12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Landasan Teori 1.1.1 Pemasaran dan Manajemen Pemasaran Salah satu kegiatan utama yang dilakukan oleh perusahaan adalah pemasaran. Philip Kotler (1999) mengatakan bahwa pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan mana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang dibutuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai. Jadi dapat dikatakan bahwa orientasi manajemen pemasaran adalah menentukan kebutuhan, keinginan dan penilaian dari pasar yang menjadi sasaran dan menyesuaikan kegiatan organisasi sedemikian rupa agar dapat memberikan kepuasan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna. John C. Mowen dan Michle Minor (2002) menyebutkan bahwa pemasaran adalah kegiatan manusia yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.. Jadi kegiatan pemasaran adalah kegiatan yang saling berhubungan dalam suatu sistem. Pemasaran itu sendiri berarti bekerja dengan pasar untuk mewujudkan pertukaran potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Sebagaimana telah dikemukakan, kegiatan pemasaran terdiri dari berbagai macam kegiatan. dimana kegiatan-kegiatan pemasaran tersebut harus dikoordinir dengan berhasil. Kegiatan-kegiatan pemasaran tersebut antara lain kegiatan merencanakan produk, menentukan harga, distribusi serta promosi. Kombinasi dari kegiatan itu sering disebut dengan marketing mix atau bauran pemasaran yang
22
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Landasan Teori 1.1.1 ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/119/jtptunimus-gdl...12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Landasan Teori 1.1.1 Pemasaran dan Manajemen
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Landasan Teori
1.1.1 Pemasaran dan Manajemen Pemasaran
Salah satu kegiatan utama yang dilakukan oleh perusahaan adalah
pemasaran. Philip Kotler (1999) mengatakan bahwa pemasaran adalah proses
sosial dan manajerial dengan mana seseorang atau kelompok memperoleh apa
yang dibutuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan
nilai. Jadi dapat dikatakan bahwa orientasi manajemen pemasaran adalah
menentukan kebutuhan, keinginan dan penilaian dari pasar yang menjadi sasaran
dan menyesuaikan kegiatan organisasi sedemikian rupa agar dapat memberikan
kepuasan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.
John C. Mowen dan Michle Minor (2002) menyebutkan bahwa pemasaran
adalah kegiatan manusia yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan melalui proses pertukaran.. Jadi kegiatan pemasaran adalah kegiatan
yang saling berhubungan dalam suatu sistem. Pemasaran itu sendiri berarti bekerja
dengan pasar untuk mewujudkan pertukaran potensial dengan maksud
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Sebagaimana telah dikemukakan, kegiatan pemasaran terdiri dari berbagai
macam kegiatan. dimana kegiatan-kegiatan pemasaran tersebut harus dikoordinir
dengan berhasil. Kegiatan-kegiatan pemasaran tersebut antara lain kegiatan
merencanakan produk, menentukan harga, distribusi serta promosi. Kombinasi
dari kegiatan itu sering disebut dengan marketing mix atau bauran pemasaran yang
13
terdiri dari promotion, price, place, product. manajemen pemasaran adalah proses
perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta
penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang
memuaskan tujuan-tujuan individu organisasi (Philip Kotler, 1999)
1.1.2 Perilaku Konsumen
1.1.2.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Pengertian mengenai perilaku oleh perusahaan ataupun organisasi dalam
mencapai tujuan pasar sangat penting dan berguna dalam usaha menentukan dan
melaksanakan strategi pemasaran yang tepat agar dapat mencapai tujuan dengan
efektif. Perilaku Konsumen (consumer behavior) didefinisikan sebagai studi
tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan
perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, ide-ide (John C.
Mowen dan Michael minor, 2002)
Definisi tentang perilaku konsumen juga menyatakan bahwa proses
pertukaran melibatkan serangkaian langkah-langkah, dimulai dengan tahap
perolehan atau akuisisi (acquisition phase) para peneliti menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi pemilihan produk dan jasa. Lalu ke tahap konsumsi
(consumption phase) para peneliti menganalisis bagaimana para konsumen
sebenarnya menggunakan produk atau jasa dan pengalaman yang dilalui mereka
saat menggunakannya. Dan berakhir pada tahap disposisi (disposition phase)
produk atau jasa mengacu pada apa yang dilakukan konsumen ketika mereka tlah
selesai menggunakannya.
