Top Banner
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola siklus hidrologi merupakan bagian dari lingkaran gerak perubahan air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) baik itu sebagai curah hujan, penguapan, infiltrasi, perkolasi, aliran air permukaan maupun aliran air tanah. Proses perubahan air dalam siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan kondisi geografi suatu DAS. Kondisi iklim yang mempengaruhi siklus hidrologi pada suatu DAS dilakukan pengukuran dengan peralatan hidroklimatologi untuk mengetahui dan mengamati iklim spesifik suatu DAS. Peralatan hidroklimatologi tersebut mengamati cuaca seperti kondisi kecepatan angin, temperatur, kelembaban, penyinaran matahari, curah hujan dan penguapan. Letak geografis, jenis tanah, kondisi tutupan lahan serta aktifitas manusia pada suatu DAS juga mempengaruhi kondisi pola aliran permukaan pada DAS tersebut. Peralatan hidrometri mengukur pola aliran permukaan untuk kebutuhan dan kepentingan aktivitas manusia yang hidup diatas permukaan suatu DAS dalam rangka bersinergi dengan kondisi alam. Kondisi alam meliputi kondisi yang cenderung dianggap statis, seperti letak geografi dan jenis tanah, sedangkan kondisi yang cenderung dianggap dinamis meliputi iklim dan tata guna lahan, akan tetapi karena perubahan tata guna lahan cenderung berangsung lambat perubahannya, maka sering dikelompokkan kedalam kondisi alam yang cenderung statis. 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Berdasarkan PP No 37 tentang Pengelolaan DAS Pasal 1, Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Pola sungai menentukan bentuk suatu DAS. Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang mengalir menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti
15

BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

Mar 17, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pola siklus hidrologi merupakan bagian dari lingkaran gerak perubahan air pada

suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) baik itu sebagai curah hujan, penguapan, infiltrasi,

perkolasi, aliran air permukaan maupun aliran air tanah. Proses perubahan air dalam

siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan kondisi geografi suatu DAS.

Kondisi iklim yang mempengaruhi siklus hidrologi pada suatu DAS dilakukan

pengukuran dengan peralatan hidroklimatologi untuk mengetahui dan mengamati iklim

spesifik suatu DAS. Peralatan hidroklimatologi tersebut mengamati cuaca seperti kondisi

kecepatan angin, temperatur, kelembaban, penyinaran matahari, curah hujan dan

penguapan.

Letak geografis, jenis tanah, kondisi tutupan lahan serta aktifitas manusia pada

suatu DAS juga mempengaruhi kondisi pola aliran permukaan pada DAS tersebut.

Peralatan hidrometri mengukur pola aliran permukaan untuk kebutuhan dan kepentingan

aktivitas manusia yang hidup diatas permukaan suatu DAS dalam rangka bersinergi

dengan kondisi alam. Kondisi alam meliputi kondisi yang cenderung dianggap statis,

seperti letak geografi dan jenis tanah, sedangkan kondisi yang cenderung dianggap

dinamis meliputi iklim dan tata guna lahan, akan tetapi karena perubahan tata guna lahan

cenderung berangsung lambat perubahannya, maka sering dikelompokkan kedalam

kondisi alam yang cenderung statis.

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Berdasarkan PP No 37 tentang Pengelolaan DAS Pasal 1, Daerah Aliran Sungai

yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung,

menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut

secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai

dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Pola sungai menentukan bentuk suatu DAS. Bentuk DAS mempengaruhi waktu

konsentrasi air hujan yang mengalir menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

6

semakin singkat waktu konsentrasi yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi

banjir yang terjadi. Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang

diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Menurut

Sosrodarsono dan Takeda (2003) berdasarkan perbedaan debit banjir yang terjadi, bentuk

DAS dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu:

1. DAS berbentuk bulu burung

DAS ini memiliki bentuk yang sempit dan memanjang, dimana anak sungai (sub

DAS) mengalir memanjang di sebelah kanan dan kiri sungai utama. Umumnya

memiliki debit banjir yang kecil tetapi berlangsung cukup lama karena suplai air

datang silih berganti dari masing-masing anak sungai.

