-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.1 Konsep Menua
2.1.1 Pengertian Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya
secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
menggantidan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahanterhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo,2010). Menurut
organisasai
kesehatan dunia (WHO), yang termasuk lanjutusia adalah seseorang
yang berusia
60 tahun ke atas. Menurut Undang-undangNo.4 tahun 1965 pasal 1,
seseorang
dinyatakan sebagai orangjompo atau lanjut usia setelah yang
bersangkutan
mencapai umur 55 tahun,tidak mempunyai atau tidak berdaya
mencari nafkah
sendiri untukkeperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah
dari orang
lain(Mubarak dalam Kusuma, 2013).
2.1.2 Teori-Teori Proses Menua
Menurut Stanley dalam Darmojo (2010), teori-teori proses menua
terdiri dari :
a. Teori Biologis1. Teori Genetic Clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-
spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai di dalam intiselnya
suatu jam
genetik yang telah diputar menurut suatu replikasitertentu. Jam
ini akan
menghitung mitosis dan menghentikanreplikasi sel bila tidak
diputar, jadi
menurut konsep ini bila jam kitaitu berhenti akan meninggal
dunia,
meskipun tanpa disertaikecelakaan lingkungan atau penyakit
akhir.2. Teori Wear and Tear
1
-
2
Teori wear and tear (dipakai dan rusak) mengusulkan
bahwaakumulasi
sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesisDNA,
sehingga
mendorong malfungsi organ tubuh.Radikal bebasdapat terbentuk di
alam
bebas, tidak stabilnya radikal bebasmengakibatkan oksidasi O2
bahan-
bahan organik seperti karbohidratdan protein.Radikal ini
menyebabkan
sel-sel tidak dapat melakukanregenerasi (Maryam, 2008).3.
Riwayat lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan
(misalnya
karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma daninfeksi)
dapat
membawa perubahan dalam proses penuaan.Walaupun faktor -faktor
ini
diketahui dapat mempercepat proses penuaan, dampak dari
lingkungan
lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor
utama
dalam penuaan.4. Teori Imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalamsistem
imun
yang berhubungan dengan penuaan.Ketika orangbertambah tua,
pertahanan mereka terhadap organisme asingmengalami
penurunan,
sehingga mereka lebih rentan untukmenderita penyakit.Seiring
dengan
berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam
respon
autoimun tubuh.
5. Teori NeuroendokrinPenuaan terjadi oleh karena adanya suatu
perlambatan dalam sekresi
hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksiyang
diatur
oleh sistem saraf.Hal ini lebih jelas ditunjukkan dalamkelenjar
hipofisis,
tiroid, adrenal, dan reproduksi.Salah satu area neurologi yang
mengalami
gangguan secarauniversal akibat penuaan adalah waktu reaksi
yang
diperlukan untukmenerima, memproses dan bereaksi terhadap
perintah
-
3
(Stanley dalam Kusuma,2013). Seluruh reflek volunter menjadi
lebih
lambat sehinggakemampuan lanjut usia untuk berespon terhadap
stimulus
akanberkurang.b. Teori Psikososiologis
Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikapdan
perilaku
yang menyertai peningkatan usia. Teori psiko sosiologisterdiri
dari( Darmojo, 2010):1. Teori Kepribadian
Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek
pertumbuhanpsikologis
Separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkandengan
memiliki
tujuanya sendiri, yaitu untuk mengembangkankesadaran diri
sendiri
melalui aktivitas yang dapat merefleksikandirinya sendiri.2.
Teori tugas perkembangan
Hasil penelitian Erickson tugas perkembangan adalahaktivitas
dan
tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang padatahap-tahap
spesifik
dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yangsukses. Tugas utama
lanjut
usia adalah mampu melihat kehidupanseseorang sebagai kehidupan
yang
harus dijalani dengan integritas.3. Teori disengagement
Teori disengagement (teori pemutusan hubungan)menggambarkan
proses
penarikan diri ini dapat diprediksi,sistematis, tidak dapat
dihindari, dan
penting untuk fungsi yang tepatdari masyarakat yang sedang
tumbuh.
Lanjut usia dikatakan akanbahagia apabila kontak sosial telah
berkurang
dan tanggung jawabtelah diambil oleh generasi yang lebih muda.4.
Teori aktivitas
Penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif.
Gagasanpemenuhan
kebutuhan seseorang harus seimbang dengan pentingnyaperasaan
dibutuhkan oleh orang lain. Kesempatan untuk turutberperan
dengan cara
yang penuh arti bagi kehidupan seseorangyang penting bagi
dirinya
adalah suatu komponen kesejahteraanyang penting bagi lanjut
usia.
-
4
5. Teori kontinuitasTeori kontinuitas, juga dikenal sebagai
suatu teoriperkembangan,
merupakan suatu kelanjutan dari kedua teorisebelumnya dan
mencoba
untuk menjelaskan dampak kepribadianpada kebutuhan untuk tetap
aktif
atau memisahkan diri agarmencapai kebahagiaan dan
terpenuhinya
kebutuhan di usia tua.Teori ini menekankan pada kemampuan
koping
individusebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk
memprediksibagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri
terhadapperubahan akibat menua. Ciri kepribadian dasar dikatakan
tetap
tidakberubah walapun usianya telah lanjut2.1.3 Perubahan
Fisiologis Pada Lanjut Usia
Perubahan fisiologis pada lanjut usia yang berkaitan
dengankejadian jatuh
diantaranya adalah perubahan sistem musculoskeletal,sistem
persyarafan dan
sistem sensoris (Lueckenotte dalam Kusuma, 2013).
a. Perubahan MuskuloskeletalMenurut Lueckenotte (1997),
tulang-tulang pada sistem skelet(rangka)
membentuk fungsi penunjang, pelindung, gerakan tubuh
danpenyimpanan
mineral. Jaringan otot rangka melekat pada rangka danbertanggung
jawab
untuk gerakan tubuh volunter.Persendiandiklasifikasikan secara
struktural
dan fungsional.Klasifikasi struktural didasarkan pada ikatan
materi tulang
dan apakah ada rongga persendian.Klasifikasi fungsional
didasarkan pada
jumlah gerakan yangdimungkinkan pada persendian.Bila artikulasis
di antara
tambahantulang, sendi menahan tulang dan memungkinkan
gerakan.Penurunan progesif pada massa tulang total terjadi
sesuai
prosespenuaan. Beberapa kemungkinan penyebab dari penurunan
ini
meliputiketidakaktifan fisik, perubahan hormonal, dan resorpsi
tulang.