14
Menurut James F. Engel et al (1995) perilaku konsumen adalah tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti
tindakan ini.
2.1.2.2 Faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen
Philip Kotler (2002), menyebutkan bahwa faktor-faktor utama yang
mempengaruhi perilaku konsumen adalah sebagai berikut:
a. Faktor- faktor kebudayaan
Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang
paling mendasar. Peran yang dimainkan oleh kebudayaan yaitu, sub-budaya yang
terdiri dari: kelompok- kelompok kebangsaan, kelompok- kelompok keagamaan,
kelompok- kelompok ras, wilayah- wilayah geografis. dan untuk yang kedua kelas
sosial, yaitu sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam
sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan setiap para
anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang
sama.
b. Faktor- faktor sosial
Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial,
seperti: kelompok referensi yaitu kelompok- kelompok yang memberikan
pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
Keluarga dimana para anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat
terhadap perilaku membeli. peran dan status, setiap peranan membawa satu status
15
yang mencerminkan penghargaan umum yang diberikan sesuai dengan itu oleh
masyarakatnya.
c. Faktor Pribadi
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh cirri-ciri
kepribadiannya, termasuk usia dan daur hidupnya, pekerjaan, kondisi ekonomi,
gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.
d. Faktor psikologis
Yang termasuk faktor psikologis dalam mempengaruhi keputusan
pembelian adalah motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan dan sikap.
Dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, (Dewi Urip Wahyuni, Vol.10,
No. 1, Maret 2008: 30-37) menurut Swasta dan Handoko (2000:58); faktor
internal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen antara lain:1) motivasi dan
2) persepsi. sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2000); motivasi adalah the
driving force with in individual that impels then to action. motivasi merupakan
kekuatan penggerak dalam diri seseorang yang memaksanya untuk bertindak.
Sedangkan Handoko (2001) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan
dalam pribadi yang mendorong keinginan individu untuk melakukan keinginan
tertentu guna mencapai tujuan.
Dalam bidang pemasaran Sigit (2002) menjelaskan bahwa motivasi
pembelian adalah pertimbangan-pertimbangan dan pengaruh yang mendorong
orang untuk melakukan pembelian. Dalam motivasi pembelian terbagi menjadi
motivasi rasional dan emosional. Motivasi rasional adalah pembelian yang
didasarkan kepada kenyataan-kenyataan yang ditunjukkan oleh produk kepada
16
konsumen dan merupakan atribut produk yang fungsional serta obyektif
keadaannya misalnya kualitas produk, harga produk, ketersediaan barang,
efisiensi kegunaan barang tersebut dapat diterima. Sedangkan motivasi emosional
dalam pembelian berkaitan dengan perasaan, kesenangan yang dapat ditangkap
oleh pancaindera misalnya dengan memiliki suatu barang tertentu dapat
meningkatkan status sosial, peranan merek menjadikan pembeli menunjukkan
status ekonominya dan pada umumnya bersifat subyektif dan simbolik.
Pada saat seseorang akan mengambil keputusan untuk membeli suatu
produk tentunya akan dipengaruhi oleh kedua jenis motivasi tersebut yaitu
motivasi rasional dan emosional. Disamping motivasi mendasari seseorang untuk
melakukan keputusan pembelian maka akan dipengaruhi juga oleh persepsinya
terhadap apa yang diinginkan. Konsumen akan menampakkan perilakunya setelah
melakukan persepsi terhadap keputusan apa yang akan diambil dalam membeli
suatu produk.
