BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan Cekungan Sumatera Selatan (South Sumatra Basin) dibatasi oleh Paparan Sunda di sebelah timurlaut, daerah ketinggian Lampung (Lampung High) di sebelah Tenggara, Pegunungan Bukit Barisan di sebelah baratdaya serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh (Tiga Puluh High) di sebelah baratlaut. Evolusi cekungan ini diawali sejak Mesozoic (Pulunggono dkk, 1992) dan merupakan cekungan busur belakang (back arc basin). Tektonik cekungan Sumatera dipengaruhi oleh pergerakan konvergen antara Lempeng Hindia-Australia dengan Lempeng Paparan Sunda (Heidrick dan Aulia, 1993).
20
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …digilib.unila.ac.id/9640/15/15. BAB II.pdf · 2.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan ... Gambar 2.4 Kolom Stratigrafi Cekungan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan
Cekungan Sumatera Selatan (South Sumatra Basin) dibatasi oleh Paparan
Sunda di sebelah timurlaut, daerah ketinggian Lampung (Lampung High) di
sebelah Tenggara, Pegunungan Bukit Barisan di sebelah baratdaya serta
Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh (Tiga Puluh High) di
sebelah baratlaut. Evolusi cekungan ini diawali sejak Mesozoic (Pulunggono
dkk, 1992) dan merupakan cekungan busur belakang (back arc basin).
Tektonik cekungan Sumatera dipengaruhi oleh pergerakan konvergen antara
Lempeng Hindia-Australia dengan Lempeng Paparan Sunda (Heidrick dan
Aulia, 1993).
5
Gambar 2.1 Lokasi Cekungan Sumatera Selatan dan batas-batasnya
(Pertamina BPPKA)
2.2 Kerangka Tektonik
Struktur regional Geologi Sumatera Selatan, dipengaruhi oleh tiga fase
tektonik, yaitu (Pulunggono, 1992) :
- Fase Pertama yaitu Fase Tektonik Jura Atas – Kapur Bawah, merupakan
fase kompresi yang menghasilkan Patahan Musi dan Lematang. Fase ini
diperkirakan sebagai penyebab terbentuknya pola kelurusan Utara –
Selatan yang merupakan patahan geser kiri (antithetic) tidak aktif.
- Fase Kedua yaitu Fase Tektonik Kapur Atas – Tersier Bawah, merupakan
fase regangan yang menyebabkan patahan-patahan lama (geser kiri),
berubah jadi patahan normal, dan merupakan fase pembentukkan graben
dan depresi.
-
6
- Fase Ketiga atau Terakhir yaitu Fase Tektonik Miosen Tengah - Saat
Sekarang, merupakan fase kompresi yang menyebabkan terbentuknya
lipatan serta patahan naik dengan pola Patahan Lematang. Pada fase ini
pola Patahan Lematang yang semula merupakan depocenter dari
Muaraenim deep terangkat menjadi deretan Anticlinorium Pendopo-
Limau.
2.3 Struktur Geologi Sumatera Selatan
Secara regional perkembangan struktur geologi di Sumatera Selatan pada
prinsipnya dipengaruhi oleh beberapa rejim tektonik. Pada daerah Cekungan
belakang busur (back-arc basin) struktur geologi berkembang akibat
kombinasi pensesaran lateral (strike slip atau wrenching) dan rejim
kompresional, sedangkan pada daerah busur vulkanik (volcanic arc)
perkembangan struktur geologi dikontrol oleh wrenching (Gambar 2.1). Pada
Cekungan Sumatera Selatan struktur geologi pada umumnya ditunjukkan oleh
dua komponen utama, yaitu (1) batuan dasar pra-Tersier yang membentuk
half graben, horst dan blok sesar (de Coster, 1974; Pulunggono dkk., 1992),
dan (2) elemen struktur berarah Baratlaut-Tenggara dan struktur depresi di
Timurlaut yang keduanya terbentuk sebagai akibat dari orogen Plio-Plistosen
(de Coster, 1974; Sardjito dkk., 1991).
