Top Banner
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Getaran mekanik Sebuah gerak bodi atau partikel yang berosilasi di sekitar area seimbangnya disebut getaran mekanik. Getaran mekanik pada suatu sistem biasanya terjadi apabila sistem tersebut dilepas atau diubah dari posisi keseimbangan stabilnya, sistem ini nantinya akan cenderung kembali ke posisi dibawah pembebanan gaya- gaya elastik dan mencapai posisi orisinilnya dengan kecepatan tertentu, selama proses tersebut berlangsug terus tanpa batas sistem tersebut akan terus bergerak bolak-balik melalui posisi keseimbangan (Nurida, 2018). Interval waktu yang dibutuhkan sistem untuk menyelesaikan satu siklus gerak dinamakan frekuensi, dan pergeseran maksimum sistem dari posisi keseimbangan dinamakan amplitudo getaran. 2.2 Elemen sistem getaran Sistem getaran terdiri dari beberapa elemen, diantaranya adalah massa (m), pegas (k), peredam (c) dan eksitasi (F). Keadaan fisik suatu sistem dapat dinyatakan oleh suatu susunan massa, pegas dan peredam (Dewanto, 1999). Peredam disini hanya dianggap memiliki sifat redaman saja, sedangkan pegas juga dianggap hanya memiliki sifat elastisitas saja sehingga nilai redaman dan massanya tidak dianggap, dan massa hanya dianggap sebagai rigid of a body (benda kaku) yang diaggap tidak memiliki sifat elastisitas dan kemampun redam. Persamaan gerak massa adalah suatu persamaan respon dari adanya gaya eksitasi (F). Karakteristik getaran
21

BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

Jan 23, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Getaran mekanik

Sebuah gerak bodi atau partikel yang berosilasi di sekitar area seimbangnya

disebut getaran mekanik. Getaran mekanik pada suatu sistem biasanya terjadi

apabila sistem tersebut dilepas atau diubah dari posisi keseimbangan stabilnya,

sistem ini nantinya akan cenderung kembali ke posisi dibawah pembebanan gaya-

gaya elastik dan mencapai posisi orisinilnya dengan kecepatan tertentu, selama

proses tersebut berlangsug terus tanpa batas sistem tersebut akan terus bergerak

bolak-balik melalui posisi keseimbangan (Nurida, 2018). Interval waktu yang

dibutuhkan sistem untuk menyelesaikan satu siklus gerak dinamakan frekuensi, dan

pergeseran maksimum sistem dari posisi keseimbangan dinamakan amplitudo

getaran.

2.2 Elemen sistem getaran

Sistem getaran terdiri dari beberapa elemen, diantaranya adalah massa (m),

pegas (k), peredam (c) dan eksitasi (F). Keadaan fisik suatu sistem dapat dinyatakan

oleh suatu susunan massa, pegas dan peredam (Dewanto, 1999). Peredam disini

hanya dianggap memiliki sifat redaman saja, sedangkan pegas juga dianggap hanya

memiliki sifat elastisitas saja sehingga nilai redaman dan massanya tidak dianggap,

dan massa hanya dianggap sebagai rigid of a body (benda kaku) yang diaggap tidak

memiliki sifat elastisitas dan kemampun redam. Persamaan gerak massa adalah

suatu persamaan respon dari adanya gaya eksitasi (F). Karakteristik getaran

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

7

biasanya ditunjukkan sebagai persamaan perpindahan (x), bukan persamaan

kecepatan ataupun persamaan percepatan dari massa.

Suatu gaya pegas akan muncul hanya bila terdapat defleksi relatif antara

kedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui

besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi relatifnya (Ardiansyah, 2017).

Konstanta kesebandingan disebut konstanta pegas (k) yang dinyatakan dalam

satuan gaya per satuan panjang. Dan untuk peredam viscous besarnya sebanding

dengan kecepatan dan faktor kesebandingannya yang disebut koefisien redaman (c)

seperti ditunjukkan pada Gambar (2.1) dibawah ini.