2.1.2.3 Perilaku konsumen muslim
Faktor budaya, yang lebih diperankan oleh sub-budaya yang didalamnya
termasuk kelompok ras dan kelompok keagamaan dan juga motivasi serta
kepercayaan merupakan beberapa faktor yang ikut berperan dalam mempengaruhi
perilaku konsumen (Philip Kotler, 1999). dan seperti disebutkan Swasta dan
Handoko (2000) dalam jurnal manajemen dan kewirausahaan, (Dewi Urip
Wahyuni, Vol.10, No. 1, Maret 2008: 30-37) bahwa faktor internal yang dapat
mempengaruhi perilaku konsumen antara lain:1) motivasi dan 2) persepsi.
17
Stephen P.Robbins (2001) menyebutkan persepsi dapat didefinisikan
sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan
mereka. dan persepsi tentunya bisa berbeda dari kenyataan obyektif.
Dalam jurnal (konsumsi konsumen muslim dalam mengkonsumsi
makanan halal, Endang S.Soesilowati, 2010) Agama merupakan elemen kunci
dalam kultur kehidupan yang mempengaruhi perilaku dan keputusan membeli
(Endang S Soesilowati, Assadi 2003, Esso and Dibb Sally 2004, Delener 1994,
Babakus et al 2004, Cornwell 2005) . Religion is a system of beliefs and practices
by which group of people interprets and responds to what they feel is
supernatural and sacred (Johnstone, 1975 dikutip dari Shafie & Othman, 2008).
Pada umumnya agama mengatur tentang apa-apa yang diperbolehkan dan apa
yang dilarang untuk dilakukan, termasuk perilaku konsumsi (Shafie & Othman,
2008). Dengan mengutip Cloud (2000), Fam et al (2004) dan juga Wirthington
(1988) menyatakan bahwa agama merupakan keyakinan dan nilai-nilai dalam
menginterpretasi kehidupan yang diekspresikan menjadi suatu kebiasaan. nilai
(value) adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh
seseorang atau suatu masyarakat (Dr. Ir Ujang Suwarman, 2003)..
Dalam ajaran islam, Alqur’an dan Hadist yang merupakan kitab pedoman
hidup umat muslim telah memberikan banyak motivasi kepada umatnya, baik
dalam urusan dunia maupun ibadah. dalam urusan dunia juga diatur dalam hal
mengkonsumsi suatu produk dalam memenuhi kebutuhannya terutama produk
makanan.
18
Pada penelitian terdahulu oleh Endang S. Soesilowati (2010) yaitu
penelitian tentang perilaku konsumen muslim dalam mengkonsumsi makanan
halal, dengan respondennya adalah masyarakat muslim di Banten-Jawa Barat,
Penelitian yang dilakukan mengadaptasi kerangka konsep teori Planned
Behaviour (Ajzen 1991) bahwa ada tiga aspek yang sangat menentukan perilaku
seseorang yaitu sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku. dari hasil penelitian
tersebut diketahui hampir semua responden sangat setuju dengan pernyataan
bahwa mengkonsumsi makanan halal adalah penting. 94 persen responden
bahkan menegaskan pentingnya hal ini dengan menyatakan bahwa memakan
produk halal adalah sangat penting (nilai 7). hal ini menandakan bahwa
mengkonsumsi makanan halal bagi masyarakat Banten menjadi prioritas yang
utama.
Ketiga aspek (sikap, norma subyektif, kontrol perilaku) tersebut akan
menentukan niat seseorang untuk mengkonsumsi makanan halal, dan ditunjukkan
dalam perilaku konsumsi makanan halal tersebut. niat (intention) merupakan
faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. niat merupakan indikasi
seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan
untuk menampilkan suatu perilaku konsumsi makanan halal.