7
Gambar 2.2 Ilustrasi mekanisme pembentukan struktur geologi di cekungan
belakang busur dan busur vulkanik di daerah Sumatera Selatan
(Pulunggono dkk., 1992).
Jenis struktur yang umum dijumpai di Cekungan Sumatera Selatan terdiri dari
lipatan, sesar dan kekar. Struktur lipatan memperlihatkan orientasi Baratlaut-
Tenggara, melibatkan sikuen batuan berumur Oligosen-Plistosen (Gafoer
dkk., 1986). Sedangkan sesar yang ada merupakan sesar normal dan sesar
naik. Sesar normal dengan pola kelurusan Baratlaut-Tenggara tampak
berkembang pada runtunan batuan berumur Oligosen-Miosen, sedang struktur
dengan arah umum Timurlaut-Baratdaya, Utara-Selatan, dan Barat-Timur
terdapat pada sikuen batuan berumur Plio-Plistosen. Sesar naik biasanya
berarah Baratlaut-Tenggara, Timurlaut-Baratdaya dan Barat-Timur, dijumpai
pada batuan berumur Plio-Plistosen dan kemungkinan merupakan hasil
peremajaan (reactivation) struktur tua yang berupa sesar tarikan (extensional
faults).
Struktur rekahan yang berkembang memperlihatkan arah umum Timurlaut-
Baratdaya, relatif tegak lurus dengan “strike” struktur regional atau sejajar
8
dengan arah pergerakan tektonik (tectonic motion) di Sumatera. Pembentukan
struktur lipatan, sesar, dan kekar di Cekungan Sumatera Selatan memberikan
implikasi yang signifikan terhadap akumulasi sumber daya minyak bumi, gas
alam, batubara, dan panas bumi. Kumpulan struktur lipatan yang membentuk
antiklinorium telah banyak dijumpai berperan sebagai perangkap
hidrokarbon. Selain struktur geologi, jenis litologi penyusun stratigrafi
Cekungan Sumatera Selatan telah pula mengontrol penyebaran sumber daya
energi fosil dan non-fosil di daerah ini.
Gambar 2.3 Kerangka tektonik dan struktur regional Sumatera yang
terbentuk akibat interaksi menyerong (oblique) antara lempeng Samudera
India dan lempeng kontinen Eurasia. Cekungan Sumatera Selatan (South
Sumatera basin) merupakan salah satu mendala tektonik yang menempati
back-arc setting yang memproduksi minyak dan gas alam (dimodifikasi
dari Sutriyono, 1998).
2.4 Litologi dan Stratigrafi Cekungan Sumetera Selatan
Pada dasarnya stratigrafi cekungan Sumatera Selatan terdiri dari satu siklus
besar sedimentasi yang dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase
regresi pada akhir siklusnya. Awalnya siklus ini dimulai dengan siklus non-
9
marine, yaitu proses diendapkannya Formasi Lahat pada oligosen awal dan
setelah itu diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan diatasnya
secara tidak selaras. Fase transgresi ini terus berlangsung hingga miosen awal,
dan berkembang formasi Batu Raja yang terdiri dari batuan karbonat yang
diendapkan pada lingkungan back reef, fore reef dan intertidal. Sedangkan
untuk fase transgresi maksimum diendapkan Formasi Gumai bagian bawah
yang terdiri dari shale laut dalam secara selaras diatas Formasi Batu Raja.
Fase regresi terjadi pada saat diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan
diikuti oleh pengendapan Formasi Air Benakat secara selaras yang didominasi
oleh litologi batupasir pada lingkungan pantai dan delta.
