BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Colletotrichum capsici 2.1.1. Klasifikasi Colletotrichum capsici Klasifikasi fungi Colletotrichum capsici pada tanaman cabai (Capsicum annum L.) menurut Alexopoulus (1996) yaitu: Kingdom : Fungi Divisi : Aschomycota Classis : Ascomycetes Order : Melanconiales Family : Melanconiaceae Genus : Colletotrichum Species : Colletotrichum capsici 2.1.2. Morfologi Colletotrichum capsici Fungi Colletotrichum capsici mempunyai konidiofor yang pendek dan konidia dibentuk dalam aservulus. Colletotrichum mempunyai stroma yang terdiri dari massa miselium yang berbentuk aservulus, bersepta, panjang antara 30-90 μm, umumnya yang berkembang merupakan perpanjangan dari setiap aservulus. Konidia berwarna hialin, bersel tunggal dan berukuran 5-15 μm (Daniel, 1972). Aservulus tersusun di bawah epidermis tumbuhan inang. Epidermis pecah apabila konidia telah dewasa. Konidia keluar sebagai percikan berwarna putih, kuning, jingga, hitam atau warna lain sesuai dengan pigmen yang dikandung 6 Studi Antifungi Dari..., Dewi Purwanti, FKIP UMP, 2017
19
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Colletotrichum capsicirepository.ump.ac.id/1619/3/BAB II_DEWI PURWANTI_BIOLOGI'17.pdf · Pada tahap awal infeksi konidia Colletotrichum yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Colletotrichum capsici
2.1.1. Klasifikasi Colletotrichum capsici
Klasifikasi fungi Colletotrichum capsici pada tanaman cabai (Capsicum
annum L.) menurut Alexopoulus (1996) yaitu:
Kingdom : Fungi
Divisi : Aschomycota
Classis : Ascomycetes
Order : Melanconiales
Family : Melanconiaceae
Genus : Colletotrichum
Species : Colletotrichum capsici
2.1.2. Morfologi Colletotrichum capsici
Fungi Colletotrichum capsici mempunyai konidiofor yang pendek dan
konidia dibentuk dalam aservulus. Colletotrichum mempunyai stroma yang terdiri
dari massa miselium yang berbentuk aservulus, bersepta, panjang antara 30-90
μm, umumnya yang berkembang merupakan perpanjangan dari setiap aservulus.
Konidia berwarna hialin, bersel tunggal dan berukuran 5-15 μm (Daniel, 1972).
Aservulus tersusun di bawah epidermis tumbuhan inang. Epidermis pecah
apabila konidia telah dewasa. Konidia keluar sebagai percikan berwarna putih,
kuning, jingga, hitam atau warna lain sesuai dengan pigmen yang dikandung
6
Studi Antifungi Dari..., Dewi Purwanti, FKIP UMP, 2017
7
konidia. Diantara bangsa Melanconiales yang konidianya cerah (hialin) adalah
Gloeosporium dan Colletotrichum. Keduanya mempunyai konidia yang
memanjang dengan penciutan di tengah (Dwidjoseputro, 1978). Morfologi fungi
C. capsici dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Morfologi C. capsici
Sumber : USDA (2014)
2.1.3. Gejala Serangan
Gejala awal serangan fungi C. capsici yang terdapat pada tanaman cabai
mula-mula berbentuk bintik-bintik kecil berwarna kehitaman dan berlekuk, pada
buah yang masih hijau atau yang sudah masak. Bintik-bintik ini tepinya berwarna
kuning, membesar dan memanjang. Bagian tengahnya menjadi semakin gelap
(Semangun, 1994). Menurut Rukmana & Oesman (2002), pada buah yang
terserang fungi C. capsici akan menjadi busuk berwarna seperti terkena sinar
matahari yang kemudian menyebabkan busuk basah berwarna hitam (Gambar
2.2).