-
5
Efekpenurunan tulang adalah makin lemahnya tulang: vertebra
lebih
lunakdan dapat terteka, dan tulang berbatang panjang kurang
tahananterhadap
penekukan dan menjadi lebih cenderung fraktur.Serat otot rangka
berdegenerasi.Fibrosis terjadi saat kolagenmenggantikan
otot, mempengaruhi pencapaian suplai oksigendannutrisi.Massa,
tonus dan
kekuatan otot semunya menurun, otot lebihmenonjol dari
ekstremitas yang
menjadi kecil dan lemah, dan tangankurus dan tampak
bertulang.Penyusupan
dan sklerosis pada tendon danotot mengakibatkan perlambatan
respon selama
tes reflek tendon.Menurut Pujiastuti dalam Kusuma(2013),
perubahan muskuloskeletal antara
lainpada jaringan penghubung, kartilago, tulang, otot dan
sendi.1. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit,tendon,
tulang,
kartilago dan jaringan pengikat mengalamiperubahan menjadi
tidak
teratur dan penurunan hubungan padajaringan kolagen, merupakan
salah
satu alasan penurunan mobilitaspada jaringan tubuh.Sel
kolagen
mencapai puncak mekaniknyakarena penuaan, kekakuan dari
kolagen
mulai menurun.Kolagen danelastin yang merupakan jaringan ikat
pada
jaringan penghubungmengalami perubahan kualitas dan
kuantitasnya.Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab
turunnyafleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan
dampak
berupanyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan
otot,kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan
berjalan
danhambatan dalam melakukan aktivitas sehari–hari, upaya
fisioterapiuntuk mengurangi dampak tersebut adalah memberikan
latihan
untukmenjaga mobilitas.2. Kartilago
-
6
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak danmengalami
granulasi
akhirnya permukaan sendi menjadi rata.Selanjutnya kemampuan
kartilago
untuk regenerasi berkurang dandegenerasi yang terjadi cenderung
ke arah
progresif.Proteoglikanyang merupakan komponen dasar matrik
kartilago
berkurang atauhilang secara bertahap.Sehingga jaringan fibril
pada
kolagenkehilangan kekuatanya dan akhirnya kartilago
cenderung
mengalamifibrilasi.Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa
tempat
sepertipada tulang rusuk dan tiroid.Fungsi kartilago menjadi
tidak
efektiftidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi sebagai
permukaan
sendiyang berpelumas.Konsekuensinya kartilago pada
persendianmenjadi
rentan terhadap gesekan.Perubahan tersebut sering terjadi pada
sendi besar
penumpuberat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah
mengalamiperadangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan
terganggunyaaktivitas sehari-hari..untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut
dapatdiberikan teknik perlindungan sendi.3. Tulang
Kekurangan kepadatan tulang, setelah diobservasi adalahbagian
dari
penuaan fisiologis.Trabekula longitudinal menjadi tipistrabekula
tranversal
terabsorbsi kembali, sehingga akibat perubahanitu, jumlah
tulang
spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjaditipis. Perubahan
lain
yang terjadi adalah penurunan estrogensehingga produksi
osteoklas tidak
terkendali, penurunan penyerapankalsium dalam usus, peningkatan
haversi
sehingga tulang keropos.Berikutnya jaringan tulang secara
keseluruhan
menyebabkankekuatan dan kekakuan tulang menurun.Dampak
berkurangnya kepadatan akan mengakibatkanosteoporosis.
Osteoporosis
-
7
lebih lanjut mengakibatkan nyeri,deformitas, fraktur. Latihan
fisik dapat
diberikan sebagai cara untukmencegah osteoporosis.
4. OtotPerubahan struktur otot pada penuaan sangat
bervariasi.Menurunnya
jumlah dan ukuran serabut otot, meningkatnya jaringan penghubung
dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efeknegatif. Perubahan
otot pada
penuaan antara lain menurunya jumlah serabut otot, atrofi pada
beberapa
serabut otot dan fibril menjaditidak teratur dan hipertropi pada
serabut otot
yang lain, penurunan30% massa otot, meningkatnya jaringan
lemak,
degenerasi myofibril.Dampak dari perubahan otot tersebut
adalah
menurunnya kekuatan, menurunnya fleksibilitas, meningkatnya
waktu
reaksi dan menurunnya kemampuan fungsional otot. Untuk
mencegah
perubahan lebih lanjut dapat diberikan latihan untuk
mempertahankan
mobilitas.5. Sendi
Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligamen dan
fasia mengalami penurunan elastis, ligamen, kartilagodan
jaringan
periartikular mengalami penurunan daya lentur danelastisitas.
Terjadi
degenerasi, erosi, kalsifikasi pada kartilago dankapsul
sendi.Sendi
kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas
gerak sendi,
gangguan jalan dan aktivitas keseharianlainnya. Upaya
pencegahan
kerusakan sendi antara lain memberikan teknik perlindungan sendi
dalam
beraktivitas.
b. Perubahan Sistem Persarafan
-
8
Sistem neurologis, terutama otak adalah suatu faktor utama dalam
penuaan.
Neuron-neuron menjadi semakin komplek dan tumbuh,
tetapineuron-neuron
tersebut tidak dapat mengalami regenerasi. Perubahan struktural
yang paling
terlihat terjadi pada otak itu sendiri.Walaupun bagian lain dari
sistem saraf
pusat juga terpengaruh.Perubahan ukuranotak yang dipengaruhi
oleh atrofi
girus dan dilatasi sulkus dan ventrikelotak. Korteks serebral
adalah daerah
otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan
neuron.Penurunan aliran
darah serebral dan penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan
penuaan.
Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan
dan
penyusutan neuron, dengan potensial 105 kehilangan yang
diketahui pada
usia 80 tahun. Secara fungsional terdapat suatu perlambatan
reflektendon,
terdapat kecenderungan ke arah tremor dan langkah yang
pendek-pendek atau
gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan
berkurangnya
gerakan yang sesuai. Waktu reaksi menjadi lebih lambat, dengan
penurunan
atau hilangnya hentakan pergelangan kakidan pengurangan reflek
lutut, bisep
dan trisep terutama Karena pengurangan dendrite dan perubahan
pada sinaps,
yang memperlambat konduksi ( Stanley dalam Kusuma, 2013) Menurut
Puji
astuti (2013), lanjut usia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan
penurunan
persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan SSP. Hal ini
terjadi
karena SSP pada lanjut usia mengalami perubahan. Berat otak pada
lansia
berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan
lemah pada
otak sehingga otak menjadi lebih ringan Akson, dendrit dan badan
sel saraf
banyak mengalami kematian, sedang yang hidup banyak
mengalami
-
9
perubahan. Dendrit yang berfungsi untuk komunikasi antar sel
mengalami
perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel.
Daya hantar
saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan menjadi lamban.
Akson
dalam medula spinalis menurun 37%. Perubahan tersebut
mengakibatkan
penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot,
reflek,
perubahan postur dan waktu reaksi. Hal itu dapat dicegah dengan
latihan
koordinasi dan keseimbangan. Menurut Stanley dalam Kusuma
(2013),
manifestasi klinis yang berhubungan dengan defisit neurologis
pada klien
lanjut usia dapat dipandang dari berbagai perspektif: fisik,
fungsional, kognisi
dan komunikasi.1. Fisik
Dampak dari penuaan pada SPSS sukar untuk ditentukan, karena
hubungan fungsi sistem ini dengan sistem tubuh yang
lain.Dengan
gangguan perfusi dan gangguan aliran darah serebral, lanjut usia
berisiko
lebih besar untuk mengalami kerusakan serebral. Dan metabolisme
yang
sudah diketahui. Dengan penurunan kecepatan konduksi saraf,
reflek yang
lebih lambat, dan respon yang tertunda untuk berbagai stimulus
yang
dialami maka terdapat pengurangan sensasi kinestetik.2.
Fungsi
Defisit fungsional pada gangguan neurologis berhubungan
dengan
penurunan mobilitas pada lanjut usia, yang disebabkan oleh
penurunan
kekuatan, rentang gerak dan kelenturan. Penurunan pergerakan
merupakan
akibat dari kifosis, pembesaran sendi-sendi, kesenjangan dan
penurunan
tonus otot.Atrofi dan penurunan jumlah serabut otot dengan
jaringan
fibrosa secara berangsur-angsur menggantikan jaringan otot.