Pada pliosen awal, laut menjadi semakin dangkal karena terdapat dataran delta
dan non-marine yang terdiri dari perselingan batupasir dan claystone dengan
sisipan berupa batubara. Pada saat pliosen awal ini menjadi waktu
pembentukan dari formasi Muara Enim yang berlangsung sampai pliosen
akhir yang terdapat pengendapan batuan konglomerat, batu apung dan lapisan
batupasir tuffa. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan diawali dengan siklus
pengendapan darat, kemudian berangsur menjadi pengendapan laut, dan
kembali kepada pengendapan darat. Urut-urutan stratigrafi dari tua ke muda
(Koesoemadinata, 1980), (Gambar 2.5):
1. Pre-Tertiary Basement (BSM)
2. Formasi Lahat (LAF)
3. Formasi Talang Akar (TAF)
4. Formasi Baturaja (BRF)
10
5. Formasi Gumai (GUF)
6. Formasi Air Benakat (ABF)
7. Formasi Muaraenim (MEF)
8. Formasi Tuff Kasai (KAF)
9. Endapan Kuarter
Gambar 2.4 Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan (Koesoemadinata,
1980)
TE
RS
ET
RIA
L
LIT
HO
RA
L
NE
RIT
IC
NE
RIT
IC D
EE
P
Atas
Tengah
Bawah
KE
LO
MP
OK
UMUR FORMASI
TE
BA
L (
m)
LIITOLOGI
Fasies
Tengah
BawahTuff ungu, hijau, merah dan coklat,
lempung tuffan, breksi dan konglomerat.
Bawah
Napal, lempung, serpih, serpih lanauan,
kadan-kadang gamping dan pasir tipis,
Globigerina biasa terdapat
Napal, gamping terumbu dan gamping
lempungan
Pasir, pasir gampingan, lempung,
lempung pasiran sedikit batubara, pasir
kasar pada dasr penampang di banyak
tempat.
2200
0-16
00
- 11
00
Atas
Eos
inO
ligos
en
0 -
300
Mes
ozoi
kum
Pal
eozo
ikum
Pal
eose
n
Batuan beku aneka warna dan batuan
sedimen yang termetamorfisir tingkat
rendah.
Pra
-ter
sier
Kwarter
Plistosen
Pliosen
Mio
sen Tengah
Atas
Pasir, lanau, lempung, aluvial.
Kerikil, pasir tuffan, dan lempung
konkresi vulkanik, tuff batuapung
Lempung, lempung pasiran, pasir dan
lapisan tebal batubara.
Lempung pasiran dan napalan, banyak
pasir dengan glaukonit, kadang
gampingan.
PA
LEM
BA
NG
TE
LIS
A
150
- 75
0
Bat
u
Raj
aT
alan
gaka
rLA
FK
asai
Mua
ra E
nim
Air
Ben
akat
Gum
ai
11
2.4.1 Batuan Dasar (Basement)
Batuan dasar (pra tersier) terdiri dari batuan kompleks Paleozoikum dan
batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku, dan batuan
karbonat. Batuan dasar yang paling tua, terdeformasi paling lemah,
dianggap bagian dari Lempeng-mikro Malaka, mendasari bagian utara
dan timur cekungan. Lebih ke selatan lagi terdapat Lempeng-mikro
Mergui yang terdeformasi kuat, kemungkinan merupakan fragmen
kontinental yang lebih lemah. Lempeng-mikro Malaka dan Mergui
dipisahkan oleh fragmen terdeformasi dari material yang berasal dari
selatan dan bertumbukan. Bebatuan granit, vulkanik, dan metamorf
yang terdeformasi kuat (berumur Kapur Akhir) mendasari bagian
lainnya dari cekungan Sumatera Selatan. Morfologi batuan dasar ini
dianggap mempengaruhi morfologi rift pada Eosen-Oligosen, lokasi
dan luasnya gejala inversi/pensesaran mendatar pada Plio-Pleistosen,
karbon dioksida lokal yang tinggi yang mengandung hidrokarbon gas,
serta rekahan-rekahan yang terbentuk di batuan dasar (Ginger&
Fielding, 2005).
