11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Usaha Milik Negara 1. Pengertian Badan Usaha Milik Negara. Menilik latar belakang sejarah, kehadiran BUMN sebetulnya sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda sudah dikenal badan usaha negara seperti, spoorswagen (SS), Gemeenschapelijke Mijnbow Maatscapij Biliton (GMB), perusahaan ini bergerak di bidang tambang timah di pulau Belitung, Perusahaan Pegadaian, PLN, PTT, dan sebagainya. Setelah era kemerdekaan pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh utilitas publik tersebut sebagai perusahaan negara dengan status jawatan, misalnya Jawatan Kereta Api, Jawatan PTT, Jawatan Pegadaian, dan sebagainya. 12 Pada hakikatnya keberadaan BUMN sendiri merupakan peninggalan atau warisan sejarah pemerintahan Hindia Belanda melalui program nasionalisasi dan setelah itu BUMN difungsikan sebagai “agent of development”. 13 Selain dari meneruskan BUMN sebagai warisan pemerintahan Hindia Belanda, pemerintah Indonesia mendirikan BUMN berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang- Undang Dasar NRI 1945. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa “Cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Atas dasar tersebut pemerintah membentuk badan usaha yang berperan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Seiring dengan berkembangnya waktu, peran BUMN sendiri menjadi tambah penting pada saat usaha swasta dan koperasi yang diharapkan bersama-sama dengan BUMN justru tidak optimal atau tidak memainkan peran yang berarti. Akibatnya, pendirian BUMN pada saat itu dipilih sebagai alternatif guna mengembangkan roda perekonomian nasional, disamping belum adanya minat 12 Aminuddin Ilmar, Op.Cit, Hlm. 72. 13 Ibid, Hlm. 74.
49
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Usaha Milik Negara 1. Pengertian Badan Usaha Milik Negara. Menilik latar belakang sejarah,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Badan Usaha Milik Negara
1. Pengertian Badan Usaha Milik Negara.
Menilik latar belakang sejarah, kehadiran BUMN sebetulnya sudah ada
sebelum Indonesia merdeka. Sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda sudah
dikenal badan usaha negara seperti, spoorswagen (SS), Gemeenschapelijke
Mijnbow Maatscapij Biliton (GMB), perusahaan ini bergerak di bidang tambang
timah di pulau Belitung, Perusahaan Pegadaian, PLN, PTT, dan sebagainya.
Setelah era kemerdekaan pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh utilitas
publik tersebut sebagai perusahaan negara dengan status jawatan, misalnya
Jawatan Kereta Api, Jawatan PTT, Jawatan Pegadaian, dan sebagainya.12
Pada hakikatnya keberadaan BUMN sendiri merupakan peninggalan atau
warisan sejarah pemerintahan Hindia Belanda melalui program nasionalisasi dan
setelah itu BUMN difungsikan sebagai “agent of development”.13 Selain dari
meneruskan BUMN sebagai warisan pemerintahan Hindia Belanda, pemerintah
Indonesia mendirikan BUMN berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang-
Undang Dasar NRI 1945. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa “Cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara”. Atas dasar tersebut pemerintah membentuk badan
usaha yang berperan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Seiring
dengan berkembangnya waktu, peran BUMN sendiri menjadi tambah penting
pada saat usaha swasta dan koperasi yang diharapkan bersama-sama dengan
BUMN justru tidak optimal atau tidak memainkan peran yang berarti.
Akibatnya, pendirian BUMN pada saat itu dipilih sebagai alternatif guna
mengembangkan roda perekonomian nasional, disamping belum adanya minat
dan kemampuan usaha swasta maupun nasional maupun koperasi untuk
memasuki bidang-bidang usaha tertentu. Padahal investasi sangatlah dibutuhkan
untuk memacu roda perekonomian nasional. Pada saat itulah BUMN hadir
sebagai “pioneer” dalam perekonomian nasional. Atas konsep-konsep yang sudah
dipaparkan tesebut maka pendirian BUMN terdiri atas berbagai faktor yaitu
Pertama, BUMN sendiri merupakan “agen of development” yang kemudian
menjadi warisan pemerintahan Hindia Belanda. Kedua, atas warisan pemerintahan
Hindia Belanda tersebut pemerintah Indonesia membentuk sebuah payung hukum
yang memungkinkan sebuah badan usaha negara untuk mengelola cabang
produksi yang dapat menguasai hajat hidup orang banyak dan berperan strategis
dalam perekonomian nasional. Ketiga, belum optimalnya badan usaha swasta dan
koperasi dalam memainkan peran membaut BUMN menjadi “garda” terdepan
dalam perekonomian nasional karena pada saat itu Indonesia sedang
membutuhkan investasi guna memacu roda perekonomian nasional.
Berbagai peraturan perundangan memberikan definisi tentang Badan
Usaha Milik Negara. Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Negara, yang
selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan.14 Sementara itu dalam Surat Keputusan
Menteri Keuangan RI No.740/KMK 00/1989 yang dimaksud dengan BUMN
adalah Badan Usaha yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara (Pasal 1 ayat
(2)a), atau badan usaha yang tidak seluruh sahamnya dimiliki negara tetapi
statusnya disamakan dengan BUMN yaitu (Pasal 1 ayat (2) b):15
1. BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan pemerintah
daerah.
2. BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan BUMN
lainnya.
14 Pasal 1 ayat 1, Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 15 Pandji Anoraga, BUMN, Swasta dan Koperasi Tiga Ekonomi, Jakarta:Dunia Pustaka Jaya, 1995,
Hlm. 1.
13
3. BUMN yang merupakan badan-badan usaha patungan dengan swasta
nasional/asing dimana negara memiliki saham mayoritas minimal 51%.
BUMN adalah badan usaha yang berbeda dengan badan usaha swasta. Hal
ini dikarenakan BUMN tidaklah murni 100% persen (seratus persen) pemerintah
dan tidak murni bisnis 100% (seratus persen). Dalam kepemilikan tersebut terlihat
bahwa BUMN dapat dikatakan sebagai Public Enterprise.16 Di sinilah letak yang
membedakan BUMN dengan BUMS. Apabila diuraikan lebih lanjut, maka ada
tiga makna terkandung dalam BUMN yakni public purpose, public ownership,
dan public control dimana dari ketiga makna tersebut public purpose-lah yang
menjadi inti dari konsep BUMN yaitu hasrat pemerintah untuk mencapai cita-cita
pembangunan.17 Keiistimewaan lain dari BUMN yang tidak dimiliki BUMS
dirumuskan sebagai “ A corporation clothed with the power of government but
possessed the flexibility an initiative of a private enterprise”18 (suatu badan usaha
yang “berbaju” pemerintah tetapi mempunyai fleksibilitas dan inisiatif sebagai
perusahaan swasta).