(Sumber: Dewanto, 1999)

Gambar 2.1 Elemen Sistem Getaran

2.3 Frekuensi Natural Sistem

Perhatikan persamaan differensial getaran bebas sistem pegas (k) – massa

(m) pada Gambar (2.2) berikut ini :

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

8

Gambar 2.2 Sistem pegas-massa

m�̈� + k = 0 (2.1)

dimana, m : massa (Kg)

�̈� : percepatan sudut (m/s2)

k : konstanta pegas

x : jarak (m)

persamaan ini dapat ditulis

�̈� + 𝑘

𝑚 x = 0 (2.2)

Jika di misalkan 𝜔𝑛2 =

𝑘

𝑚 maka

�̈� + 𝜔𝑛2 x = 0 (2.3)

Besaran 𝜔𝑛 ini dinamakan frekuensi alamiah atau frekuensi natural sistem

massa pegas dan besarannya adalah :

𝜔𝑛 = √𝑘

𝑚 (2.4)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

9

𝜔𝑛= frekuensi natural sistem (rad/s)

2.4 Klasifikasi Getaran

Pengklasifikasian getaran dapat ditinjau berdasarkan jumlah derajat

kebebasannya ataupun ada atau tidaknya gaya eksitasi yang bekerja secara

kontinyu. Berdasarkan derajat kebebasannya getaran dapat dibedakan menjadi

getaran satu derajat kebebasan, getaran dua derajat kebebasan, dan getaran dengan

n derajat kebebasan sesuai dengan banyaknya koordinat bebas yang diperlukan

untuk mendefinisikan persamaan gerak sebuah sistem seperti yang diperlihatkan

oleh Gambar (2.3) berikut.

(Sumber: Dewanto, 1999)

Gambar 2.3 Model Klasifikasi getaran

Berdasarkan gambar di atas, dimana Gambar (2.3a) adalah sistem getaran

dua derajat kebebasan, sedangkan Gambar (2.3b) merupakan sistem getaran dengan

satu derajat kebebasan.

Berdasarkan ada atau tidaknya gaya eksitasi yang bekerja secara kontinyu,

getaran dibagi menjadi getaran bebas dan getaran paksa.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

10

A. Getaran Bebas

Getaran bebas terjadi bila sistem mengalami osilasi sendiri setelah sistem

tersebut diberi gangguan awal hal itu disebabkan karena bekerjanya gaya yang

ada dalam sistem itu sendiri dan tidak ada gaya dari luar yang bekerja (Dewanto,

1999). Sistem akan berhenti dalam waktu tertentu karena tidak ada gaya luar

yang bekerja. Hal ini disebabkan adanya redaman pada sistem getaran atau dari

luar sistem getaran.

B. Getaran Paksa

Adanya eksitasi atau gaya luar yang bekerja pada sistem, maka sistem akan

dipaksa untuk bergetar dan gerak osilasi akibat dari gaya luar itu dinamakan

getaran paksa (Sewoyo,2004).

Jika frekuensi rangsangan sama dengan frekuensi natural sistem, maka akan

didapat keadaan resonansi, yakni osilasi yang besar dan berbahaya. Kerusakan

pada struktur seperti jembatan, gedung, sayap pesawat terbang dan lain lain

merupakan kejadian yang menakutkan yang disebabkan resonansi

(Nurhardianto, 2015).

2.5 Getaran Paksa Harmonik

A. Sistem Satu Derajat Kebebasan

Jika suatu sistem getaran mendapat pengaruh gaya dari luar, sistem tersebut

akan dipaksa bergetar dan terjadi gerak osilasi dan bila pada sistem tersebut

terjadi redaman, maka sistem getaran tersebut dinamakan getaran paksa

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

11

teredam (Damped Forced Vibration) (Sewoyo, 2004). Jika ada bagian dari

gerakan yang menghilang seiring bertambahnya waktu, bagian tersebut

dinamakan respon transien, sedangkan gerak yang masih terus terjadi disebut

respon stasioner / steady state. Untuk nilai respon transien diperoleh dari

kondisi awal sistem tersebut.

Jika gaya luar atau eksitasi yang mempengaruhi sistem berupa fungsi

harmonik (sinusoidal), maka respons stasioner yang terjadi merupakan gerak

harmonik yang nilai frekuensi sama dengan frekuensi eksitasi (Sewoyo, 2004).