2.4.2 Formasi Lahat
Formasi Lahat diperkirakan berumur oligosen awal (Sardjito dkk,
1991). Formasi ini merupakan batuan sedimen pertama yang
diendapkan pada Cekungan Sumatera Selatan. Pembentukannya hanya
terdapat pada bagian terdalam dari cekungan dan diendapkan secara
12
tidak selaras. Pengendapannya terdapat dalam lingkungan darat/aluvial-
fluvial sampai dengan lacustrine. Fasies batupasir terdapat di bagian
bawah, terdiri dari batupasir kasar, kerikilan, dan konglomerat.
Sedangkan fasies shale terletak di bagian atas (Benakat Shale) terdiri
dari batu serpih sisipan batupasir halus, lanau, dan tufa. Sehingga shale
yang berasal dari lingkungan lacustrine ini merupakan dapat menjadi
batuan induk. Pada bagian tepi graben ketebalannya sangat tipis dan
bahkan tidak ada, sedangkan pada bagian tinggian intra-graben sub
cekungan selatan dan tengah Palembang ketebalannya mencapai 1000m
(Ginger & Fielding, 2005).
2.4.3 Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar diperkirakan berumur oligosen akhir sampai
miosen awal. Formasi ini terbentuk secara tidak selaras dan
kemungkinan paraconformable di atas Formasi Lahat dan selaras di
bawah Formasi Gumai atau anggota Basal Telisa/formasi Batu Raja.
Formasi Talang Akar pada cekungan Sumatera Selatan terdiri dari
batulanau, batupasir dan sisipan batubara yangdiendapkan pada
lingkungan laut dangkal hingga transisi. Bagian bawah formasi ini
terdiri dari batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di
bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih.
Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 460 – 610 m di dalam
beberapa area cekungan. Variasi lingkungan pengendapan formasi ini
merupakan fluvial-deltaic yang berupa braidded stream dan point bar
13
di sepanjang paparan (shelf) berangsur berubah menjadi lingkungan
pengendapan delta front, marginal marine, dan prodelta yang
mengindikasikan perubahan lingkungan pengendapan ke arah cekungan
(basinward). Sumber sedimen batupasir Talang Akar Bawah ini berasal
dari dua tinggian pada kala oligosen akhir, yaitu di sebelah timur
(Wilayah Sunda) dan sebelah barat (deretan Pegunungan Barisan dan
daerah tinggian dekat Bukit Barisan).
2.4.4 Formasi Batu Raja
Formasi Batu Raja diendapkan secara selaras di atas formasi Talang
Akar pada kala miosen awal. Formasi ini tersebar luas terdiri dari
karbonat platforms dengan ketebalan 20-75 m dan tambahan berupa
karbonat build-up dan reef dengan ketebalan 60-120 m. Didalam batuan
karbonatnya terdapat shale dan calcareous shale yang diendapkan pada
laut dalam dan berkembang di daerah platform dan tinggian (Bishop,
2001). Produksi karbonat berjalan dengan baik pada masa sekarang dan
menghasilkan pengendapan dari batugamping. Keduanya berada pada
platforms di pinggiran dari cekungan dan reef yang berada pada
tinggian intra-basinal. Karbonat dengan kualitas reservoir terbaik
umumnya berada di selatan cekungan, akan tetapi lebih jarang pada
bagian utara sub-cekungan Jambi (Ginger dan Fielding, 2005).
14
Beberapa distribusi facies batugamping yang terdapat dalam formasi
Batu Raja diantaranya adalah mudstone, wackestone, dan packstone.
Bagian bawah terdiri dari batugamping kristalin yang didominasi oleh
semen kalsit dan terdiri dari wackstone bioklastik, sedikit plentic foram,
dan di beberapa tempat terdapat vein.
Gambar 2.5 Peta distribusi facies formasi Batu Raja (Bishop, 2001).
2.4.5 Formasi Gumai
Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas formasi Batu Raja
pada kala oligosen sampai dengan tengah miosen. Formasi ini tersusun
15
oleh fosilliferous marine shale dan lapisan batugamping yang
mengandung glauconitic (Bishop, 2001). Bagian bawah formasi ini
terdiri dari serpih yang mengandung calcareous shale dengan sisipan
batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa
perselingan antara batupasir dan shale. Ketebalan formasi Gumai ini
diperkirakan 2700 m di tengah-tengah cekungan. Sedangkan pada batas
cekungan dan pada saat melewati tinggian ketebalannya cenderung
tipis.