Dengan
penurunan massa otot, kekuatandan pergerakan secara keseluruhan,
lamjut
-
10
usia memperlihatkan kelemahan secara umum dihubungkan dengan
degenerasi system ekstrapiramidal. Kekejangan dapat diakibatkan
oleh
cidera motorneuron didalam SSP. Kejang yang berat dapat
mengakibatkan
berkurangnya fleksibilitas, postur tubuh dan mobilitas
fungsional juga
nyeri sendi, kontraktur dan masalah dengan pengaturan posisi.
Tendon
dapat mengalami sklerosis dan penyusutan, yang menyebabkan
penurunan
hentakan tendon. Defisit mobilitas fungsional dan pergerakan
membuat
lanjut usia menjadi sangat rentang untuk mengalami gangguan
integritas
kulit dan jatuh.c. Perubahan Sensoris
Banyak lanjut usia memiliki masalah sensoris yang berhubungan
dengan
perubahan normal akibat penuaan. Perubahan sensoris dan
permasalahn yang
dihasilkan merupakan faktor yang turut berperanpaling kuat dalam
perubahan
gaya hidup yang bergerak ke arah ketergantungan yang lebih besar
dan
persepsi negatif tentang kehidupan.Defisit sensoris perubahan
penglihatan
merupakan bagian daripenyesuaian berkesinambungan yang datang
dalam
kehidupan usialanjut. Perubahan penglihatan mempengaruhi
pemenuhan
AKS. Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap
normal
dalamproses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk
melakukan
akomodasi, konstriksi pupil akibat penuaan dan perubahan warna
serta
kekeruhan lensa mata.Perubahan penglihatan pada awalnya dimulai
dengan
terjadinya presbiopi, kehilangan kemampuan akomodatif dimulai
pada
dekade keempat kehidupan, ketika seseorang memiliki masalah
dalam
membaca huruf-huruf yang kecil. Kerusakan akomodasi mata terjadi
karena
otot – ototsiliaris menjadi lemah dan lebih kendur, dan lensa
mengalami
-
11
sklerosis dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk
memusatkan
data (penglihatan jarak dekat). Ukuran pupil menurun karena
sfingter pupil
mengalami sclerosis Miosis pupil dapat mempersempit lapang
pandang dan
mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu.
Perubahan warna
misalnya menguning dan meningkatnya kekeruhan lensa Kristal yang
terjadi
dariwaktu ke waktu dapat menimbulkan katarak. Katarak
menimbulkan tanda
dan gejala penuaan yang mengganggu penglihatan dan aktivitas
setiap hari.
Penglihatan yang kabur dan seperti terdapat selaput di atas mata
adalah gejala
umum, yang mengakibatkan kesukaran dalam mengfokuskan
penglihatan dan
membaca. selain itu lanjut usia harus didorong untuk menggunakan
lampu
yang terang dan tidak menyilaukan. Sensitivitas terhadap cahaya
sering
terjadi, menyebabkan lanjut usia sering mengedipkan mata
terhadap cahaya
terang atau ketikaberada diluar pada siang hari yang
cerah.Lanjut usia
memerlukan penggunaan cahaya pada malam hari didalam rumah dan
waktu
tambahan untuk melakukan penyesuaian penglihatan terhadap
perubahan
kekuatan penerangan ketika meninggalkan suatu lingkungan yang
memiliki
pencahayaan baik kesuatu lingkungan yang pencahayaan redup.
Lanjut usia
harus diajarkan untuk menggunakan tangan mereka sebagai pemandu
pada
pegangan tangga dan menggunakan cat yang terang pada bagian tepi
anak
tangga. (Stanley dalam Kusuma, 2013)Menurut Pujiastuti (2013),
perubahan penglihatan pada lanjutusia erat
kaitanya dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitasnya dan
kaku, otot
penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman
penglihatan dan
daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. Penggunaan
kacamata
dan sistem penerangan yang baik dapat digunakan untuk
mengkompensasi
-
12
hal tersebut. Perubahan penglihatan pada lanjut usia antara lain
penglihatan
menurun, akomodasi lensa menurun, iris mengalami arkus
senilities, koroid
memperlihatkan atrofidi sekitar discus, lensa dibutuhkan lebih
banyak cahaya
untuk melihat warna, konjungtiva menipis dan terlihat
kekuningan, air mata
menuruninfeksi dan iritasi meningkat, pupil ukuranya berbeda,
kornea
terdapat arkus senilis. Kehilangan pendengaran pada lanjut usia
disebut
presbikusis. Penyebab tidak diketahui tetapi berbagi faktor yang
telah diteliti
adalah nutrisi, faktor genetika, suara gaduh, hipertensi, stres
emosional.
Penurunan pendengaran terutama berupa sensorineural, tetapi juga
dapat
berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan
presbikusis.Penurunan
pendengaran sensorineural terjadi saat telinga bagian dalamdan
komponen
saraf tidak berfungsi dengan baik (saraf pendengaran, batang
otak atau jalur
kortikal pendengaran). Penyebab dari perubahan konduksi tidak
diketahui,
tetapi masih berkaitan dengan perubahan pada tulang di dalam
telinga tengah,
dalam bagian koklear atau di dalam tulang mastoid Dalam
presbikusis, suara
konsonan derngan nada tinggi merupakan yang pertama kali
terpengaruh, dan
perubahan dapat terjadi secara bertahap karena perubahan
berlangsung
lambat, lanjut usia mungkin tidak segera mencari bantuan yang
dalam hal ini
sangat penting sebab semakin cepat kehilangan pendengaran
dapat
Didentifikasi dan alat bantu diberikan, semakin besar
kemungkinan untuk
berhasil. Karena kehilangan pendengaran pada umunya berlangsung
secara
bertahap Dua masalah fungsional pendengaran pada populasi lanjut
usia
adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi volume suara dan
ketidakmampuan untuk mendeteksi suara dengan nada frekuensi
tinggi
-
13
seperti beberapa konsonan misalnya f, s, sk,sh dan perubahan –
perubahan
ini dapat terjadi pada salah satu atau kedua telinga
2.1.4. Karakteristik usia lanjut dan permasalahannya
a. Pertumbuhan dan Penuaan
Setiap manusia menjalani serangkaian tahap pertumbuhan sepanjang
daur
kehidupannya yang berawal dari tahap bayi, kanak-kanak, remaja,
dewasa
awal, dan diakhiri dengan dewasa akhir (lanjut usia). Menurut
Carl Gustav
Jung dalam Darmojo ( 2010 ), daur kehidupan terdiri dari dua
tahap yaitu
tahap pertama yang berlangsung sampai kira-kira 40 tahun yang
terdiri atas
bayi, kanak-kanak, remaja, dan dewasa awal; dan tahap kedua yang
disebut
tahap dewasa akhir atau tahap lanjut usia yang berlangsung sejak
umur 40
tahun hingga orang tersebut meninggal dunia.
Proses penuaan pada seseorang adalah fenomena alamiah sebagai
akibat
bertambahnya umur, oleh karena itu fenomena ini bukanlah suatu
penyakit
melainkan suatu keadaan wajar yang bersifat universal. Menurut
dr. Maria
Sulindro dalam Darmojo ( 2010 ) (direktur medis Pasadena
anti-aging,
USA), proses penuaan tidak terjadi serta merta melainkan secara
bertahap
dan secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu
sebagai berikut:
1. Fase I: terjadi pada saat seseorang mencapai usia 25-35
tahun. Pada masa
ini produksi hormon mulai berkurang dan mulai terjadi kerusakan
sel
tetapi tidak memberi pengaruh pada kesehatan. Tubuh pun masih
bugar
terus.
