7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Tinjauan Umum Darah 1.1.1. Definisi Darah Darah adalah jaringan tubuh yang yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berada dalam bentuk konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor sebagai bahan serta fungsi homeostatis (Sadikin M, 2002). Darah diproduksi dalam sumsum tulang dan nodus limpa. Volume darah manusia sekitar 7% - 10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter, jumlah ini berbeda tiap-tiap orang. Darah terdiri dari 2 komponen yaitu plasma darah dan butir-butir darah. Plasma darah adalah bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit dan protein darah. Butir-butir darah (Blood corpuscles) terdiri atas 3 elemen yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (butir pembeku/platelet). (Handayani W dan Haribowo A.S, 2008). 1.1.2. Fungsi Darah Dalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah, sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai berikut: 1. Sebagai alat pengangkut yang meliputi hal-hal berikut ini: a. Mengangkut gas oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2).
24
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. 1.1.1. Definisi Darahdigilib.unimus.ac.id/files//disk1/146/jtptunimus-gdl... · 2016. 1. 5. · 1.1.2. Fungsi Darah ... Fungsi utama trombosit adalah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Tinjauan Umum Darah
1.1.1. Definisi Darah
Darah adalah jaringan tubuh yang yang berbeda dengan jaringan
tubuh lain, berada dalam bentuk konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem
tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi
transpor sebagai bahan serta fungsi homeostatis (Sadikin M, 2002). Darah
diproduksi dalam sumsum tulang dan nodus limpa. Volume darah manusia
sekitar 7% - 10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter, jumlah ini
berbeda tiap-tiap orang. Darah terdiri dari 2 komponen yaitu plasma darah
dan butir-butir darah. Plasma darah adalah bagian cair darah yang sebagian
besar terdiri atas air, elektrolit dan protein darah. Butir-butir darah (Blood
corpuscles) terdiri atas 3 elemen yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel
darah putih), dan trombosit (butir pembeku/platelet). (Handayani W dan
Haribowo A.S, 2008).
1.1.2. Fungsi Darah
Dalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah,
sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai berikut:
1. Sebagai alat pengangkut yang meliputi hal-hal berikut ini:
a. Mengangkut gas oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2).
8
b. Mengangkut sisa-sisa atau ampas dari hasil metabolisme jaringan
berupa urea, kreatinin dan asam urat.
c. Mengangkut sari makanan yang diserap melalui usus untuk disebarkan
ke seluruh jaringan tubuh.
d. Mengangkut hasil-hasil metabolisme jaringan.
2. Mengatur keseimbangan cairan tubuh.
3. Mengatur panas tubuh.
4. Berperan serta dalam mengatur pH cairan tubuh.
5. Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi.
6. Mencegah perdarahan (Handayani W. dan Haribowo A.S, 2008).
1.1.3. Komponen sel darah
1.1.3.1. Eritrosit
Sel darah darah merah (eritrosit) tidak memiliki inti sel, eritrosit
mempunyai kandung protein hemoglobin, yang mengangkut sebagian besar
oksigen dari paru ke seluruh sel tubuh. Sel eritrosit diproduksi di sumsum
tulang (Corwin, EJ, 2007). Eritrosit terbentuk melalui beberapa tahapan yaitu
pembelahan dan perubahan morfologi sel-sel berinti dimulai dari proeritoblas
sampai ortokromatik eritroblas, kemudian membentuk eritrosit tidak berinti
yang disebut retikulosit dan akhirnya menjadi eritrosit (Boedina SK, 1988).
Morfologi dari eritrosit dapat diamati dengan cara mikroskopis
dengan pembuatan sediaan apus dengan pengecatan Wright Giemsa atau
dengan pengecatan yang lain. Eritrosit memiliki bentuk bikonkav dengan
9
diameter 7-9 µm. Sediaan darah apus yang telah dilakukan pengecatan
dengan Giemsa maka eritrosit yang normal akan tampak warna kemerah-
merahan dengan tepi agak lebih gelap dan terlihat warna menjadi lebih pucat
pada bagian tengah.