Respon pada sistem S-DOF yang diakibatkan oleh gaya harmonik digambarkan

oleh Gambar (2.4).

Gambar 2.4 Sistem massa pegas peredam dengan gaya eksitasi f(t)

Diagram benda bebas (free body diagram) dari sistem massa pegas

peredam di atas dapat dilihat pada Gambar (2.5) dibawah ini.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

12

Gambar 2.5 Diagram benda bebas

Dengan menggunakan Hukum Newton I dimana ∑ F = 0, maka akan

diperoleh persamaan diferensial gerak (PDG) sebagai berikut :

M�̈� + C�̇� + kx = 𝐹0 sin (𝜔t) (2.5)

Solusi total dari persamaan diagram gerak (2.5) ini terdiri dari solusi

homogen atau solusi transien dan solusi stasioner. Untuk solusi homogen

persamaan yang digunakan bergantung pada nilai ζ. Sedangkan solusi stasionernya

dapat dinyatakan oleh persamaan berikut :

x(t) = X sin (𝜔t – ϕ) (2.6)

diamana, X : amplitudo respon

𝜔 : frekuensi eksitasi

ϕ : beda fase antara gaya eksitasi dan respons

Untuk mencari nilai besaran amplitudo (X) dan beda fase (ϕ) yang belum

diketahui, maka dapat diperoleh dengan cara memasukkan persamaan (2.6) di atas

ke persamaan (2.5), sehingga diperoleh :

-M𝜔2 X sin (𝜔t – ϕ) + C𝜔 X cos (𝜔t – ϕ) + k X sin (𝜔t – ϕ) = 𝐹0 sin (𝜔t) (2.7)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

13

Secara grafis, persamaan (2.7) diatas dapat digambarkan seperti gambar (2.6)

berikut:

(Sumber: Sewoyo, 2004)

Gambar 2.6 Hubungan vektor persamaan (2.7)

Dengan mengingat kembali Hukum phytagoras dan mengaplikasikannya

pada Gambar (2.6) maka diperoleh hubungan antara lain:

X = 𝐹0

√(𝑘−𝑀 𝜔2)2+(𝐶 𝜔)2 (2.8)

ϕ= arcus tan (𝐶 𝜔

𝑘−𝑀 𝜔2 ) (2.9)

persamaan (2.8) dan (2.9) ini dapat ditulis dalam bentuk tak berdimensi sebagai

berikut :

Xk

𝐹0 =

1

√[1−(𝜔

𝜔𝑛)

2]2+[2𝜁(

𝜔

𝜔𝑛)]2

(2.10)

ϕ= arcus tan (2𝜁(

𝜔

𝜔𝑛)

1−(𝜔

𝜔𝑛)

2)) (2.11)

Xk/F0 disebut sebagai fungsi perbesaran. Jika fungsi perbesaran ini diplot

terhadap rasio frekuensi 𝜔/𝜔𝑛 akan diperoleh grafik (Sewoyo, 2004). Seperti

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

14

terlihat pada Gambar (2.7). sedangkan beda fase terhadap rasio frekuensi grafiknya

terlihat pada gambar (2.8).

(Sumber: Sewoyo, 2004)

Gambar 2.7 Fungsi perbesaran sebagai fungsi rasio frekuensi dengan

variasi nilai 𝜁

(Sumber: Sewoyo, 2004)

Gambar 2.8 Beda fase sebagai fungsi rasio frekuensi dengan berbagai nilai 𝜁

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

15

B. Massa tak seimbang yang berputar

Mesin-mesin yang berputar seperti pompa, kompressor dan lain sebagainya

memiliki masalah getaran yang bersumber dari massa tak seimbang (unbalance)

yang berputar (Sewoyo, 2004). Getaran unbalance tersebut akan diteruskan

pada pondasinya, pemodelan getaran jenis ini dapat dilihat pada Gambar (2.9)

dibawah ini.