2.1.2.4 Proses keputusan membeli
Produk yang ditawarkan oleh perusahaan dapat menjadi salah satu
pembentukan motivasi, persepsi dan sikap konsumen dalam melakukan
pengambilan keputusan pembelian. Sehubungan dengan keberadaan konsumen
dan beraneka ragam perilakunya maka produsen harus benar-benar tanggap untuk
19
melakukan pengamatan terhadap apa yang menjadi keinginannya. Philip Kotler
(2002) membedakan beberapa peranan yang mungkin dimainkan orang dalam
sebuah keputusan membeli:
a) Pengambil inisiatif (initiator), Pengambil inisiatif adalah orang yang pertama-
tama menyarankan atau memikirkan gagasan membeli produk atau jasa
tertentu.
b) Orang yang mempengaruhi (influences), Seseorang yang memberikan
pengaruh adalah orang yang pandangan atau nasehatnya diperhitungkan
dalam membuat keputusan akhir.
c) Pembuat keputusan (decides), Pembuat keputusan adalah seseorang yang
pada akhirnya menentukan sebagian besar atau keseluruhan keputusan
membeli: apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana membeli, atau
dimana membeli.
d) Pembeli (buyer), pembeli adalah seseorang yang melakukan pembelian yang
sebenarnya.
e) Pemakai (user), pemakai adalah seseorang atau beberapa orang yang
menikmati atau memakai produk atau jasa.
Tahap-tahap dalam proses keputusan membeli (Philip Kotler, 2002) adalah:
Gambar 2.1
Model lima tahap proses membeli
Sumber : Philip kotler, “Proses Keputusan Membeli” Manajemen
Pengenalan masalah
Pencarian Informasi
Perilaku setelah membeli
Keputusan membeli
Penilaian alternatif
20
Pemasaran (2002).
a) Pengenalan masalah (Problem recognition)
b) Pencarian informasi
c) Penilaian alternative
d) Keputusan membeli
e) Perilaku pasca pembelian
Pernyataan yang hampir sama diungkapkan oleh Mowen (2002) yaitu
perspektif pengambilan keputusan (decision-making perspektif) menggambarkan
seorang konsumen sedang melakukan langkah-langkah tertentu pada saat
melakukan pembelian. Langkah langkah ini termasuk pengenalan masalah,
mencari, evaluasi alternative, memilih, dan evaluasi pasca perolehan. akar dari
pendekatan ini adalah pengalaman kognitif dan pendekatan psikologi serta faktor-
faktor ekonomi lainnya.
Sedangkan Kotler dan Amstrong (1996) Dalam Jurnal Manajemen Dan
Kewirausahaan, (Dewi Urip Wahyuni, Vol.10, No. 1, Maret 2008)
mengemukakan bahwa dalam keadaan yang sama, persepsi seseorang terhadap
suatu produk dapat berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya proses seleksi
terhadap berbagai stimulus yang ada. Pada hakekatnya persepsi akan berhubungan
dengan perilaku seseorang dalam mengambil keputusan terhadap apa yang
dikehendaki. Salah satu cara untuk mengetahui perilaku konsumen adalah dengan
menganalisis persepsi konsumen terhadap produk. Dengan persepsi konsumen
21
kita dapat mengetahui hal–hal apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan,
kesempatan ataupun ancaman bagi suatu produk.
Selain persepsi akan muncul pula sikap seseorang dalam menilai suatu
obyek yang akan diminati dan untuk dimiliki. Sikap sebagai suatu evaluasi yang
menyeluruh dan memungkinkan seseorang untuk merespon dengan cara yang
menguntungkan atau tidak terhadap obyek yang dinilai. Menurut Robbins (2006)
Dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, (Dewi Urip Wahyuni, Vol.10,
No. 1, Maret 2008) sikap adalah pernyataan-pernyataan atau penilaian evaluatif
berkaitan dengan obyek,orang atau suatu peristiwa. Sedangkan menurut
Simamora (2002) Dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, (Dewi Urip
Wahyuni, Vol.10, No. 1, Maret 2008) bahwa di dalam sikap terdapat tiga
komponen yaitu 1) Cognitive component: kepercayaan konsumen dan
pengetahuan tentang obyek.yang dimaksud obyek adalah atribut produk, semakin
positif kepercayaan terhadap suatu merek suatu produk maka keseluruhan
komponen kognitif akan mendukung sikap secara keseluruhan. 2) Affective
component : emosional yang merefleksikan perasaan seseorang terhadap suatu
obyek, apakah obyek tersebut diinginkan atau disukai. 3) Behavioral component:
merefleksikan kecenderungan dan perilaku aktual terhadap suatu obyek, yang
mana komponen ini menunjukkan kecenderungan melakukan suatu tindakan.