Apabila pada pemeriksaan darah tepi dengan eritrosit sebagian besar
mempunyai diameter <7 µm disebut dengan istilah mikrositosis. Hal ini dapat
dijumpai pada anemia difisiensi besi, thalasemia, dan anemia karena penyakit
menahun. Sedangkan apabila eritrosit dengan diameter lebih dari 9 µm atau
lebih besar dari ukuran normal maka disebut makrositosis, hal ini bisa
dijumpai pada anemia megaloblastik. Eritrosit yang menunjukkan zone
tengah yang lebih pucat dan lebar disebut juga sebagai eritrosit hipokrom,
merupakan petunjuk bahwa kadar hemoglobin eritrosit itu rendah. Apabila
sebaliknya dengan kondisi terdapat eritrosit muda yang ukurannya lebih besar
dari pada eritrosit normal dan berwarna kebiru-biruan biasa disebut dengan
polikromasi, hal ini bisa dijumpai pada retikulositosis (Boedina SK, 1988).
Menghitung jumlah eritrosit dapat dilakukan dengan cara manual
dan automatik. Menghitung jumlah eritrosit dengan cara manual
menggunakan volume yang kecil dan pengenceran yang tinggi memakan
waktu dan ketelitiannya kurang, sehingga sekarang ini jarang digunakan.
Sebelum ada cara automatik pemeriksaan manual masih sering dipakai namun
hanya sedikit yang menunjukkan hasil yang teliti dan dapat dipercaya. Pada
umumya pemeriksaan manual memberikan hasil yang meragukan (Writmann
FK, 1989), oleh karena itu dibuatlah alat hitung automatik, dengan alat ini
10
maka penghitungan sel menjadi lebih mudah, cepat dan teliti bila
dibandingkan dengan cara manual. Meskipun demikian pemeriksaan manual
tetap masih dipertahankan karena sebagai metode rujukan (Wirawan. R dan
Silman.E, 1992). Nilai normal eritrosit sekitar 4-5 x 106 per mm
3 darah
(M.Biomed C dan Lestari E, 2011).
Peningkatan jumlah eritrosit dijumpai pada polistemia vera,
dehidrasi, dan hipoksia. Sedangkan penurunan jumlah eritrosit dapat dijumpai
pada anemia, perdarahan, hemolisis dan malnutrisi (Uthman E, 2001).
Pemakaian antikoagulan Na2EDTA berlebih menyebabkan
penurunan dan perubahan degeneratif eritrosit oleh Na2EDTA yang bersifat
hiperosmolar, sehingga menyebabkan eritrosit mengerut dan dapat
menyebabkan penurunan jumlah eritrosit karena tidak terhitung oleh alat
automatik hematology analyzer (wirawan R, 2004).
1.1.3.2. Leukosit
Darah tepi mengandung leukosit yang jumlahnya berkisar 4500-
11.000 sel/mm3 (Writmann FK, 1989).
Sel darah putih (leukosit) dibentuk disumsum tulang dari sel-sel
progenitor. Pada proses diferensiasi selanjutnya, sel-sel progenitor menjadi
golongan yang tidak bergranula yaitu, limfosit T dan B, monosit, dan
magrofag, atau golongan yang bergranula yaitu, neutrofil, basofil, dan
eosinofil. Peranan sel darah putih adalah untuk mengenali dan melawan
11
mikroorganisme pada reaksi imun dan untuk membantu proses peradangan
dan penyembuhan (Corwin, EJ, 2007).
Hitung jumlah leukosit merupakan pemeriksaan yang digunakan
untuk menunjukkan adanya infeksi dan dapat juga untuk mengikuti
perkembangan dari suatu penyakit tertentu. Dua metode yang digunakan
untuk menghitung jumalah leukosit yaitu metode manual atau mikroskopis
dan automatik untuk metode elektronik (Wirawan. R dan Silman.E, 1992).
Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah dalam sirkulasi.
Hal ini merupakan respons normal terhadap infeksi atau proses peradangan.
Sedangakan penurunan jumlah leukosit dibawah nilai normal adalah
leukopenia, hal ini dapat disebabkan misalnya infeksi virus, penyakit atau
kerusakan sumsum tulang, radiasi atau kemoterapi. Penyakit sistemik yang
parah misalnya lupus eritrematosus, penyakit tiroid, dan sindrom cushing,
dapat menyebabkan penurunan jumlah leukosit (Corwin, EJ, 2007).
Pemakaian antikoagulan EDTA berlebihan menyebabkan perubahan
pada morfologi neutrofil, seperti pembengkakan, hilangnya lobus neutrofil
dan sel mengalami disintegrasi yang dapat menyebabkan penurunan jumlah
leukosit (Narayanan S, 2000).
1.1.3.3. Trombosit
Trombosit adalah fragmen dari megakariosit yang ditemukan didarah
tepi yang berperan dalam pembekuan darah (M.Biomed C dan Lestari E,
2011).Trombosit disebut juga platelet atau keping darah. Sebenarnya,
12
trombosit tidak dapat dipandang sebagai sel utuh karena ia berasal dari sel
raksasa yang berada di sumsum tulang, yang dinamakan megakariosit. Dalam
pematangannya, megakariosit ini pecah menjadi 3000-4000 serpihan sel,
yang dinamai sebagai trombosit. Trombosit berbentuk seperti cakram
bikonveks (dalam keadaan inaktif) dengan diameter 2-3 m dan volume 8-10 fl
(Firkin BG, 1994).
Umur trombosit setelah pecah dari sel asalnya dan masuk darah ialah
antara 8 sampai 14 hari.Jumlah trombosit normal adalah antara 150.000-
450.000/mm3 dengan rata-rata 250.000/mm3 (Sadikin MH, 2002).
Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbatan mekanis
selama respon hemostatik normal terhadap luka vaskular. Trombosit
berfungsi penting pada usaha tubuh untuk mempertahankan jaringan bila
terjadi luka. Trombosit ikut serta dalam usaha menutup luka, sehingga tubuh
tidak mengalami kehilangan darah dan terlindung dari penyusupan benda atau
sel asing. Trombosit melekat (adesi) pada permukaan asing terutama serat
kolagen. Disamping melekat pada permukaan asing, trombosit akan melekat
pada trombosit lain (agregasi). Selama proses perubahan bentuk trombosit
yang menyebabkan trombosit akan melepaskan isinya. Masa agregasi
trombosit akan melekat pada endotel, sehingga terbentuk sumbat trombosit
yang dapat menutup luka pada pembuluh darah, sedangkan pembentukan
sumbat trombosit yang stabil melalui pembentukan fibrin (Sadikin MH,
2002).
13
Hitung jumlah trombosit sangat penting untuk menunjang diagnosa
gangguan perdarahan. Untuk menghitung jumlah trombosit, pungsi vena
harus hati-hati tanpa menimbulkan trauma dan darah harus dihisap dengan
cepat dan segera dicampur dengan antikoagulan dengan adekuat. Hindari
pengocokan yang berlebihan karena akan menyebabkan perlekatan trombosit
sehingga hasil penghitungan tidak tepat (Riswanto, 2013).