2. Pengaturan Badan Usaha Milik Negara.
Pembentukan BUMN sendiri tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) dan 2
Undang-Undang No. 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara disebutkan
secara jelas sifat pendirian BUMN, dimana BUMN merupakan kesatuan produksi
yang bersifat:19
a. Memberi jasa;
b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum; dan
c. Memupuk pendapatan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tujuan utama BUMN adalah untuk
mendorong atau memacu roda perekonomian nasional dengan mengutamakan
kebutuhan rakyat, di sisi yang lain BUMN sebagai badan usaha tidak hanya
Menteri di sini adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk
mewakili pemerintah selaku pemilik modal dalam Perum. Menteri yang dimaksud
adalah Menteri Negara BUMN. Kedudukan Menteri disini menurut Penjelasan
Pasal 37 Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang BUMN adalah sebagai
organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perum yang mempunyai segala
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Pengawas. Menteri
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki beberapa kewenangan yang
diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 yaitu:25
1) Memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang
diusulkan direksi;
2) Kebijakan pengembangan usaha yang diusulkan oleh Doreksi kepada
Menteri mendapat persetujuan Dewan Pengawas;
3) Kebijakan pengembangan usaha yang sesuai dengan maksud tujuan
Perum.
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 juga menjelaskan bahwa,
Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat
Perum. Ia juga tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum yang telah
dipisahkan ke dalam Perum, kecuali apabila Menteri:26
1) Baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan
Perum semata-mata untuk kepentingan pribadi;
2) Terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan Perum; dan
3) Langsung atau tidak langsung secara melawan hukum menggunakan
kekayaan Perum.
Usaha yang dijalankan oleh Perum sendiri haruslah memegang teguh
syarat-syarat efisiensi, efektivitas dan ekonomi, serta bentuk pelayanan yang baik
terhadap masyarakat atau nasabahnya dengan status badan hukum yang pada
25 Ibid, Hlm. 70 26 Ibid.
17
umumnya bergerak di bidang jasa-jasa vital (public utilities).27 Modal perum
sendiri sesuai dengan peraturan perundangan bahwa seluruhya dimiliki oleh
negara yang dipisahkan serta mempunyai dan memperoleh dana dari kredit-kredit
dalam dan luar negeri atau obligasi dari masyarakat.28 Dalam status kepemilikan
Perum tidak dibagi atas saham-saham sehingga tidak memungkinkan adanya kerja
sama patungan (joint venture) seperti Persero. Mendirikan perum dilakukan secara
sepihak oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan dan otomatis
memperoleh status sebagai badan hukum sejak pendiriannya.
c. Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan Negara Perseroan atau yang disingkat dengan Persero
merupakan perusahaan yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dikuasai
oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung.29 Pada hakikatnya
pembentukan badan usaha ini lebih berorientasi untuk mendapatkan keuntungan
dengan berusaha di bidang-bidang yang dapat mendorong perkembangan sektor
swasta dan koperasi. Dalam prakteknya PT Persero ini hampir tidak ada bedanya
dengan PT-PT biasa, kecuali unsur pemerintah di dalamnya yang masih
mayoritas.30
Pengaturan mengenai Perusahaan Negara dalam bentuk Perseroan dulu
diatur dalam Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
lalu disempurnakan melalu Peraturan Pemerintah Nomor. 12 Tahun 1998, hingga
saat ini Perusahaan Negara tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor. 19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.Selain itu Undang-Undang
Nomor. 19 Tahun 2003 menyebutkan bahwa tujuan dari pendirian Persero adalah
31untuk menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing
kuat dan mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
27 R.T . Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan
(Bentuk-bentuk Perusahaan yang Berlaku di Indonesia), Hlm. 196. 28 Achmad Ichsan, Dunia Usaha Indonesia, Jakarta:Pradnya Paramita, 1986, Hlm. 466. 29 Indra Bastian, Op.Cit, Hlm. 120. 30 Munir Fuady, Op.Cit, Hlm. 45. 31 Pasal 12, Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
18
Berdasarakan definisi di atas, dapat ditarik unsur-unsur yang melekat di dalam
Persero yakni:
a. Persero adalah badan usaha;
b. Persero adalah Perseroan Terbatas32
Mengingat Persero adalah PT, pendiriannya dan pengelolaan Persero juga
harus tunduk kepada Undang-Undang Nomor. Tahun 1995 dengan
beberapa pengecualian. Pasal 3 dan Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor. 19 Tahun 2003 menyebutkan bahwa BUMN, dalam hal ini
Persero juga tunduk pada Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1995
termasuk perubahannya (jika ada) dan peraturan pelaksanaan. Salah satu
pengecualian ketentuan Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1995 terhadap
Persero adalah penyimpangan terhadap ketentuan jumlah pemegang saham
Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1995 mensyaratkan ada dua orang
pemegang saham. Ketentuan ini dikecualikan terhadap Persero, karena di
dalam Persero adakalanya negara memegang atau menguasai 100% saham
Persero.
c. Modalnya terbagi atas saham;
Negara menguasai 100% (seratus persen) atau paling sediki 51% saham
perusahaan yang bersangkutan. Dalam kasus privatisasi “PT Indonesia
(Persero) Tbk, negara melepaskan mayoritas kepemilikan saham Persero
tersebut kepada pihak asing. Konsekuensinya, Persero tersebut telah
menjadi perusahaan swasta sehingga menjadi PT. Indosat Tbk.
d. Tujuan didirikannya Perseroan adalah untuk mencari keuntungan.
Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar
pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri
Keuangan. Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan. Dalam persaingan ekonomi global Persero
dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang/jasa
yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat. Hal ini tentu akan menguntungkan
pada nilai persero itu sendiri dan pihak-pihak lain yang bersangkutan.
32 Ridwan Khairandy, Op.Cit, 69-70.
19
4. Perkembangan Badan Usaha Milik Negara.
Istilah tentang Perseroan Terbatas (PT) dahulu dikenal dengan nama
Naamloze Vennootschap (NV), selain itu dikenal juga istilah lainnya seperti
Corporate Limited (CO.Ltd), Sendiri Dagang Bendhard (Sdn BHD). Perseroan
Terbatas sendiri terbagi atas dua kata yakni “Perseroan” dan “Terbatas”.
Perseroan merujuk pada sero-sero atau saham-saham, lalu kata “Terbatas”
merujuk kepada pemegang saham yang luasnya hanya sebatas pada nilai nominal
semua saham yang dimilikinya.33
Perseroan sendiri dulu lebih terkenal dengan nama “Naamloze
Vennootschap”, ini merupakan bentuk usaha yang sering dipakai oleh pedagang-
pedangan, pengusaha dan sebagainya untuk mencapai maksud dan tujuan dalam
mencari keuntungan dalam lapangan industri. Sebagai sebuah badan hukum
Perseroan tidak memiliki beda dengan manusia (natuurlijke persoon) dalam
melakukan kegiatan hukum.