J. Paul Peter dan Jerry C. Olson (1999) menyebutkan pemasar membagi
variasi yang berkisar pada garis kontimun menjadi tiga tingkat kegiatan
pemecahan masalah dalam keputusan pembelian, yaitu:
22
Proses Kognitif
Pengambilan keputusan ekstensif, biasanya melibatkan sejumlah besar perilaku
pencarian yang dibutuhkan untuk mencari alternatif pilihan.
Pengambilan keputusan terbatas, dalam pengambilan keputusan ini tidak
banyak upaya pencarian informasi, sedikit alternatif
Perilaku pilihan rutin, dibandingkan dengan tingkat yang lain, perilaku pilihan
rutin membutuhkan sangat sedikit kapasitas kognitif atau kontrol sadar.
J.Paul Peter dan Jerry C. Olson (1999) menyajikan suatu model
pengambilan keputusan konsumen yang menonjolkan ketiga ciri interpretasi,
integrasi dan pengetahuan produk dalam ingatan. Konsumen harus
menerjemahkan atau memberi arti bagi setiap informasi dilingkungan sekitarnya.
Gambar 2.2
Model Proses Kognitif Pengambilan Keputusan Konsumen
Sikap dan Keinginan
Pengambilan Keputusan
Proses Integrasi
Pengetahuan, Arti dan Kepercayaan
Pengetahuan, Arti dan Kepercayaan
Ingatan
Perhatian Pemahaman
Proses Interpretasi
Lingkungan
23
Sumber: J.Paul Peter dan Jerry C. Olson (1999)
Kesimpulannya bahwa pengambilan keputusan konsumen melibatkan
kedua proses kognitif, interpretasi dan integrasi, yang dipengaruhi oleh
pengetahuan produk, arti, dan kepercayaan yang tersimpan dalam ingatan.
2.1.3 Segmentasi Pasar
Pasar terdiri dari para pembeli, dan setiap pembeli berbeda-beda dalam
satu atau banyak hal. Perbedaan itu dapat berupa keinginan, sumber daya,
perilaku, lokasi, maupun praktek-praktek membelinya. Karena perbedaan itulah
maka untuk memudahkan dalam mengatur strategi pemasaran maka perlu
dibentuk segmentasi pasar atau konsumen.
Philip Kotler (1999) menyebutkan, segmentasi pasar adalah usaha
pemisahan pasar dalam kelompok-kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk
tertentu dan yang memerlukan bauran pemasaran sendiri.
Gambar 2.3
Dua Pendekatan Utama Pada Segmentasi
Perilaku
Perilaku
Kesempatan
Tanggapan Konsumen
Psikografis Demografis
Geografis
Karakteristik konsumen
Tingkat Pemakai Sikap
Manfaat
24
Sumber: Philip Kotler (1999), Manajemen Pemasaran
2.1.4 Produk
Dalam dunia pemasaran tentunya produk adalah menjadi masalah tak
kalah pentingnya, karena dengan produk maka distributor akan memenuhi
kebutuhan maupun keinginan agar konsumen puas. tentunya produk tidak hanya
terdiri dari barang yang berwujud saja, karena jasa juga termasuk produk, lagu
dari suara seorang penyanyi pun dinamakan produk.Konser dan wisata juga
merupakan produk.
Philip Kotler (1999) Menyebutkan produk adalah sesuatu yang dapat
ditawarkan kedalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki dan dipakai atau
dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. konsumen
akan mencari produk-produk yang dibutuhkannya yang sesuai dengan
keinginannya, karena pada dasarnya produk diciptakan adalah untuk memecahkan
dari suatu permasalahan yang ada.
