5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No.38 tahun 2004 Tentang Jalan dan menurut Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan dan dalam kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan. 2.1.1 Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan a. Sistem Jaringan Jalan Primer Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut : 1. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan. 2. Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional. b. Sistem Jaringan Jalan Sekunder Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat didalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke persil. 2.1.2 Berdasarkan Fungsinya a. Jalan arteri primer, ialah jalan yang menghubungkan antar pusat kegiatan nasional atau antar pusat kegiatan nasional dengan
38
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 pusatkegiatan wilayah. Untuk jalan arteri primer mengikuti persyaratan teknis sebagai berikut : 1. Jalan arteri primer didesain
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan
Sesuai dengan Undang-Undang No.38 tahun 2004 Tentang Jalan dan
menurut Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2006, sistem jaringan jalan di
Indonesia dapat dibedakan atas jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder.
Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah
dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan dan dalam kawasan
perkotaan dan kawasan pedesaan.
2.1.1 Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan
a. Sistem Jaringan Jalan Primer
Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang
dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa
distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut :
1. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat
kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan
lingkungan.
2. Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional.
b. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat didalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara
menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu,
fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke
persil.
2.1.2 Berdasarkan Fungsinya
a. Jalan arteri primer, ialah jalan yang menghubungkan antar pusat
kegiatan nasional atau antar pusat kegiatan nasional dengan
6
pusatkegiatan wilayah. Untuk jalan arteri primer mengikuti persyaratan
teknis sebagai berikut :
1. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 60 km/jam dengan lebar badan jalan paling
sedikit 11 meter.
2. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari
volume lalu lintas rata-rata.
3. Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh
terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan
kegiatan lokal.
4. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian
rupa.
5. Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan
pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan.
6. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan
kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.
b. Jalan kolektor primer, ialah jalan yang menghubungkan antar pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal,antar pusat kegiatan
wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan
lokal. Untuk jalan kolektor primer, persyaratan teknisnya :
1. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 40 km/jam dengna lebar badan jalan paling
sedikit 9 meter.
2. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar
dari volume lalu lintas rata-rata.
3. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan.
4. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan
pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan.
5. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan
kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.
7
c. Jalan lokal primer, ialah jalan yang menghubungkan pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah
dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal, atau
pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antar
pusat kegiatan lingkungan. Persyaratan teknis untuk jalan lokal primer
1. Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan paling
sedikit 7 meter.
2. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan pedesaan tidak
boleh terputus.
d. Jalan lingkungan primer, ialah jalan yang menghubungkan antar pusat
kegiatan didalam kawasan pedesaan dan jalan didalam lingkungan
kawasan pedesaan. Persyaratan teknisnya adalah :
1. Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 15 km/jam dengan lebar badan jalan
paling sedikit 6,5 meter.
2. Persyaratan teknis jalan lilngkungan primer diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih.
3. Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunuyai
lebar jalan paling sedikit 3,5 meter.
e. Jalan arteri sekunder, ialah jalan yang menghubungkan kawasan
primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kedua. Persyaratan teknisnya adalah :
1. Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 30 km/jam dengan lebar badan jalan paling
sedikit 11 meter.
2. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebnih besar
dari pada volume lalu lilntas rata-rata.
3. Pada jalan arteri sekunder lalu lintas cepat tidak boleh
terganggu oleh lalu lintas lambat.
8
4. Persimpangan sebidang pada jalan arteri sekunder dengan
pengaturan tertentu harus sapat memenuhi ketentuan.
f. Jalan kolektor sekunder, ialah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Persyaratan
teknisnya adalah :
1. Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan
paling sedikit 9 meter.
2. Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar
dari pada volume lalu lintas rata-rata.
3. Pada jalan kolektir sekunder lalu lintas cepat tidak boleh
terganggu oleh lalu lintas lambat.
4. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor sekunder dengan
pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan.
g. Jalan lokal sekunder, ialah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan
perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan. Persyaratan teknisnya adalah :
1. Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 10 km/jam dengan lebar badan jalan paling
sedikit 7,5 meter.
h. Jalan lingkungan sekunder, ialah jalan yang mnghubungkan antar
persil dalam kawasan perkotaan. Persyaratan teknisnya adalah :
1. Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter.
2. Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunyai
lebar badan jalan palling sedikit 3,5 meter.
9
2.1.3 Berdasarkan statusnya
Jalan umum menurut statusnya dikelompokan atas :
a. Jalan Nasional
Jalan nasional sebagaimana dimaksud terdiri atas :
1. Jalan arteri primer.
2. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota
provinsi.
3. Jalan Tol.
4. Jalan strategis nasional.
b. Jalan Provinsi
Jalan provinsi sebagaimana dimaksud terdiri atas :
1. Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi
dengan ibukota kabupaten atau kota.
2. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota
kabupaten atau kota.
3. Jalan strategis provinsi.
4. Jalan di daerah khusus ibukota Jakarta, kecuali jalan nasional.
c. Jalan Kabupaten
Jalan kabupaten sebagaimana dimaksud terdiri atas :
1. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional.
2. Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten
dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat
desa, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan
desa, dan antar desa.
3. Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi.
4. Jalan strategis kabupaten.
d. Jalan kota
Jalan kota sebagaimana dimaksud adalah jalan umum pada jaringan
jalan sekunder di dalam kota.
10
e. Jalan desa
Jalan desa sebagaimana dimaksud adalah jalan lingkungan primer dan
jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam
kawasan pedesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan
kawasan dan/atau antar pemukiman di dalam desa.
