10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekuatan Otot Dasar Panggul Lansia 2.1.1 Lansia dan Proses Penuaan Penuaan merupakan proses normal yang berjalan seiring dengan waktu, dan sudah dimulai sejak lahir serta berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir rentang kehidupan manusia (Fatimah, 2010). Menurut Pasal 1 Undang- Undang No.4 Tahun 1965, seorang dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain (Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2012). Belum ada patokan usia yang pasti untuk menyatakan seseorang menjadi lansia, umumnya berkisar usa 60-65 tahun. Di Indonesia, seseorang disebut lansia bila berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (Padila, 2013). Departemen Kesehatan RI membagi lansia menjadi tiga kelompok berdasarkan usia, yaitu: 1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) dikatakan sebagai masa vibrilitas, 2. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium dan, 3. Kelompok usia lanjut (lebih dari 65 tahun) sebagai senium (Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2012). Menurut badan kesehatan dunia atau WHO (World Health Organization), penggolongan lansia dibedakan menjadi empat kelompok yakni usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) dengan usia antara 60-74 tahun, usia tua (old) usia
25
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekuatan Otot Dasar …erepo.unud.ac.id/10039/3/f0f6f566b391e04e78c0353a7a25ff3c.pdf · normalnya, ketahanan terhadap cedera termasuk infeksi. ... Saat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kekuatan Otot Dasar Panggul Lansia
2.1.1 Lansia dan Proses Penuaan
Penuaan merupakan proses normal yang berjalan seiring dengan waktu,
dan sudah dimulai sejak lahir serta berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase
akhir rentang kehidupan manusia (Fatimah, 2010). Menurut Pasal 1 Undang-
Undang No.4 Tahun 1965, seorang dinyatakan sebagai orang jompo atau usia
lanjut setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau
tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan
menerima nafkah dari orang lain (Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2012). Belum
ada patokan usia yang pasti untuk menyatakan seseorang menjadi lansia,
umumnya berkisar usa 60-65 tahun. Di Indonesia, seseorang disebut lansia bila
berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, diatur dalam Undang-Undang
No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (Padila, 2013).
Departemen Kesehatan RI membagi lansia menjadi tiga kelompok
berdasarkan usia, yaitu: 1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun)
dikatakan sebagai masa vibrilitas, 2. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai
presenium dan, 3. Kelompok usia lanjut (lebih dari 65 tahun) sebagai senium
(Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2012). Menurut badan kesehatan dunia atau
WHO (World Health Organization), penggolongan lansia dibedakan menjadi
empat kelompok yakni usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45-59
tahun, lanjut usia (elderly) dengan usia antara 60-74 tahun, usia tua (old) usia
11
antara 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) yaitu lansia usia di atas 90 tahun
(Padila, 2013).
Penuaan merupakan proses normal yang berjalan seiring dengan waktu,
dan sudah dimulai sejak lahir serta berlanjut sepanjang hidup dan merupakan fase
akhir rentang kehidupan manusia (Fatimah, 2010). Menua atau menjadi tua adalah
suatu keadaan yang terjadi sepanjang hidup manusia dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menua bukan suatu penyakit melainkan suatu proses yang terjadi
berangsur-angsur menyebabkan perubahan kumulatif, menurunkan daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan luar dan berakhir dengan kematian. (Padila,
2013). Menua juga diartikan sebagai suatu proses menghilangnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri serta mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, ketahanan terhadap cedera termasuk infeksi. Proses ini berlangsung
sejak individu menjadi dewasa dimulai dengan kehilangan jaringan pada otot,
saraf dan jaringan lain secara perlahan hingga tubuh “mati” sedikit demi sedikit.
(Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2012).
Terdapat dua proses penuaan yaitu penuaan primer dan penuaan sekunder.
Dikatakan penuaan primer jika penuaan terjadi pada tingkat sel dan tanpa
pengaruh dari luar. Sebaliknya jika terdapat stres psikis, sosial serta kondisi
lingkungan mempengaruhi proses penuaan maka proses tersebut dikatakan
penuaan sekunder (Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2012). Berbagai teori
dikemukakan mengenai terjadinya penuaan, tetapi sampai saat ini belum ada teori
yang secara utuh menjelaskan proses penuaan, semua teori masih dalam proses
perkembangan dan mempunyai keterbatasan. Penuaan merupakan sebuah proses
12
yang mengakibatkan berbagai perubahan dimulai dari tingkat sel hingga sistem
organ dalam tubuh manusia. Perubahan tingkat sel dan ekstrasel pada lansia
menyebabkan perubahan penampilan dan fungsi fisik.