Merunut sejarah yang ada, Perseroan pada awalnya diatur melalui Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
hanya terdapat 20 Pasal yang khusus mengatur mengenai Perseroan Terbatas.
Atas minimnya dan sederhananya pengaturan tersebut, dibuatlah aturan mengenai
Perseroan Terbatas melalui Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. KUH Perdata
mengartikan Perseroan dalam bentuk dasar berupa perkumpulan. Perkumpulan
yang dimaksudkan di sini adalah perkumpulan dalam arti luas, dimana tidak
mempuyai kepribadian tersendiri dan yang mempunyai unsur-unsur sebagai
berikut:34
a. Kepentingan bersama;
b. Kehendak bersama;
c. Tujuan bersama;
d. Kerja sama;
33 Asikin Zainal dan Suhartana L. Wira, Pengantar Hukum Perusahaan, Jakarta:Kencana, 2010,
Hlm. 51 34 R.T Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, Op.Cit, Hlm. 9.
20
Tujuan dari dibentuknya sebuah Perseroan adalah untuk mencari
keuntungan kemudian dibagikan pada pemegang saham masing-masing dengan
besaran yang sudah ditentukan.
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007
menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan,
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi atas saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.35 Atas pengertian yang tertuang
dalam Undang-Undang tersebut maka sebagai suatu Perseroan yang melahirkan
suatu Perseroan sebagai badan hukum (rechtpersoon, legal person, legal entity)
harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:36
a. Merupakan Persekutuan Modal.
Untuk menjalankan roda kegiatannya sebuah Perseroan haruslah memiliki modal.
Modal tersebut sering disebut juga dengan modal dasar “authorized capital”,
yaitu adalah jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam Akte
Pendirian atau AD. Perseroan.37 Modal dasar tersebut terdiri atas saham atau sero
(aandelen, share, stock). Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu,
dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota
Perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada Perseroan. Jadi, ada
beberapa orang pemegang saham yang bersekutu mengumpulkan modal untuk
melaksanakan kegiatan perusahaan yang dikelola perusahaan.
Sebenarnya, persekutuan yang terjadi dalam Perseroan sebagai badan
hukum, bukan hanya persekutuan modal, tetapi juga persekutuan para anggota
yang terdiri dari pemegang saham (aandeelhoulder, shareholder). Namun yang
lebih menonjol adalah persekutuan modal, dibanding dengan persekutuan orang
atau anggotanya sebagai dimana diatur dalam Pasal 1618 Perseroan Terbatas.
35 Pasal 1 ayat 1, Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 36 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta:Sinar Grafika, 2009, Hlm. 34. 37 Syahrul, S.E, Muhammad Afni Nazar dan Ardiyas, Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta:Citra
Harta Prima Jakarta, 2000, Hlm. 98.
21
b. Didirikan Berdasarkan Perjanjian.
Pada Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas sudah jelas bahwa sebagai sebuah badan hukum Perseroan
didirikan atas dasar “perjanjian”. Maka dari itu pendirian sebuah Perseroan
haruslah memenuhi hukum perjanjian yang tertuang dalam buku ketiga KUH
Perdata yakni Pasal 1313-1319 tentang ketentuan umum perjanjian, Pasal 1320-
1337 tentang syarat sahnya suatu perjanjian dan Pasal 1338-1341 tentang akibat
dari perjanjian tersebut. Maka dari itu lahirnya sebuah Perseroan sebagai sebuah
badan hukum bersifat “kontraktual” (contractual, by contract) yaitu bahwa
Perseroan lahir dikarenakan perjanjian. Selain itu sebuah Perseroan sebagai
sebuah badan hukum juga bersifat “konsensual” (consensuel, consensual) yaitu
berupa adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian.38
Sesuai dengan ketetuan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun
2007, supaya perjanjian untuk mendirikan Perseroan sah menurut Undang-
Undang, pendirinya paling sedikit 2 orang atau lebih. Hal itu dijelaskan pada
penjelasan Pasal 27 ayat 1 alinea kedua, bahwa prinsip yang berlaku berdasar
Undang-Undang ini, Perseroan sebagai badan hukum didirikan berdasarkan
perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebih dari 1 orang pemegang saham.
Adapun yang dimaksud dengan orang menurut penjelasan dimaksud, adalah:39
a. Orang perseorangan (natuurlijke persoon, natural person) baik warga
negara maupun orang asing.
b. Badan hukum Indonesia atau badan hukum asing.
Apa yang tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) maupun penjelasan Pasal itu,
sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata. Dimana bahwa suatu perjanjian adalah
perbuatan dimana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya. Selanjutnya, Pasal
1320 KUH Perdata, agar perjanjian pendirian Perseroan itu sah maka haruslah
competence), untuk membuat suatu perikatan, mengenai suatu hal tertentu
38 M. Yahya Harahap, Op.Cit, Hlm. 53. 39 Ibid.
22
(bepalde onderwarp, fixed subject matter), dan suatu sebab yang halal
(geeorloofde oorzaak, allowed cause). Maka, apabila perjanjian itu sah Pasal 1338
KUH Perdata mengatakan bahwa perjanjian itu mengikat sebagi Undang-Undang
kepada mereka.40
c. Melakukan Kegiatan Usaha.
Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa maksud dan tujuan suatu Perseroan
haruslah dicantumkan dalam AD Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan. Dalam Pasal 18 tersebut, maksud dan tujuan merupakan “usaha
pokok” Perseroan. Sedangkan “kegiatan usaha” merupakan “kegiatan yang
dijalankan” oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan:41
a. Kegiatan usaha harus “dirinci” jelas dalam Anggaran Dasar Perseroan.
b. Rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang.
Pasal 1 angka 6 dan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas membagi Perseroan ke dalam dua jenis yaitu
Perseroan Terbuka dan Perseroan Tertutup. Jika kita melihat ke negara Belanda,
maka ternyata ketentuan-ketentuan yang mengatur B.V, kembali diulang dalam
mengatur N.V., sehingga terlihatlah banyak terjadi pengaturan secara lengkap.
Laginya dalam praktek di Indonesia ternyata tidak ada keperluan untuk
membedakannya, maka rencananya tetap dipertahankan tradisi yang lama, yakni
hanya satu bentuk hukum untu perseroan bersaham dengan tanggung jawab
terbatas, yaitu apa yang dinamakan dengan Perseroan Terbatas atau disingkat PT.
Sedang untuk melindungi pihak ketiga dan atau masyarakat terhadap PT-PT yang
go public, bersifat terbuka diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
40 Ibid. 41 M. Yahya Harahap, Op.Cit, Hlm. 38.
23
Dari penelitian yang dilakukan atas 262 tambahan Berita Negara dari Tahun 1971
sampai 1975, dari 3141 populasi PT ternyata:42
a. Dilihat dari jumlah pemegang saham, 76,72% berkisar antara 2-5 orang
sementara yang melebihi 20 orang pemegang saham hanyalah 1,91%.
b. Dalam pada itu dilihat dari ketentuan tata cara peralihan saham, 91,60%
mengandung klausula “blokkering”.
i. Perseroan Tertutup.