2. DAS berbentuk radial

Sebaran aliran sungai membentuk seperi kipas atau menyerupai lingkaran. Anak-

anak sungai mengalir dari segala penjuru DAS dan tetapi terkonsentrasi pada satu

titik secara radial. Akibat dari bentuk DAS yang demikian, debit banjir yang

dihasilkan umumnya akan besar, dengan catatan hujan terjadi merata dan bersamaan

di seluruh DAS tersebut.

3. DAS berbentuk paralel

Sebuah DAS yang tersusun dari percabangan dua sub-DAS yang cukup besar di

bagian hulu, tetapi menyatu di bagain hilirnya. Masing-masing sub-DAS tersebut

dapat memiliki karakteristik yang berbeda, ketika terjadi hujan di kedua sub-DAS

tersebut secara bersamaan, maka akan berpotensi terjadi banjir yang relatif besar.

Gambar 2.1 Macam Bentuk DAS

(1) (2) (3)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

7

2.2 Curah Hujan Rerata Daerah

Curah hujan rerata daerah merupakan rata-rata dari hujan dari masing-masing pos

hujan yang terjadi dalam waktu yang sama. Perlunya menghitung curah hujan rerata

daerah adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan

pengendalian banjir (Sosrodarsono & Takeda, 2003).

Metode untuk menghitung curah hujan rerata daerah yang digunakan adalah

metode poligon thiessen. Metode ini dilakukan dengan menganggap bahwa setiap stasiun

hujan dalam suatu daerah mempunyai luas pengaruh tertentu dan luas tersebut merupakan

faktor koreksi bagi hujan stasiun menjadi hujan daerah yang bersangkutan. Cara membuat

poligon thiessen adalah menghubungkan semua stasiun hujan dengan garis lurus, lalu

tentukan garis sumbu tegak lurus dari garis penghubung antar stasiun hujan dan hitung

luas masing-masing poligon thiessen yang terbentuk untuk digunakan sebagai faktor

bobot dalam perhitungan curah hujan rata-rata. Cara ini paling umum digunakan

meskipun masih memiliki kekurangan karena tidak memasukkan pengaruh topografi.

Metode poligon thiessen dapat dilihat pada Persamaan 2.1.

P = A

AiPin

i

1

……………………………………(2.1)

Dengan:

P = curah hujan rata-rata wilayah atau daerah (mm)

Ai = luas wilayah pengaruh dari stasiun pengamatan ke-i (km2)

Pi = besarnya curah hujan yang tercatat pada stasiun ke-i (mm)

A = luas total wilayah pengamatan (km2)

Gambar 2.2 Metode Poligon Thiessen

(Sumber: CD. Soemarto, 1993)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

8

2.3 Kelengkapan Data Hujan

Kesalahan alat ukur, keterlambatan penggantian kertas dan tinta pencatat dan

kelalaian petugas pembaca stasiun dapat menyebabkan data hujan tidak lengkap. Data

hujan yang hilang dapat diperoleh dari data – data hujan dari stasiun yang berdekatan

sehingga data hujan yang digunakan dalam analisa menjadi lengkap. Salah satu cara untuk

mengisi data hujan yang hilang adalah cara resiprokal atau biasa disebut kuadrat jarak

yang dapat dhitung menggunakan Persamaan 2.2.

