BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Logika Fuzzy Sebelum munculnya teori logika fuzzy (Fuzzy Logic), dikenal sebuah logika tegas (Crisp Logic) yang memiliki nilai benar atau salah secara tegas. Prinsip ini dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum Excluded Middle dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika sampai saat ini. Namun, pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran yang pasti yaitu benar atau salah dalam kehidupan nyata sangatlah tidak cocok. Fuzzy logic (logika samar) merupakan suatu logika yang dapat merepresentasikan keadaan yang ada di dunia nyata. Logika fuzzy merupakan sebuah logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran (fuzzy) antara benar dan salah. Teori tentang himpunan logika fuzzy pertama kali dikemukakan oleh Prof. Lofti Zadeh sekitar tahun 1965 pada sebuah makalah yang berjudul ‘Fuzzy Sets’. Ia berpendapat bahwa logika benar dan salah dari logika boolean/konvensional tidak dapat mengatasi masalah yang ada pada dunia nyata. Tidak seperti logika boolean, logika samar mempunyai nilai yang kontinu. Samar dinyatakan dalam derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu sesuatu dapat dikatakan sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang bersamaan. Teori himpunan individu dapat memiliki derajat keanggotaan dengan nilai yang kontinu, bukan hanya 0 dan 1 (Zadeh, 1965). Dengan teori himpunan logika samar, kita dapat merepresentasikan dan menangani masalah ketidakpastian yang dalam hal ini bisa berarti keraguan, ketidaktepatan, kurang lengkapnya suatu informasi, dan kebenaran yang bersifat sebagian (Altrock, 1997). Di dunia nyata, seringkali kita menghadapi suatu masalah yang informasinya sangat sulit untuk diterjemahkan ke dalam suatu rumus atau Universitas Sumatera Utara
27
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Logika Fuzzy - dinus.ac.iddinus.ac.id/repository/docs/ajar/Chapter_II.pdfBAB II . TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Logika Fuzzy . Sebelum munculnya teori logika
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Logika Fuzzy
Sebelum munculnya teori logika fuzzy (Fuzzy Logic), dikenal sebuah logika tegas
(Crisp Logic) yang memiliki nilai benar atau salah secara tegas. Prinsip ini
dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum Excluded
Middle dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika sampai saat ini. Namun,
pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran yang pasti yaitu
benar atau salah dalam kehidupan nyata sangatlah tidak cocok. Fuzzy logic (logika
samar) merupakan suatu logika yang dapat merepresentasikan keadaan yang ada di
dunia nyata. Logika fuzzy merupakan sebuah logika yang memiliki nilai kekaburan
atau kesamaran (fuzzy) antara benar dan salah.
Teori tentang himpunan logika fuzzy pertama kali dikemukakan oleh Prof.
Lofti Zadeh sekitar tahun 1965 pada sebuah makalah yang berjudul ‘Fuzzy Sets’. Ia
berpendapat bahwa logika benar dan salah dari logika boolean/konvensional tidak
dapat mengatasi masalah yang ada pada dunia nyata. Tidak seperti logika boolean,
logika samar mempunyai nilai yang kontinu. Samar dinyatakan dalam derajat dari
suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu sesuatu dapat
dikatakan sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang bersamaan. Teori
himpunan individu dapat memiliki derajat keanggotaan dengan nilai yang kontinu,
bukan hanya 0 dan 1 (Zadeh, 1965).
Dengan teori himpunan logika samar, kita dapat merepresentasikan dan
menangani masalah ketidakpastian yang dalam hal ini bisa berarti keraguan,
ketidaktepatan, kurang lengkapnya suatu informasi, dan kebenaran yang bersifat
sebagian (Altrock, 1997). Di dunia nyata, seringkali kita menghadapi suatu masalah
yang informasinya sangat sulit untuk diterjemahkan ke dalam suatu rumus atau
Universitas Sumatera Utara
angka yang tepat karena informasi tersebut bersifat kualitatif (tidak bisa diukur
secara kuantitatif). Pada Gambar 2.1 diperlihatkan diagram blok pengendali logika
fuzzy.