Perseroan Tertutup atau dalam bahasa Belanda nya dikenal dengan
“Besloten VennotschaPeraturan Pemerintahen” ialah Perseroan dimana tidak
semua orang dapat atau bisa menanamkan sahamya dalam perusahaan tersebut.
Supaya dapat dikategorikan dalam suatu Perseroan tertutup maka, seluruh surat
sahamnya harus dituliskan atas nama.43
Pada umumnya, perusahaan seperti ini merupakan perusahaan keluarga.
Dan untuk menjaga surat saham tersebut biasanya, dalam surat saham ditulis
nama orang yang mempunyai hubungan tertentu. Ini untuk menghindari
pemindahan surat saham kepada orang lain. Dalam prakteknya saham sering kali
dibagi ke dalam dua macam, saham A dan B, yang biasanya disebut saham-saham
prioritas dan saham preferen, hanya dapat dibeli oleh orang-orang tertentu dan
diberikan atas nama. Dalam perusahaan dengan status Perseroan tertutup berlaku
ketentuan-ketentuan seperti Perseroan terbuka, akan tetapi dalam beberapa hal
Perseroan ini diperbolehkan untuk menyimpang dari ketentuan umum.
ii. Perseroan Terbuka.
Sesuai dengan namanya Perseroan terbuka adalah Perseroan dimana setiap
orang dapat membeli dan menanamkan sahamnya dalam perusahaan tersebut.
Pada umumnya, surat saham dalam perusahaan terbuka tidak tertulis atas nama,
42 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan Menurut
Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1995, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, Hlm. 133. 43 H. Roechmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung:ERESCO,
1993, Hlm. 16.
24
melainkan saham atas pengunjuk.44 Pengaturan mengenai Perseroan Terbuka
dinyatakan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas menyatakan “Perseroan Terbuka adalah Perseroan
Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”. 45
Hanya emiten yang boleh melakukan penawaran umum. Menurut Undan-
Undang Pasar Modal emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum dan
penawaran umum baru dapat dilakukan emiten, setelah mendaftarkan diri dahulu
ke BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal). Mengenai tata cara pendaftaran
Perseroan Tbk dalam rangka melakukan penawaran umum (public offering)
saham yang diterbitkannya diatur dalam Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal.
iii. Perseroan Umum.
Perseroan umum adalah Perseroan terbuka, yang kebutuhan akan
modalnya dipenuhi dengan modal yang diperoleh dari umum dengan jalan
menjual surat-surat sahamnya dalam bursa. Pada umumnya, orang yang ikut serta
dalam saham Perseroan umum hanya memperhatikan kurs surat saham. Tujuan
dari membeli surat saham tersebut hanya untuk membungakan atau sebagai
spekulasi. 46 Dalam Perseroan jenis umum ini, mereka tidak memerdulikan siapa
direksi dan bahkan tidak punya kepentingan sama sekali dengan diadakannya
Rapat Umum Pemegang Saham, karena tidak pernah muncul dalam RUPS.
iv. Perseroan Terbatas Perseorangan.
Perseroan merupakan persekutuan dua orang atau lebih, maka dari itu
Perseroan tidak mungkin didirikan hanya oleh satu orang saja. Akan tetapi terbuka
kemungkinan, jika pada akhirnya Perseroan tersebut jatuh ke satu tangan
pemegang saham dikarenakan suatu hal tertentu. Dalam hal demikian dikatakan
terjelma Perseroan terbatas perseorangan.
44 H. Roechmat Soemito, Op.Cit, Hlm. 17 45 Pasal 1 ayat 7, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 46 H. Roecmat Soemitro, Op.Cit, Hlm. 18.
25
v. Kebangsaan P.T.
Perseroan merupakan badan hukum, karena itu Perseroan harus dapat
ditentukan kebangsaan badan hukum tersebut. Kebangsaan Perseroan ini penting
untuk menentukan Undang-Undang mana yang diperlakukan terhadap badan
hukum tersebut, dan hak serta kewajiban apa yang melindungi sebuah Perseroan
tersebut.47
Pada saat ini lazim dikenal “Multinational Corporations”, yaitu Perseroan
yang di beberapa negara melakukan usahanya, baik melalui subsidiary (anak
Perseroan) maupun dengan suatu cabang dengan karyawan-karyawan yang
sebagian besar berkebangsaan negara kedudukannya. Biasanya, Multi National
Corporations ini mempunyai usaha di berbagai negara dengan bentuk cang-
cabang atau permanent estlabishment maupun dengan bentuk (subsidiary).48
Untuk membatasi resiko, maka untuk sesuatu usaha di bidang tertentu maupun
usaha yang dilakukan negara asing dibentuk P.T (subsidiary) yang berdiri sendiri,
yang saham-sahamnya lazimnya dibeli oleh Perseroan induk (mother company).
B. Organ Perseroan Terbatas.
Sebagai sebuah subjek hukum buatan (artificial person), Perseroan tidak
mampu melakukan atau bertindak sendiri. Kondisi ini berbeda dengan manusia
(natural person) yang mempunyai kehendak, dan bentuk fisik yang nyata
sehingga memampukan manusia untuk bertindak sendiri dan melakukan aktivitas
hidupnya secara mandiri. Atas keterbatasannya itu, Perseroan membutuhkan
orang-orang yang mempunyai kehendak untuk menjalankan Perseroan tersebut
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan tersebut. Dalam Undang-Undang
Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas orang-orang yang
menjalankan roda kegiatan Perseroan disebut dengan Organ Perseroan. Organ
Perseroan itu terdiri atas rapat umum pemegang saham, direksi dan komisaris
yang akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Rapat Umum Pemegang Saham.
47 H. Roechmat Soemitro, Op.Cit, Hlm. 19 48 Ibid.
26
Rapat Umum Pemegang Saham atau yang disingkat dengan RUPS
merupakan organ Perseroan yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam Perseroan
tersebut. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 memberikan penjelasan tentang
RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diserahkan
kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.49 Berangkat dari pengertian ini
dapatlah disimpulkan bahwa Pertama, RUPS berbentuk rapat. Hal yang harus
dicermati adalah forum rapat berbeda dengan individu pemegang saham.50 Yang
dimaksudkan disini adalah bahwa ketika seorang individu memegang kekuasaan
tertinggi, ia tidak serta merta menjadi pemegang saham mayoritas. Kekuasaan
tertinggi baru muncul apabila diselenggarakan rapat dan rapat tersebut harus
memenuhi persyaratan formalitas Undang-Undang Perseroan Terbatas.