𝑃𝑥 = ∑

𝑃𝑖

𝑑𝑥𝑖2

∑1

𝑑𝑥𝑖2

…………………...........……………..(2.2)

Dengan:

𝑃𝑥 = data hujan yang hilang pada stasiun X (mm)

Pi = besarnya curah hujan yang tercatat pada stasiun ke-i (mm)

𝑑𝑥𝑖 = jarak dari pos X ke pos i (km)

2.4 Evapotranspirasi Acuan (ETo)

Evapotranspirasi acuan (ETo) adalah besarnya kehilangan air akibat penguapan &

proses transpirasi dari tanaman hipotetik (teoritis) yaitu dengan ciri ketinggian 12 cm,

tahanan dedaunan yang ditetapkan sebesar 70 det/m dan albedo (pantulan radiasi) sebesar

0,23, mirip dengan evapotranspirasi dari tanaman rumput hijau yang luas dengan

ketinggian seragam, tumbuh subur, menutup tanah seluruhnya dan tidak kekurangan air

(Smith, 1991 dalam Weert, 1994). Menentukan besarnya nilai ETo dapat dihitung

berdasarkan data klimatologi. Yang perlu diperhatikan, bahwa perkiraan ETo rata-rata

untuk DAS lebih kompleks, karena ragam kondisi dalam suatu DAS dapat jauh berbeda.

Evapotranspirasi acuan (ETo) dalam program HEC-HMS dihitung secara

otomatis berdasarkan data klimatologi yang diinputkan. Data klimatologi yang dipakai

harus berpasangan waktu. Data klimatologi yang diperlukan dalam menghitung

evapotranspirasi acuan metode Penman-Monteith pada program HEC-HMS sebagai

berikut:

1. Temperatur rata-rata (°C)

Menyatakan besarnya suhu rata-rata dalam satu hari, dimana didapat berdasarkan

rata-rata suhu maksimum dan suhu minimum pada hari tersebut.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

9

2. Kelembaban udara (%)

Menyatakan besarnya jumlah air yang terkandung di udara (kebasahan udara).

3. Kecepatan angin (km/jam)

Menyatakan besarnya laju pergerakan angin sebagai akibat pergerakan angin dari

tekanan tinggi ke tekanan rendah. Kecepatan angin biasa dinyatakan dalam satuan

knot. Konversi diperlukan karena satuan kecepatan angin di dalam program HEC-

HMS adalah km/jam. Kecepatan angin 1 knot setara dengan 1,852 km/jam.

4. Lama penyinaran matahari (jam)

Menyatakan durasi matahari menyinari permukaan bumi dalam satu hari. Biasa

diukur menggunakan alat yang bernama Campell Strokes. Lama penyinaran

matahari dilihat berdasarkan panjang kertas yang terbakar pada alat Campbell

Strokes.

Rumus yang digunakan untuk menghitung evapotranspirasi acuan adalah rumus

Penman-Monteith, yang pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan dikembangkan

menjadi rumus FAO Penman-Monteith (Anonim, 1999) yang diuraikan pada Persamaan

2.3.

ETo =

2

2

34.01

273

9004080

u

eeuT

GRnΔ. as

…………………….(2.3)

Dengan:

ETo = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)

Rn = Radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari)

G = Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari)

T = Temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC)

u2 = Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s)

es = Tekanan uap jenuh (kPa)

ea = Tekanan uap aktual (kPa)

= Kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC)

= Konstanta psychrometric (kPa/oC)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

10

2.5 Deskripsi Model HEC-HMS

Program HEC-HMS sendiri merupakan program komputer untuk menghitung

transformasi hujan dan proses routing pada suatu sistem DAS. Model ini dapat digunakan

untuk menghitung volume runoff, direct runoff, baseflow dan channel flow. Software ini

dikembangkan oleh Hydrologic Engineering Centre (HEC) dari US Army Corps of

Engineers. Proses runoff berdasarkan model HEC-HMS ditunjukan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Diagram Proses Runoff

(Sumber: USACE, 2000)

Berdasarkan diagram proses runoff diatas, debit aliran sungai berasal dari:

1. Direct precipitation, curah hujan yang turun langsung di atas permukaan air.

2. Overlandflow, aliran permukaan atau limpasan langsung yang mencapai sungai setelah

mengalami pengalihragaman di permukaan lahan, seperti penguapan, dan infiltrasi.