Crisp Inputs
Fuzzyfikasi
Fuzzy Inputs
Rule Evaluation
Fuzzy Outputs
Defuzzyfication
Crisp Outputs
Inputs Membership
Function
Output Membership
Function
Rules Based
Gambar 2.1 Diagram blok pengendali logika fuzzy.
Sumber : Jang et al. (1997)
Himpunan samar (fuzzy sets) adalah sekumpulan objek X di mana masing-
masing objek memiliki nilai keanggotaan (membership function), M atau yang
disebut juga dengan nilai kebenaran dan nilai ini dipetakan ke dalam daerah hasil
range (0,1). Jika X merupakan sekumpulan objek dengan anggotanya dinyatakan
dengan X maka himpunan samar dari A di dalam X adalah himpunan dengan
sepasang anggota (Zadeh, 1968).
Teori himpunan samar merupakan suatu teori tentang konsep penilaian dan
segala sesuatu merupakan persoalan derajat atau diibaratkan bahwa segala sesuatu
memiliki elastisitas. Pada Gambar 2.2 diperlihatkan ilustrasi fuzzy dan crisp set
himpunan umur.
Universitas Sumatera Utara
Nila
i kea
nggo
taan
Crisp Set
Fuzzy Set
Umur
1
0 10
0.5
20
Gambar 2.2: Ilustrasi fuzzy dan crisp set.
Sumber : Hagan (1996)
Pada Gambar 2.2 diilustrasikan representasi dengan crisp set yang
menyatakan bahwa jika seseorang berumur dibawah 10 tahun maka ia merupakan
himpunan orang muda, jika tidak maka ia tergolong tua. Sebaliknya dengan
menggunakan fuzzy set, himpunan orang muda ditentukan oleh derajat
keanggotaannya. Secara khusus kurva semacam ini disebut sebagai fungsi
keanggotaan (membership function).
2.2 Fuzzyfikasi (Fuzzyfication)
Fuzzyfikasi adalah suatu proses pengubahan nilai tegas/real yang ada kedalam
fungsi keanggotaan (Hagan, 1996). Pada gambar 2.3 diperlihatkan contoh fungsi
keanggotaan suhu. Dari Gambar 2.3 akan dihitung fuzzyfikasi dari suhu 35o
C.
Gambar 2.3 : Fungsi keanggotaan suhu
Sumber : Hagan (1996)
Dengan menggunakan fungsi keanggotaan segitiga, maka crisp input suhu 35o
15 30 60 45
Panas Dingin
A2
A1
µµ
Suhu (oC)
C
dikonversi ke nilai fuzzy dengan cara :
Universitas Sumatera Utara
Suhu 35o C berada pada nilai linguistik dingin dan panas. Semantik atau derajat
keanggotaan untuk dingin dihitung dengan menggunakan rumus:
(2.1)
Dimana b=30 dan c=45, sehingga derajat keanggotaan dingin adalah :
Sedangkan semantik atau derajat keanggotaan untuk panas dihitung dengan
menggunakan rumus:
(2.2)
Dimana a=30 dan b=45, sehingga derajat keanggotaan panas adalah :
Dari hasil perhitungan diatas, maka, proses fuzzyfikasi menghasilkan 2 fuzzy input,
yaitu suhu dingin (2/3) dan suhu panas (1/3)
2.2.1 Linguistic Variable
Dalam teori logika fuzzy dikenal himpunan fuzzy (fuzzy set) yang merupakan
pengelompokan sesuatu berdasarkan variabel bahasa (variabel linguistic) yang
dinyatakan dalam fungsi keanggotaan. Variabel linguistik adalah variabel yang
berupa kata/kalimat, bukan berupa angka. Sebagai alasan menggunakan
kata/kalimat dari pada angka karena peranan linguistik kurang spesifik
dibandingkan angka, namun informasi yang disampaikan lebih informatif. Variabel
linguistik ini merupakan konsep penting dalam logika samar dan memegang
peranan penting dalam beberapa aplikasi (Zadeh, 1968).