2.1.5 Produk Makanan Halal
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
atau pembuatan makanan atau minuman (Peraturan Pemerintah Republik
Indoneasia Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Dan Iklan Pangan)
25
Makanan adalah barang yang dimaksudkan untuk dimakan atau diminum
oleh manusia serta bahan yang digunakan dalam produksi makanan dan minuman
(Ditjen bimas dan penyelenggaraan haji, Depag, 2003). Produk makanan telah
menjadi konsumsi bagi setiap orang, namun berdasarkan teori perilaku konsumen
dalam pengambilan keputusan membeli, maka faktor persepsi dan motivasi dari
ajaran agama telah menjadi budaya yang mempengaruhi keputusan membeli.
dalam ajaran Islam umatnya diwajibkan mengkonsumsi makanan yang sudah jelas
kehalalannya.
Proyek pembinaan pangan halal ditjen bimas islam dan penyelenggaraan
haji depag RI (2003) menyebutkan produk halal adalah produk pangan, obat-
obatan, kosmetika dan produk lain yang jika dikonsumsi atau digunakan tidak
berakibat mendapatkan siksa (dosa) dan produk haram adalah produk pangan,
obat-obatan, kosmetika dan produk lain yang jika dikonsumsi atau digunakan
akan berakibat mendapatkan siksa dan dosa (azab) dari Allah SWT.
Secara garis besar jenis pangan atau bahan pangan, obat-obatan dan
kosmetika terdiri atas hewani dan non hewani. semua kelompok non hewani,
seperti nabati dan zat cair, menurut syariah islam halal dimakan kecuali yang najis
(atau yang terkena najis), yang berbahaya dan yang memabukkan (Ditjen Bimas
Islam dan Penyelenggaraan Haji Depag RI, 2003).
2.1.6 Atribut Produk
Atribut produk meliputi merek, kemasan, labeling, garansi, mutu dan
layanan pelengkap lainnya. Atribut produk merupakan senjata yang ampuh dalam
persaingan dengan para pesaing dalam mempengaruhi konsumen. Oleh karena itu
26
produsen perlu mempelajari dan mencermati atribut produknya dengan lebih
seksama. Untuk mempertahankan produk dalam menghadapi tantangan dalam
setiap tahap daur hidup produk, maka atribut-atribut tersebut harus dimodifikasi,
baik dari ciri produk, mutu, model maupun dari harga produk itu sendiri (Philip
Kotler, 1999)
Dari berbagai atribut produk yang ditampilkan oleh produsen untuk
mempengaruhi konsumen tersebut sebenarnya tidak seluruh atribut produk itu
akan dipertimbangkan oleh konsumen dalam mengambil keputusan untuk
membeli suatu produk tertentu. Pada umumnya konsumen hanya akan
mempertimbangkan antara 2 sampai 5 atribut produk saja dalam mengambil
keputusan membelinya.
Hal ini disebabkan oleh faktor yang bersifat manusiawi, dimana kapasitas
atau daya pikir manusia pada umumnya hanya akan mampu mempertimbangkan
dua sampai lima faktor saja dalam memikirkan sesuatu, jika lebih dari lima
manusia pada umumnya sudah tidak mampu lagi.
Oleh karena itu produsen haruslah mengetahui atribut produk apa saja
yang paling menentukan konsumen dalam memilih suatu produk tertentu. Apabila
produsen dapat mengetahuinya maka produsen itu dapat mengatur poduknya agar
sesuai dengan pilihan konsumen tersebut.
Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ilmu Ekonomi Islam (P3EI) UII
Yogyakarta (2008) menyebutkan bahwa Sebuah produk yang dihasilkan oleh
produsen menjadi berharga atau bernilai bukan karena adanya berbagai atribut
fisik dari produk fisik semata, tetapi juga karena adanya nilai (value) yang
27
dipandang berharga oleh konsumen. Atribut fisik suatu barang pada esensinya
menentukan peran fungsional dari barang tersebut dalam memenuhi kebutuhan
konsumen. Atribut fisik suau barang pada dasarnya bersifat obyektif, dapat
diperbandingkan satu sama lainnya, tetapi nilai yang melekat pada suatu barang
bernilai subyektif.