Peningkatan jumlah trombosit disebut trombositosis, misalnya
dijumpai pada trombositemia idiopatik dan setelah splenektomi. Penurunan
jumlah trombosit atau trombositopenia dapat dijumpai pada penyakit infeksi
tertentu, misalnya demam berdarah dengue yang disebabkan oleh virus
dengue, adalah penyakit yang dapat menurunkan jumlah trombosit darah
sampai ke tingkat yang rendah. Akibatnya, penderita akan sangat rentan akan
perdarahan yang sukar dihentikan. Trombositopenia dapat menyebabkan
epistaksis, perdarahan pada saluran cerna.Perdarahan kecil di bawah kulit
juga sering terjadi. Keadaan lain yang dapat menyebabkan trombositopenia
ialah trombositopenia purpura, anemia aplastik, leukimia akut, dan kadang-
kadang setelah kemoterapi dan terapis radiasi (Sadikin MH, 2002).
Pemberian antikoagulan Na2EDTA kurang dari yang dibutuhkan
akan menyebabkan hitung jumlah trombosit menurun karena terjadi
mikrotrombi di dalam penampung yang dapat menyumbat alat, sedangkan
apabila dalam pemberian antikoagulan berlebih akan menyebabkan sel
mengalami pembengkakkan kemudian disintegrasi, membentuk fragmen
dalam ukuran yang sama dengan trombosit sehingga terhitung oleh alat
14
penghitung elektronik, sehingga berakibat peningkatan palsu jumlah hitung
trombosit, bila disintegrasi membentuk fragmen yang berbeda dengan ukuran
trombosit akan menyebabkan penurunan jumlah hitung trombosit (Wirawan
R, 2004).
1.2. Metode Pemeriksaan Jumlah Hitung Sel Darah
1.2.1. Cara Manual
Cara menghitung jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit dapat
dilakukan dengan metoda manual menggunakan mikroskop. Keuntungan dari
penghitungan manual adalah bahwa mesin penghitung automatik tidak dapat
diandalkan dalam menghitung sel abnormal. Dalam hal ini diperlukan
pemeriksaan manual terhadap apusan darah. Pemeriksaan secara mikroskopik
akan memberikan informasi mengenai lekosit-lekosit yang abnormal dan
variasi bentuk eritrosit. Pemeriksaan manual juga dapat memberikan
informasi mengenai adanya jenis sel lain yang biasanya tidak dijumpai dalam
darah tepi, misalnya sel plasma. Selain itu, adanya trombosit yang
menggerombol (clumps) yang menyebabkan rendahnya jumlah trombosit
pada pemeriksaan automatik dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan apusan
darah (Sainssyiah, 2010). Keuntungan lain dari pemeriksaan manual yaitu
harga cukup murah, dapat dilakukan di semua laboratorium termasuk
laboratorium kecil yang tidak ada aliran listrik(Wirawan. R dan Silman.E,
1992).
Prinsip dari pemeriksaan hitung jumlah sel manual adalah dengan
melakukan pengenceran darah dengan larutan tertentu. Jumlah sel darah
15
dalam volume pengenceran tersebut dihitung dengan menggunakan kamar
hitung(improved Neubauer) Penghitungan jumlah sel yaitu dilakukan dengan
membagi jumlah sel yang dihitung dengan volume sel yang dihitung
dikalikan faktor pengenceran (Wirawan. R dan Silman.E, 1992).
1.2.2. Metode Automatik
Pemeriksaan hematologi merupakan pemeriksaan rutin yang
dilakakukan dihampir semua pasien di laboratorium klinik. Pemeriksaan
hitung jumlah sel darah dilakukan secara automatik menggunakan alat
hematology analyzer. Tes hitung jumlah sel darah cara automatik akurasinya
jauh lebih baik dibandingkan perhitungan manual. Dalam pemeriksaan hitung
jumlah sel secara automatik tidak akan mengalami kesulitan mengenai
pengenceran sampel dan standarisasi alat. Cara ini meningkatkan kecepatan
pemeriksaan dan ketelitian dibanding dengan cara manual (Writmann FK,
1989).
Prinsip pengukuran sel darah dengan menggunakan alat hitung
automatik dapat berbeda-beda dari alat yang satu dengan yang lainnya.
