BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ibu Post Partum 2.1.1 Definisi Ibu Post Partum Ibu post partum adalah keadaan ibu yang baru saja melahirkan. Istilah post partum adalah masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam setelah melahirkan. Masa post partum dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada masa sebelum hamil yang berlangsung kira-kira enam minggu, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali kekeadaan yang normal pada saat sebelum hamil (Marmi, 2012). 2.1.2 Perubahan Fisiologis Pada Ibu Post Partum Pada masa post partum ibu mengalami adanya perubahan-perubahan pada tubuh terutama pada ibu yang meliputi di antara : sistem reproduksi yaitu adanya pengerutan pada dinding rahim (involusi), lokea, perubahan serviks, vulva, vagina dan perinium., dan pada sistem pencernaan, terdapat adanya pembatasan pada asupan nutrisi dan cairan yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta akan menimbulkan keterlambatan pemulihan fungsi tubuh (Bobak, 2010). Sedangkan setelah masa post partum akan adanya perubahan pada otot – otot uterus mulai dari berkontraksi, pembuluh – pembuluh darah yang ada antara otot- otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan terjadinya pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan – perubahan yang terdapat pada serviks sesudah post 10
32
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ibu Post Partum 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/42620/3/BAB II.pdf · serta fasia yang merenggang pada sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Ibu Post Partum
2.1.1 Definisi Ibu Post Partum
Ibu post partum adalah keadaan ibu yang baru saja melahirkan. Istilah post
partum adalah masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa beberapa jam sesudah
lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam setelah melahirkan. Masa
post partum dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali pada masa sebelum hamil yang berlangsung kira-kira enam
minggu, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu
saluran reproduksi kembali kekeadaan yang normal pada saat sebelum hamil (Marmi,
2012).
2.1.2 Perubahan Fisiologis Pada Ibu Post Partum
Pada masa post partum ibu mengalami adanya perubahan-perubahan pada
tubuh terutama pada ibu yang meliputi di antara : sistem reproduksi yaitu adanya
pengerutan pada dinding rahim (involusi), lokea, perubahan serviks, vulva, vagina dan
perinium., dan pada sistem pencernaan, terdapat adanya pembatasan pada asupan
nutrisi dan cairan yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit serta akan menimbulkan keterlambatan pemulihan fungsi tubuh (Bobak,
2010).
Sedangkan setelah masa post partum akan adanya perubahan pada otot – otot
uterus mulai dari berkontraksi, pembuluh – pembuluh darah yang ada antara otot-
otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan terjadinya pendarahan setelah
plasenta lahir. Perubahan – perubahan yang terdapat pada serviks sesudah post
10
partum yaitu padaorgan serviks seperti menganga berbentuk corong, bentuk ini
disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan – perubahan
yang terdapat pada endometrium yaitu timbulnya berupa trombosis, degenerasi dan
nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira –
kira setebal 2 – 5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua
dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa – sisa sel desidua basalis
yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen – ligamen dan diafragma palvis
serta fasia yang merenggang pada sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir
berangsur – angsur kembali seperti sedia kala (Hadijono, 2008).
2.1.3 Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum
Pasca persalinan merupakan salah satu pengalaman yang akan dialami oleh
seorang ibu yang baru saja melahirkan terutama pada ibu yang pertama kalinya
melahirkan, pada perkembangan kondisi ibu sering mengalami terjadinya peningkatan
dan perubahan emosi dan psikologis yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
adanya penyesuaian pada lingkungan baru, harapan sosial untuk berperilaku lebih
baik, masalah dalam sekolah ataupun pekerjaan, dan serta hubungan keluarga yang
tidak harmonis, yang akan menyebabkan ibu usia muda harus bisa beradaptasi
dengan kehidupan barunya (Sarlito, 2009).
Kelahiran anggota baru bagi suatu keluarga yang memerlukan penyesuaian
bagi ibu. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani,
perubahan tersebut berupa perubahan pada emosi dan sosial. Adaptasi psikologis ini
menjadi periode kerentanan pada ibu post partum, karena periode ini membutuhkan
peran professional kesehatan dan keluarga. Tanggung jawab ibu post partum akan
bertambah dengan adanya kehadiran bayi yang baru lahir. Ikatan antara ibu dan bayi
yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin mendorong wanita untuk
11
menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat gabung atau rooming in pada
ibu pasca melahirkan agar ibu dapat leluasa menumbuhkan rasa kasih sayang kepada
bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti merawat tali pusat, menyusui, mengganti
popok tetapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium, menimang sehingga
kasih sayang ibu dapat terus terjaga.