2. Fase II: pada usia 35-45 tahun, produksi hormon sudah menurun
sebanyak
25% dan tubuh pun mulai mengalami penuaan. Pada masa ini, mata
mulai
-
14
mengalami rabun dekat sehingga perlu menggunakan kacamata
berlensa
plus, rambut mulai beruban, stamina tubuh pun berkurang.
3. Fase III: terjadi pada usia 45 tahun ke atas. Pada masa ini
produksi hormon
sudah berkurang hingga akhirnya berhenti sama sekali. Kaum
perempuan
mengalami masa yang disebut menopause sedangkan kaum pria
mengalami masa andropause. Pada masa ini kulit pun menjadi
kering
karena mengalami dehidrasi sehingga tubuh menjadi cepat lelah
dan
capek. Berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes,
osteoporosis,
hipertensi dan penyakit jantung koroner mulai menyerang.
Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap
perkembangan
normal yang akan dialami oleh setiap individu dan merupakan
kenyataan yang
tidak dapat Dihindari. Batasan lanjut usia (lansia) dapat
ditinjau dari aspek
biologi, sosial, dan usia atau batasan usia, yaitu:
1. Aspek Biologi
Lansia ditinjau dari aspek biologi adalah orang/individu yang
telah menjalani
proses penuaan (menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan
semakin
rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang
dapat
menyebabkan kematian). Hal ini disebabkan seiring meningkatnya
usia
terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta
sistem organ.
2. Aspek Sosial
Dari sudut pandang sosial, lansia merupakan kelompok sosial
tersendiri.Di
negara Barat, lansia menduduki strata sosial di bawah kaum
muda.Bagi
masyarakat tradisional di Asia, lansia menduduki kelas sosial
yang tinggi
yang harus dihormati oleh masyarakat.
-
15
3. Aspek Umur
Dari kedua aspek di atas, pendekatan umur adalah yang paling
memungkinkan untuk mendefinisikan lansia secara tepat. Beberapa
pendapat
mengenai pengelompokkan usia lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), lanjut usia
adalah tahap
masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun
ke atas
b. UU RI No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteran Lanjut Usia
menyatakan
bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60
tahun
keatas. WHO ( 1999 ).
c. Departemen Kesehatan RI membuat pengelompokkan sebagai
berikut:
1. Kelompok Pertengahan Umur: kelompok usia dalam masa
vertilitas
yaitu masa persiapan usia lanjut yang menunjukkan keperkasaan
fisik
dan kematangan jiwa (45-54 tahun).
2. Kelompok Usia Lanjut Dini: kelompok dalam masa prasenium
yaitu
kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).
3. Kelompok Usia Lanjut: kelompok dalam masa senium (65 tahun
ke
atas)
4. Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi: kelompok yang
berusia
lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup
sendiri,
terpencil menderita penyakit berat atau cacat.
d. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat pengelompokan
sebagai
berikut:
1. Usia pertengahan ( middle age ) adalah kelompok usia 45-59
tahun.
2. Usia lanjut ( elderly ) adalah kelompok usia antara 60-74
tahun.
-
16
3. Usia lanjut tua ( old ) adalah kelompok usia antara 75-90
tahun.
4. Usia sangat tua ( very old ) adalah kelompok usia di atas 90
tahun.
e. Menurut Second World Assembly on Ageing (SWAA) di Madrid
(8-12
April 2002) yang menghasilkan Rencana Aksi Internasional Lanjut
Usia
(adrid International Plan of Action on Ageing), seseorang
disebut sebagai
lansia jika berumur 60 tahun ke atas (di negara berkembang) atau
65 tahun
ke atas di negara maju.
2.1.5. Kategori Lansia
Berdasarkan tingkat keaktifannya, lansia dibagi menjadi tiga
kategori yaitu:go
go's yang bersifat aktif bergerak tanpa bantuan orang lain, slow
go's yang bersifat
semi Cooper dan Francis juga mengelompokkan lansia menjadi tiga
bagian
berdasarkan usia dengan penjelasan sebagai berikut : aktif, dan
no go's yang
memiliki cacat fisik dan sangat tergantung pada orang lain
Tabel 2.1.Kategori Lansia Menurut Cooper Dan Francis
Middle age Elderly Very oldUsia Antara usia 45-59
tahun
Antara usia 60-80
tahun
90 tahun keatas
Kemampuan Mandiri dalam
bergerak
Cukup mandiri
dalam bergerak.
Kurang mandiri,
memiliki
keterbatasan gerak
dan membutuhkan
perawatan lebih
-
17
Aktivitas Inisiatif sendiri,
santai, rekreasi,
bersosialisasi,
berhubungan
dengan kesehatan
Inisiatif sendiri
dan kelompok,
mulai jarang
berpindah (duduk
terus),
bersosialisasi,
berhubungan
dengan kesehatan
Inisiatif terbatas
(biasanya dari orang
yang mengurus),
jarang berpindah,
bersosialisasi, terapi
( Kusuma, 2013 )
2.1.6. Penurunan Kondisi pada Lansia
Secara normal, seseorang yang berada pada keadaan usia lanjut
akan mengalami
penurunan berbagai organ atau sistem tubuh, baik dari segi
anatomi maupun
fungsional. Beberapa penurunan yang terjadi pada lansia adalah
sebagai berikut:
1. Penurunan fisik, meliputi:
a. Lansia tidak tahan terhadap temperatur yang sangat panas atau
sangat
dingin. Hal ini disebabkan oleh menurunnya fungsi pembuluh
darah
pada kulit.
b. Dalam kemampuan visual, lansia mengalami kemunduran dalam
hal
ketajaman dan luas pandangan. Mata kurang peka dalam melihat
cahaya dengan intensitas terlalu tinggi dan lebih sensitif
terhadap
sesuatu yang menyilaukan serta kurang mampu membedakan
warna.
-
18
c. Dalam kemampuan pendengaran, lansia mengalami kesulitan
dalam
menangkap frekuensi percakapan yang kecil atau besar di
waktu
bersamaan
d. Dalam kemampuan indera perasa, lansia menjadi kurang
menyadari
akan perubahan suhu, rasa dan bau.
e. Penurunan fungsi sistem motorik (otot dan rangka), antara
lain
berkurangnya daya tumbuh dan regenerasi, kemampuan mobilitas
dan
kontrol fisik, semakin lambatnya gerakan tubuh, dan sering
terjadi
getaran otot (tremor). Jumlah otot berkurang, ukurannya
menciut,
volume otot secara keseluruhan menciut dan fungsinya
menurun.
Terjadi degenerasi pada persendian dan tulang menjadi
keropos
(osteoporosis).
f. Kulit tubuh menjadi berkerut karena kehilangan elastisitas
dan mudah
luka apabila tergores benda yang cukup tajam. Kulit tubuh
menjadi
lebih kering dan tipis.
g. Semakin tua usia seseorang, tingkat kecerdasan semakin
menurun,
memori berkurang, kesulitan berkonsentrasi, lambatnya
kemampuan
kognitif dan kerja saraf.
2. Penurunan psikologis
a. Demensia adalah suatu gangguan intelektual atau daya ingat
yang
sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun.
