6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebugaran 2.1.1 Definisi Kebugaran Secara umum, yang dimaksud kebugaran adalah kebugaran fisik ( physical fitness), yakni kemampuan seseorang melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa timbul kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat menikmati waktu luangnya (Irianto, 2004). Kebugaran atau kesegaran jasmani pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan yaitu kebugaran jantung dan paru, kebugaran peredaran darah kekuatan otot dan kelenturan sendi (Maryam 2011). Olahraga adalah bentuk latihan fisik yang memberikan pengaruh baik (positif) terhadap tingkat kemampuan fisik seseorang, bila dilakukan secara baik dan benar (Depkes RI, 2001). Kebugaran adalah serangkaian karakteristik fisik yang dimiliki atau dicapai seseorang yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik (Haskell and Kiernan, 2000). Dalam buku Sports and Recreational Activities, diartikan sebagai orang yang mampu menjalankan kehidupan sehari-hari tanpa melampaui batas daya tahan stres pada tubuh dan memiliki tubuh yang sehat serta tidak berisiko mengalami penyakit yang disebabkan rendahnya tingkat kebugaran atau kurangnya aktivitas fisik (Mood, 2003).
27
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebugaran 2 ... - sinta.unud.ac.id II.pdf · pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan yaitu kebugaran jantung dan paru, kebugaran
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebugaran
2.1.1 Definisi Kebugaran
Secara umum, yang dimaksud kebugaran adalah kebugaran fisik (physical
fitness), yakni kemampuan seseorang melakukan kerja sehari-hari secara
efisien tanpa timbul kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat
menikmati waktu luangnya (Irianto, 2004). Kebugaran atau kesegaran jasmani
pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan yaitu
kebugaran jantung dan paru, kebugaran peredaran darah kekuatan otot dan
kelenturan sendi (Maryam 2011). Olahraga adalah bentuk latihan fisik yang
memberikan pengaruh baik (positif) terhadap tingkat kemampuan fisik
seseorang, bila dilakukan secara baik dan benar (Depkes RI, 2001).
Kebugaran adalah serangkaian karakteristik fisik yang dimiliki atau
dicapai seseorang yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
aktivitas fisik (Haskell and Kiernan, 2000). Dalam buku Sports and
Recreational Activities, diartikan sebagai orang yang mampu menjalankan
kehidupan sehari-hari tanpa melampaui batas daya tahan stres pada tubuh dan
memiliki tubuh yang sehat serta tidak berisiko mengalami penyakit yang
disebabkan rendahnya tingkat kebugaran atau kurangnya aktivitas fisik (Mood,
2003).
7
2.1.2 Komponen-Komponen Kebugaran
Komponen-komponen yang berhubungan dengan kesehatan yakni :
1. Daya tahan ditunjukkan dengan VO2 maksimal akan menurun
dengan lanjutnya usia, dimana penurunan akan 2 kali lebih cepat pada
orang inaktif atau sedenter dibanding atlit. Kebugaran ini menurun
sebagian karena penurunan massa otot skeletal, sedangkan sebagian
lagi akibat penurunan laju jantung maksimal, penurunan isi jantung
sekuncup maksimal dan penurunan oksigen yang dapat di ekstrasi
oleh otot-otot yang terlatih. Latihan daya tahan atau kebugaran yang
cukup keras akan meningkatkan kekuatan yang didapat dari latihan
bertahanan. Hasil akibat latihan kebugaran tersebut bersifat khas
untuk latihan yang dijalankan (training specific), sehingga latihan
kebugaran akan menigkatkan kekuatan berjalan lebih dibanding
dengan latihan bertahan.
a. Daya tahan paru-jantung, yakni kemampuan paru-jantung mensuplai
oksigen untuk kerja otot dalam jangka waktu lama.
b. Daya tahan kardiorespirasi, adalah kemampuan dari jantung, paru-
paru, pembuluh darah, untuk melakukan latihan-latihan yang keras
dalam jangka waktu lama, seperti jalan cepat, jogging, senam . Daya
tahan kardiorespirasi merupakan komponen yang terpenting dari
kebugaran fisik.
c. Daya tahan otot, kemampuan dari otot-otot kerangka badan untuk
menggunakan kekuatan (tidak perlu maksimal), dalam jangka waktu
8
tertentu. Kekuatan, keahlian, penampilan, kecepatan bergerak dan
tenaga sangat erat kaitannya dengan unsur ini.