Menurut Hamilton (1995) dalam Sulistyawati (2009), ketika menjalani adaptasi
setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut :
1. Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang
berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan
proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.
2. Fase taking hold merupakan suatu periode yang berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu
mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan
gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu.
Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri
ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik
untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang
diperlukan ibu nifas.
3. Fase letting go merupakan periode menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa
bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
12
Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat pada fase ini. Ibu
akan percaya diri dalam menjalani peran barunya.
2.1.4 Klasifikasi Masa Ibu Post Partum
Menurut Hadijono (2008) Masa ibu post partum dibagi menjadi 3 bagian
yaitu :
1. Puerperium dini adalah kondisi kepulihan dimana seorang ibu sudah
diperbolehkan berdiri dan berjalan
2. Puerperium Intermedial adalah kondisi kepulihan organ genital secara
menyeluruh dengan lama 6-8 minggu
3. Remote Puerperium waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila saat hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Waktu
yang diperlukan untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan
ataupun tahunan.
2.1.5 Manifestasi Perubahan Diri Ibu Pada Masa Post Partum
Menurut Bahiyatun (2009), perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada
ibu setelah masa nifas/post partum adalah:
a. Perubahan sitem reproduksi
1. Involusi uterus
Involusi uterus adalah kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil, baik
dalam bentuk maupun posisi. Proses involusi uterus disertai dengan
penurunan tinggi fundus uteri (TFU). Pada hari pertama TFU diatas simfisis
pubis/ sekitar 12 cm. Proses ini terus berlangsung dengan penurunan TFU 1
cm tiap harinya, sehingga pada hari ke-7 TFU sekitar 5 cm dan pada hari ke-
10 TFU tidak teraba di simfisis pubis.
13
2. Lokia
Lokia keluar dari uterus setelah bayi lahir sampai dengan 3 atau 4 minggu
setelah post partum, perubahan lokia terjadi dalam 3 tahap: lokia rubra,
serosa dan alba.
3. Ovarium dan tuba falopi
Setelah kelahiran plasenta produksi ekstrogen dan progestern menurun
sehingga menimbulkan mekanisme timbal balik dari sirkulasi menstruasi.
Pada saat inilah dimulai kembali proses ovulasi sehingga wanita dapat hamil
kembali.
b. Perubahan sistem pencernaan
Setelah kelahiran plasenta produksi ekstrogen dan progestern menurun
sehingga menyebabkan nyeri ulu hati (Beartburn) dan konstipasi, terutama dalam
beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motilitas usus akibat
kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflex hambatan
defekasi karena adanya nyeri pada perineum akibat luka episiotomy.
c. Perubahan sistem perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada :
1. Keadaan/status sebelum persalinan
2. Lamanya partus kala II dilalui
3. Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan
Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan
tidak menunjukkan adanya edema dan hyperemia dinding kandung kemih, akan
tetapi sering terjadi exstravasasi. extravasation, artinya keluarnya darah dari
pembuluh-pembuluh darah di dalam badan) ke mukosa.
14
d. Perubahan sistem endoktrin
Saat plasenta terlepas dari dinding uterus kadar HCG (hormone chrorionic
gonadhotropin) dan HPL (hormone plasenta lactogenic) secara berangsur turun dan
normal kembali setelah 7 hari postpartum. HCG tidak terdapat dalam urine
ibu hamil setelah 2 hari post partum. HPL tidak lagi terdapat dalam plasenta.
e. Perubahan sistem kardiovaskuler
Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala
3 ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa
hari pertama post partum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke-3
post partum.
f. Perubahan sistem kematologi
Leukosistosis terjadi selama persalinan, sel darah merah berkisar 15.000
selama persalinan.Peningkatan sel darah putih berkisar 25.000-30.000 yang
merupakan manifestasi adanya infeksi pada persalinan lama. Hal ini dapat
meningkat pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan
tekanan darah serta volume plasma dan volume sel darah merah. Pada 2-3
hari post partum konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih.