-
19
b. Depresi. Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting
dalam
problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi
depresi
tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah
yang
dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi
pada
lansia adalah kehilangan minat, berkurangnya energi (mudah
lelah),
konsentrasi dan perhatian berkurang, kurang percaya diri,
sering
merasa bersalah, pesimis, gangguan pada tidur dan gangguan
nafsu
makan.
c. Delusi merupakan suatu kondisi dimana pikiran terdiri dari
satu atau
lebih delusi. Delusi diartikan sebagai ekspresi kepercayaan
yang
dimunculkan kedalam kehidupan nyata seperti merasa dirinya
diracun
oleh orang lain, dicintai, ditipu, merasa dirinya sakit atau
disakiti.
d. Gangguan kecemasan merupakan gangguan psikologis berupa
ketakutan yang tidak wajar atau phobia. Kecemasan yang
tersering
pada lansia adalah tentang kematiannya.
e. Gangguan tidur. Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling
sering
berhubungan dengan peningkatan kejadian gangguan tidur yang
berupa gangguan tidur di malam hari (sering terbangun pada dini
hari)
dan sering merasa ngantuk terutama pada siang hari.
3. Penurunan sosial
a. Masa pensiun menyebabkan sebagian lansia sering merasa ada
sesuatu
yang hilang dari hidupnya. Beberapa perasaan yang dirasakan
adalah
sebagai berikut:
-
20
1. Kehilangan status atau kedudukan sosial sebelumnya, baik
di
dalam masyarakat, tempat kerja atau lingkungan.
2. Kehilangan pertemanan baik di lingkungan masyarakat.
3. Kehilangan gaya hidup yang biasa dijalaninya.
b. Banyak lansia yang merasa kesepian atau merasa terisolasi
dari
lingkungan di sekitarnya, antara lain karena jarang tersedia
pelayanan
kendaraan umum khusus bagi lansia, tingginya tingkat kejahatan
di
sekitar lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.
2.1.7. Lansia Permasalahan
Permasalahan lansia terjadi karena secara fisik mengalami proses
penuaan yang
disertai dengan kemunduran fungsi pada sistem tubuh sehingga
secara otomatis
akan menurunkan pula keadaan psikologis dan sosial dari puncak
pertumbuhan
dan perkembangan. Permasalahan-permasalahan yang dialami oleh
lansia,
diantaranya:
1. Kondisi mental: secara psikologis, umumnya pada usia lanjut
terdapat
penurunan baik secara kognitif maupun psikomotorik. Contohnya,
penurunan
pemahaman dalam menerima permasalahan dalam kelambanan dalam
bertindak
2. Keterasingan (loneliness): terjadi penurunan kemampuan pada
individu
dalam mendengar, melihat, dan aktivitas lainnya sehingga merasa
tersisih
dari masyarakat.
-
21
3. Post power syndrome: kondisi ini terjadi pada seseorang yang
semula
mempunyai jabatan pada masa aktif bekerja. Setelah berhenti
bekerja, orang
tersebut merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya.
4. Masalah penyakit: selain karena proses fisiologis yang menuju
ke arah
degeneratif, juga banyak ditemukan gangguan pada usia lanjut,
antara lain:
infeksi, jantung dan pembulu darah, penyakit metabolik,
osteoporosis, kurang
gizi, penggunaan obat dan alkohol, penyakit syaraf (stroke),
serta gangguan
jiwa terutama depresi dan kecemasan.
Permasalahan yang dialami lansia memberikan kesimpulan bahwa
dengan
keterbatasan yang dialami maka harus diciptakan suatu lingkungan
yang
dapat membantu aktivitas lansia dengan keterbatasannya.
2.1.8. Kebutuhan Hidup Lansia
Lansia juga mempunyai kebutuhan hidup seperti orang lain agar
kesejahteraan
hidup dapat dipertahankan. Kebutuhan hidup seperti kebutuhan
makanan yang
mengandung gizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin dan
sebagainya
diperlukan oleh lansia agar dapat mandiri. Menurut pendapat
Maslow dalam teori
Hierarki Kebutuhan, kebutuhan manusia meliputi:
1. Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik
atau biologis
seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya.
2. Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan
rasa keamanan
dan ketenteraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti
kebutuhan akan
jaminan hari tua, kebebasan kemandirian dan sebagainya
-
22
3. Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk
bermasyarakat atau
berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi
profesi,
kesenian, olah raga, kesamaan hobi dan sebagainya.
4. Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan
harga diri untuk
diakui akan keberadaannya.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah
kebutuhan untuk
mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir
berdasar
pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan
berperan
dalam kehidupan
2.2. Dukungan Sosial
Dukungan sosial didefinisikan sebagai sebuah pertukaran sumber
daya antara
minimal dua individu yang dipersepsikan oleh salah satu pihak
bertujuan untuk
membantu ( Shumaker & Brownell, dalam Zimet, Dahlem, Zimet,
& Farley
dalam Kusuma, 2013 ). Definisi lain dukungan sosial yaitu
persepsi kepedulian,
kepercayaan, atau bantuan yang diterima oleh seorang individu
dari individu atau
kelompok lain (Sarafino, dalam Mitchell, 2008). Cohen (1992)
membagi konsep
dukungan sosial menjadi tiga, yaitu social networks, perceived
social support,
dan supportive behaviors. Social networks adalah struktur dari
hubungan sosial,
yaitu ada atau tidaknya, jumlah, dan tipe hubungan tersebut.
Perceived social
support adalah fungsi dari hubungan sosial, yaitu persepsi
mengenai
keberfungsian dari hubungan tersebut. Terakhir, supportive
behaviors adalah
perilaku mendukung, yaitu pemberian dan penerimaan perilaku yang
bertujuan
-
23
untuk membantu individu dalam menghadapi perisitiwa yang
dapat
menyebabkan stres.
Terdapat lima jenis dukungan sosial, yaitu dukungan emosional,
esteem,
instrumental, informasional, dan jaringan ( Sarafino, dalam
Dowle, 2008 ).
a. Dukungan emosional adalah empati dan kepedulian yang
diekspresikan
padaindividu lain. b. Dukungan esteem adalah penerimaan positif,
dukungan, atau persetujuan
dengan ide, atau perasaan individu lain. c. Dukungan
instrumental adalah bantuan langsung dalam barang atau jasa
kepada individu lain. d. Dukungan informasional adalah pemberian
nasihat, arahan, saran, atau
umpan balik. e. Dalam stress-buffering hypothesis, dukungan
sosial berperan sebagai
penyangga yang melindungi individu dari dampak negatif yang
ditimbulkan
oleh peristiwa yang menyebabkan stres ( Wheaton dalam Cohen,
1992 ).
Individu dengan dukungan sosial yang kuat akan lebih mudah
beradaptasi
dengan efektif terhadap stres. Dukungan sosial juga
diasosiasikan dengan
kesehatan mental positif yang kemudian mengoptimalkan proses
pengasuhan
( Mitchell & Tricket, dalam Crnic & Low dalam Yoon, 2013
). Dukungan
sosial dapat diukur menggunakan berbagai cara. Cara pertama
yaitu
menggunakan alat ukur, misalnya alat ukur The Social Network
List, The
Inventory of Social Supportive Behaviors, The Interpersonal
Support
Evaluation List (Mitchell & Tricket dalam Innayati, 2013 ),
dan
Multidimensional Scale of Perceived Social Support ( Zimet,1988
). Teknik
lain yaitu melalui wawancara langsung, misalnya teknik
wawancara
-
24
dukungan sosial yang dikembangkan oleh Cochran, Larner,
Riley,
Gunnarsson, dan Henderson ( dalam Cochran & Niego, 2002
).