Studi Antifungi Dari..., Dewi Purwanti, FKIP UMP, 2017
8
Gambar 2.2. Buah cabai yang terserang fungi C. capsici
Sumber : Halil (2013)
Pada tahap awal infeksi konidia Colletotrichum yang berada di permukaan
kulit buah cabai merah akan berkecambah dan membentuk tabung
perkecambahan. Setelah tabung perkecambahan berpenetrasi ke lapisan epidermis
kulit buah cabai merah maka akan terbentuk jaringan hifa. Kemudian hifa intra
dan interseluler menyebar keseluruh jaringan dari buah cabai merah (Photita, et
al., 2005)
Tanaman cabai dewasa yang terkena fungi C. Capsici akan menimbulkan
gejala mati pucuk, kemudian menjalar pada daun bawah dan batang,
menimbulkan busuk kering berwarna coklat kehitam-hitaman. Fungi C. capsici
menyebar dengan cepat dengan timbulnya gejala yang cepat (Rukmana &
Oesman, 2002)
Studi Antifungi Dari..., Dewi Purwanti, FKIP UMP, 2017
9
2.1.4. Siklus Hidup Fungi Colletotrichum capsici
Siklus hidup dari fungi C. capsici yang terdapat pada tanaman cabai yaitu
berawal dari buah, masuk menginfeksi biji. Pada umumnya fungi tersebut
menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah yang sakit. Fungi C. capsici juga
menyerang daun dan batang, hingga buah tanaman dan dapat mempertahankan
dirinya dalam sisa-sisa tanaman sakit. Konidium dari fungi akan disebarkan oleh
angin (Semangun, 1994).
Spora fungi Colletotrichum dapat disebarkan oleh angin dan percikan air
hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat (Dickman,
1993). Pertumbuhan awal fungi Colletotrichum membentuk koloni miselium yang
berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan, kemudian perlahan-
lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus
berwarna merah muda sampai coklat muda merupakan kumpulan massa konidia
(Rusli & Zulpadli, 1997).
2.1.5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Colletotrichum
capsici
Pertumbuhan fungi Colletotrichum capsici sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Faktor lingkungan tersebut adalah:
1. pH
pH sangat penting dalam mengatur metabolisme dan sistem-sistem enzim.
Bila terjadi penyimpangan pH, maka proses metabolisme fungi dapat
terhenti. Menurut Yulianty (2006), pH optimal untuk pertumbuhan fungi
Colletotrichum capsisi yang baik adalah pH 5-7.
Studi Antifungi Dari..., Dewi Purwanti, FKIP UMP, 2017
10
2. Suhu
Suhu optimum pertumbuhan Colletotrichum capsici yaitu antara 24-30o
C
(Nurhayati, 2011) dengan kelembaban relatif antara 80-90% (Rompas,
2001).
3. Musim
Pertumbuhan fungi C. capsici kurang baik pada musim kemarau dan lahan
yang mempunyai drainase baik. fungi tersebut dapat dibantu oleh angin
dan hujan untuk penyebaran konidia (Semangun, 1991).
2.2 Deskripsi Fusarium oxysporum
2.2.1. Klasifikasi Fusarium oxysporum
Klasifikasi Fusarium oxysporum menurut Alexopoulus & Mims (1979)
sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Divisi : Eumycota
Classis : Deuteromycetes
Order : Moniliales
Family : Tuberculariaceae
Genus : Fusarium
Species : Fusarium oxysporum
Studi Antifungi Dari..., Dewi Purwanti, FKIP UMP, 2017
11
2.2.2 Morfologi Fusarium oxysporum
Fungi F. oxysporum memiliki struktur yang terdiri dari mikrokonidia dan
makrokonidia. Permukaan koloninya berwarna ungu dan tepinya bergerigi serta
memiliki permukaan yang kasar berserabut dan bergelombang. Di alam, fungi ini
membentuk konidium. Konidiofor bercabang dan makrokonidium berbentuk
sabit, bertangkai kecil dan seringkali berpasangan (Lucas et al., 1985). Gambar
2.3. Morfologi Fusarium oxysporum.
Gambar 2.3. Morfologi Fusarium oxysporum.