Total kehilangan darah selama persalinan dan nifas kira-kira 700-1500 ml
(200 ml hilang saat persalinan, 500-800 ml hilang pada minggu pertama post
partum, dan 500 ml hilang pada saat masa nifas).
g. Perubahan tanda-tanda vital
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai
akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika
terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam
melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis
15
(infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan
endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain.
2.1.6 Komplikasi Ibu Saat Masa Post Partum
Menurut Costance Sinclair (2009), berikut ini merupakan komplikasi yang
terjadi pada ibu saat post partum, yaitu:
a. Penurunan Berat badan
Untuk sebagian besar pada wanita memiliki berat badan lebih dalam 2 tahun
setelah hamil dibanding wanita yang belum pernah hamil, dan penurunan berat
badan biasanya bisa terjadi pada dalam beberapa waktu sesudah hamil dan
melahirkan.
b. Demam nifas
Demam nifas merupakan demam yang terjadi setelah melahirkan atau saat ibu
berada di masa nifas. Demam ini bisa terjadi setelah melahirkan hingga kurang
lebih 6 minggu setelah masa persalinan, demam nifas biasanya yang disebabkan
oleh perubahan hormon karena sebagian besar demam nifas ini disebabkan oleh
infeksi setelah masa persalinan atau melahirkan.
c. Nyeri pada simfisis pubis
Nyeri ini biasanya disebabkan oleh ibu paska bersalin atau masa nifas, dan
nyeri tersebut akan ada setelah kondisi ibu melahirkan bayi melalui vagina, nyeri
ini diakibatkan karena adanya lecet pada sekitar area vagina dan bekas luka jahitan
pasca melahirkan.
d. Kesulitan berjalan atau kesulitan dalam hubungan seksual
Kesulitan ketika berjalan biasanya dikarenakan adanya latihan duduk dan
berjalan paska bersalin pada ibu post partum, sedangkan kesulitan dalam
16
hubungan seksual pada ibu post partum kemungkinan diakibatkan karena
timbulnya rasa sakit disekitar jalan lahir setelah pasca melahirkan.
e. Pendarahan yang luar biasa
Pendarahan pada ibu pasca melahirkan terdapat pendarahan yang hebat yang
terjadi dari adanya robekan pada jalan lahir. Dan juga apabila ari – ari sudah lahir
(keluar dari rahim) biasanya juga mengeluarkan darah yang banyak, sedangkan
rahim masih berkontraksi dengan baik sehingga ibu post partum merasa mules
dengan adanya kontraksi tersebut, sedangkan bisa juga darah yang keluar banyak
tentunya kemungkinan terjadi karena adanya robekan pada jalan lahir sehingga
bisa terjadinya pendarahan yang luar biasa.
f. Payudara membengkak disertai kemerahan
Paska persalinan setelah dua atau tiga hari terkadang seorang ibu nifas atau
post partum akan merasakan payudaranya mulai membengkak yang disebabkan
oleh adanya bakteri Staphylococcus atau Streptococcus yang berasal dari saluran air susu
yang tersumbat (ASI mengendap dalam saluran susu), selain itu dengan adanya
penyumbatan pada sekitar area payudara akan membuat terlihat payudara menjadi
bengkak dan kemerahan.
2.1.7 Hal-Hal Yang Perlu di Perhatikan Ibu Pada Masa Post Partum
a. Personal hygiene
Kebersihan diri sangat penting dilakukan pada masa post partum, kondisi ibu
pasca melahirkan sangatlah rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan
diri sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi.
Dan kebersihan wajib dilakukan pada area tubuh, pakaian, tempat tidur, dan
lingkungan yang sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009).
17
b. Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk
memulihkan kembali keadaan fisiknya setelah melahirkan. Keluarga disarankan
untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai
persiapan untuk merawat bayi salah satunya pada perawatan tali pusat nanti.
c. Senam nifas
Dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari kesepuluh,
terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat
pemulihan keadaan ibu. Senam nifas membantu untuk memperbaiki sirkulasi
darah, dan memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan,
memperkuat otot panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca
melahirkan (Suherni, 2009).