Gambar 2.9 Pemodelan sistem S-DOF yang dieksitasi oleh massa unbalance

yang berputar

Dimana, M : massa total sistem (Kg)

R : jari-jari eksentrisitas (m)

m : massa tak seimbang (unbalance) yang berputar dengan

kecepatan 𝜔 (Kg)

Jika diasumsikan posisi m seperti terlihat pada gambar di atas dan sistem

sedang bergerak ke arah atas, maka diagram benda bebas sistem tersebut

dapat digambarkan oleh Gambar (2.10) di bawah ini.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

16

(Sumber: Sewoyo, 2004)

Gambar 2.10 Diagram benda bebas sistem massa unbalance yang berputar

Persamaan differensial gerak sistem (PDG) didapatkan dengan

menggunakan Hukum Newton I dimana ∑ F = 0, maka :

(M-m) �̈� + m𝑑2

𝑑𝑡 (x +R sin (𝜔𝑡)) + C�̇� + kx = 0 (2.12)

Persamaan (2.6) diatas juga dapat ditulis

M�̈� + C�̇� + kx = m R 𝜔2 sin (𝜔t) (2.13)

Persamaan (2.12) diatas identik dengan persamaan (2.5) dengan

amplitudo gayanya adalah m R 𝜔2(Sewoyo, 2004). Maka, dengan cara yang

sama nilai amplitudo respons dapat dinyatakan :

Amplitudo respons

X = 𝑚 𝑅 𝜔2

√(𝑘−𝑀 𝜔2)2+(𝐶 𝜔)2 (2.14)

Sudut fasa

ϕ= arcus tan (𝐶 𝜔

𝑘−𝑀 𝜔2 ) (2.15)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

17

Dalam bentuk fungsi perbesaran dan diasumsikan getaran yang

terjadi pada sistem (𝜔𝑛) besarnya sama dengan nilai getaran yang terjadi

pada motor (𝜔), maka persamaanya menjadi :

𝑀𝑋

𝑚 𝑅 =

(𝜔

𝜔𝑛)

2

√(1−(𝜔

𝜔𝑛)2)2+[2𝜁(

𝜔

𝜔𝑛)]2

(2.16)

𝑀𝑋

𝑚 𝑅 =

1

√(1−(1)2)2+[2𝜁(1)]2 (2.17)

𝑀𝑋

𝑚 𝑅 =

1

2𝜁 (2.18)

Amplitudo respons maksimal

X = 𝑚 𝑅

2∗𝜁∗𝑀 (2.19)

Beda fase maksimal

ϕ = arcus tan (2𝜁 (

𝜔

𝜔𝑛)2

(1−(𝜔

𝜔𝑛)2

) (2.20)

2.6 Beam dari Kuningan

Beam adalah suatu batang yang dibebani gaya atau momen yang bekerja

pada bidang-bidang yang dibentuk oleh sumbu batang tersebut (Frederik, 2018).

Tumpuan Roll-Engsel merupakan tumpuan yang umum digunakan dan mudah di

jumpai, penggunaan tumpuan tipe roll-engsel umumnya dipilih karena beban yang

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

18

akan ditumpu tidak terlalu besar, pada Gambar (2.11) memperlihatkan bagaimana

bentuk suatu struktur tumpuan roll-engsel.

(Sumber: https://www.slideshare.net/tejaandeiitm/sdof)

Gambar 2.11 Sistem Tumpuan Roll Engsel

Kuningan sifatnya sama seperti pegas yang memiliki sifat elastis, artinya

setelah mereka berubah bentuk (ketika mereka sedang diregangkan atau

dikompresi), mereka akan kembali ke bentuk aslinya (Simatupang, 2013).

Konstanta pegas biasanya di simbolkan dengan “K” yang menunjukkan kekakuan

pegas. Semakin besar nilai konstanta pegas maka pegas akan lebih sulit untuk

diregangkan ataupun dikompresi dari pada Pegas yang memiliki nilai konstanta

yang lebih kecil.

Bila sebuah batang pegas diletakkan pada suatu tumpuan pada masing-

masing ujungnya, maka konstanta pegas menjadi konstanta ekivalen pegas (Keq).