Konsep tentang variabel linguistik ini diperkenalkan oleh Lofti Zadeh.
Menurut Zadeh variabel linguistik ini dikarakteristikkan dengan (X, T(x), U, G, M),
dimana: (Zadeh, 1968)
X = nama variabel (variabel linguistik)
T(x) = semesta pembicaraan untuk x atau disebut juga nilai linguistik dari x
Universitas Sumatera Utara
U = jangkauan dari setiap nilai samar untuk x yang dihubungkan
dengan variabel dasar U
G = aturan sintaksis untuk memberikan nama (x) pada setiap nilai X
M = aturan semantik yang menghubungkan setiap X dengan artinya.
Sebagai contoh, jika :
X = ”umur” dengan U [10,80] dan T (umur) = {remaja, muda, tua}
Maka M untuk setiap X, M (x) adalah M (remaja), M (muda), M (tua), dimana :
M (remaja) = himpunan samarnya ”umur dibawah 20 tahun” dengan
fungsi keanggotaan m remaja.
M (muda) = himpunan samarnya ”umur mendekati 40 tahun” dengan
fungsi keanggotaan m muda
M (tua) = himpunan samarnya ”umur diatas 50 tahun” dengan fungsi
keanggotaan m tua.
Maka nilai dari M dapat dilihat dari Gambar 2.4 berikut ini :
Degree of Membeship Remaja Muda Tua
1
0 20 50 40
Gambar 2.4 : Fungsi keanggotaan kelompok umur
Sumber : Russel (2002)
2.2.2 Membership Function
Di dalam fuzzy systems, fungsi keanggotaan memainkan peranan yang sangat
penting untuk merepresentasikan masalah dan menghasilkan keputusan yang
akurat. Menurut Jang et al. (1997), Membership Function (MF) adalah kurva
yang memetakan setiap titik pada input-an (universe of discourse) ke sebuah
nilai keanggotaan (derajat keanggotaan) yang memiliki nilai antara 0 dan 1 yang
didefinisikan secara matematis oleh persamaan:
Universitas Sumatera Utara
μA(x) : X → [0, 1] (2.3)
Setiap elemen x dipetakan pada sebuah nilai keanggotaan oleh MF. Nilai ini
merupakan derajat keanggotaan dari x pada himpunan fuzzy A. μA(x) = Degree (x ∈ A) (2.4)
Dimana nilai keangotaan dari x dibatasi oleh:
0 ≤ μA(x) ≤ 1 (2.5)
Fungsi keanggotaan yang umum digunakan adalah: fungsi segitiga, fungsi
trapesium, fungsi gaussian, fungsi bell dan fungsi sigmoid. Bentuk dari masing-
masing fungsi keanggotaan adalah sebagai berikut (Jang et al. 1997) :
1. Fungsi linear
Pada representasi linear, pemetaan input ke dejarat keanggotaannya
digambarkan sebagai suatu garis lurus. Ada dua keadaan himpunan fuzzy
linear, yaitu :
a. Kenaikan himpunan dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat
keanggotaan nol (0) bergerak ke kanan menuju ke nilai domain yang
memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi, seperti pada Gambar 2.5 :
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
10.80.60.40.20
Der
ajat
Kea
nggo
taan
Gambar 2.5 : Fungsi keanggotaan linear naik
Sumber : Jang et al. (1997)
Universitas Sumatera Utara
Fungsi keanggotaan :
(2.6)
b. Garis lurus dimulai dari nilai domain dengan derajat keanggotaan
tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak turun ke nilai domain yang
memiliki derajat keanggotaan lebih rendah, seperti pada Gambar 2.6 :
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
10.80.60.40.20
Der
ajat
Kea
nggo
taan
Gambar 2.6 : Fungsi keanggotaan linear turun
Sumber : Jang et al. (1997)
Fungsi keanggotaan :
(2.7)