2.1.8 Pengetahuan dan sikap ibu post partum terhadap perawatan tali pusat
Ibu post partum adalah keadaan ibu yang baru saja melahirkan. Biasanya
pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh ibu post partum usia muda terhadap
perawatan tali pusat sangatlah rendah sehingga bisa berpengaruh terhadap status
kesehatan tali pusat bayi. Pemberian informasi ataupun edukasi secara tepat dan jelas
dapat meningkatkan kualitas pengetahuan, serta sikap dan kemampuan ibu post
partum dalam merawat tali pusat. Kemampuan merawat tali pusat secara mandiri
merupakan modal dasar seorang ibu post partum yang akan melakukan perawatan tali
pusat berdasarkan oleh pengetahuan dan kemampuan yang telah diterima dan
dipelajari (Notoadmodjo, 2014). Sebagian besar pengetahuan ibu tentang perawatan
tali pusat baik dengan kejadian infeksi tali pusat, hal ini menunjukkan bahwa
pengetahuan perawatan tali pusat berpengaruh pada kejadian infeksi tali pusat, hal ini
didukung oleh teori yang menyatakan bahwa risiko infeksi tali pusat pada bayi baru
18
lahir sebenarnya mudah dihindari dengan perawatan tali pusat yang baik, dan
pengetahuan yang memadai tentang cara merawat tali pusat (Liyah ,2013).
2.2 Konsep Tali Pusat
2.2.1 Definisi Tali Pussat
Tali pusat menurut istilah medis (umbilical coord) merupakan suatu tali yang
menghubungkan antara janin dengan plasenta.Semasa dalam rahim, tali inilah yang
menyalurkan oksigen dan nutrisi makanan dari plasenta ke janin yang berada di
dalamnya. Begitu janin dilahirkan tidak lagi membutuhkan oksigen dari ibunya,
karena sudah dapat bernapas sendiri melalui hidungnya. Oleh karena itu sudah tidak
diperlukan lagi, maka saluran ini harus segera dipotong dan dijepit (Baety, 2011).
Menurut Riksani (2012) yang dimaksud Tali pusat atau (funiculus umbilikalis)
adalah sebuah saluran kehidupan bagi janin selama dalam kandungan. Tali pusat
merentang dari umbilicus (pusar) janin ke permukaan plasenta dan mempunyai
panjang normal kurang lebih 50-55 cm, dengan ketebalan sekitar 1-2 cm, tali pusat
dianggap berukuran pendek, jika panjang normal kurang dari 40 cm. Tali pusat
merupakan jembatan penghubung antara plasenta dan janin. Jadi tali pusat tidak
hanya mencakup fungsi pernapasan saja, tapi seluruh aktivitas yang ada di plasenta
yakni menyalurkan zat-zat yang dibutuhkan oleh janin, baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal, serta berperan sebagai saluran untuk mengeluarkan
bahan-bahan sisa yang tidak dibutuhkan oleh janin seperti urea dan gas
karbondioksida. Kemudian akan dikembalikan keperedaran darah ibu yang akan
dieksresikan dari tubuh ibu.
19
2.2.2 Proses Pembentukan Tali Pusat Pada Janin
Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik,
kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut
akan menjadi tali pusat. Tahap awal perkembangan, rongga perut masih kecil untuk
usus yang berkembang, sehingga sebagian usus terdesak ke dalam rongga selom
ekstraembrional pada tali pusat. Pada sekitar akhir bulan ketiga, penonjolan lengkung
usus (intestional loop) ini masuk kembali ke dalam rongga abdomen janin yang telah
membesar. Kandung kuning telur (yolk-sac) dan tangkai kandung kuning telur
(ductus vitellinus) yang terletak dalam rongga korion, yang juga tercakup dalam
connecting stalk, juga tertutup bersamaan dengan proses semakin bersatunya amnion
dengan korion (Dewi, 2010).
2.2.3 Fungsi Tali Pusat
Tali pusat berfungsi sebagai saluran yang menghubungkan antara plasenta
dan bagian tubuh janin sehingga janin mendapat asupan oksigen, makanan dan
antibody dari ibu yang sebelumnya diterima terlebih dahulu oleh plasenta melalui
vena umbilicalis.Sehingga janin mendapat asupan yang cukup untuk tumbuh
kembang di dalam rahim (Cunningham, et all, 2008). Selain itu, tali pusat juga
memiliki fungsi sebagai saluran pertukaran zat-zat sisa seperti urea dan gas karbon
dioksida yang akan meresap keluar melalui pembuluh darah arteri umbilicalis (Baety,
2011).