Alat ukur yang digunakan untuk mengungkap kecenderungan dukungan
sosial
dikembangkan berdasarkan teori Sarafino (2002) dengan lima
bentuk dukungan
sosial, yatu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental,
dukungan informasi dan dukungan kelompok. Sedangkan alat ukur
kebahagiaan
dikembangkan berdasarkan teori Seligman (2013) yang terdiri dari
tujuh aspek
yaitu : emosi positif, keterlibatan atau minat, makna atau
tujuan, keyakinan diri,
optimisme, daya tahan, hubungan positif.
Sarafino dalam Yoon (2013) mengungkapkan pada dasarnya ada lima
jenis
dukungan sosial:
a. Dukungan Emosional. Dukungan jenis ini meliputi ungkapan rasa
empati, kepedulian dan perhatian
terhadap individu. Biasanya, dukungan ini diperoleh dari
pasangan atau
keluarga, seperti memberikan pengertian terhadap masalah yang
sedang
dihadapi atau mendengarkan keluhannya. Adanya dukungan ini
akan
memberikan rasa nyaman, kepastian, perasaan memiliki dan
dicintai kepada
individu.b. Dukungan Penghargaan.
Dukungan ini terjadi melalui ungkapan positif atau penghargaan
yang positif
pada individu, dorongan untuk maju atau persetujuan akan gagasan
atau
perasaan individu dan perbandingan yang positif individu dengan
orang lain.
Biasanya dukungan ini diberikan oleh atasan dan rekan kerja.
Dukungan jenis
ini, akan membangun perasaan berharga, kompeten dan bernilai. c.
Dukungan Instrumental atau Konkrit.
-
25
Dukungan jenis ini meliputi bantuan secara langsung. Biasanya
dukungan ini,
lebih sering diberikan oleh teman atau rekan kerja, seperti
bantuan untuk
menyelesaikan tugas yang menumpuk atau meminjamkan uang atau
lain-lain
yang dibutuhkan individu. Menurut Jacobson & Moertono, dalam
Yoon
(2013) adanya dukungan ini, menggambarkan tersedianya barang -
barang
( materi ) atau adanya pelayanan dari orang lain yang dapat
membantu
individu dalam menyelesaikan masalahnya. Selanjutnya hal
tersebut akan
memudahkan individu untuk dapat memenuhi tanggung jawab
dalam
menjalankan perannya sehari-hari.d. Dukungan informasi.
Dukungan jenis ini meliputi pemberian nasehat, saran atau umpan
balik
kepada individu. Dukungan ini, biasanya diperoleh dari sahabat,
rekan kerja,
atasan atau seorang profesional seperti dokter atau psikolog.
Adanya
dukungan informasi, seperti nasehat atau saran yang diberikan
oleh orang-
orang yang pernah mengalami keadaan yang serupa akan membantu
individu
memahami situasi dan mencari alternatif pemecahan masalah atau
tindakan
yang akan diambil ( Thoits dalam Moertono dalam Yoon, 2013).e.
Dukungan Jaringan Sosial.
Dukungan jaringan dengan memberikan perasaan bahwa individu
adalah
anggota dari kelompok tertentu dan memiliki minat yang sama.
Rasa
kebersamaan dengan anggota kelompok merupakan dukungan bagi
individu
yang bersangkutan. Menurut Cohen, Wills & Cutrona ( dalam
Moertono
dalam Kusuma,2013) adanya dukungan jaringan sosial akan
membantu
individu untuk mengurangi stres yang dialami dengan cara
memenuhi
kebutuhan akan persahabatan dan kontak sosial dengan orang lain.
Hal
tersebut juga akan membantu individu untuk mengalihkan
perhatiannya dari
-
26
kekhawatiran terhadap masalah yang dihadapinya atau dengan
meningkatkan
suasana hati yang positif.
2.3. Konsep Kualitas Hidup
2.3.1. Pengertian Kualitas Hidup
Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung
dari
masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi
dalam
dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula
kualitas hidupnya,
tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan
buruk pula kualitas
hidupnya. Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas
Toronto, kualitas
hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting
yang mungkin
terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan
dan
keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya
dan
lingkungan.Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua
komponen yaitu
pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi
(Universitas Toronto
dalam Yoon, 2013).
Menurut WHO (1994) kualitas hidup didefenisikan sebagai
persepsi
individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau
dari konteks budaya
dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan
standar hidup,
harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan
konsep tingkatan,
terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status
psikologis, tingkat
kebebasan, hubungan sosial dan hubungan spiritual kepada
karakteristik
lingkungan mereka. Menurut Donald dalam Kusuma (2013), Kualitas
hidup
mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial dan
kesejahteraan
-
27
fisik seseorang juga kemampuan mereka untuk berfungsi dalam
kehidupan sehari-
hari
2.3.2. Komponen Kualitas Hidup
Beberapa literatur menyebutkan kualitas hidup dapat
diklasifikasikan kedalam
beberapa komponen yaitu :
1. University of Toronto (2004)
Beberapa literatur menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam
3 bagian
yaitu internal individu, kepemilikan (hubungan individu dengan
lingkungan),
dan harapan (prestasi dan aspirasi individu).
a. Internal individu
Internal individu dalam kualitas hidup dibagi 3 yaitu secara
fisik,
psikologis, dan spiritual.Secara fisik yang terdiri dari
kesehatan fisik,
personal higienis, nutrisi, olahraga, pakaian, dan penampilan
fisik secara
umum.Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan
penyesuaian
psikologis, kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri, dan
kontrol
diri.Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi dan
kepercayaan
spiritual.
b. Kepemilikan
Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam
kualitas
hidup dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial.Secara fisik yang
terdiri dari
rumah, tempat kerja/sekolah, secara sosial terdiri dari
tetangga/lingkungan
dan masyarakat, keluarga, teman/rekan kerja, lingkungan dan
masyarakat.
-
28
c. Harapan
Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas dapat
dibagi dua
yaitu secara praktis dan secara pekerjaan.Secara praktis yaitu
rumah
tangga, pekerjaan, aktivitas sekolah atau sukarela dan
pencapaian
kebutuhan atau sosial.Secara pekerjaan yaitu aktivitas
peningkatan
pengetahuan dan kemampuan serta adaptasi terhadap perubahan
dan
penggunaan waktu santai, aktivitas relaksasi dan reduksi
stres.
SedangkanHealth Organization Quality Of Life (WHOQOL)
membagi
kualitas hidup dalam enam domain yaitu fisik, psikologis,
tingkat
kebebasan, hubungan sosial, lingkungan, spiritual, agama
atau
kepercayaan seseorang (WHO, 1998).
1. Domain I – fisik
WHOQOL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu:
a. Nyeri dan ketidaknyamanan
Aspek ini mengeksplor sensasi fisik yang tidak menyenangkan
yang dialami individu, dan selanjutnya berubah menjadi
sensasi
yang menyedihkan dan mempengaruhi hidup individu
tersebut.Sensasi yang tidak menyenangkan meliputi kekakuan,
sakit, nyeri dengan durasi lama atau pendek, bahkan penyakit
gatal
juga termasuk.Diputuskan nyeri bila individu mengatakan
nyeri,
walaupun tidak ada alasan medis yang membuktikannya (WHO,
1998).
b. Tenaga dan lelah
-
29
Aspek ini mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan
individu
untuk selalu dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sebaik
aktivitas
lain seperti rekreasi. Kelelahan membuat individu tidak
mampu
mencapai kekuatan yang cukup untuk merasakan hidup yang
sebenarnya.Kelelahan merupakan akibat dari beberapa hal
seperti
sakit, depresi, atau pekerjaan yang terlalu berat (WHO,
1998).
c. Tidur dan istirahat
Aspek ini fokus pada seberapa banyak tidur dan istirahat.