Beberapa metode yang sering digunakan dalam pemeriksaan hematologi
adalah :
1. Metode impedansi elektrik
Metode impedansi elektrik adalah salah satu metode yang digunakan
dalam menghitung jumlah dan mengukur sel darah, dimana sebelum
pemeriksaan sampel diencerkan dengan menggunakan larutan yang
mempunyai konduktivitas tertentu dan merupakan konduktor listrik yang
16
kurang baik kemudian sel darah dialirkan melalui lubang kecil yang disebut
orifice yang mempunyai ukuran tertentu. Pada saat yang sama, suatu arus
listrik dialirkan melalui elektroda yang dipasang pada sisi luar dan sisi dalam
orifice, karena sel darah adalah penghantar listrik yang buruk, sehingga jika
sel darah masuk melalui orifice tadi arus listrik yang mengalir akan
terganggu, gangguan ini menimbulkan suatu pulsa listrik. Jumlah pulsa listrik
yang terukur persatuan waktu (frekuensi pulsa) dideteksi sebagai jumlah sel
yang melalui celah tersebut. Sedangkan besarnya perubahan tegangan listrik
(amplitudo) yang terjadi, merupakan ukuran volume dari masing-masing sel
darah. Besarnya pulsa akan sesuai dengan besarnya jumlah dan besarnya sel
darah yang lewat. Jika sel darah besar, maka pulsa yang ditimbulkan besar,
sebaliknya jika sel darah kecil maka pulsapun kecil. Dengan demikian dapat
mengenali jenis-jenis sel menurut ukuran dan menghitung jumlahnya
(Mengko R., 2013).
Gambar 1. Metode impedansi dalam penghitungan jumlah sel dan ukuran
(Mindray, 2010)
17
2. Metode flowcytometry
Flow cytometri adalah metode pengukuran (metri) jumlah dan sifat-
sifat sel (cyto) yang dibungkus oleh aliran cairan (flow) melalui celah sempit.
Ribuan sel dialirkan melalui celah tersebut sedemikian rupa sehingga sel
dapat lewat satu per satu, kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel dan
ukurannya. Alat ini juga dapat memberikan informasi intraseluler, termasuk
inti sel. Secara umum, metode flow cytometri adalah pemeriksaan di mana
sel-sel dari sampel masuk dalam suatu flow chamber, dibungkus oleh cairan
pembungkus, kemudian dialirkan melewati suatu celah atau lubang dengan
ukuran kecil yang memungkinkan sel lewat satu demi satu, kemudian
dilakukan pengukuran. Aliran yang keluar sel tersebut kemudian melewati
medan listrik dan dipisahkan menjadi tetesan-tetesan sesuai dengan
muatannya, kemudian ditampung ke dalam beberapa saluran pengumpul yang
terpisah. Ini disebut cell sorting (Koeswardani R, et al, 2001).
Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah pendaran cahaya /
(light scattering) yang terjadi ketika sel mengalir melewati celah dan berkas
cahaya yang difouskan ke sensing area yang ada pada aperture tersebut.
Apabila cahaya mengenai sel, maka cahaya akan dihamburkan, dipantulkan,
atau dibiaskan kesemua arah. Kemudian hamburan cahaya yang mengenai sel
akan ditangkap oleh detektor yang ada pada sudut-sudut tertentu sehingga
menimbulkan pulsa. Pulsa cahaya yang berasal dari hamburan cahaya,
intensitas warna, atau fluorensi, akan diubah menjadi pulsa listrik. Pulsa ini
dipakai untuk menghitung jumlah, ukuran, maupun inti sel yang merupakan
18
ciri dari masing-masing sel. Hamburan cahaya dengan arah lurus (forward
scettered light) mendeteksi volume dan ukuran sel. Sedangkan cayaha yang
dihamburka dengan sudut 90 derajad menunjukkan informasi dari isi granula
sitoplasma. Pada metode ini juga dapat dilakukan pewarnaan dengan cara
menambahkan pewarna pada reagen. Sel yang telah diberi warna akan
memberikan pendaran cahaya yang berbeda-beda, sehingga akan lebih
banyak informasi untuk mendeteksi atau membedakan berbagai jenis sel
(Mengko R., 2013).