2.2.4 Struktur Tali Pusat
Tali pusat terdapat antara pusat janin dan permukaan fetal plasenta.
Warnanya dari luar putih dan merupakan tali yang berpilin. Panjangnya ± 55 cm (30
–100 cm) dan diameter 1 –1,5 cm. Pembuluh-pembuluh darahnya biasanya lebih
20
panjangdari tali pusatnya sendiri sehingga pembuluh berkelok-kelok. Kadang-kadang
menimbulkan tonjolan pada permukaan tali pusat dan diberi nama simpul palsu.
Tiga pembuluh darah : Setelah struktur lengkung usus, yolk sack dan duktus
vitellinus menghilang, tali pusat akhirnya hanya mengandung pembuluh darah
umbilikal yang menghubungkan sirkulasi janin dengan plasenta. Ketiga pembuluh
darah itu saling berpilin di dalam funiculus umbilicalis dan melanjutkan sebagai
pembuluh darah kecil pada vili korion plasenta.Kekuatan aliran darah (kurang lebih
400 ml/ menit) dalam tali pusat membantu mempertahankan tali pusat dalam posisi
relatif lurus dan mencegah terbelitnya tali pusat tersebut ketika janin bergerak-gerak.
Ketiga pembuluh darah tersebut adalah:
1. Satu vena umbilicalis membawa oksigen dan memberi nutrien ke sistem
peredaran darah fetus dari darah maternal yang terletak di dalam spatium
choriodeciduale.
2. Dua arteri umbilicalis mengembalikan produk sisa (limbah) dari fetus ke
plasenta dimana produk sisa tersebut diasimilasi ke dalam peredaran darah
maternal untuk di ekskresikan.
3. Jeli Wharton : Merupakan zat yang berkonsistensi lengket yang mengelilingi
pembuluh darah pada funiculus umbilicalis. Jeli Warthon merupakan subtansi
seperti jeli, juga berasal dari mesoderm seperti halnya pembuluh darah.Jeli ini
melindungi pembuluh darah tersebut terhadap kompresi, sehingga pemberian
makanan yang kontinyu untuk janin dapat di jamin.Selain itu juga dapat
membantu mencegah penekukan tali pusat. Jeli warthon ini akan
mengembang jika terkena udara. Jeli Warthon ini kadang-kadang terkumpul
sebagai gempalan kecil dan membentuk simpul palsu di dalam funiculus
21
umbilicalis. Jumlah jeli inilah yang menyebabkan funiculus umbilicalis menjadi
tebal atau tipis (Dewi, 2010).
2.2.5 Sirkulasi Tali Pusat
Fetus dalam rahim ibu mempunyai dua kebutuhan yang harus dipenuhi yaitu
oksigen dan nutrisi serta membuang produk sisa yang dihasilkan oleh sel-selnya.
Struktur yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan fetus adalah plasenta.
Plasenta mempunyai banyak vilus yang tumbuh dari membran, menyelimuti fetus dan
menembus dinding uterus yaitu endometrium.
Endometrium kaya dengan aliran darah ibu. Jaringan kapilari darah fetus
berada di dalam vilus. Darah yang kaya oksigen dan nutrien dibawa melalui vena
umbilicalis. Sebaliknya darah yang sampai ke vilus dari fetus melalui arteri umbilicalis
dalam tali pusat mengandung produk sisa seperti karbondioksida dan urea. Produk
sisa ini akan meresap ke membran dan masuk darah ibu. Darah ibu dan darah fetus
dalam vilus sangat rapat, akan tetapi kedua darah tersebut tidak bercampur karena
dipisahkan oleh suatu membran.
Oksigen, air, glukosa, asid amino, lipid, garam mineral, vitamin,hormon dan
antibodi dari darah ibu perlu menembus membran ini dan memasuki kapilari darah
fetus yang terdapat dalam vilus. Selain oksigen dan nutrien, antibodi dari darah ibu
juga meresap ke dalam darah fetus melalui plasenta. Antibodi ini melindungi fetus
dan bayi yang dilahirkan dari pada jangkitan penyakit (Sulistyawati, 2012).