2. Kekuatan otot, kemampuan otot melawan beban dalam satu usaha. Otot-
otot yang kuat dapat melindungi persendian yang dikelilingi dan
mengurangi kemungkinan terjadinya cedera karena aktivitas fisik.
3. Kelenturan otot, daerah gerak otot-otot dan persendian tubuh. Kelenturan
sangat erat hubungannya dengan kemampuan otot-otot kerangka tubuh
secara alamiah dan yang telah dimantapkan kondisinya diregang
melampaui panjangnya normal waktu istirahat. Pembatasan atas lingkup
gerak sendi (ROM) banyak terjadi pada usia lanjut, yang sering sebagai
akibat kekakuan otot dan tendon dibanding sebagai akibat kontraktur
sendi.
4. Komposisi tubuh, perbandingan berat tubuh berupa lemak dengan berat
tubuh tanpa lemak (otot, tulang, tulang rawan, organ-organ vital) yang
dinyatakan dalam persentase lemak tubuh.
5. Kelentukan, kemampuan persendian bergerak secara leluasa.
6. Self efficacy (keberdayagunaan-mandiri) adalah suatu istilah untuk
menggambarkan rasa percaya atas keamanan dalam melakukan aktivitas.
Dengan keberdayagunaan mandiri ini seorang lansia mempunyai keberanian
dalam melakukan aktivitas atau olahraga.
7. Keuntungan fungsional atas latihan bertahan (resistence training)
berhubungan dengan hasil yang didapat atas jenis latihan bertahanan, antara
lain yang mengenai kecepatan gerak sendi, luas lingkup gerak sendi (range
9
of motion) dan jenis kekuatan yang dihasilkannya (pemendekan atau
pemanjangan otot).
8. Keseimbangan, merupakan penyebab utama yang sering mengakibatkan
seorang lansia mudah jatuh. Keseimbangan merupakan tanggapan motorik
dan kekuatan otot. Keseimbangan juga bisa dianggap sebagai penampilan
yang tergantung atas aktivitas atau latihan yang terus menerus dilakukan.
Penelitian menunjukkan bahwa keseimbangan menurun dengan lanjutnya
usia, yang bukan hanya sebagai akibat menurunnya kekuatan otot atau
akibat yang diderita.
2.1.3 Fungsi Kebugaran
Aktivitas kehiduapan sehari-hari di dukung oleh kardio-respirasi yang
baik, kekuatan otot, ketahanan otot, kelenturan otot dan komposisi badan
seimbang (Suhardo, 2001). Selain itu aktiviatas kehidupan sehari-hari didukung
oleh status mental yang normal tidak terjadi perubahan patologis yang signifikan
dalam otak pada lansia berupa dimensia (Brick, 2001).
2.1.4 Alat Ukur Kebugaran
Beberapa modalitas latih telah di gunakan secara objektif untuk
mengevaluasi kapasitas fungsional. Beberapa di antaranya memberikan hasil yang
lengkap pada performa aktivitas fisik dengan menggunakan teknologi yang tinggi
dan mahal, sedangkan yang lain memberikan hasil yang mendasar dengan
menggunakan teknologi yang sederhana dan mudah di lakukan. Cardiorespiratory
endurance adalah kemampuan jantung, paru-paru, dan sistem sirkulasi untuk
10
mensuplay oxygen dan nutrisi secara efektif untuk kerja otot dan mengeluarkan
sisa-sisa metabolisme. Biasanya ditentukan dengan mengukur kadar maksimum
oxygen yang dikonsumsi selama latihan, atau V2 max. Bentuk tesnya untuk lansia
banyak, diantaranya : Groningen Walk Test, ½ Mile Walk, 6 minute walk, dan 2
minute step in place test.
Tes jalan 6 menit merupakan bagian dari protokol test fitnes lansia dan
dirancang untuk menguji kebugaran fungsional para lansia. Ini adalah sebuah
adaptasi dari tes lari 12 menit Cooper. Tes ini bertujuan untuk mengukur
kebugaran aerobik. Peralatan yang dibutuhkan yakni pengukur untuk menandakan
jarak tempuh, stopwatch, kursi yang digunakan untuk beristirahat. Prosedur
latihan berjalan di area yang luasnya 30 m dengan kon yang ditempatkan pada
interval reguler untuk menunjukkan jarak berjalan.