2.1.6.1 Label
Label berkaitan erat dengan kemasan. label merupakan bagian dari suatu
produk dan penjual. sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan atau bisa
pula merupakan etiket (tanda pengenal) yang digantungkan pada produk. label
merupakan salah satu bagian dari ciri sebuah produk yang memberikan informasi
kepada konsumen, maka penjual sudah selayaknya juga merancang label sebaik
mungkin yang bisa memuaskan konsumen dalam mencari informasi melalui label
dan tentunya juga disesuaikan dengan perundang-undangan tentang pelabelan
pada produk tertentu.
Philip Kotler (1999) menyebutkan beberapa fungsi dari pada label antara lain:
a. Mengidentifikasi produk atau merek
b. Menggolongkan produk
c. Menjelaskan beberapa hal mengenai sebuah produk (pembuat, wkatu
membuat, tempat membuat, isi produk, cara pemakaian, petunjuk keamanan)
d. Alat promosi
Pada akhir-akhir ini label banyak dipengaruhi oleh penetapan harga
perunit, masa kadaluarsa produk, dan pencantuman besarnya nilai gizi.
28
Peraturan pelabelan produk pangan olah di Indonesia diatur dalam
peraturan Menteri Kesehatan RI No. 79/Menkes/PER/III/1978. dalam peraturan
tentang label dan periklanan makanan ini diatur tentang tata cara pelabelan serta
ketentuan-ketentuan yang menyertainya. Peraturan ini telah dilengkapi dengan
keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) No.
02240/B/S/SK//VII/1991 yang diterbitkan pada tanggal 2 Juli 1996.
Undang-undang Pangan (1996) label pangan adalah setiap keterangan
mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau
bentuk lain yang disertakan padapangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan
pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.
Sesuai dengan peraturan yang berlaku, label harus dapat memberikan
informasi yang tidak menyesatkan mengenai sifat, bahan kandungan, asal, daya
tahan, nilai ataupun kegunaannya. label dan periklanan harus jelas dan berisi
keterangan yang lengkap serta mudah dibaca. Untuk itu dalam peraturan-
peraturan tersebut, khususnya dalam surat keputusan Dirjen POM. Dimuat
tatacara terperinci yang perlu dipatuhi oleh pembuat label. Bagi produk-produk
pangan untuk tujuan ekspor, pelabelan tentunya harius juga memperhatikan
peraturan pelabelan yang berlaku di negara tujuan ekspor.
Dalam peraturan BPPOM (1999) tentang Label dan Iklan pangan
menyebutkan keterangan label berisikan keterangan mengenai pangan yang
bersangkutan.sekurang kurangnya :
1. nama produk;
2. daftar bahan yang digunakan;
29
3. berat bersih atau isi bersih;
4. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan
ke dalam wilayah Indonesia.
5. tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa.
2.1.6.2 Label halal
Karena label merupakan salah satu jalan bagi konsumen untuk
memperoleh informasi dari suatu produk, maka pada label itulah produsen harus
mengupayakan prioritas-prioritas informasi yang akan dicantumkan pada label.
harapan konsumen adalah agar setelah melihat label dapat mempersepsikan
apakah produk tersebut sesuai dengan keinginan dan aman untuk di konsumsi, dan
juga tidak melanggar norma maupun ajaran kepercayaan (agama). seperti di
negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, mereka membutuhkan informasi
tentang halal dan tidaknya produk tersebut sebelum dikonsumsi.
Label halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada
kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus
sebagai produk halal.
Sebelum produsen memberikan label halal pada kemasan produk
makanannya, maka harus mendapatkan sertifikat halal dalu dari lembaga yang
berwenang dan hingga saat ini satu-satunya lembaga yang diakui oleh negara dan
berwenang mengeluarkan sertifikat halal bagi produk makanan yang memenuhi
persyaratan adalah LPPOM-MUI, yang sebelumnya melakukan audit produk
secara menyeluruh dan hasilnya di sosialisasikan melalui fatwanya. Adapun fatwa
produk halal adalah fatwa yang ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI mengenai
30
produk makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk lainnya (Pembinaan
Pangan Halal Dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama, 2003).