Pada Tabel (2.1) di bawah ini adalah beberapa jenis sistem tumpuan pegas beserta

rumus konstanta ekivalen pegasnya.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

19

Tabel 2.1 Jenis Sistem Tumpuan

Jenis Sistem Rumus Konstanta Ekivalen (Keq)

Tumpuan Rol dan Engsel

Keq = 48𝐸𝐼

𝐿3

Tumpuan Jepit dan Engsel

Keq = 768𝐸𝐼

7𝐿3

Tumpuan Jepit dan Jepit

Keq = 192𝐸𝐼

𝐿3

(Sumber: https://www.slideshare.net/tejaandeiitm/sdof)

Keq = 48𝐸𝐼

𝐿3 (2.21)

Keq : Konstanta Ekivalen Pegas (N/m)

𝐸 : Modulus Young Elastisitas (N/m2)

I : Momen Inertia (kg m2)

L : Panjang (m)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

20

2.7 Defleksi Beban Terpusat

Defleksi beban terpusat terjadi akibat adanya pembebanan vertikal yang

diberikan pada balok atau batang pada bagian tengah atau pusat tumpuan, maka

akan terjadi perubahan bentuk pada balok dalam arah y (Unhas, 2018). Deformasi

pada balok secara sangat mudah dapat dijelaskan berdasarkan defleksi balok dari

posisinya sebelum mengalami pembebanan. Defleksi diukur dari permukaan netral

awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi, defleksi pada struktur beban terpusat

dapat dilihat pada Tabel (2.2).

X = 𝑃 𝑙3

48 𝐸𝐼 (2.22)

X =defleksi (m)

L = panjang bentang (m)

E = modulus elastis (N/m2)

I = inersia penampang (m4)

b = jarak titik beban (m)

P = beban (N)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

21

Tabel 2.2 Tabel Tumpuan roll-engsel

Struktur dan Pembebanan Momen

Maksimum

Defleksi

Maksimum

Lokasi

Maksimum

Beban terpusat

1

4 PL 𝑃𝐿3

48𝐸𝐼

1

2𝐿

Beban merata

1

8𝑞𝐿2

5𝑞𝐿4

384𝐸𝐼

1

2𝐿

Beban pada Titik Tertentu

Pa 𝑃𝑎

24𝐸𝐼 (3𝐿2 − 4𝑎4) 1

2𝐿

(Sumber: Yun C, 1986).

2.8 Momen Lentur

Jumlah aljabar dari semua momen gaya di salah satu sisi bagian disebut

Momen Lentur (Bending moment). Momen lentur hanyalah momen-momen gaya,

namun biasanya juga disebut “momen pembengkok” karena dia cenderung untuk

membengkokkan balok (Adib, 2015). Elemen struktural yang paling umum atau

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

22

paling sederhana yang mengalami momen lentur adalah balok. Untuk nilai momen

dari batang tumpuan sederhana dengan beban terpusat di titik tengah adalah :

M max = 𝑃 . 𝑙

4 (2.23)

Dimana,

P : Gaya (N)

l : panjang batang (m)

M max : momen lentur maksimal beban tepat di tengah (Nm)

2.9 Momen inersia

Momen inersia menggambarkan ketahanan bahan terhadap lenturan

dihubungkan dengan penampang melintang, momen inersia untuk penampang

persegi panjang adalah sebagai berikut (Daryanto, 1996) :

I = 𝑏.ℎ3

12 (2.24)

I = momen inersia pada sumbu x (m4)

b = lebar (m)

h = tinggi (m)

2.10 Tegangan Lendut

Tegangan lendut (sb) atau tegangan lentur termasuk jenis dari tegangan

normal namun tegangan lendut sedikit lebih spesifik. Ketika material di bebani

maka akan menghasilkan apa yang disebut sebagai tegangan kompresif normal

(Civorezan, 2012). Nilai tegangan pada arah horizontal nilainya nol. Tegangan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

23

lentur juga disebut dengan tegangan lendut, karena sifatnya yang cenderung

menghasilkan lendutan pada bidang yang dikenai beban

sb = 𝑀 𝑦

𝐼 (2.25)

sb :tegangan akibat moment lentur (N/m2)

Mb : momen lentur (Nm)

y : jarak tegangan yang ditinjau dari garis netral (m)

I : Momen Inersia terhadap sumbu x (m4)

2.11 Modulus Elastis

Modulus elastisitas adalah angka yang digunakan untuk mengukur objek

atau ketahanan bahan untuk mengalami deformasi elastis ketika gaya diterapkan

pada benda itu. Modulus elastisitas suatu benda didefinisikan sebagai kemiringan

dari kurva tegangan-regangan di wilayah deformasi elastis (Wikipedia, 2018).

