkungan di mana morfem
tersebut berada.
Model Aronoff tersebut di atas yang dikutip oleh Scallise (1984:68) dalam
Ba’dulu & Herman (2005:34), sebagai berikut :
Output
Komponen Leksikal
Kamus
KPK
Kaidah Penyesuaian
Universitas Sumatera Utara
Terdapat suatu kesamaan dalam kedua model teoretis morfologi generatif ini.
Baik Halle maupun Aronoff tidak menangani masalah pembentukan kata yang terdiri
dari dua kata atau lebih (compounding). Di samping itu mengenai isi dan kodrat dari
elemen yang ada dalam DM, baik Halle maupun Aronoff mengabaikan bentuk dasar
yang statusnya bukanlah kata (seperti kata prakatagorial juang, temu dan anjur
Menurut Halle dalam Scalise (1984:43) studi morfologi generatif terdiri dari
empat komponen yang terpisah yaitu (1) daftar morfem (list of morphemes) (2)
kaidah pembentukan kata (word formation rules) (3) saringan (filter) dan (4) kamus
(dictionary). Komponen pertama adalah DM yang terdiri dari dua macam anggota
yaitu morfem dan bermacam-macam afiks, baik yang derivasional maupun yang
infleksional. Butir leksikal dalam DM tidak cukup diberikan dalam bentuk urutan
segmen fonetik tetapi harus pula dibubuhi dengan keteranganketerangan gramatikal
yang relevan. Contohnya dalam bahasa Inggris ditemukan morfem write yang harus
dijelaskan sebagai kata verbal, tidak berasal dari bahasa Latin dan konjugasinya
bukan konjugasi yang umum.
dalam
bahasa Indonesia) maupun afiks dan akan memiliki status sebagai kata hanya setelah
diberi afiks. Kajian morfologi generatif terhadap kasus pembentukan VK bahasa
Inggris ini bertumpu pada perpaduan konsep dan model teoretis Halle di tahun 1973
dan Aronoff di tahun 1976.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa kata-kata yang telah dibentuk
di pembentukan kata (KPK) ada yang mengalami proses morfofonologis. Uraian
metode struktural tentang morfofonologis diakhiri dengan penemuan kaidah yang
Universitas Sumatera Utara
berupa penambahan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem, sementara dalam
morfologi generatif proses morfofonologis dimasukkan ke dalam komponen filter
dengan kaidah Struktur Asal (SA), proses asimilasi dan Struktur Lahir (SL). Selain
itu kata-kata yang potensial ada yang diberi idiosinkresi baik idiosinkresi fonologi,
leksikal maupun semantik. Kata-kata tersebut dibentuk dan (akan) dipakai oleh
masyarakat pemakai bahasa sebagai alat komunikasi. Jadi bentuk bunyi apapun yang
digunakan manusia sebagai pengguna bahasa itulah kenyataan bahasa. Hal lain yang
menunjukkan perbedaan antara morfologi generatif dan struktural dapat dilihat pada
adanya komponen ciri-ciri pembeda (distinctive fitures) untuk membedakan kata-kata
yang ditemukan di dalam kamus.
Berdasarkan uraian di atas, teori struktural tidak digunakan pada penelitian ini
karena dianggap tidak mampu lagi mengakomodasi fenomena kebahasaan
pembentukan kata pada saat ini. Hal ini sesuai dengan tujuan morfologi yang
dikatakan oleh Katamba bahwa salah satu tujuan morfologi tidak hanya memahami
dan membentuk kata yang ada (real) dalam bahasa mereka tetapi juga membentuk
kata-kata potensial yang belum digunakan pada saat mereka berujar. Berdasarkan
temuan data dalam penelitian ini, proses pembentukan katanya dibatasi hanya dengan
data morfem (DM) dan kaidah pembentukan kata.
Proses Morfofononologis (Morfofonemik)
Studi mengenai perubahan-perubahan pada fonem disebabkan oleh hubungan
dua fonem atau lebih serta pemberian tanda-tandanya, disebut morfofonologi atau
Universitas Sumatera Utara
morfofonemik. Morfofonologi (morfofonemik) adalah terjadinya perubahan bunyi
atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses
afiksasi, proses reduplikasi maupun proses komposisi.
Gejala morfofonemik timbul apabila fonem-fonem yang bersinggungan
menyebabkan perubahan tertentu pada fonem-fonem tersebut. Perubahan bunyi
fonem terjadi oleh pengaruh lingkungan yang dimasuki oleh tiap morfem. Menurut
Parera (1994:41) bahwa perubahan bentuk sebuah morfem berdasarkan bunyi
lingkungannya ini, yaitu yang menyangkut hubungan antara morfem dan fonem,
disebut perubahan-perubahan morfofonemik. Tipe-tipe perubahan morfofonemik
yang biasa terjadi dan yang pada umumnya ditujukan untuk memperlancar