2.2.6 Infeksi Tali Pusat
Pada saat lahir tali pusat diklem atau diikat dan dalam beberapa hari akan
mengerut, kering dan lepas. Area bekas tempatnya tali pusat kadang-kadang bakteri
memasuki tempat ini dan terjadi suatu infeksi yang disebut Tetanus neonatorum dan
Omfalitis. Sedangkan tanda-tanda terjadinya infeksi pada tali pusat yaitu adanya basah
22
pada tali pusat dan terjadinya lecet pada area tersebut, dan sehingga tali pusat menjadi
berbau berbeda dari biasanya, mengeluarkan cairan berupa nanah atau darah, area di
sekitar tali pusat menjadi bengkak yang merupakan tanda-tanda dari infeksi tali pusat
(Paisal, 2008). Apabila telah terjadi infeksi pada tali pusat, lakukan pemberian
antibiotic local maupun sistematik. Bahaya penyakit Tetanus neonatorum dan omfalitis
yang diakibatkan oleh infeksi tali pusat semakin tinggi. Pada saat ketika bayi
dipulangkan segera dari rumah sakit setelah mereka lahir, ibu bayi harus
diinstruksikan untuk menjaga agar tali pusat tetap dalam keadaan kering dan bersih
(Hamilton et al. 2009).
2.2.7 Pemotongan Tali Pusat
Adapun langkah-langkah proses dalam tahap pemotongan tali pusat antara
lain yaitu sediakan alat berupa gunting tali pusat desinfeksi tingkat tinggi 1 atau 2
buah, serta klem desinfeksi tingkat tinggi (DTT) 2 buah dan handscoen steril 1
pasang. Sedangkan cara pemotongan pada tali pusat dengan cara mencuci tangan
terlebih dahulu atau bisa juga masukan tangan kedalam larutan klorin yang berfungsi
untuk membersihkan atau mensterilkan, kemudian jangan lupa gunakan handscoon
yang steril. Lalu kemudian setelah itu lakukan penjepitan pada tali pusat dengan
menggunakan klem kira-kira 3 cm dari umbilicus bayi, dan setelah dilakukan
penjempitan kemudian lakukan urutan pada tali pusat kearah ibu dan memasang klem
kedua 2 cm dari klem yang pertama, terus pegang tali pusat diantara 2 klem
menggunakan tangan kiri, dengan perlindungan jari-jari tangan kiri, kemudian tangan
yang lain memotong tali pusat diantara 2 klem tersebut dengan gunting tali pusat.
(JNPK-KR, 2008).
23
2.2.8 Faktor-Faktor Penyebab Infeksi Pada Tali Pusat
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi tali pusat pada bayi baru
lahir adalah sebagai berikut :
a. Faktor kuman dan bakteri
Staphylococcus aereus ada dimana-mana dan didapat pada masa awal kehidupan
hampir semua bayi, saat lahir atau selama masa perawatan. Biasanya Staphylococcus
aereus sering dijumpai pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran cerna
terkolonisasi. Untuk pencegahan terjadinya infeksi tali pusat sebaiknya tali pusat
tetap dijaga kebersihannya, upayakan tali pusat agar tetap kering dan bersih, pada
saat memandikan di minggu pertama sebaiknya jangan merendam bayi langsung
kedalam air mandinya karena akan menyebabkan basahnya tali pusat dan
memperlambat proses pengeringan tali pusat. Dan masih banyak penyebab lain
yang dapat memperbesar peluang terjadinya infeksi pada tali pusat seperti
penolong persalinan yang kurang menjaga kebersihan terutama pada alat-alat
yang digunakan pada saat menolong persalinan dan khususnya pada saat
pemotongan tali pusat. Biasakan mencuci tangan untuk pencegahan terjadinya
infeksi (Danuatmadja, 2008).
b. Proses persalinan
Persalinan yang tidak sehat atau yang dibantu oleh tenaga non medis.