Kedua, Kewenangan atau autoritas yang dimiliki oleh forum rapat ini
adalah kewenangan tersisa yang berdasarkan teori residual. Kewenangan ini pada
dasarnya lahir dari status kepemilikan Perseroan yang ada di tangan pemegang
saham. Pemegang saham adalah (bagian) pemilik Perseroan. Secara teoritis,
sebagai pemilik ia memegang hak untuk melakukan tindakan apa saja terhadap
benda yang dimilikinya. Dalam hal kepemilikan tersebut berupa Perseroan
Terbatas, maka pemilik secara bersama-sama (dalam forum) memiliki
kewenangan untuk melakukan tindakan apa saja terhadap Perseroan.
Ketiga, kewenangan yang ada pada forum rapat ini (sebagian) dapat
didelegasikan kepada organ lain, yaitu Direksi atau Dewan Komisaris.
Keleluasaan kewenangan yang didelegasikan dapat diatur dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas dan/atau Anggaran Dasar PT atau melalu keputusan RUPS.
Kewenangan yang didelegasikan sejatinya ada yang bersifat sementara dan ada
yang bersifat tetap. Kewenangan yang didelegasikan , yang bersifat tetap
misalnya, kepengurusan perusahaan(secara umum) dan fungsi representasi
49 Pasal 1 ayat 4, Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 50 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, Salatiga:Griya Media, 2011, Hlm. 148.
27
(mewakili Perseroan baik di depan pengadilan maupun luar pengadilan).51
Adapun wewenang RUPS adalah sebagai:52
a. Memutuskan penyetoran saham dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk
lainnya, misalnya dalam bentuk benda tidak bergerak.
b. Menyetujui dapat/tidaknya pemegang saham dan kreditor lain yang
mempunyai tagihan terhadap Perseroan untuk menggunakan hak tagihnya,
sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah
diambilnya.
c. Menyetujui pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan.
d. Menyetujui penambahan modal Perseroan.
e. Memutuskan pegurangan modal Perseroan.
f. Menyetujui rencana kerja yang dilakukan oleh direksi.
g. Memutuskan penggunaan laba bersih, meliputi penentuan jumlah
penyisihan untuk cadangan dan mengatur tata cara pengambilan dividen
yang telah dimasukkan ke cadangan khusus.
h. Memutuskan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan;
pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit; perpanjangan
waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan.
i. Mengangkat dan memberhentikan anggota direksi sewaktu-waktu, dengan
menyebutkan alasannya.
j. Memutuskan pembagian tugas dan wewenang pengurusan diantara direksi,
dalam hal direksi terdiri atas dua orang anggota atau lebih.
k. Memutuskan ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota
direksi.
l. Mencabut dan menguatkan keputusan pemberhentian sementara anggota
direksi yang telah ditetapkan oleh dewan komisaris.
m. Menyetujui untuk mengalihkan kekayaan Perseroan atau menjadikannya
sebagai jaminan utang kekayaan Perseroan, yang merupakan lebih dari
51 Ibid. 52 Zaeni Ashyadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Jakarta:Erlangga, 2012,
Hlm. 92
28
50% jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam satu transaksi atau lebih,
baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
n. Menyetujui dapat/tidaknya direksi mengajukan permohonan pailit atas
Perseroan kepada pengadilan niaga.
o. Mengangkat anggota dewan komisaris.
p. Menetapkan ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan
tunjangan bagi anggota dewan komisaris.
q. Memutuskan dapat atau tidaknya dewan komisaris melakukan tindakan
pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
r. Mengangkat komisaris independen.
s. Memutuskan tentang pengambilalihan saham oleh badan hukum berbentuk
Perseroan.
t. Memutuskan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
Perseroan.
u. Memutuskan pembubaran Perseroan.
b. Direksi.
Direksi merupakan organ perusahaan yang memiliki kewenangan
menjalankan dan mengambil kebijaksanaan perusahaan (eksekutif). Direksi juga
bertanggung jawab penuh atas pengurusan untuk kepentingan dan tujuan
Perseroan Terbatas serta memiliki kewenangan mewakili Perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan.53 Organ ini dipilih melalui Rapat Umum Pemegang
Saham maka dari itu organ ini bertanggung jawab kepada RUPS. Undang-Undang
Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa anggota Direksi haruslah orang
perorangan. Itu berarti sistem hukum Perseroan Indonesia tidak dikenal adanya
pengurus Perseroan oleh badan hukum Perseroan lainnya ataupun oleh badan
usaha lain secara ex officio (baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum).54
53 Farida Hasyi, Hukum Dagang, Jakarta:Sinar Grafika, 2009, Hlm. 153 54 Adrian Sutedi, Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta:Raih Asa Sukses, 2015, Hlm.
97.
29
Orang perseorangan yang diangkat menjadi direksi adalah mereka yang
cakap untuk bertindak hukum, tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan
ataupun anggota direksi atau komisaris yang pernah dinyatakan bersalah telah
menyebabkan pailitnya Perseroan tersebut, dan belum pernah dihukum penjara
karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka
waktu 5 tahun terakhir, terhitung sejak tanggal pengangkatannya.55
Atas penjelasan di atas, maka direksi memiliki dua fungsi utama yakni
fungsi pengelolaan (manajemen) dan fungsi ke dua yaitu representasi
(perwakilan).56 Yang dimaksudkan dengan fungsi pertama adalah menempatkan
direksi sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap maju mundurnya
perusahaan, khususnya dalam mewujudkan tujuan perusahaan.
Sementara itu itu, fungsi kedua yaitu fungsi representasi sejatinya menjadi
perwujudan subjek hukum ayng melekat pada Perseroan sebagai subjek hukum
(legal entity atau rechtpersoon). Dengan fungsi ini, direksi melakukan perbuatan
hukum tidak dalam kapasitas pribadi tetapi dalam status Perseroan.
c. Komisaris.
Organ komisaris merupakan organ yang menjalankan fungsi pengawasan
terhadap Perseroan (yudikatif). Organ komisaris ini juga dipilih oleh Rapat Umum
Pemegang Saham maka dari itu komisaris juga bertanggung jawab pada Rapat
Umum Pemegang Saham.57 Ada tidaknya lembaga komisaris ini sangat
tergantung pada pilihan system yang dipergunakan oleh suatu negara, Secara
teoritik dalam pengelolaan Perseroan terdapat dua sistem yaitu one tier board dan
two tiers board. Pada sistem one tier board, tugas pengaturan dan pengelolaan
persahaan berada di tangan dewan direksi. Board of Directors biasanya terdiri atas
dua unsur, yaitu executive directors dan outside directors yang biasanya bersifat
Pengawasan yang harus dilakukan Dewan Komisaris meliputi
pengawasan umum dan pengawasan khusus. Tugas Utama Dewan Komisaris
adalah melakukan pengawasan terhadap kebijaksanaan pengurusan Perseroan
yang dilakukan direksi dan jalannya pengurusan pada umumnya.58 Tugas
memberikan nasihat berupa penyampaian pendapat atau pertimbangan yang layat
dan tepat kepada direksi merupakan tugas yang kedua dari Dewan Komisaris.