2.4.6 Formasi Air Benakat
Formasi Air Benakat diendapkan selama fase regresi dan akhir dari
pengendapan formasi Gumai pada kala tengah miosen (Bishop, 2001).
Pengendapan pada fase regresi ini terjadi pada lingkungan neritik
hingga shallow marine, yang berubah menjadi lingkungan delta plain
dan coastal swamp pada akhir dari siklus regresi pertama. Formasi ini
terdiri dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus,
batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengandung
lignit dan di bagian atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah
kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan formasi ini diperkirakan antara
1000-1500 m.
2.4.7 Formasi Muara Enim
Formasi ini diendapkan pada kala akhir miosen sampai pliosen dan
merupakan siklus regresi kedua sebagai pengendapan laut dangkal
16
sampai continental sands, delta dan batu lempung. Siklus regresi kedua
dapat dibedakan dari pengendapan siklus pertama (formasi Air
Benakat) dengan ketidakhadirannya batupasir glaukonit dan akumulasi
lapisan batubara yang tebal. Pengendapan awal terjadi di sepanjang
lingkungan rawa-rawa dataran pantai, sebagian di bagian selatan
cekungan Sumatra Selatan, menghasilkan deposit batubara yang luas.
Pengendapan berlanjut pada lingkungan delta plain dengan
perkembangan secara lokal sekuen serpih dan batupasir yang tebal.
Siklus regresi kedua terjadi selama kala Miosen akhir dan diakhiri
dengan tanda-tanda awal tektonik Plio-Pleistosen yang menghasilkan
penutupan cekungan dan onset pengendapan lingkungan non marine
Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris
volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-
konkresi dan silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada
formasi ini umumnya berupa lignit. Ketebalan formasi ini tipis pada
bagian utara dan maksimum berada di sebelah selatan dengan ketebalan
750 m (Bishop, 2001).
2.4.8 Formasi Kasai
Formasi ini diendapkan pada kala pliosen sampai dengan pleistosen.
Pengendapannya merupakan hasil dari erosi dari pengangkatan Bukit
Barisan dan pegunungan Tigapuluh, serta akibat adanya pengangkatan
pelipatan yang terjadi di cekungan. Pengendapan dimulai setelah tanda-
tanda awal dari pengangkatan terakhir Pegunungan Barisan yang
17
dimulai pada miosen akhir. Kontak formasi ini dengan formasi Muara
Enim ditandai dengan kemunculan pertama dari batupasir tufaan.
Karakteristik utama dari endapan siklus regresi ketiga ini adalah adanya
kenampakan produk volkanik. Formasi Kasai tersusun oleh batupasir
kontinental dan lempung serta material piroklastik. Formasi ini
mengakhiri siklus susut laut. Pada bagian bawah terdiri atas tuffaceous
sandstone dengan beberapa selingan lapisan-lapisan tuffaceous
claystone dan batupasir yang lepas, pada bagian teratas terdapat lapisan
tuff, batu apung yang mengandung sisa tumbuhan dan kayu berstruktur
sedimen silang siur. Lignit terdapat sebagai lensa-lensa dalam batupasir
dan batulempung yang terdapat tuff.
2.5 Geologi Regional Lapangan MSM
Antiklin MSM yang memiliki dimensi panjang + 14 km, dan lebar + 4 km
adalah suatu antiklin yang berarah Barat Baratlaut – Timur Tenggara,
merupakan bagian dari deretan Antiklinorimum Pendopo – Limau. Lapangan
MSM dan Lapangan BG dibatasi oleh normal fault yang dimanifestasikan di
permukaan oleh Sungai Lematang. Struktur MSM dikontrol oleh sesar naik
Lematang yang berarah Barat – Timur, memanjang dari lapangan Ogan,
Tanjung Tiga, Talang Jimar, Prabumulih Barat, MSM, BG, hingga Benakat
Timur (Laporan Internal PT. PERTAMINA EP Asset 2, 2013).