Fatwa tesebut ditetapkan setelah dilakukan serangkaian pembahasan dalam
rapat komisi fatwa yang didahului oleh rapat hasil auditing oleh LPPOM MUI dan
peserta rapat memandang bahwa produk yang dimaksud yang dimaksud tidak
mengandung hal- hal yang diharamkan, baik dari aspek bahan maupun dalam
proses produksinya
Adapun tujuan labelisasi halal di sebutkan dalam buku modul pelatihan
auditor internal halal dari Departemen Agama (2003) adalah:
Mempertahankan pasar potensial dalam negeri yang mayoritas konsumennya
adalah muslim.
Agar bisa bersaing dengan produsen dari Negara lain dalam kancah
perdagangan internasional dengan pasar sasaran Negara-negara muslim, seperti
didaerah timur tengah
Menanggulangi ancaman produsen luar yang hendak mengimpor makanan
halal ke dalam negeri.
Memberikan kesadaran bagi masyarakat dan pelaku usaha didalam negeri
untuk berproduksi sesuai dengan standar produk halal
Agar produsen tidak mendirikan perusahaan diluar negeri lantaran hanya ingin
mendapatkan sertifikasi halal dari pemerintah yang bersangkutan.
2.1.6.3 Label Nutrisi
Dalam penelitian oleh mahasiswa Universitas Kristen Petra (2005)
disebutkan bahwa Gaman dan Sherrington dalam bukunya yang berjudul the
31
science of food (1996) menyatakan bahwa label nutrisi wajib ada ketika nutrition
claim (seperti lemak rendah, serat tinggi) itu dibuat
Disebutkan pula dalam penelitian tersebut bahwa Pencantuman label
nutrisi pada makanan dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen. Semua
keterangan yang dicantumkan berguna sehingga dengan membaca label yang
tertera pada kemasan merupakan kebiasaan yang baik (Levy, Dignan, 1984).
Disebutkan pula pengertian label nutrisi antara lain: nutrition labelling is
the quantitative declaration of selected nutrients in a food (Cris MacDonal,
Malissa Whellams, 2007).
2.1.6.4 Label Kadaluarsa
Label kadaluarsa adalah pencantuman tanggal kadaluwarsa pada kemasan
makanan. dan tanggal kadaluwarsa adalah batas akhir suatu makanan pada
kemasan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang
diberikan oleh produsen (Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia tentang
makanan kadaluarsa, 1985) dan makanan yang rusak baik sebelum maupun
sesudah masa kadaluarsa maka dinyatakan sebagai berbahaya.
Sesuai peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor :
180/men.kes/per/iv/85 tentang makanan daluwarsa dan peraturan pemerintah no
69 tahun 1999 label dan iklan pangan bahwa label kadaluwarsa juga menjadi
kewajiban bagi seluruh produsen produk makanan, obat dan kosmetik untuk
mencantumkannya pada kemasan produk agar konsumen tahu batas akhir
keamanan penggunaan produk. Karena konsumen berhak untuk mendapatkan
informasi produk secara benar.
32
2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penelitian menggambarkan hubungan antara label
halal, label nutrisi, dan label kadaluwarsa produk terhadap keputusan membeli
konsumen. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
GAMBAR 2.4
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
2.3 Hipotesis
Arikunto (2005) menyebutkan bahwa hipotesis adalah menebak secara
ilmiah dan logis tentang pemecahan problematika yang dimiliki, yang kemudian
hipotesis ini nantinya akan diusulkan dalam penelitiannya. berdasarkan landasan
teori dan penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. H1 : Terdapat pengaruh antara label halal terhadap keputusan membeli
produk makanan.
2. H2: Terdapat pengaruh antara label nutrisi terhadap keputusan
membeli produk makanan.
3. H3: Terdapat pengaruh antara label kadaluwarsa terhadap