Gambar 2.1 Tes Jalan 6 Menit (Guidelines Six Minutes WalkingTest dalam
Functional Assesment in PAH, 2008)
Tujuan dari tes ini adalah berjalan secepat mungkin dalam waktu 6 menit
dan sejauh mungkin. Setiap orang menentukan kecepatannya sendiri (langkah
awal berguna untuk berlatih kecepatan) dan mampu berhenti beristirahat jika
11
mereka mau. Tes ini selain mudah dilakukan juga peralatan dan biaya minimal
dibebankan. Kekurangan dari tes ini terlalu mudah bagi orang yang bugar. Salah
seorang yang melakukan test berlari akan lebih cocok. Test tersebut sebaiknya
dihentikan jika orang yang diuji merasakan pusing, nausea, rasa letih yang
berlebihan, rasa sakit atau pengetes menemukan gejala lainnya. Pengetes harus
diuji dalam mengenali setiap gejala tersebut dan rencana tindakan harus dilakukan
jika ada kecelakaan medis.
2.2 Lanjut Usia
2.2.1 Defisini Lanjut Usia
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses menua. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek
biologi, aspek ekonomi, dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia
adalah penduduk yang mengalami proses penuaan yang secara terus menerus yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap
serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistim organ.
Secara ekonomi penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya.
Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa
kehidupan masa tua sering kali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
12
keluarga dari masyarakat (Darmojo, 2006). Dari aspek sosial, penduduk lansia
merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara barat, penduduk lanjut usia
menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan
mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan
keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di
Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus
dihormati oleh warga muda (Suhartini, 2009).
Menurut Darmajo (2006), masa tua adalah suatu dimana orang dapat
merasa puas dengan keberhasilan lainnya. Tetapi bagi orang lain, periode ini
adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran,
masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan
ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang
yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang
berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi
manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan untuk
tumbuh berkembang dan bertekad berbakti. Ada juga lanjut usia yang memandang
usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasip dan
pembrontakan, penolakan, dan keputusasaan.
Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan
demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan
kronologi. Usia kronologi merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur
dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah
13
digunakan adalah usia kronologi, karena batasan usia ini mudah untuk
diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada
berbagai sumber data kependudukan (Notoatmojo, 2007).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO ) menggolongkan lanjut usia menjadi
empat yaitu; usia pertengahan 45-59 tahun, lanjut usia 60-74 tahun, lanjut usia tua
75-90 tahun, dan usia sangat tua 90 tahun. Batasan lanjut usia yang tercantum
dalam Undang- Undang No 4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan
orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang
berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut
menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berusia 56 tahun ke atas. Namun
demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang
untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitian ini
digunakan batasan umur antara 60 tahun keatas untuk menyatakan orang lanjut
usia (Notoatmojo, 2007).
2.2.2 Konsep Usia Lanjut
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Proses
menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari tiga fase yaitu fase
progresif, fase stabil, fase regresi. Dalam fase regresif mekanisme lebih kearah
kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil manusia. Sel-sel menjadi
aus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran yang dominan
dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam struktur anatomi proses menjadi tua
terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah,
14
terus menerus dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan
perubahan anatomi, fisiologis dan biokimia pada jaringan tubuh dan akhirnya
akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan.
1. Usia biologis yaitu jangka waktu seseorang sejak lahir berada dalam
keadaan hidup, tidak mati.
2. Usia psikologis yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
3. Usia sosial yaitu peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat
kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
Ketiga hal ini saling mempengaruhi dan prosesnya saling berkaitan.
Menjadi tua ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat
sebagai gejala gejala kemunduran fisik antara lain :
1. Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis
yang menetap.
2. Rambut mulai beruban dan menjadi putih.
3. Gigi mulai berlubang.
4. Penglihatan dan pendengaran berkurang.
5. Mudah lelah.
6. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.
7. Kerampingan tubuh menghilang, disana sini terjadi timbunan lemak
terutama dibagian perut dan pinggul.
Kemunduran kemampuan kognitif antara lain sebagai berikut :
15
1. Suka lupa, ingatan tidak berfungsi baik.
2. Hal-hal dimasa muda lebih banyak diingat dari pada hal-hal yang baru
terjadi, hal yang pertama dilupakan adalah nama-nama.
3. Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang juga mundur,
erat hubungannya dengan daya ingat yang sudah mundur dan juga karena
pandangan biasanya sudah menyempit.
4. Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor yang dicapai
dalam test-test intelegensi menjadi lebih rendah.
5. Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru.