Masalah
tidur termasuk kesulitan untuk pergi tidur, bangun tengah
malam,
bangun di pagi hari dan tidak dapat kembali tidur dan kurang
segar
saat bangun pada pagi hari (WHO, 1998).
Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto
mengidentifikasikan Physical being sebagai aspek dari kesehatan
fisik,
kebersihan diri, nutrisi, olahraga, perawatan, berpakaian, dan
penampilan
fisik (Universitas Toronto, 2004).
2. Domain II – Psikologis
WHOQOL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu :
a. Perasaan positif
Aspek ini menguji seberapa banyak pengalaman perasaan
positif
individu dari kesukaan, keseimbangan, kedamaian,
kegembiraan,
harapan, kesenangan dan kenikmatan dari hal-hal baik dalam
hidup. Pandangan individu, dan perasaan pada masa depan
merupakan bagian penting dari segi ini (WHO, 1998).
b. Berpikir, belajar, ingatan dan konsentrasi
-
30
Aspek ini mengeksplor pandangan individu terhadap pemikiran,
pembelajaran, ingatan, konsentrasi dan kemampuannya dalam
membuat keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan
kejelasan individu memberikan gagasan (WHO, 1998).
c. Harga diri
Aspek ini menguji apa yang individu rasakan tentang diri
mereka
sendiri. Hal ini bisa saja memiliki jarak dari perasaan
positif
sampai perasaan yang ekstrim negatif tentang diri mereka
sendiri.Perasaan seseorang dari harga sebagai individu
dieksplor.Aspek dari harga diri fokus dengan perasaan
individu
dari kekuatan diri, kepuasan dengan diri dan kendali diri
(WHO,
1998).
d. Gambaran diri dan penampilan
Aspek ini menguji pandangan individu dengan tubuhnya.Apakah
penampilan tubuh kelihatan positif atau negatif.Fokus pada
kepuasan individu dengan penampilan dan akibat yang
dimilikinya
pada konsep diri. Hal ini termasuk perluasan dimana apabila
ada
bagian tubuh yang cacat akan bisa dikoreksi misalnya dengan
berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan dan
sebagainya
(WHO, 1998).
e. Perasaan negatif
Aspek ini fokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan
negatif individu, termasuk patah semangat, perasaan berdosa,
kesedihan, keputusasaan, kegelisahan, kecemasan, dan kurang
-
31
bahagia dalam hidup.Segi ini termasuk pertimbangan dari
seberapa
menyedihkan perasaan negatif dan akibatnya pada fungsi
keseharian individu (WHO, 1998).
Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto
mengidentifikasikan Psychological being sebagai aspek dari
kesehatan
psikologis dan penyesuaian seseorang, pengertian, perasaan, dan
perhatian
pada evaluasi diri, dan kontrol diri (Universitas Toronto,
2004).
3. Domain III – Tingkat kebebasan
WHOQOL membagi domain tingkat kebebasan pada empat bagian,
yaitu:
a. Pergerakan
Aspek ini menguji pandangan individu terhadap kemampuannya
untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bergerak di
sekitar
rumah, bergerak di sekitar tempat kerja, atau ke dan dari
pelayanan
transportasi (WHO, 1998).
b. Aktivitas hidup sehari-hari
Aspek ini mengeksplor kemampuan individu untuk melakukan
aktivitas sehari – hari.Hal ini termasuk perawatan diri dan
perhatian yang tepat pada kepemilikan. Tingkatan dimana
individu
tergantung pada yang lain untuk membantunya dalam aktivitas
kesehariannya juga berakibat pada kualitas hidupnya (WHO,
1998).
c. Ketergantungan pada pengobatan atau perlakuan
-
32
Aspek ini menguji ketergantungan individu pada medis atau
pengobatan alternatif (seperti akupuntur dan obat herbal )
untuk
mendukung fisik dan kesejahteraan psikologisnya. Pengobatan
pada
beberapa kasus dapat berakibat negatif pada kualitas hidup
individu
(seperti efek samping dari kemoterapi )pada saat yang samapada
kasus
lain menambah kualitas hidup individu (seperti pasien kanker
yang
menggunakan pembunuh nyeri) (WHO, 1998).
d. Kapasitas pekerjaan
Aspek ini menguji penggunaan energi individu untuk
bekerja.Bekerja didefenisikan sebagai aktivitas besar dimana
individu disibukkan.Aktivitas besar termasuk pekerjaan
dengan
upah, pekerjaan tanpa upah, pekerjaan sukarela untuk
masyarakat,
belajar dengan waktu penuh, merawat anak dan tugas rumah
tangga (WHO, 1998).
4. Domain IV – Hubungan sosial
WHOQOL membagi domain hubungan sosial pada tiga bagian, yaitu
:
a. Hubungan perorangan
Aspek ini menguji tingkatan perasaan individu pada
persahabatan,
cinta, dan dukungan dari hubungan yang dekat dalam
kehidupannya. Aspek ini termasuk pada kemampuan dan
kesempatan untuk mencintai, dicintai dan lebih dekat dengan
orang
lain secara emosi dan fisik. Tingkatan dimana individu
merasa
mereka bisa berbagi pengalaman baik senang maupun sedih
dengan orang yang dicintai. (WHO, 1998).
-
33
b. Dukungan sosial
Aspek ini menguji apa yang individu rasakan pada tanggung
jawab, dukungan, dan tersedianya bantuan dari keluarga dan
teman. Aspek ini fokus pada seberapa banyak yang individu
rasakan pada dukungan keluarga dan teman, faktanya pada
tingkatan mana individu tergantung pada dukungan pada saat
sulit
(WHO, 1998).
c. Aktivitas seksual
Aspek ini fokus pada dorongan dan hasrat pada seks, dan
tingkatan
dimana individu dapat mengekspresikan dan senang dengan
hasrat
seksual yang tepat (WHO, 1998).
Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto
mengidentifikasikan Social belonging sebagai hubungan dengan
lingkungan sosial dan termasuk perasaan dari penerimaan yang
dekat,
keluarga, teman, rekan kerja, dan tetangga serta masyarakat
(Universitas
Toronto, 2004).
5. Domain V – Lingkungan
WHOQOL membagi domain lingkungan pada delapan bagian, yaitu:
a. Keamanan fisik dan keamanan
Aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari
kejahatan
fisik. Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa
sumber
seperti tekanan orang lain atau politik. Aspek ini
berhubungan
langsung dengan perasaan kebebasan individu (WHO, 1998 ).
b. Lingkungan rumah
-
34
Aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu
tinggal
(tempat berlindung dan menjaga barang – barang).Kualitas
sebuah
rumah dapat dinilai pada kenyamanan, tempat teraman individu
untuk tinggal (WHO, 1998).
c. Sumber penghasilan
Aspek ini mengeksplor pandangan individu pada sumber
penghasilan (dan sumber penghasilan dari tempat lain).