18
2.6 Peta dan Posisi Pengamatan
Lapangan MSM terletak ± 10 km sebelah Baratlaut Kota Prabumulih, dan
terletak di antara lapangan-lapangan penghasil hidrokarbon BG, Prabumulih
Barat dan Talang Jimar. Lapangan-lapangan tersebut secara geologi terletak
dalam satu jalur antiklinorium, secara administratif berada dalam wilayah
Kabupaten Muaraenim, dan termasuk ke dalam wilayah kerja Area Operasi
Timur (Laporan Internal PT. PERTAMINA EP Asset 2, 2013).
Gambar 2.6 Peta daerah pengamatan (http://ett.co.id/theproject.php)
“MSM”
19
2.7 Litologi dan Stratigrafi Lapangan MSM
Gambar 2.7 Kolom Stratigrafi lapangan MSM (Laporan Internal
PT.PERTAMINA EP Asset 2, 2013)
Urutan formasi batuan yang telah tertembus oleh pemboran sumur-sumur di
Struktur MSM, dari bawah ke atas adalah sebagai berikut:
a. Formasi Lahat (LAF)
Formasi Lahat di Struktur MSM belum terdefenisi secara pasti dan masih
menjadi pembahasan. Lapisan batuserpih tebal di bawah Formasi Talang
Akar yang memiliki karakter yang mirip dengan Benakat Shale
dimasukkan ke dalam Formasi Lahat. Litologi terdiri dari shale abu-abu
Fora
m
Nann
o
Polen
TERE
STER
IAL
LITH
ORAL
NERI
TIC
NERI
TIC
DEEP
P22
>200
Batugamping, putih pucat, putih keabu-
abuan, chalky , lunak-keras sedang, sdkt
kristalin, porositas jelek, sdkt pyrit.
Shale , abu2 terang, strong calcareous
Olig
osen
> NP
25 Shale hitam keras, vein kalsit dengan
sisipan batugamping putih-putih susu di
bagian bawah.
550
Akhir
Awal
Air B
enak
at
Akhir
PALE
MBA
NG
N5-N
6
Laha
t
Lana
giop
ollis
sp.
1M
ayer
ipol
lis
UMUR
KELO
MPO
K
FORMASI LITOLOGI
Fasies
Pliosen MEF
TEBA
L (m
)Zonasi
NN5
N6 -
N15
Flor
schu
etzia
levip
oli
Talan
g Ak
ar
NN3-
NN4
TELI
SA
Kwarter
Awal
Mios
en
F. tr
iloba
ta
Teng
ah
< N
N2
Gum
aiBR
F
1150
Terdiri dari claystone abu-abu muda, lunak
sticky , non karbonatan, dengan sisipan
batulanau, batupasir dan batubara tebal.
Terdiri dari claystone tebal berselang-
seling dengan shale abu-abu, lunak, non
karbonat, dengan sisipan batulanau dan
batupasir abu-abu kehijauan mengandung
glaukonit.
Terdiri dari shale abu-abu muda kadang
kecoklatan, sisipan napal coklat muda dan
batugamping putih lunak.
Batugamping, putih, coklat muda, keras
menengah, sebagian chalky dan kristalin
Terdiri dari perselingan batupasir tebal
dengan shale , batupasir abu-abu muda di
bagian atas gampingan dan mengandung
glaukonit, dibagian bawah tidak gampingan,
lepas, dengan sisipan batubara.