2. Fungsi segitiga.
Fungsi keanggotaan berbentuk segitiga didefinisikan oleh 3 parameter a,
b, c dengan persamaan:
(2.8)
Fungsi segitiga dengan parameter: segitiga (x;0.2,0.6,0.8) ditunjukkan
dalam Gambar 2.7 :
Universitas Sumatera Utara
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
10.80.60.40.20
mf1
Der
ajat
Kea
nggo
taan
Gambar 2.7 : Fungsi keanggotaan segitiga (triangle).
Sumber : Yan et al. (1994)
3. Fungsi Trapesium.
Fungsi keanggotaan berbentuk trapesium didefinisikan oleh 4 parameter
a, b, c, d dengan persamaan :
(2.9)
Fungsi Trapesium dengan parameter: trapesium (x;0.1,0.2,0.6,0.95)
ditunjukkan dalam Gambar 2.8:
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
10.80.60.40.20
mf1
Der
ajat
Kea
nggo
taan
X Gambar 2.8 : Fungsi keanggotaan trapesium (trapezoidal).
Sumber : Yan et al. (1994)
4. Fungsi Gaussian.
Fungsi keanggotaan berbentuk Gaussian didefinisikan oleh 2 parameter
σ, dan c dengan persamaan:
(2.10)
Universitas Sumatera Utara
Fungsi Gaussian dengan parameter: Gaussian (x;0.15,0.5) ditunjukkan
dalam Gambar 2.9 berikut ini:
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
10.80.60.40.20
mf1
Der
ajat
Kea
nggo
taan
X
Gambar 2.9 : Fungsi keanggotaan gaussian. σ = standar deviasi,
c = pusat.
Sumber : Jang et al. (1997)
5. Fungsi Bell.
Fungsi keanggotaan berbentuk bell didefinisikan oleh 3 parameter a, b
dan c dengan persamaan:
(2.11)
Fungsi Bell dengan parameter: bell (x;0.25,2.5,0.5) ditunjukkan dalam
Gambar 2.10:
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
10.80.60.40.20
mf1
Der
ajat
Kea
nggo
taan
X Gambar 2.10 : Fungsi keanggotaan Bell.
Sumber : Yan et al. (1994)
Universitas Sumatera Utara
Parameter a, b dan c yang menspesifikasikan fungsi Bell ditunjukkan
dalam Gambar 2.11 berikut ini:
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
10.80.60.40.20
mf1
Dera
jat K
eang
gota
an
X
c-a c+ac
slope=-b/2a
Gambar 2.11 : Letak parameter a,b dan c pada fungsi keanggotaan bell.
Sumber : Yan et al. (1994)
6. Fungsi Sigmoid.
Fungsi keanggotaan Sigmoid didefinisikan oleh 2 parameter a dan c
dengan persamaan:
(2.12)
Jika nilai a > 0, maka fungsi sigmoid akan membuka ke kanan, sedang
jika a < 0 maka fungsi sigmoid akan membuka ke kiri. Fungsi Sigmoid
membuka ke kanan dengan parameter: sigmoid (x;12,0.25) ditunjukkan
dalam Gambar 2.12:
Gambar 2.12 : Fungsi keanggotaan sigmoid membuka ke kanan.
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Yan et al. (1994)
Sedangkan fungsi Sigmoid membuka ke kiri dengan parameter: sigmoid
(x;-12,0.75) ditunjukkan dalam Gambar 2.13 berikut ini:
Gambar 2.13 : Fungsi keanggotaan sigmoid membuka ke kiri.