Sumber : BBPPKETINDAN(2015)
Miselium Fusarium oxysporum terdapat di dalam sel khusus di dalam
pembuluh tanaman, juga terdapat diantara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan di
jaringan parenkim didekat terjadinya infeksi. F. oxysporum adalah fungi
aseksual.
Fungi F. oxysporum menghasilkan 3 jenis spora yaitu mikrokonidia
makrokonidia, dan klamidospora (Gambar 2.4). Makrokonidia berbentuk panjang
melengkung seperti kumparan, tidak berwarna, dan pada kedua ujungnya sempit
menyerupai bulan sabit yang terdiri dari 3-5 sekat dengan ukuran 25-33 x 3,5-5,5
Studi Antifungi Dari..., Dewi Purwanti, FKIP UMP, 2017
12
µm . Mikrokonidia merupakan spora bersel satu atau dua yang tidak berwarna,
berbentuk lonjong atau bulat telur dengan ukuran 6-15 x 2,5-4 µm. Klamidiospora
merupakan spora berbentuk bulat yang terdapat di dalam hifa atau di ujung hifa.
Klamidiospora dapat terbentuk jika kondisi lingkungan tidak mendukung dan
klamidiospora yang dihasilkan bersifat dorman (Semangun, 1996).
Gambar 2.4. (A) Makrokonidia, (B) Mikrikonidia, (C) Klamidiospora
Sumber : Seifert and Gams (2001)
2.2.3. Gejala Serangan
Gejala awal yang terlihat akibat serangan patogen ini yaitu memucatnya
tulang-tulang daun terutama daun-daun atas kemudian diikuti dengan
menggulungnya daun yang lebih tua selanjutnya tangkai daun akan merunduk dan
akhirnya tanaman menjadi layu secara keseluruhan (Gambar 2.5). Jika tanaman
sakit dipotong maka dekat pangkal batang akan terlihat suatu cincin dari berkas
pembuluh (Semangun, 1996).
Pada tanaman yang masih sangat muda, penyakit ini dapat menyebabkan
matinya tanaman secara mendadak, karena pada pangkal batang terjadi kerusakan
atau kanker yang menggelang (Semangun, 2001).
Studi Antifungi Dari..., Dewi Purwanti, FKIP UMP, 2017
13
Gambar 2.5.Tanaman cabai yang terserang Fusarium oxysporum
Sumber : Langit (2014)
2.2.4. Siklus Hidup Fungi Fusarium oxysporum
Fungi Fusarium mengalami 2 fase dalam siklus hidupnya yakni
patogenesa dan saprogenesa. F. oxysporum tersebut hidup sebagai parasit pada
tanaman inang yang masuk melalui luka pada akar dan berkembang dalam
jaringan tanaman yang disebut sebagai fase patogenesa. Pada fase saprogenesa
merupakan fase bertahan yang diakibatkan tidak adanya inang, hidup sebagai
saprofit dalam tanah dan sisa-sisa tanaman dan menjadi sumber inokulum untuk
menimbulkan penyakit pada tanaman yang lain. Patogen ini dapat menimbulkan
gejala penyakit karena mampu menghasilkan enzim, toksin, polisakarida dan
antibiotik dalam jaringan tanaman (Agrios 1997 dalam Susetyo 2010),
2.2.5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Fusarium oxysporum
Kehidupan Fusarium oxysporum dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut adalah temperatur, kelembaban tanah yang rendah, panjang
hari yang pendek, intensitas cahaya yang rendah, nutrisi N dan P yang rendah,
nutrisi K yang tinggi dan pH yang rendah (Booth, 1985).