Variasi nilai Modulus elastis dapat terjadi karena unsur paduan antara logam

Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) yang tidak sama, logam paduan penyusun kuningan

terdiri dari Tembaga (Cu) dengan kadar massa 60-96%. Nilai tegangan tarik

maksimum juga dapat digunakan sebagai tegangan ijin. Bila terjadi tegangan yang

nilainya lebih besar atau sama dengan nilai modulus young elastis benda tersebut,

maka benda akan mengalami deformasi karena tidak mampu menahan besarnya

tegangan yang terjadi. Berikut ini adalah beberapa logam paduan yang memiliki

nilai modulus elastisitas young yang ditunjukkan oleh tabel (2.3) dibawah ini.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

24

Tabel 2.3 Tabel modulus elastis, tegangan tarik maksimum dan tegangan luluh

Material Modulus Elastisitas (E)

GPa

Tegangan Tarik

Maksimum (s)

MPa

Tegangan

Luluh (y)

MPa

Boron - - 3100 MPa

Kuningan 102-125 GPa 250 MPa -

Perunggu 96-120 GPa - -

Tembaga 117 GPa 220 MPa 70 MPa

(sumber: https://www.engineeringtoolbox.com/young-modulus-d_417.html)

2.12 Tegangan Ijin

Tegangan ijin (si) bisa dilihat dari material yang digunakan. Bila material

bersifat lentur (ductile) yakni dimana material mengalami regangan terlebih dahulu

sebelum patah dan memiliki nilai tegangan luluh, maka tegangan ijin yang

digunakan adalah tegangan luluh (yield strength) dibagi dengan angka faktor

keamanan (Khurmi dan Gupta, 2005).

Untuk material yang bersifat getas (brittle) misalnya seperti besi tuang (cast

iron) dimana material tidak memiliki nilai tegangan luluh seperti material yang

bersifat getas, maka tegangan ijin diperoleh dari nilai tegangan tarik maksimum

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

25

dibagi dengan angka faktor keamanan (Khurmi dan Gupta, 2005). Angka faktor

keamanan di tunjukkan oleh tabel (2.4) dibawah ini.

Tabel 2.4 Angka Faktor Keamanan

Material Beban statik Beban dinamik Beban Kejut

Besi Tuang

Besi Tempa

Baja

Logam Paduan

Kulit

Kayu

5 - 6

4

4

6

9

7

8 - 12

7

8

9

12

10 - 15

16 – 20

10 – 15

12 – 16

15

15

20

(Sumber: Khurmi dan Gupta, 2005)

sij = suts / angka faktor keamanan (2.26)

dimana, Tegangan Ijin : sij Tegangan Tarik Maksimum : suts

Untuk nilai Faktor Keamanan (Safety Factor) kuningan pada pembebanan

statis sebesar “6”, pembebanan dinamik sebesar “9” dan pembebanan Kejut sebesar

“15” (Khurmi, 2005). Untuk mengetahui batang tumpuan dapat menahan beban

unbalance yang terjadi, perlu diketahui nilai dari Tegangan lentur yang terjadi (sb)

kemudian dibandingkan dengan Tegangan yang di ijinkan (sij). Angka faktor

keamanan yang digunakan untuk beban dinamik adalah 9. Untuk nilai tegangan

tarik maksimum (suts) sebesar 250 MPa.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41532/3/BAB II.pdfkedua ujung-ujung tumpuan, berdasarkan hukum hooke's yang banyak diketahui besarnya gaya pegas sebanding dengan defleksi

26

sij = 250 MPa

9 (2.27)

sij = 27,77 MPa

Bila tegangan yang terjadi nilainya lebih kecil dari tegangan ijin (sb <

sij), maka beban unbalance di ijinkan untuk diletakkan pada batang uji dari bahan

kuningan.