Kematian bayi yang diakibatkan oleh tetanus ini terjadi saat pertolongan
persalinan oleh dukun pandai, terjadi pada saat memotong tali pusat
menggunakan alat yang tidak steril dan tidak diberikan obat antiseptik.
c. Faktor tradisi
Untuk perawatan tali pusat juga tidak lepas dari masih adanya tradisi yang
berlaku di sebagian masyarakat misalnya dengan memberikan berbagai ramuan-
24
ramuan atau serbuk-serbuk yang dipercaya bisa membantu mempercepat kering
dan lepasnya potongan tali pusat. Ada yang mengatakan tali pusat bayi itu harus
diberi abu-abu pandangan seperti inilah yang seharusnya tidak boleh dilakukan
karena justru dengan diberikannya berbagai ramuan tersebut kemungkinan
terjangkitnya tetanus lebih besar biasanya penyakit tetanus neonatorum ini cepat
menyerang bayi, pada keadaan infeksi berat hanya beberapa hari setelah
persalinan jika tidak ditangani biasa mengakibatkan meninggal dunia (Mieke,
2006).
2.2.9 Upaya Pencegahan Infeksi Pada Tali Pusat
Adapun berbagai hal upaya pencegahan sebelum terjadinya infeksi pada tali
pusat yaitu dengan dilakukan antara lain :
1. Berikan penyuluhan atau edukasi kepada ibu post partum tentang bagaimana
cara merawat tali pusat yang baik dan benar, yang bertujuan untuk
menghindari atau mencegah supaya tidak terjadinya kesalahan ataupun adanya
infeksi pada tali pusat, dan pemberian edukasi yang dilakukan pada ibu post
partum berfungsi untuk menambahkan wawasan serta pengetahuan dalam
merawat tali pusat pada bayi baru lahir (DepKes, RI, 2010).
2. Memberikan stimulus dan latihan secara langsung tentang perawatan tali
pusat pada ibu post partum dan nifas, supaya ibu memiliki persepsi dalam
perawatan tali pusat dan kemudian dapat mempraktikannya atau
melaksanakannya secara langsung (Notoatmodjo, 2007).
3. Instruksikan ibu untuk selalu memantau bayi dan keadaan tali pusat, untuk
memastikan bahwa kondisi bayi dan tali pusat tetap dalam keadaan yang baik
dan sehat ( Dewi, 2010).
25
4. Lakukan perawatan tali pusat setiap hari dan setiap kali, apabila tali pusat
mengalami basah atau kotor, jika tali pusat basah maka diwajibkan tali pusat
dalam keadaan kering, sedangkan jika tali pusat dalam keadaan kotor wajib
dibersihkan, bertujuan agar tidak terjadinya infeksi (Arin & Akbar , 2009).
2.3 Konsep Perawatan Tali Pusat
2.3.1 Definisi Perawatan Tali Pusat
Perawatan tali pusat merupakan suatu tindakan merawat dan membersihkan
tali pusat, serta untuk mencegah terjadinya infeksi pada tali pusat bayi dan
mempercepat penyembuhan luka bekas pemotongan tali pusat (Sodikin, 2009).
Perawatan tali pusat juga sebagai pengobatan dan pengikatan tali pusat yang
menyebabkan pemisahan fisik terakhir antara ibu dan bayi, kemudian tali pusat
dirawat dalam keadaan steril, bersih, kering, puput dan terhindar dari infeksi tali pusat
(Hidayat, 2007).
2.3.2 Tujuan Perawatan Tali Pusat
Menurut Sodikin (2012) tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah
terjadinya gangguan kesehatan pada bayi diantaranya tetanus neonatorum dan
omfalitis dengan tindakan sederhana. Tujuan lain perawatan tali pusatpun berfungsi
untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir, penyakit ini
disebabkan karena masuknya spora kuman tetanus kedalam tubuh bayi melalui tali
pusat, baik dari alat steril, pemakaian obat-obatan, bubuk atau daun-daunan yang
ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi (Boycell, 2011).