Selain kewajibannya Dewan Komisaris juga berwenang mengajukan gugatan atas
nama Perseroan bersama dengan pemegang saham minoritas terhadap anggota
direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian sehingga menimbulkan kerugian
pada Perseroan. Dewan Komisaris juga berhak memberhentikan Direksi untuk
sementara waktu dengan menyebutkan alasannya.59
C. Badan Hukum, Teori Badan Hukum, dan Doktrin.
Dalam pemaparan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa Perseroan Terbatas
merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal. Penjelasan kalimat
dari “persekutuan modal” memiliki makna bahwa Perseroan Terbatas merupakan
badan hukum yang memberi penekanan pada aspek (persekutuan) modal.
Sehingga dalam kalimat ini dapat diartikan bahwa uang memiliki posisi yang
lebih tinggi dari orang. Sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas memiliki
kedudukan subjek hukum. Kedudukan ini membawa konsekuensi hukum bahwa
Perseroan Terbatas dapat melakukan hak dan kewajibannya.60
Merunut dari sejarah, yang bisa melakukan suatu perbuatan hukum adalah
orang atau manusia (natuurlijke persoon) akan tetapi dalam perkembangannya
terjadi perluasan, dengan membentuk badan hukum (rechtpersoon). Badan hukum
sendiri dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan
kebutuhan masyarakat oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan
kewajiban.61 Selain orang perseorangan yang secara alamiah menjadi subjek
hukum, hukum juga mengakui eksistensi badan hukum sebagai subjek hukum,
58 Pasal 108 Ayat (1), Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 59 Pasal 106, Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 60 Tri Budiyono, Op.Cit, Hlm. 58 61 Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung:Alumni, 2005, Hlm. 21
31
yang dengan demikian berkedudukan sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Menurut Pasal 1653 KUH Perdata terdapat empat jenis badan hukum yaitu:62
a. Badan hukum yang didirikan oleh Pemerintah. Yang termasuk dalam
kategori badan hukum ini adalah badan hukum publik seperti provinsi,
kabupaten, kota, dll.
b. Badan hukum yang diakui oleh Pemerintah, misalnya gereja atau badan
keagamaan lainnya.
c. Badan hukum yang diizinkan oleh Pemerintah.
d. Badan hukum yang didirikan oleh pihak swasta.
Ketiga jenis badan hukum yang sudah dijelaskan memerlukan pengakuan
status dari pemerintah. Tanpa adanya pengakuan dari pemerintah, badan usaha
tersebut kedudukannya dalam lalu lintas hukum tidak diakui. Teori-teori dalam
Perseroan Terbatas muncul akibat adanya unsur personalitas dari Perseroan.
Beberapa teori badan hukum tersebut pada hakekatnya memberikan
bingkai terhadap eksistensi badan hukum dalam lalu lintas hukum. Dengan
berbagai argumentasi yang dikonstruksikan, pencetus teori badan hukum hendak
mengatakan bahwa status badan hukum Perseroan Terbatas menjadi memiliki
logika fikir yang memadai. Terlepas dari kelemahan dan keunggulan suatu teori,
Perseroan telah memiliki persona standi in judicio. Teori tersebut antara lain
adalah:
a. Teori Fiksi (Fictious Theory).
Teori ini sering disebut juga dengan teori entitas (entity theory) atau teori
agregat (aggregate theory), atau juga teori simbol (symbol theory). Pada intinya
teori ini menyatakan bahwa kumpulan orang dengan berbagai latar belakang,
kepentingan, dan unsur-unsur lainnya menyatukan dirinya sehingga membentuk
suatu simbol yaitu badan hukum tersebut yakni Perseroan tersebut. Teori ini
dipumpunkan pada paendirian bahwa yang bisa menjadi subjek hukum
sebenarnya hanya manusia, karena pada hakikatnya hanya manusia yang
mempunyai kehendak. Jadi, karena merupakan abstraksi saja maka tidak mungkin
62 Tri Budiyono, Op.Cit, Hlm. 60
32
menjadi subjek hukum. Sebab, hukum (hanya) memberikan kekuasaan dan
menimbulkan kehendak berkuasa (wilsmacaht).63 Badan hukum hanyalah buatan
pemerintah atau negara. Kelahiran badan hukum semata-mata melalui persetujuan
pemerintah dalam bentuk fiat, aroval atau concensus of the government.64 Dapat
ditarik kesimpulan bahwa sebetulnya teori ini mengakui bahwa sebagai hanya
manusia lah yang dapat menjadi subjek hukum. Tetapi manusia menjalankan,
menciptakan, badan hukum selaku subjek hukum diperhitungkan sama dengan
manusia.
b. Teori Organ (Organ Theory).
Teori organ ini merupakan reaksi terhadap teori fiksi. Tokoh pengemuka
dari teori organ ini adalah Otto Van Gierke (1841-1921). Ajaran teori ini disebut
sebagai leer der volledige realiteit (ajaran realitas yang sempurna). Teori ini
menyatakan bahwa badan hukum merupakan sesuatu yang sama dengan manusia
biasa. Memiliki kehendak seperti kepribadian manusia sehingga bentuknya sah
dalam lalu lintas kegiatan hukum. Menurut teori ini, badan hukum bukanlah suatu
hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada.65
Badan hukum menjadi suatu abdan yang membentuk kehendaknya dengan
perantaraan atau alat-alat atau organ-organ badan tersebut, misalnya anggota-
anggotanya atau seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan
perantaraan mulut atau tangan.
c. Teori Harta Kekayaan dalam Jabatan (Ambtelijk Vermogen).
Teori harta kekayaan ini menjelaskan bahwa hak yang dimiliki tersebut
haruslah digunakan agar ia mempunyai kedudukannya sebagai subjek hukum.
Untuk badan hukum, yang memiliki kehendak adalah pengurus. Pada badan
hukum semua hak tersebut diliputi oleh pengurus. Dalam jabatannya sebagai
pengurus mereka adalah berhak, maka dari itu disebut ambtelijk vermogen.66
63 Ibid. 64 Harry G. Henn and John. R Alexander, The Law Of Corporation and Other Business Enterprise,
Minessota:West And Publishing Co, 1983, Hlm. 115. 65 Tri Budiyono, Op.Cit, Hlm. 62. 66 Ibid.
33
Teori ini dipelopori oleh Holder dan Binder, dan sebagai pengikutnya adalah FJ.
Oud.
d. Teori Kekayan Bersama.
Teori Kekayan Bersama ini menjelaskan bahwa pada intinya badan hukum
merupakan persekutuan antar manusia. Hal ini sudah jelas karena pada intinya
badan hukum berbeda konsep dengan manusia biasa yang mempunyai kehendak.