Gambar 2. Ilustrasi sudut hamburan cahaya pada metode flowcytometry
(Mengko R., 2013).
1.3. Faktor-fatktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan Eritrosit, Leukosit dan
Trombosit dalam Laboratorium
1.3.1. Pra Analitik
Keselahan pada proses pra analitik dalam pemeriksaan laboratorium
dapat memberikan kontribusi sekitar 62% dari total keseluruhan pemeriksaan
Laboratorium (Mengko R., 2013).
Proses pra analitik meliputi persiapan pasien, pengambilan /
pengumpulan spesimen, pengiriman spesimen ke laboratorium, penanganan
19
spesimen dan termasuk dalam pemberian antikoagulan serta penyimpanan
spesimen (Riswanto, 2010).
1. Persiapan Pasien
Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses
pra analitik yang dapat mempengaruhi pemeriksaan laboratorium seperti
aktivitas fisik, puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi, kehamilan, gaya
hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat), usia, jenis kelamin, pasca
transfusi, pasca donasi, pasca operasi dan lainnya. Karena hal-hal tersebut
memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa pemeriksaan hematologi,
maka pasien harus selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel
(Riswanto, 2010).
2. Persiapan Pengumpulan Sampel
Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi
persyaratan yaitu volume mencukupi, kondisi baik/tidak lisis, dan segar/tidak
kadaluwarsa, pemakaian antikoagulan atau pengawet yang tepat, ditampung
dalam wadah yang memenuhi syarat, dan identitas benar sesuai dengan data
paien (Riswanto, 2010).
3. Pengambilan Spesimen
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah :
a. Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan
dengan benar sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang
ada.
b. Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung.
20
1) Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas),
jangan ada yang menempel pada bagian luar tabung untuk
menghindari bahaya infeksi.
2) Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi
berdiri untuk mencegah spesimen tumpah.
3) Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling.
4) Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan
agar tidak terjadi hemolisis.
5) Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan
tidak keliru.
6) Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan
dengan lembut perlahan-lahan. Jangan mengkocok tabung keras-
keras agar tidak hemolisis.
b. Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah :
1) Pemasangan turniquet terlalu lama
2) Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat
menyebabkan trombosit menurun.
3) Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan eritrosit,
leukosit, dan trombosit menurun.
4) Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna
atau keterlambatan homogenisasi menyebabkan terbentuknya
bekuan darah (Riswanto, 2010).
21
4. Antikoagulan
Antikoagulan adalah zat yang digunakan untuk mencegah proses
pembekuan darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat
pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin dalam proses pembekuan (Riswanto, 2010). Jenis antikoagulan
yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis pemeriksaan yang diminta.
Perbandingan volume darah dan antikoagulan harus sesuai dan tepat karena
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan kenyataan
(Wirawan. R dan Silman.E, 1992). Ada beberapa antikoagulan yg banyak
digunakan utk pemeriksaan laboratorium, diantaranya ;
a. EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetatic Acid )
Antikoagulan EDTA dapat digunakan dalam dua bentuk yaitu
berupa cair dan zat kering. Sampai saat ini EDTA dalam bentuk serbuk
masih banyak digunakan di berbagai laboratorium dan untuk memudahkan
pengukuran maka dibuat menjadi larutan 10% (Gandasubrata, 2010).
Antikoagulan EDTA umumnya tersedia dalam bentuk garam
sodium (natrium) atau potassium (kalium), mencegah koagulasi dengan
cara mengikat atau mengkhelasi kalsium. EDTA memiliki keunggulan
dibanding dengan antikoagulan yang lain, yaitu tidak mempengaruhi sel-
sel darah, sehingga ideal untuk pengujian hematologi, seperti pemeriksaan