3. Interflow, sebagian air hujan yang terinfiltrasi ke dalam lapisan tanah yang relatif

dangkal atau tanah tak jenuh air yang kemudian mengalir keluar;

4. Baseflow, air hujan yang terinfiltrasi mengalami proses perkolasi yang kemudian

mengalir keluar sebagai air tanah. Aliran mencapai sungai dalam waktu yang cukup

lama.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

11

Pemodelan hidrologi dengan menggunakan HEC-HMS terdiri dari beberapa

metode. Beberapa metode yang digunakan oleh HEC-HMS dalam pemodelan yang

dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Komputasi & Model HEC-HMS

Komputasi Model yang dilakukan

Volume Runoff Initial & Constant Rate

SCS Curve Number (CN)

Gridded SCS CN

Green and Ampt

Deficit and Constant Rate

Soil Moisture Accounting (SMA)

Gridded SMA

Direct runoff (overlandflow dan interflow) User-spesified Unit Hydrograph

Clark's UH

Snyder's UH

SCS UH

Modclark

Kinematic wave

Baseflow Constant monthly Volume Runoff

Exponential recession

Linier reservoir

Channel flow kinematic wave Kinematic wave

Lag

Modified Puls

Muskingum

Muskingum-Cunge Standard Section

Muskingum-Cunge-8 point Section

(Sumber: USACE, 2000)

Komputasi dan metode yang dipilih dalam pemodelan ini adalah sebagai berikut:

1. Volume Runoff

Beberapa parameter yang berpengaruh dalam menentukan volume runoff adalah

kapasitas kanopi maksimum, kapasitas permukaan dan kehilangan air pada sub DAS.

Batasan untuk tiap parameter adalah sebagai berikut:

a. Kapasitas Kanopi Maksimum: Metode Simple Canopy

Kapasitas kanopi maksimum merupakan jumlah maksimum air yang dapat

disimpan sebelum jatuh ke permukaan tanah, nilai ini didapat dengan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

12

menyesuaikan penggunaan lahan dengan nilai kapasitas kanopi maksimum yang

dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kapasitas Kanopi Maksimum

Tipe Vegetasi Kapasitas Kanopi Maksimum

(mm)

Spesies vegatasi yang tidak diketahui

langsung 1,270

Rumput dan pohon yang berganti daun 2,032

Pohon jenis konifera 2,540

(Sumber: USACE, 2000)

b. Kapasitas Permukaan: Metode Simple Surface

Kapasitas permukaan merupakan jumlah maksimum air yang dapat ditampung

dipermukaan tanah sebelum menjadi limpasan permukaan, nilai kapasitas

permukaan ini diperoleh berdasarkan nilai kemiringan dan penggunaan lahan

yang disesuaikan dengan Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Standard Depression Storage

Deskripsi Kemiringan

(%) Kapasitas Permukaan (mm)

Kedap air (Aspal) Tidak tentu 3,2 – 6,4

Curam > 30 1

Datar menuju sedang 5-30 12,7 – 6,4

Datar 0-5 50,8

(Sumber: Bennet, 1998)

c. Kehilangan air pada Sub DAS: Metode Soil Moisture Accounting (SMA)

1) Laju infiltrasi dan perkolasi maksimum

Dalam model SMA, laju perkolasi antara kapasitas profil tanah dan lapisan

air tanah atau antara dua lapisan air tanah tergantung pada volume sumber

dan lapisan penerima. Laju infiltrasi maksimum merupakan batas atas laju

meresapnya air dari kapasitas permukaan ke dalam tanah. Sementara itu,

perkolasi tanah maksimum merupakan batas atas laju meresapnya air dari

lapisan zona lengas tanah (unsaturated zone) ke dalam akuifer (saturated

zone). Nilai ini didapatkan dari Tabel 2.4.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

13

Tabel 2.4 Karakteristik Tekstur Tanah

Tekstur

Kapasitas Air

Efektif

(mm/mm)

Laju Infiltrasi

Minimum

(mm/jam)

Kelas

SCS

Pasir 8,89 210,06 A

Lempung berpasir 7,87 61,21 A

Pasir berlempung 6,35 25,91 B

Lempung 4,83 13,21 B

Lempung berdebu 4,42 6,86 C

Lempung liat berpasir 3,56 4,32 C

Liat berlempung 3,56 2,29 D

Lempung liat berdebu 2,79 1,52 D

Liat berpasir 2,29 1,27 D

Liat berdebu 2,29 1,02 D

Liat 2,03 0,51 D

(Sumber: Rawls et al, 1982)

2) Kapasitas tanah (soil storage)

Kapasitas tanah merupakan total ketersediaan air di profil tanah. Parameter ini

dihitung dengan mengalikan nilai porositas tanah dengan kedalaman tanah.

Nilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Porositas Tanah

Tekstur Tanah Porositas

Pasir 0,437

Lempung berpasir 0,437

Pasir berlempung 0,453

Lempung 0,463

Lempung berdebu 0,501

Lempung liat berpasir 0,398

Liat berlempung 0,464

Lempung liat berdebu 0,471

Liat berpasir 0,43

Liat berdebu 0,479

Liat 0,475

(Sumber: Rawls et al, 1982)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

14

3) Kapasitas tegangan tanah (tension storage)

Kapasitas tegangan tanah adalah porsi dari profil tanah yang kehilangan air

hanya akibat dari evapotranspirasi. Nilainya didapat dengan uji sampel tanah

di lapangan.

4) Laju perkolasi GW1 & GW 2 (GW1 & GW2 percolation rate)

Nilai parameter ini sama dengan parameter infiltrasi tanah dan perkolasi tanah.

5) Koefisien GW1 & GW2 (jam)

Koefisien GW1 & GW2 menurut Ahbari et al (2017) didapatkan melalui

Persamaan 2.4 berikut:

𝑆𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝐶𝑜𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑡 = −1

𝐿𝑛 (𝐾𝑟) ……………………..(2.4)

Dengan:

Kr = konstanta resesi yang bernilai 0,9

6) GW1 & GW2 Storage (mm)

Penentuan GW1 & GW2 storage dapat dilakukan dengan memberikan nilai

acak untuk kemudian dilakukan kalibrasi atau dapat juga dengan

mempertimbangkan ketebalan zona akuifer.

2. Direct Runoff: Metode SCS UH

Transformasi curah hujan menjadi overlandflow dan interflow digambarkan melalui

hidrograf SCS UH. Pada program HEC–HMS, hidrograf SCS UH dengan parameter

utama yang dibutuhkan adalah tenggang waktu (time lag). Nilai time lag berbeda -

beda tiap sub DAS. Time lag dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.5.

385,077,001947,06,0 xSxLxtp ………………………….(2.5)

Dengan:

tp = Time lag (menit)

L = Panjang lintasan maksimum (m)

S = Kemiringan rata–rata

Selain dengan rumus diatas, time lag dapat pula dihitung dengan mempertimbangkan

nilai curve number berdasarkan tata guna lahannya. Nilai curve number didapatkan

melalui analisis data penggunaan lahan dan tekstur tanah. Setiap tekstur tanah

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

15

tersebut selanjutnya dilakukan klasifikasi kelompok hidrologinya (Hydrological Soil

Group) berdasarkan Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Nilai Curve Number

No Deskripsi Kelompok Hidrologi Tanah

A B C D

1 Hutan

25

35

25

55

58

55

70

72

70

77

78

77

2 Padang rumput 36 60 73 78

3 Kawasan industri dan parkiran kedap air 90 93 94 94

4 Kawasan perumahan 60 74 83 87

5 Lahan terbuka 72

77

82

86

88

91

90

94

6 Lahan pertanian tertutup tanaman 52 68 79 84

7 Lahan pertanian 64 75 83 87

8 Badan air 98 98 98 98

(Sumber: Ragan & Jackson, 1980)

Menghitung besarnya nilai Time Lag juga dapat menggunakan Persamaan 2.6.

