7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi 2.1.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi tekanan darah seseorang berada diatas angka normal yaitu 120/80 mmHg. Maksudnya bila tekanan darah sistoliknya mencapai nilai 120 mmHg atau lebih tinggi dan tekanan darah diastoliknya mencapai nilai 80 mmHg atau lebih tinggi (Susilo, 2011). Berdasarkan The Seventh Report of Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High blood Pressure (JNC-7) dikatakan bahwa seseorang mengalami hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Yogiantoro, 2007) Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian / mortalitas. Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014).
24
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi 2.1.1 Pengertian ... II.pdf7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi 2.1.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi tekanan darah
seseorang berada diatas angka normal yaitu 120/80 mmHg. Maksudnya bila
tekanan darah sistoliknya mencapai nilai 120 mmHg atau lebih tinggi dan tekanan
darah diastoliknya mencapai nilai 80 mmHg atau lebih tinggi (Susilo, 2011).
Berdasarkan The Seventh Report of Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High blood Pressure (JNC-7)
dikatakan bahwa seseorang mengalami hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Yogiantoro,
2007)
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian / mortalitas.
Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua fase dalam setiap
denyut jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukkan fase darah yang
sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukkan fase darah
yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014).
8
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan
menjadi faktor utama penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia
60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovakuler. Hipertensi pada
usia lanjut dibedakan menjadi dua macam yaitu hipertensi pada tekanan sistolik
sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih
dari 90 mmHg serta hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho, 2008).
Menurut Djunaedi (2013), angka pengukuran tekanan darah hanya
menunjukkan besarnya tekanan darah pada saat dilakukan pengukuran.
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi
vitamin C 2.8 mg, kalcium 16 mg, zat besi 0.28 mg, magnesium 13 mg, fospor 24
mg, potassium 147 mg, zinc 0.20 mg (Fikri, 2008).
2.1.6 Khasiat Mentimun (Cucumis Sativus Linn)
Khasiat mentimun dalam menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi yaitu dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui air seni) karena
mentimun mengandung mineral yaitu potassium, magnesium, dan fosfor. Selain
itu mentimun juga bersifat diuretik karena mengandung banyak air sehingga
membantu menurunkan tekanan darah (Mangonting, 2008).
Mentimun (Cucumis Sativus Linn) mempunyai banyak khasiat. Dalam
berbagai uji coba yang dilakukan, ekstrak mentimun berdampak positif jika
digunakan untuk mengobati penyakit seperti susah buang air besar, menurunkan
kolesterol, meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah hepatitis, sariawan, demam,
darah tinggi dan beberapa gangguan kesehatan lainnya (Mangonting, 2008).
Kandungan serat dalam mentimun dapat menurunkan kadar lemak tubuh
dan kolesterol serta memberi efek mengenyangkan sehingga kita jadi tidak
gampang lapar. Selain itu, mentimun juga mengandung asam malonat yang dapat
23
mencegah gula darah berubah menjadi lemak, sehingga sangat membantu
menurunkan berat badan (Nirmala, 2008).
2.1.7 Cara Meramu dan Membuat Jus Mentimun (Cucumis Sativus Linn)
Ada 3 cara dalam meramu dan membuat jus mentimun untuk mengurangi
hipertensi:
1. Menurut Khusnul (2012) mentimun sebanyak 100 gram yang diblender
dengan 100 cc air tanpa tambahan bahan apapun, diberikan sekali
sehari selama satu minggu dan diberikan setiap sore hari.
2. Dua buah mentimun ukuran 100 gram segar dicuci bersih lalu diparut.
Hasil parutannya diperas dan disaring, lalu diminum sekaligus. Lakukan 2-
3 kali sehari (Wijoyo, 2008).
3. Cara meramu mentimun (Cucumis Sativus) untuk menurunkan tekanan
darah tinggi yaitu ambil sebanyak 2 buah timun ukuran sedang. Cuci
sampai bersih lalu potong-potong seperlunya. Kemudian rebus dengan 3-4
gelas air sampai tersisa separuhnya. Dinginkan, saring. Bagi ramuan
menjadi dua. Minum pagi dan malam. Lakukan pengobatan sampai
sembuh (Fikri, 2008).
2.3 Konsep Lansia
2.3.1 Pengertian Lansia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan usia lanjut Bab 1 Pasal 1, yang dimaksud dengan Lanjut Usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Yeniar,
2012).
24
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendi, 2009).
Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia)
dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas
minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap
dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak
memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang
menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya.
Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan
yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009).
2.3.2 Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan
umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas”.