Maka dari itu, untuk menjalankan kehendaknya badan hukum membutuhkan
organ-organ untuk melakukan kehendak tersebut. Jadi, kepentingan badan hukum
adalah kepentingan dari seluruh anggota secara bersama-sama.
Karena badan hukum adalah perkumpulan, maka harta kekayaan yang
timbul yang diakibatkan oleh badan hukum tersebut merupakan kekayaan
bersama para anggota. Selanjutnya, badan hukum hanyalah suatu konstruksi
hukum belaka, dan hakikatnya merupakan sesuatu yang abstrak. Tokoh dari teori
kekayaan ini adalah Rudolf Von Jering (1818-1892), Marcel Planiol (Perancis)
dan Molengraaff (Belanda). Pengikut dari teori ini adalah antara lai Star
Busmann, Kranengrung, Paul Scholten dan Van Apeldoorn.67
e. Teori Kekayaan Bertujuan.
Teori kekayaan bertujuan menjelaskan bahwa kekayaan yang dihasilkan
oleh badan hukum merupakan sesuatu yang terpisah dari anggotanya. Teori ini
mengutamakan bahwa yang paling penting bukanlah siapakah badan hukum
tersebut melainkan kekayaan tersebut diurus untuk tujuan tertentu. Maka dari itu
teori ini berpandangan tidak peduli manusia atau bukan, tidak perduli kekayaan
tersebut merupakan hak yang normal atau bukan, intinya adalah tujuan dari
kekayaan tersebut.68
Secara sederhana dapat dikatakan teori ini berpandangan apa yang disebut
hak badan hukum adalah hak tanpa subjek hukum, oleh karena itu sebagai
penggantinya adalah kekayaan yang terikat pada suatu tujuan. Teori ini
dikemukakan oleh A. Brinz (Jerman) dan diikuti oleh van der Heijden.
67 Ibid. 68 Ibid.
34
f. Teori Kenyataan Yuridis.
Teori Kenyataan Yirudis ini merupakan penghalusan (verfijning) dari teori
organ. Yang dimaksud adalah badan hukum merupakan suatu bentuk yang sama
dengan manusia sebagai subjek hukum walaupun tidak dapat diraba, tidak
memiliki wujud yang riil dan konkrit. Menurut Meijers, badan hukum merupakan
suatu realitas, konkrit, dan riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayalan
(fiksi), tetapi merupakan suatu realitas hukum. Selanjutnya Meijers mengatakan
bahwa, teori ini merupakan kenyataan sederhana (eenvoudiege realiteit).
Kesederhanaannya terletak pada cara pandang orang ketika mempersamakan
badan hukum dengan manusia. Menurut dia dalam mempersamakan hendaknya
terbatas pada bidang hukum saja.69
Berbeda dengan teori organ yang bersifat mutlak, teori kenyataan yuridis
tidak lagi bersifat mutlak, artinya sekedar diperlukan untuk hukum, sehingga tidak
perlu ditanyakan mana tangannya. Inti dari sebuah badan hukum adalah suatu
abstraksi. Titik tolaknya adalah apa yang disebut dengan hak. Secara sederhana,
hak mempunyai dua ujung, yaitu subjek dan objek. Hubungan antara subjek
dengan objek inilah yang disebut dengan hak. Pada mulanya objek berkaitan
dengan benda-benda yang dapat diindera saja (zaak). Tetapi dalam
perkembangannya diperlukan perluasan terhadap benda yang tidak saja dapat
diindera/berwujud (lichmalijke zaak) melainkan muncul tetapi tidak dapat
diindera/tidak berwujud (onlichmalijke zaak).
Perseroan merupakan subjek hukum yang berbeda dengan Firma,
Persekutuan Komanditer, dan persekutuan perdata lainnya. Perseroan merupakan
badan hukum yang memiliki hak dan kewajibannya sendiri. Berikut akan
dijelaskan mengenai doktrin-doktrin dalam hukum Perseroan yaitu:
i. Perseroan Sebagai Badan Hukum Merupakan Entitas Terpisah
(Separate Legal Entity).
Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas menyatakan bahwa pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab
69 Ibid.
35
atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.70 Pasal ini menjelaskan
bahwa suatu Perseroan dengan pemegang saham adalah dua entitas yang terpisah,
pemisahan ini mengakibatkan status Perseroan sebagai badan hukum. Hukum
Perseroan seperti yang dirumuskan pada Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor
40. Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, secara imajiner membentangkan
tembok pemisah antara Perseroan dengan pemegang saham untuk melindungi
pemegang saham dari segala tindakan, perbuatan dan kegiatan Perseroan:71
a. Tindakan, perbuatan dan kegiatan Perseroan, bukan tindakan pemegang
saham;
b. Kewajiban dan tanggung jawab Perseroan bukan kewajiban dan tanggung
jawab pemegang saham.
Menurut hukum pemisahan (separate) dan perbedaan (distinct) antara
Perseroan dengan pemilik atau pemegang saham terjadi pada saat Perseroan
mendapat keputusan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM yang digariskan
pada Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas:72
a. Sejak tanggal pengesahan tersebut, Perseroan terpisah (separate) dari
pemegang saham, pendiri, dan pengurus;
b. Juga saat itu Perseroan berbeda (distinct) dari Perseroan hukum yang lain.
Saat mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM maka saat
itulah suatu Perseroan sah sebagai suatu badan hukum, dimana Perseroan dapat
melibatkan dirinya dalam lalu lintas kegiatan hukum. Sejak saat itu pula,
Perseroan membayar pajak dan mendapat perlindungan sendiri dari pengadilan
dan penegak hukum.
Prinsip di atas menjelaskan, bahwa walaupun Perseroan merupakan person
yang tidak terlihat, tidak teraba, dan artifisual (invisible, intangable, and artificial
person). Namun hukum memberikan hak dan kewajiban seperti layaknya manusia
70 Pasal 3 ayat 1, Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 71 M. Yahya Harahap, Op.Cit, Hlm 71. 72 Ibid.
36
(natural person). Perseroan juga memiliki hak diperlakukan dan dilindungi
dengan cara yang sama sesuai dengan proses yang dibenarkan oleh hukum (due
process of law).73
ii. Prinsip Tanggung Jawab Terbatas (Beperkete Aansprakeljkheid,
Limited Liability) Pemegang Saham.
Sebelumnya dia atas sudah dijelaskan mengenai sifat perusahaan
(corporate nature) yaitu tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba, dan artifisial. Pada
dasarnya, pemegang saham (shareholder, stockholder, propietor) dari
Perseroan:74
a. Pemegang saham diberi sertifikat saham sebagai bukti, bahwa ang
bersangkutan adalah pemilik sebagian (own a portion) dari Perseroan
tersebut;
b. Akan tetapi, oleh karena Perseroan merupakan wujud yang terpisah
(separate entity) dari pemegang saham sebagai pemilik, maka pemegang
saham tidak boleh menuntut aset Perseroan;
c. Kekayaan Perseroan tetap milik Perseroan, oleh karena itu pemegang
saham tidak mempunyai hak untuk mengalihkan kekayaan Perseroan
kepada dirinya maupun orang lain.