360
770
390
35
20
hingga cokelat tua, non-karbonatan pada bagian atas dan karbonatan di
bagian bawah, dengan sisipan batupasir yang kadang-kadang tidak
terkonsolidasi baik. Karakteristik log Benakat Shale menunjukkan, bahwa
pada bagian atas memiliki nilai GR yang tinggi dan nilai PEF yang kecil
(diinterpretasikan diendapkan pada lingkungan transisi), sedangkan di
bagian bawah dengan nilai GR kecil dan PEF besar (diendapkan di laut
dangkal).
b. Formasi Talang Akar (TAF)
Formasi Talang Akar di Struktur MSM terdiri dari shale berwarna cokelat
muda, karbonan, berselang-seling dengan batupasir (clean sand), berwarna
cokelat muda hingga cokelat tua, berukuran pasir halus – sedang, kadang-
kadang mengandung pirit dan sisipan tipis batubara. Formasi ini
merupakan batuan reservoar utama di Struktur MSM, dengan ketebalan
formasi lebih dari 1000 m.
c. Formasi Baturaja (BRF)
Di struktur MSM, Formasi Baturaja diendapkan secara selaras di atas
Formasi Talang Akar. Tersusun atas shale berwarna cokelat keabuan,
gampingan, mengandung pirit, berselang-seling dengan batugamping
berwarna cokelat keabuan, berfragmen koral, dan mengandung gloukonit.
Formasi ini umumnya sangat tight dengan ketebalan rata-rata 35 m. Sifat
fisik yang tight tersebut membuat BRF bertindak sebagai super seal di
daerah MSM.
21
d. Formasi Gumai
Di Struktur MSM Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas
Formasi Baturaja. Formasi ini terdiri dari lapisan tebal Shale berwarna
abu-abu muda hingga cokelat muda, kadang gampingan dan mengandung
pirit, dengan sisipan tipis batupasir, batupasir gampingan.
e. Formasi Muaraenim
Tersusun atas batulempung dan batupasir, dengan lapisan batubara tebal
berwarna cokelat gelap hingga hitam, dan formasi ini tersingkap di
permukaan.
2.8 Petroleum system
Pada Lapangan MSM, sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon yang
ekonomis di Formasi Talang Akar. Tinjauan detail dari keberadaan petroleum
system di Lapangan MSM, dapat dijelaskan sebagai berikut (Laporan Internal
PT. PERTAMINA EP Asset 2, 2013) :
a. Source Rock (batuan induk)
Batuan induk Lapangan MSM, diinterpretasikan berasal dari batuan serpih
Formasi Lahat dan Formasi Talang Akar yang terdapat di Dalaman
Tanjung Miring dan sekitarnya, maupun dari Lematang Depression.
b. Reservoar
Batuan yang berfungsi sebagai reservoar utama adalah batupasir Formasi
Talang Akar (TAF). Batuan ini telah terbukti menghasilkan hidrokarbon
baik di lapisan existing maupun upside potentials, dan berkembang bagus
pada interval kedalaman 1600 – 2600 mbpl.
22
c. Cap Rock (batuan penyekat)
Beberapa sekuen batuserpih tebal yang diendapkan di antara lapisan-
lapisan batupasir Formasi Talang Akar, merupakan batuan penyekat yang
efektif. Batugamping Formasi Baturaja diperkirakan bertindak sebagai
penyekat yang sangat efektif (super seal) di Lapangan MSM, sedangkan
Formasi Gumai merupakan penyekat regional di Komplek Palembang
Selatan.
d. Trap (perangkap)
Didominasi oleh perangkap struktur, berupa antiklin yang dikontrol oleh
Sesar Naik Lematang, dan secara setempat, berkembang perangkap
stratigrafi. Bentuk antiklin tersebut berarah Barat Baratlaut – Timur
Tengggara.
e. Migration
Pada Miosen Akhir, Formasi Lahat (LAF) dan Talang Akar (TAF) yang
merupakan endapan syn-rift telah matang, dan terjadi migrasi secara insitu
(primary migration). Kemudian pada Plio-Plestosen, terjadi secondary
migration melalui pola patahan (Lematang Fault) yang mengalami
inversi pada saat itu, mengisi lapisan TAF (GRM dan TRM) yang
merupakan post-rift sediment. Proses insitu migration pada zona upside
potentials MSM dapat dijelaskan seperti pada gambar berikut ini.