25
2. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut :
a. usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun
b. lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun
c. lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun
d. usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
a. fase inventus ialah 25-40 tahun
b. fase virilities ialah 40-55 tahun
c. fase presenium ialah 55-65 tahun
d. fase senium ialah 65 hingga tutup usia.
4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro:
a. Masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun.
b. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan
umur, yaitu:
1) Young old (70-75 tahun)
2) Old (75-80 tahun)
3) Very old ( > 80 tahun)
5. Departemen kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium c. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai senium (Efendi, 2009).
2.3.3 Klasifikasi Lansia
26
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan
Depkes RI (2003) dalam Maryam (2009), yang terdiri dari :
1. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa
5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.3.4 Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun
(sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan
masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam, 2008).
2.3.4 Tipe lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam
Maryam, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Tipe arif bijaksana. Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
27
2. Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia menurut Maryam (2008), adalah tipe optimis, tipe
konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe
militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam
melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
2.3.5 Proses Penuaan
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang
kompleks multi dimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan
berkembang sampai pada keseluruhan sistem (Stanley, 2006).
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah
sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan
(Maryam, 2008).
28
Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang
tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan (gradual) kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi
secara normal, ketahanan terhadap cedera, termasuk adanya infeksi. Proses
penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain
sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang
tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang
memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal
pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya fungsi
fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Setelah mencapai
puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat,
kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia
(Mubarak, 2009).
Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara
biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, maka
kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan
kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher, 2009).
Menurut Azizah (2011), penyakit yang erat hubungannya dengan proses
menua salah satunya yaitu gangguan sirkulasi darah atau kardiovaskuler.
Komponen-komponen utama pada sistem kardiovaskuler adalah jantung dan
vaskularisasinya. Pada lansia terjadi perubahan-perubahan normal pada jantung
(kekuatan otot jantung berkurang), pembuluh darah (aterosklerosis; elastisitas
29
dinding pembuluh darah berkurang) dan kemampuan memompa dari jantung
bekerja lebih keras sehingga terjadi hipertensi (Maryam, 2011).
2.4 Peran Perawat Dalam Mencegah Hipertensi
Hasil studi yang telah dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
dan para ahli pendidikan kesehatan, terungkap memang benar bahwa pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan sangat kurang, praktik mereka juga masih rendah.
Sebagai tindak lanjutnya jajaran kesehatan dalam konfrensi Nasional Promosi
Kesehatan 2001, antara lain menyepakati menitik beratkan program pendidikan
kesehatan (promosi) melalui pemberdayaan masyarakat, sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan penduduk Indonesia.
Pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk tindakan mandiri
keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang
didalamnya perawat sebagai perawat pendidik. Merubah gaya hidup yang sudah
menjadi kebiasaan seseorang membutuhkan suatu proses yang tidak mudah.
Untuk merubah prilaku biasanya ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi,
salah satunya adalah pengetahuan seseorang tentang objek baru tersebut.
Diharapkan dengan baiknya pengetahuan seseorang terhadap objek baru dalam
kehidupannya maka akan lahir sikap positif yang nantinya kedua komponen ini
menghasilkan tindakan yang baru yang lebih baik. Dengan mendapatkan
informasi yang benar, diharapkan penderita hipertensi mendapat bekal
pengetahuan yang cukup untuk dapat melaksanakan pola hidup sehat dan dapat
30
menurunkan resiko penyakit degeneratif terutama hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler.
Sosialisasi pendidikan kesehatan dan pola hidup sehat bagi masyarakat
merupakan upaya mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan dan
masyarakat Indonesia. Karena itu pendidikan kesehatan akan dapat mendukung
program unggulan kesehatan melalui pranata masyarakat, seperti keluarga,
lembaga pendidikan, tempat kerja umum, lembaga kesehatan seperti puskesmas
dan rumah sakit
Adapun peran perawat dalam mencegah hipertensi ini adalah:
1. Pendidik Kesehatan
Perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk merubah perilaku
masyarakat dari perilaku yang tidak sehat menjadi sehat dalam mencegah
penyakit hipertensi serta membantu keluarga untuk mengenali hipertensi,
penyebab hipertensi, gejala hipertensi dan bahaya hipertensi jika tidak
ditangani.
2. Pemberi perawatan pada anggota keluarga yang menderita penyakit hipertensi
Dalam memberikan perawatan pada anggota keluarga yang menderita
penyakit hipertensi, perawat memberikan kesempatan kepada keluarga untuk
mengembangkan kemampuan mereka dalam melaksanakan perawatan dan
memberikan demonstrasi kepada keluarga bagaimana merawat anggota