Tanggung jawab terbatas merupakan akibat yang ditimbulkan dari prinsip
pertama yaitu keterpisahan dua entitas antara pemegang saham dan Perseroan.
Sebagai pemegang saham dalam suatu Perseroan, saham tersebut hanya sebagai
bukti kepemlikan atas sebagian Perseroan. Saham ini berfungsi untuk
mengeluarkan suara dalam RUPS, memilih dewan direksi dan komisaris,
menerima deviden, menerima aset presentase Perseroan secara proporsional sesuai
dengan jumlah saham yang dimiliki apabila Perseroan dilikuidasi. Selanjutnya,
pemegang saham sebagai pemilik, hanya mempunyai kontrol tidak langsung atas
operasional sehari-hari Perseroan dan atas segala kebijaksanaan direksi.
73 Ibid. 74 Ibid.
37
Ada beberapa keuntungan yang didapatkan pemegang saham dalam
prinsip tanggung jawab terbatas ini:75
a. Pemegang saham Perseroan, tidak bertanggung jawab secara pribadi
(personal liability) atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan
maupun atas kerugian yang dialami Perseroan;
b. Resiko yang ditanggung pemegang saham, hanya sebesar investasinya
tidak melebihi saham yang dimilikinya pada Perseroan;
c. Dengan demikian, pada prinsipnya pemegang saham tidak bertanggung
jawab secara pribadi atau secara individual atas utang-utang Perseroan.
Prinsip ini dipertegas dalam penjelasan Pasal 3 ayat 1, bahwa pemegang
saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang
dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Jadi, bertitik tolak dari
prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham dapat disimpulkan:76
a. Perseroan sebagai badan hukum merupakan unit hukum (legal unit)
dengan kewenangan dan kapasitas yang terpisah dari pemegang saham
untuk menguasai kekayaan (property), membuat kontrak, menggugat dan
digugat, melanjutkan hidup dan eksistensi meskipun pemegang saham
berubah dan direksi diberhentikan atau diganti;
b. Harta kekayaan, hak dan kepentingan serta tanggung jawab Perseroan
terpisah dari pemegang saham;
c. Selanjutnya pemegang saham menurut hukum sesuai dengan ketentuan
Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, mempunyai imunitas dari kewajiban dan tanggung jawab
Perseroan, karena antara pemegang saham dengan Perseroan terdapat
perbedaan dan pemisaha personalitas hukum.
Tujuan utama yang ingin dicapai dari prinsip limited liability, adalah untuk
menjadikan Perseroan sebagai kendaraan yang menarik menanam modal
(attractive investment vehicle), sebab melalui prinsip separate entity hukum
memberi tembok dan tabir perlindungan kepada pemegang saham yang tidak
75 Ibid, Hlm. 74. 76 Ibid.
38
berdosa (innocence shareholder) terlepas dari tuntutan pihak ketiga yang timbul
dari kontrak yang dilakukan oleh Perseroan.77
iii. Hapusnya Tanggung Jawab Terbatas dalam Lifting The Corporate
Veil.
Lifting The Corporate Veil atau Piercing The Corporate Veil merupakan
suatu teori dimana tujuan dari teori ini adalah untuk mencapai “keadilan”
khususnya bagi pihak ketiga dengan pihak perusahaan yang mempunyai
hubungan hukum tertentu.
Kata “piercing the corporate veil” terdiri atas kata-kata berikut
• Pierce = menyobek/mengoyak/menembus.
• Veil = kain atau tirai.
• Corporate = perusahaan.
Seperti arti kalimatnya, maka prinsip lifting the corporate veil merupakan
prinsip dimana menyingkap tirai perusahaan. Konsekuensi hukum atas
penyingkapan tabir atau tembok perlindungan lifting the coporate veil yaitu:78
a. Hilang atau hapus perlindungan tanggung jawab terbatas pemegang saham
yang digariskan pada Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas.
b. Dengan sendirinya pemegang saham ikut memukul resiko bersama-sama
dengan Perseroan membayar utang Perseroan dari harta pribadi pemegang
saham yang bersangkutan.
Seringkali, doktrin lifting the corporate veil ini muncul dan diterapkan
manakala ada kerugian atau tuntutan hukum dari pihak ketiga terhadap Perseroan
tersebut. Penerapan teori lifting the corporate veil ini secara universal dilakukan
dalam hal-hal sebagai berikut:79
77 Ibid. 78 Ibid. Hlm. 76. 79 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum
Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010, Hlm. 10
39
1. Penerapan Teori Lifting The Corporate Veil karena Perusahaan Tidak
Mengikuti Formalitas Tertentu
• Alasan dari diterapkannya prinsip lifting the corporate veil ini
adalah karena suatu Perseroan tidak memenuhi suatu formalitas
tertentu yang diharuskan oleh hukum. Dalam hal ini tidak
bertujuan secara langsung untuk melindungi pihak-pihak tertentu,
tapi semata-mata untuk menegakkan formalitas.80
2. Penerapan Teori Lifting The Corporate Veil terhadap Badan-Badan
Hukum yang hanya Terpisah Secara Artifisial.
• Yang dimaksud dalam hal ini teori lifting the corporate veil ke
dalam suatu perusahaan yang sebenarnya dalam kenyataan adalah
tunggal (satu business entity), tetapi perusahaan tersebut dibagi ke
dalam beberapa Perseroan secara artifisial.81
3. Penerapan Teori Lifting The Corporate Veil Berdasarkan Hubungan
Kontraktual
• Teori ini dapat diterapkan pada dimana suatu keadaan anak
perusahaan berhubungan dengan pihak ketiga dan kemudian
kerugian pada pihak ketiga tersebut tidak tertanggulangi. Agar
dapat diterapkan dalm hubungan dengan kontrak dengan pihak
ketiga ini, biasanya dipersyaratkan terdapat unsur “keadaan yang
tidak lazim” pada aktivitas perusahaan.82
4. Penerapan Teori Lifting The Corporate Veil karena Perbuatan Melawan
Hukum atau Tindak Pidana.
• Jika terdapat suatu unsur pidana dalam suatu kegiatan Perseroan
meskipun hal tersebut dilakukan oleh Perseroan itu sendiri,
berdasarkan teori lifting the corporate veil, oleh hukum dibenarkan
juga jika tanggung jawab dimintakan kepada pihak-pihak lain
seperti direksi atau pemegang sahamnya. Demikian pula jika
perusahaan melakukan suatu perbuatan melawan hukum.83