Sumber : Jang et al. (1997)
2.2.3 Aturan Dasar
Aturan dasar pada kontrol logika fuzzy merupakan suatu bentuk aturan
relasi/implikasi “Jika-maka” atau “If-Then” seperti pada pernyataan berikut
(Haykin, 1999):
“Jika” X=A dan “jika” Y=B “Maka” Z=C
Jadi aturan dasar pada control logika fuzzy (fuzzy logic control)
ditentukan dengan bantuan seorang pakar yang mengetahui karakteristik objek
yang akan dikendalikan. Aturan dasar tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk
matriks aturan dasar kontrol logika fuzzy. Contoh aturan dasar dari rancangan
pengaturan suhu ruangan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Contoh matriks aturan dasar perancangan kontrol logika fuzzy
Y X B S K
B K K B Z S K S K
K B K B
Dimana :
X : Suhu, Y : Kecepatan Kipas, Z : Sumber Frekuensi
Universitas Sumatera Utara
B : Besar, S : Sedang, K : kecil
2.2.4 Defuzzyfication
Defuzzyfication merupakan proses pemetaan himpunan fuzzy kehimpunan tegas
(crisp) (Haykin, 1999). Proses ini merupakan kebalikan dari proses fuzzyfikasi.
Proses defuzzyfikasi diekspresikan sebagai berikut :
Z* = defuzzifier (Z) (2.13) Dimana :
Z = Hasil penalaran fuzzy
Z* = Keluaran kontrol fuzzy logic
Defuzzifier = Operasi defuzzier
Metode dalam melakukan defuzzifikasi antara lain :
1. Metode Max (Maximum)
Metode ini juga dikenal dengan metode puncak dimana nilai keluaran
dibatasi oleh fungsi :
(2.14)
2. Metode Titik Tengah (Center of Area)
Metode ini juga disebut pusat area. Metode ini lazim dipakai dalam
proses defuzzyfikasi. Metode ini diekspresikan dengan persamaan :
(2.15)
3. Metode Rata-Rata (Average)
Metode ini digunakan untuk fungsi keanggotaan keluaran yang simetris.
Persamaan dari metode ini adalah :
(2.16)
4. Metode penjumlahan Titik Tengah (Summing of center area)
Metode ini dinyatakan dengan persamaan :
Universitas Sumatera Utara
(2.17)
5. Metode Titik Tengah Area Terbesar.
Dalam metode ini keluaran dipilih berdasarkan titik pusat area terbesar
yang ada. Metode ini dinyatakan dalam bentuk :
(2.18)
Selanjutnya keluaran dari defuzzyfikasi tersebut akan digunakan sebagai
keluaran kontrol logika fuzzy.
2.3 Neural Networks
Neural Networks (NN) atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah prosesor yang
terdistribusi paralel, terbuat dari unit-unit yang sederhana, dan memiliki
kemampuan untuk menyimpan pengetahuan yang diperoleh secara eksperimental
dan siap pakai untuk berbagai tujuan (Rajasekaran, 2005). JST merupakan sistem
adaptif yang dapat mengubah strukturnya untuk memecahkan masalah
berdasarkan informasi eksternal maupun internal yang mengalir melalui jaringan
tersebut. Secara sederhana, JST adalah sebuah alat pemodelan data statistik non-
linier. JST dapat digunakan untuk memodelkan hubungan yang kompleks antara
input dan output untuk menemukan pola-pola pada data.
Jaringan syaraf tiruan merupakan algoritma pembelajaran yang meniru
cara kerja sel syaraf. Selama proses pembelajaran, bobot-bobot dan bias selalu
diperbaharui menggunakan algoritma belajar, jika ada error pada keluaran. Untuk
proses identifikasi, bobot-bobot yang secara langsung memboboti masukan inilah
yang dinamakan sebagai parameter yang dicari, seperti terlihat pada Gambar 2.14,
parameter yang dicari adalah harga W1, W2, W3
dan Wn. Dalam identifikasi secara
on-line, neuron ataupun jaringan neuron akan selalu ‘belajar’ setiap ada data