26
2.3.3 Metode Perawatan Tali Pusat
Ada beberapa metode perawatan tali pusat, antara lain yaitu :
1. Teknik Perawatan Tali Pusat Kasa Kering
Menurut Prawirohardjo (2010), bahwa penatalaksanaan dalam
merawat tali pusat dengan cara yaitu : mencuci tangan terlebih dahulu
sebelum menyentuh tali pusat bayi dengan menggunakan sabun dan air
bersih, kemudian bersihkan dengan lembut kulit disekitar tali pusat dengan
kapas basah, setelah itu bungkus tali pusat dengan longgar jangan terlalu rapat
dengan menggunakan kassa bersih atau steril, kemudian pastikan popok atau
celana bayi diikat dibawah tali pusat. Popok atau celana tersebut tidak boleh
menutupi tali pusat agar tali pusat tidak terkena feses dan urin, hindari
penggunaan kancing, koin (uang logam) pada area tali pusat.
2. Teknik Perawatan Tali Pusat Terbuka
Menurut Varney (2008) bahwa sebelum menyentuh tali pusat bayi
anjurkan kepada ibu bayi agar mencuci tangan terlebih dahulu sebelum
menyentuh tali pusat dengan menggunakan sabun dan air bersih, dan ketika
pada saat memandikan bayi usahakan tidak merendam seluruh badan bayi
kedalam air.Jangan merendam seluruh badan sampai ujung tali pusat lepas
dan kering, hindari membasahi tali pusat ketika membasuh bayi dengan lap
basah. Tidak dianjurkan mengoleskan salep atau zat lain ke ujung tali pusat,
ataupun mengusap alkohol atau povidone iodine meskipun masih
diperkenankan asal tidak menyebabkan tali pusat menjadi basah atau lembab.
Hindari pembungkusan tali pusat denagn tujuan supaya tali pusat cepat
mengering dan puput, kemudian pastikan popok atau celana bayi diikat
dibawah tali pusat. Popok atau celana tersebut tidak boleh menutupi tali pusat
27
agar tali pusat tidak terkena feses dan urin, dan apabila terdapat sisa tali pusat
kotor, bersihkan dengan hati-hati menggunakan air Desinfektan Tingkat
Tinggi (DTT), selanjutnya keringkan secara dengan menggunakan kain bersih
atau kassa kering (JNPK-KR, 2008).
Banyak pendapat yang menyatakan tentang cara terbaik dalam
merawat tali pusat. Telah dilakukan ataupun dilaksanakan beberapa uji klinis
untuk membandingkan cara perawatan tali pusat agar tidak terjadi
peningkatan infeksi adalah dengan cara membiarkan tali pusat dalam keadaan
terbuka, dan apabila terdapat luka pada area tali pusat maka bersihkan luka
tersebut cukup hanya dengan menggunakan air bersih (Dewi, 2010).
2.3.4 Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Pada Saat Perawatan Tali Pusat
Untuk mencegah tali pusat dari infeksi, maka tali pusat harus tetap bersih dan
kering. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tali pusat yaitu : Cuci tangan sebelum
menyentuh tali pusat pada bayi, dan apabila tali pusat kotor atau memiliki banyak
darah kering bersihkanlah dengan alkohol 50%, dan juga bisa menggunakan air dan
sabun, dan jangan meletakan benda apapun di atas tali pusat untuk menghindari
terjadinya infeksi. Sisa tali pusat biasanya jatuh sekitar hari ke 5-7setelah lahir.
Mungkin akan keluar beberapa tetes darah ataupun lendir saat tali pusat terlepas, ini
normal-normal saja. Namun jika ternyata masih keluar banyak darah atau muncul
nanah, segera minta bantuan medis(Siti Saleha, 2009).
2.3.5 Dampak Perawatan Tali Pusat
Adapun dampak yang muncul setelah perawatan tali pusat, antara lain yaitu :
1. Perawatan Tali Pusat Steril
Menurut Hidayat (2009) bahwa perawatan tali pusat yang steril akan
berdampak pada bayi, bayi akan sehat dengan kondisi tali pusat yang bersih, tidak
28
terjadi infeksi serta tali pusat akan pupus lebih cepat yaitu antara hari ke 5-7 tanpa
adanya suatu komplikasi.
2. Perawatan Tali Pusat Tidak Steril
Dampak permasalahan perawatan tali pusat yang tidak baik akan
menimbulkan permasalahan infeksi berupa mengeluarkan cairan nanah, darah, dan
tali pusat berbau, karena kondisi kotor pada tali pusat yang dapat menjadi media
pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat menyebabkan infeksi, bahkan dapat