Akibat bertambahnya usia, lansia akan mengalami perubahan-perubahan
yang secara tidak langsung menuntut lansia untuk beradaptasi terus-menerus
dengan perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi
perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental dan perubahan psikososial.
Perubahan kondisi fisik lansia meliputi perubahan dari tingkat sel hingga semua
organ tubuh di antaranya sistem pernapasan, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskular, sistem pengaturan tubuh, musculoskeletal, gastrointestinal,
urogenital, endokrin, dan integumen. Perubahan-perubahan yang dipaparkan
sebelumnya dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Perubahan fisiologis
yang terjadi meliputi perubahan pada tekanan darah, penurunan fungsi
pernapasan, perubahan gastrointestinal seperti penurunan saliva, sulit menelan,
penurunan motilitas dan konstipasi, perubahan neuromuskular meliputi degenerasi
sel saraf sehingga impuls berjalan lambat, penurunan massa otot, densitas tulang,
ukuran otot berkurang dan hilangnya kekuatan serta fleksibilitas otot, dan
perubahan sistem urogenital yang mengakibatkan peningkatan inkontinensia
urgensi dan stres karena penurunan tonus otot perineal (Potter & Perry, 2005).
Secara fisiologis, perubahan pada sistem genetourinari lansia meliputi perubahan
fungsi ginjal yang semakin kurang efisien dalam memindahkan kotoran dari
darah, pada lansia yang berusia 65 tahun akan mengalami penurunan kontrol
kantung kemih (urinary incontinence) akibat melemahnya otot pengatur fungsi
13
saluran kencing yang dapat disebabkan oleh beragam masalah kesehatan, seperti
obesitas, konstipasi dan batuk kronik (Padila, 2013). Masalah fisik yang sering
dikeluhkan oleh lansia adalah lansia sering jatuh, mudah lelah, kekacauan mental
yang bersifat akut, nyeri dada, berdebar-debar, sesak napas saat beraktivitas,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, nyeri pinggang atau punggung, nyeri
sendi, sulit tidur, sering pusing, penurunan berat badan, gangguan penglihatan,
pendengaran dan sulit menahan buang air kecil (inkontinensia urin) (Mubarak,
Chayatin, & Santoso, 2012).
2.1.2 Kekuatan Otot Dasar Panggul
Manusia biasa berdiri tegak sehingga dasar panggul perlu memiliki
kekuatan untuk menahan beban yang berada di atasnya khususnya isi rongga perut
dan tekanan intraabdominal. Beban ini ditahan oleh lapisan otot dan fasia yang
terdapat pada dasar panggul. Pintu bawah panggul tersusun atas diafragma pelvis,
diafragma urogenitale, dan lapisan-lapisan otot yang berada di luarnya
(Wiknjosastro, 2007).
Otot dasar panggul merupakan otot yang menyebar mulai dari tulang
kemaluan (os. pubis) menjalar ke arah belakang menuju tulang ekor (os.
coccygeus). Otot ini diinervasi oleh saraf kemaluan. Dalam bidang seksologi otot
dasar panggul lebih dikenal dengan otot Pubococcygeus (PC) yang menjaga organ
dalam panggul agar tetap pada posisinya (Levina, 2001 dalam Natami, 2012).
Otot dasar panggul atau diafragma pelvis merupakan sebuah diafragma otot yang
memisahkan cavum pelvis bagian atas dengan ruang perineum di bagian bawah.
14
Bagian pemisah ini dibentuk oleh m. Levator ani, serat m. Coccygeus dan
menyerupai sebuah mangkok serta kesemuanya ditutupi oleh fascia parietalis.
Pada garis tengah bagian depan mangkok ini terbuka (hiatus genitalis), terdapat
urethra, vagina, dan rektum keluar dari pelvis. Diafragma urogenitalis yang
menutup arkus pubis dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus perinea
profundus dan muskulus transversus superfisialis. Di dalam aponeurosis tersebut
terdapat rhabdosfingter urethrae (Wiknjosastro, 2007; Lubis, 2009).
Gambar 1 Anatomi otot dasar panggul (Pelvic Floor Muscle) (Sumber:
www.PromiscuousEating.com)
Lapisan paling luar (distal) dari dasar panggul dibentuk oleh muskulus
bulbokavernosus yang melingkari genetalia eksterna, muskulus perinea
transverses superfisialis, muskulus iskhiokavernosus, dan muskulus sfingter ani
eksternus. Kesemua otot tersebut dipengaruhi oleh saraf motorik dan dapat dilatih