5,07,0

8.0

14104

86,222540

SCN

CNLTL …………………......(2.6)

Dengan:

TL = Time lag (jam)

L = Panjang Sungai (km)

S = Kemiringan Sungai

CN = Curve number

3. Baseflow Constant Monthly: Metode Exponential Recession

Initial Discharge merupakan nilai aliran dasar awal yang dapat dihitung atau dari

data observasi, Recession Constant adalah nilai rasio antara aliran yang terjadi

sekarang dan kemarin secara konstan yang memiliki nilai 0 sampai 1. Sedangkan

Treshold Flow adalah nilai ambang pemisah aliran limpasan dan aliran dasar. Nilai

recession constant untuk baseflow berkisar antara 0,8 – 0,98 (USACE,2000).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

16

4. Channel Flow Kinematic Wave: Metode Lag

Penelusuran aliran pada pemodelan menggunakan metode Lag. Diperlukan data

initial type dan lag time dalam menit. Initial type dimodelkan bahwa debit saluran

adalah debit yang telah dihitung masuk ke dalam saluran tersebut. Sementara untuk

time lag dihitung menggunakan metode Snyder seperti pada Persamaan 2.7.

3.0)(LxLcCtxtp ………………………………...(2.7)

Dengan:

tp = Time lag (menit)

Ct = Koefisien (0,75 < Ct < 3)

L = Panjang sungai dari titik kontrol hingga titik batas DAS hulu ( km )

Lc = Panjang sungai dari titik kontrol hingga titik berat DAS (km)

2.6 Uji Hasil Pemodelan

Uji hasil pemodelan dilakukan pada proses kalibrasi model berdasarkan hasil

pemodelan menurut kondisi awal parameter yang ditentukan. Proses kalibrasi

menggunakan data debit observasi dan beberapa pengujian. Pengujian yang dilakukan

antara lain uji visual grafik dan uji statistik Nash & Sutcliffe. Sementara Visual FDC

hanya untuk mengetahui kecocokan penggunaan model.

1. Uji Visual Grafik

Uji secara kasat mata apakah dari grafik yang diperoleh dari hasil pemodelan

memiliki pola yang menyerupai dengan data observasi.

2. Uji Statistik Nash & Sutcliffe

Uji statistik Nash & Sutcliffe untuk menentukan keberhasilan atau verifikasi yang

dapat diaplikasikan pada semua titik estimasi model yang dapat dihitung

berdasarkan Persamaan 2.8.

N

i

N

i

QQi

QiiQ

NASH

1

2

1

2

)(

)ˆ(

1 ………………………………...(2.8)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

17

Dengan:

iQ̂ = Debit simulasi pemodelan pada langkah waktu (m3/s)

Qi = Debit observasi pada langkah waktu (m3/s)

Q = Rata-rata debit observasi (m3/s)

Nilai Nash & Sutcliffe memiliki range antara - ∞ sampai dengan 1. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Motovilov et al (1999), Nash & Sutcliffe memiliki

beberapa kriteria seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Kriteria Nilai Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE)

Nilai Nash & Sutcliffe Efficiency (NSE) Interpretasi

NSE > 0,75 Baik

0,36 < NSE < 0,75 Memuaskan

NSE < 0,36 Tidak Memuaskan

(Sumber: Motovilov et al, 1999)

3. Uji Visual Flow Duration Curve (FDC)

Flow Duration Curve (FDC) merupakan kurva yang menjelaskan hubungan

antara probabilitas kejadian debit dengan nilai debit. Perbandingan antara FDC

hasil pemodelan dan data observasi, hanya untuk mengetahui model tersebut

cocok untuk banjir atau cocok untuk debit alokasi air irigasi.