Studi Antifungi Dari..., Dewi Purwanti, FKIP UMP, 2017
14
Fungi F. oxysporum mampu bertahan hidup pada temperatur tanah 21o-
33oC, temperatur optimumnya adalah 28
0C (Semangun, 1996). Fungi F.
oxysporum sangat cocok pada tanah yang mempunyai kisaran pH 4,5-6,0
(Sastrahidayat, 1989). Kelembaban tanah yang sangat rendah atau tinggi dapat
menahan pertumbuhan tanaman dan juga perkembangan penyakit layu fusarium
(Mehrotra, 1980). Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan Fusarium
adalah unsur-unsur yang terkandung dalam tanah. Di banyak negara diketahui
bahwa penyakit berkembang lebih berat bila tanah mengandung banyak nitrogen
tapi miskin akan kalium (Semangun, 1996).
2.3. Pengendali Hayati
Pengendalian terhadap penyakit tanaman saat ini masih bertumpu pada
penggunaan pestisida sintetis. Namun penggunaan pestisida sintetis secara terus-
menerus dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif. Penggunaan
pestisida sintetis dapat membahayakan keselamatan hayati termasuk manusia dan
keseimbangan ekosistem. Oleh sebab itu, saat ini metode pengendalian telah
diarahkan pada pengendalian secara hayati (Suwahyono, 2009).
Pengendalian biologi (hayati) menunjukkan alternatif pengendalian yang
dapat dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan
dan sekitarnya, salah satunya adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti
virus, fungi, bakteri atau aktiomisetes (Ismail, 2010).
Mekanisme fungi dalam menghambat patogen tanaman dapat melalui
antibiosis, lisis, kompetisi, dan parasitisme (Arwiyanti, 2003).
Studi Antifungi Dari..., Dewi Purwanti, FKIP UMP, 2017
15
1. Antibiosis
Antibiosis adalah interaksi antar organisme dimana salah satu organisme
menghasilkan zat antibiotik yang dapat menghancurkan sel fungi melalui
perusakan terhadap permeabilitas membran sel.
2. Lisis
Lisis adalah proses pemecahan komponen dinding sel fungi patogen oleh
fungi antagonis dengan cara menghasilkan enzim seperti kitinase yang
dapat mendegradasi kitin pada dinding sel patogen.
3. Kompetisi
Kompetisi yaitu mempunyai kemampuan berkompetisi memperebutkan
tempat hidup dan sumber makanan.
4. Parasitisme
Parasitisme yaitu memarasit miselium fungi lain dengan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam sel untuk mengambil zat makanan dari
dalam sel sehingga fungi akan mati.
Penggunaan pengendali hayati dalam mengendalikan organisme
pengganggu tanaman (OPT) semakin berkembang karena cara ini lebih unggul
dibanding pengendalian berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut antara
lain: (1) aman bagi manusia, musuh alami dan lingkungan; (2) dapat mencegah
timbulnya ledakan OPT sekunder, (3) produk tanaman yang dihasilkan bebas dari
residu pestisida; (4) aman bagi kesehatan manusia; (5) terdapat di sekitas
pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida
sintetis dan (6) dapat menurunkan biaya produksi karena aplikasi agens
Studi Antifungi Dari..., Dewi Purwanti, FKIP UMP, 2017
16
pengendali hayati dilakukan satu atau dua kali dalam satu musim panen (Tombe et
al., 1999).
Telah diketahui beberapa mikroorganisme yang digunakan sebagai
pengendali hayati. Sebagai contohnya dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Contoh mikroorganisme yang digunakan sebagai pengendali hayati
Jenis Pengendali Hayati
(Mikroorganisme)
Mikroorganisme Sasaran Nama Penyakit
Bacillus subtilis Aspergillus niger Busuk akar
Pseudomonas
flourescens
Fusarium
oxysporum f.sp. lycopersici
Layu fusarium pada
Tomat
Phytium oligandrum Fusarium spp, Rhizoctonia
solani
Layu pada tomat/
kentang
Pseudomonas cepacia Fusarium spp, R. Solani Rebah semai padi,
kapas dan legum Serratia plymuthica Pythium ultimum Rebah kecambah