Fokusnya
pada apakah individu dapat mengahasilkan atau tidak dimana
berakibat pada kualitas hidup (WHO, 1998).
d. Kesehatan dan perhatian sosial,ketersediaan dan kualitas
Aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan
perhatian sosial pada kedekatan sekitar.Dekat berarti berapa
lama
waktu yang diperlukan untuk mendapatkan bantuan (WHO, 1998).
e. Kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan
keterampilan
Aspek ini menguji kesempatan individu dan keinginan untuk
mempelajari keterampilan baru, mendapatkan pengetahuan baru,
dan peka pada apa yang terjadi. Termasuk program pendidikan
formal, atau pembelajaran orang dewasa atau aktivitas pada
waktu
luang, baik dalam kelompok atau sendiri (WHO, 1998).Unit
Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto
mengidentifikasikan
Growth becoming sebagai kegiatan perbaikan atau pemeliharaan
pengetahuan dan keterampilan (Universitas Toronto, 2004).
f. Patisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang
-
35
Aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan
keinginan untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan
dan
relaksasi (WHO, 1998). Unit Penelitian Kualitas Hidup
Universitas
Toronto mengidentifikasikan Leisure becoming sebagai
aktivitas
yang menimbulkan relaksasi dan penurunan stress.Disini
termasuk
permainan kartu, pembicaraan dengan tetangga, dan kunjungan
keluarga, atau aktivitas dengan durasi yang lama seperti
liburan
(Universitas Toronto, 2004).
g. Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim)
Aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya.Hal
ini
mencakup kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan
dimana pelayanan ini dapat meningkatkan atau memperburuk
kualitas hidup (WHO, 1998).
h. Transportasi
Aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah
untuk
menemukan dan menggunakan pelayanan transportasi (WHO,
1998).
6. Domain VI – Spiritual/ agama/ kepercayaan seseorang
Aspek ini menguji kepercayaan individu dan bagaimana
dampaknya
pada kualitas hidup. Hal ini bisa membantu individu untuk
mengkoping kesulitan hidupnya, memberi kekuatan pada
pengalaman,
aspek ini ditujukan pada individu dengan perbedaan agama
(Buddha,
Kristen, Hindu, dan Islam), sebaiknya individu dengan
kepercayaan
individu dan kepercayaan spiritual yang tidak sesuai dengan
orientasi
-
36
agama (WHO, 1998) Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup
Universitas Toronto mengidentifikasikan Spiritual being
sebagai
refleksi nilai diri, standar diri dari tingkah laku, dan
kepercayaan
spiritual dimana terhubung atau tidak dengan pengaturan
kepercayaan
(Universitas Toronto, 2004
2.3.3. Keaslian Penelitian
N
o
Judul Artikel,
Penulis, Tahun
Metode (Desain, Sampel,
Variabel, Instrumen,
Hasil Penelitian
-
37
Analisis)1 Jurnal Human Care
Volume 1.No.1
Tahun.Adriani,
Khairul Abbas.2016
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif analitik
dengan desain cross sectional
yaitu suatu penelitian yang
bertujuan untuk mempelajari
dinamika hubungan antara
faktor-faktor risiko dengan
efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat.
Penelitian ini dilakukan di
Lapas Kota Payakumbuh
pada tanggal 26 Februari-5
Maret 2016.Instrumen
penelitian terdiri dari angket
tentang kondisi psikologis,
dukungan keluarga,
dukungan spritual,dan
motivasi
Hasil uji statistik
diperoleh nilai
p=0,039, maka
dapat disimpulkan
ada hubungan
motivasi dengan
kondisi psikologis
remaja pengguna
narkoba di Lapas
Kota Payakumbuh
tahun 2016.Dari
hasil analisa
diperoleh nilai
OR=6,300, artinya
responden yang
melakukan
dukungan keluarga
yang baik
mempunyai nilai
peluang 6,300 kali
mengalami kondisi
psikologis
adaptifdibandingka
n dengan responden
-
38
yang memiliki
dukungan keluarga
buruk2 Hubungan Dukungan
Sosial Dengan
Kualitas Hidup Pada
Penduduk Di
Kelurahan Kinilow
Kecamatan Tomohon
Utara Kota
Tomohon.Lidya
Ferawati Sampe,
Grace D. Kandou,
Sekplin A.S. Sekeon.
2017
Jenis penelitian ini
merupakan studi
observasional dengan
rancangan penelitian cross
sectional yang dilaksanakan
di Kelurahan Kinilow,
kecamatan Tomohon Utara,
Kota Tomohon pada bulan
April sampai Juli tahun 2017.
Populasi dalam penelitian ini
adalah penduduk berusia ≥ 17
tahun dan teknik
pengambilan sampel yaitu
multistage random sampling
dengan jumlah sampel
sebanyak 96 responden.
Instrumen dalam penelitian
ini adalah kuesioner yang
berisi karakteristik
responden, kuesioner EQ-5D
(Euro Quality of Life – 5
Dimention) serta kuesioner
Hasil uji chi square
antara dukungan
sosial dengan
kualitas hidup yang
ada pada tabel 4
diketahui bahwa
responden yang
memiliki kualitas
hidup baik dengan
memiliki dukungan
sosial
baikberjumlah 60
(85,7%) responden
dan responden yang
memiliki kualitas
hidup baik serta
memiliki dukungan
sosial kurang
berjumlah 2 (7,7)
responden.
Responden yang
memiliki kualitas
-
39
dukungan sosial. Uji statistik
yang digunakan adalah uji chi
square (CI = 95% dan α =
0,05)
hidup baik
3 Dukungan Sosial
Keluarga Sebagai
Upaya Pencegahan
Sres Pada Lansia
Dengan Andropause
Di Desa
GebangWilayah
Kerja Puskesmas
Patrang Kabupaten
Jember. Nurfika
Asmaningrum, Dodi
Wijaya, Chandra Aji
Permana. 2016
Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian
deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional.
Populasi dalam penelitian
adalah semua lansia laki-laki
dengan usia di atas 60 tahun
di Gebang wilayah kerja
Puskesmas Patrang yang
berjumlah 1026 orang.
Teknik sampling
menggunakan teknik
purposive sampling. Sampel
penelitian berjumlah 88
orang lansia laki-laki yang
mengalami masa andropause.
Analisis data menggunakan
uji statistik chi-square
Hasil penelitian
menunjukkan
dukungan sosial
keluarga yang baik
lebih banyak
mengalami stres
ringan dari pada
keluarga yang
dukungan sosial
tidak baik. Hasil uji
chi-square
didapatkan p value
= 0,000 dengan
taraf signifikan
sebesar 0,05, dapat
disimpulkan bahwa
terdapat hubungan
antara dukungan
sosial keluarga
dengan tingkat stres
pada lansia
-
40
andropause4 Hubungan Antara
Dukungan Sosial
Dengan Kualitas
Hidup Lansia Di
Desa Cebon Sleman
YogyakartaTahun.
2015. Ririh Bayun A.
2015
Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian deskriptif
kuantitatif dan pendekatan
cross
sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah lansia
yang berada di Desa
Cebongan SlemanYogyakarta
. Teknik sampel yang
digunakan adalah random
sampling. Analisa yang
digunakanadalah pearson
product moment
Hasil: Karakteristik
lansia di Desa
Cebongan Sleman
sebagian besar
berumur 60-70
tahun yaitu
sebanyak 107
responden dan
berjenis kelamin
laki-laki yaitu
sebanyak 84
responden.
Dukungansosial
yang diberikan pada
lansia di Desa
Cebongan Sleman
yaitu rata-rata 3,87
dan SD
sebesar0,329.
Kualitas hidup pada
lansia di Desa
Cebongan Sleman
yaitu rata-rata
sebesar kualitas
-
41
fisik65.31, kualitas
psikologi 62.47,
kualitas social
70.14, Kualitas
lingkugan 65.48,
Kualitaskomulatif
65.85 dan SD
11,531.Hasil uji
pearson product
diperoleh p-value
sebesar
0,000
-
42