Kemandirian pada usia lanjut dinilai dari kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari ( Activities of Daily Life = ADL). Apakah mereka tanpa
bantuan dapat bangun, mandi, ke WC, kerja ringan, olahraga, berpakaian rapi,
membersihkan kamar, tempat tidur, mengunci pintu dan jendela, pergi kepasar,
dan lain-lain. Yang normal dilakukan pada masa muda. Menurut tingkat
kemandiriannya para usia lanjut dapat digolongkan dalam kelompok-kelompok
sebagai berikut :
1. Usia lanjut mandiri sepenuhnya.
2. Usia lanjut mandiri dengan bantuan langsung keluarganya.
3. Usia lanjut mandiri dengan bantuan secara tidak langsung.
4. Usia lanjut dengan bantuan badan sosial.
5. Usia lanjut di panti werda.
6. Usia lanjut yang dirawat di rumah sakit.
7. Usia lanjut dengan gangguan mental.
16
Salah satu faktor yang sangat menentukan tingkat kemandirian pada usia
lanjut adalah keadaan mental , karena pada usia lanjut sering mengalami apa yang
disebut dementia yaitu kemunduran dalam fungsi berfikir. Gangguan biasanya
dimulai dengan sukar mengingat apa yang didengar atau dibaca sampai dengan
bicara tanpa ada ujung pangkalnya. Gangguan kesehatan pada usia lanjut
seringkali disebabkan oleh proses degeneratif yang dialami oleh usia lanjut. Hasil
survey menunjukkan angka kesakitan dan disabilitas sebesar 11,5% pada usia 45-
59 tahun dan 9,2% pada usia lebih dari 60 tahun dengan berbagai jenis penyakit
degeneratif seperti gangguan pernafasan, gangguan pencernaan, dan penyakit
infeksi.
2.2.3 Perubahan Kondisi Fisik
Meskipun perubahan dari tingkat sel sampai kesemua system organ tubuh,
diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem
pengaturan tubuh, muskuluskeletal, gastrointestinal, integumen dan lain-lain.
Masalah-masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lanjut usia menurut
Mubarak ( 2006 ) adalah sebagai berikut :
1. Mudah jatuh
2. Mudah lelah
3. Kekacauan mental akut
4. Nyeri pada dada, berdebar debar
5. Sesak nafas pada saat melakukan aktifitas fisik
6. Pembengkakan pada kaki bawah
17
7. Nyeri pinggang atau punggung dan pada sendi panggul
8. Sulit tidur dan sering pusing
9. Berat badan menurun.
10. Gangguan pada fungsi penglihatan, pendengaran, dan sukar menahan
air kencing.
Perubahan fungsi organ yang terjadi akibat proses penuaan, tidak sama
antara satu dengan yang lainnya, secara umum dijumpai penurunan fungsi secara
menyeluruh. Perubahan fungsi organ yang terjadi pada lansia adalah sebagai
berikut :
1. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang
elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adipose, kulit
pucat dan terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke
kulit dan menurunnya selsel yang memproduksi pigmen kuku pada jari
tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh, rambut menipis dan botak,
kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya (Ganong, 2002).
2. Temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun,
keterbatasan reflek, menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak yang diakibatkan oleh merendahnya aktifitas otot.
3. Sistem muskuloskletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai berikut :
Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung
18
utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
4. Sistem penginderaan (pengecapan dan pembau)
Menurunnya kemampuan atau melakukan pengecapan dan pembauan,
sensitifitas terhadap empat rasa menurun setelah usia 50 tahun.
5. Sistem perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atropi, aliran darah menurun sampai 50%
fungsi tubulus berkuranng akibatnya kurang mampu memekatkan urine, BJ
urin menurun, proteinuria, BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria akibatnya retensi
urine (Guyton, 2001).
6. Sistem pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktifitas selia, berkurangnya aktifitas paru, alveoli ukurannya melebar dari
biasa dan jumlahnya berkurang, serta berkurangnya reflek batuk.
7. Sistem gastroentestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esophagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung menurun,
peristaltik melemah sehingga dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan
absorbsi menurun, hati mengecil, produksi saliva menurun, produksi HCL
dan pepsin menurun pada lambung.
19
8. Sistem penglihatan
Kornea lebih berbentuk selindris, spingter pupil timbul sclerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya
ambang penglihatan sinar ( daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat,
susah melihat cahaya gelap ). Berkurang atau hilangnya daya akomodasi,