2.1.4 Berdasarkan Spesifikasi Kelas Jalan
Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan
dikelompokan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang dan jalan kecil.
Spesifikasi penyediaan penyediaan prasarana jalan yang dimaksud meliputi
pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur,
ketersediaan median, serta pagar.
a. Spesifikasi jalan bebas hambatan meliputi pengendalian jalan masuk
secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar
ruang milik jalan, dilengkapi dengan median, paling sedikit
memounyai 2 (dua) lajur tiap arah, dan kebar lajur palling sedikit 3,5
(tiga koma lima) meter.
b. Spesifikasi jalan raya adalah jalan umum untuk lalu lintas secara
menerus dengan pengendalian jalan masuk secara tebatas dan
dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah,
lebar lajur paling sedikt 3,5 (tiga koma lima) meter.
c. Spesifikasi jalan sedang adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak
sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit
2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 7
(tujuh) meter.
d. Spesifikasi jalan kecil adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas
setempat, palling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar
jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima) meter.
11
2.2 Volume Lalu Lintas
Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu ruas jalan
pada periode waktu tertentu. Volume lalu lintas dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Q = T
n .................................................................................. ( 2.1 )
Dimana ;
Q = volume lalu lintas yang melalui suatu titik (kendaraan/jam).
n = jumlah kendaraan yang melalui titik tersebut dalam interval waktu T
(kendaraan).
T = interval waktu pengamatan (jam).
Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan
menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu
lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan
menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris
(Departemen PU 1997). Adapun tipe–tipe kendaraan, antara lain :
A. Kendaraan Ringan (LV) meliputi : mobil penumpang, opelet, mikrobis,
pick-up dan truk kecil.
B. Kendaraan Berat (HV) meliputi : truk dan bus.
C. Sepeda motor (MC) meliputi : kendaraan bermotor beroda 2 atau termasuk
sepeda motor dan skuter.
D. Kendaraan Tak Bermotor (UM) meliputi : kendaraan beroda yang
menggunakan tenaga manusia atau hewan termasuk sepeda, becak, kereta
kuda dan gerobak / kereta dorong.
Untuk kendaraan ringan (L), nilai emp selalu 1,0. Ekivalensi mobil
penumpang (emp) untuk jalan perkotaan seperti terlihat pada Tabel 2.1
12
Tabel 2.1 Emp Untuk Jalan Perkotaan
Tipe Jalan : Jalan
Tak Terbagi
Arus lalu lintas
total dua arah
(kend / jam)
emp
HV
MC
Lebar jalur lalu lintas Wc
(m)
≤ 6 >6
Dua lajur tak terbagi 0 1,3 0,5 0,40
(2/2 UD) ≥1800 1,2 0,35 0,25
Empat lajur tak
terbagi 0 1,3 0,40
0,25 (4/2 UD) ≥3700 1,2
Sumber : Departemen PU (1997)
2.3 Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan adalah arus lalu lintas maksimum melalui suatu titik di
jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu.
Evaluasi mengenai kapasitas bukan saja bersifat mendasar pada
permasalahan pengoperasian dan perancangan lalu lintas seperti juga dihubungkan
dengan aspek keamanan. Kapasitas merupakan ukuran kinerja, pada kondisi yang
bervariasi yang dapat diterapkan pada kondisi tertentu.
Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp) sebagai
berikut :
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs ( 2.2 )
Dimana :
C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam).
Co = Kapasitas dasar (ideal) untuk kondisi tertentu (smp/jam).
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan.
FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah.
FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kreb.
FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota.
2.3.1 Kapasitas Dasar (Co)
Kapasitas dasar (base capacity) merupakan kapasitas pada kondisi
ideal. Kapasitas dasar jalan lebih dari empat lajur (banyak lajur) dapat
ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur yang diberikan pada
Tabel 2.2 yang ada di bawah ini.
13
Tabel 2.2 Kapasitas Dasar Perkotaan
Tipe Jalan Kapasitas Dasar
(smp / jam) Catatan
Empat lajur terbagi atau
Jalan satu arah 1.650 Per lajur
Empat lajur tak terbagi 1.500 Per lajur
Dua lajur tak terbagi 2.900 Total dua arah
Sumber : Departemen PU (1997)
2.3.2 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas untuk Jalan
Perkotaan (FCw)
Penentuan penyusunan untuk lebar jalur lalu lintas (FCw) berdasarkan
lebar jalur lalu lintas efektif (Wc). Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan
lebih dari empat lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai perlajur
yang diberikan untuk jalan empat lajur, seperti Tabel 2.3 yang ada di bawah
ini.
Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas Untuk Perkotaan
(FCw)
Tipe jalan
Lebar jalur lalu lintas efektif
(Wc)
(m)
FCw
Empat lajur terbagi atau jalan
satu arah
Perlajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
0,92
0,96
1,00
1,04
1,08
Empat lajur tak terbagi Perlajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
0,91
0,95
1,00
1,05
1,09
Dua lajur tak terbagi Total dua arah
5
6
7
8
9
10
11
0,56
0,87
1,00
1,14
1,25
1,29
1,34
Sumber : Departemen PU (1997)
14
2.3.3 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCsp)
Untuk menentukan penyesuaian pemisah arah (FCsp) untuk jalan dua
lajur dua arah (2/2) dan empat lajur dua arah (4/2) tak terbagi terdapat pada