2.7 Kalibrasi dan Verifikasi Model

2.7.1 Kalibrasi

Kalibrasi model menurut Vase, et al (2011) merupakan suatu proses

mengoptimalkan atau secara sistematis menyesuaikan nilai parameter model untuk

mendapatan satu set parameter yang memberikan estimasi terbaik dari debit sungai yang

diamati. Dalam penelitian ini, pada tahap kalibrasi dilakukan pemilihan seri data

terpanjang antara data debit, data hujan dan data iklim yang berpasangan untuk mencari

parameter dengan cara coba-coba. Parameter yang dipilih untuk coba-coba, disesuaikan

rangenya untuk tiap komponen. Selama proses kalibrasi dilakukan, perlu adanya

pengecekan kriteria statistik yaitu nilai Nash & Sutcliffe Efficiency (NSE) sebagai

indikator bagus hasil kalibrasi yang dihasilkan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

18

2.7.2 Verifikasi Model

Verifikasi model menurut Pechlivanidis, et al (2011) merupakan suatu proses

setelah tahap kalibrasi selesai dilakukan yang berfungsi untuk menguji kinerja model

pada data diluar periode kalibrasi. Kinerja model biasanya lebih baik selama periode

kalibrasi dibandingkan dengan verifikasi, fenomena seperti ini disebut dengan divergensi

model.

2.8 Penelitian Terkait Sebelumnya

Dalam laporan tugas akhir ini terdapat literatur tentang penelitian terkait

sebelumnya berupa jurnal yang dijadikan acuan pelaksanaan penelitian dalam tugas akhir

ini. Dalam jurnal yang ditulis oleh Gufrion Elmart Sitanggang mahasiswa Jurusan Teknik

Sipil-FT UR Kampus Bina Widya yang berjudul “Pemodelan Hujan-Debit Pada Sub

Daerah Aliran Sungai Menggunakan Program Bantu HEC-HMS (Studi Kasus Pada Kanal

Duri)”, dimana pemodelan dilakukan pada Kanal Duri dengan Sub DAS yang dibagi

menjadi 29 sub DAS, dengan luas total 448,4624 km2. Metode yang digunakan dalam

pemodelan yaitu Loss Model menggunakan Soil Conservation Service (SCS) Curve

Number yang mempertimbangkan tata guna lahan, Transform menggunakan metode SCS

Unit Hydrograph, Baseflow menggunakan metode exponential recession dimana nilai

rasio memiliki nilai 0 sampai 1 dan Routing model menggunakan metode Muskingum.

Berdasarkan hasil dari pemodelan HEC-HMS pada tahun 2002 didapat Qp sebesar 1627,3

m3/dt, hasil ini dikalibrasi dengan metode HSS Nakayasu dan didapat Qp sebesar 1669,32

m3/dt yang diakibatkan oleh hujan sebesar 150 mm. Sedangkan untuk tahun 2012

pemodelan HEC-HMS didapat Qp sebesar 1231,7 m3/dt, hasil ini dikalibrasi dengan

metode HSS Nakayasu dan didapat Qp sebesar 1193,55 m3/dt yang diakibatkan oleh

hujan sebasar 107,5 mm. Hasil dari keduanya menunjukkan nilai yang hampir mendekati,

namun demikian keduanya mempunyai waktu puncak (tp) yang berbeda.

Jurnal lain yang dijadikan referensi yaitu jurnal yang ditulis oleh Nur Azizah

Affandy mahasiswa S2 MRSA Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS yang berjudul “Pemodelan

Hujan-Debit Menggunakan Model HEC-HMS Di Das Sampean Baru”, dimana

permodelan hujan-debit diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air di suatu

wilayah DAS. Model hujan-debit dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan

mengevaluasi debit sungai melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan yang

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/506/5/05 BAB 2 222015128.pdfNilai porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Porositas Tanah Tekstur Tanah Porositas Pasir

19

ada. Dalam studi ini DAS Sampean Baru dibagi menjadi 10 sub DAS dengan luas total

718,896 km2 dengan outlet AWLR Kloposawit. Dalam studi ini menggunakan metode

SCS SN untuk volume limpasan, metode SCS untuk hidrograf satuan dan metode

konstanta bulanan untuk baseflow. Hasil dari pemodelan tahun 2003-2007 ini, didapatkan

besarnya debit puncak adalah sebesar 101,4 m3/det yang diakibatkan hujan yang terjadi

pada tanggal 28 Februari 2003, sedangkan debit puncak dilapangan sebesar 242,78 m3/det

yang diakibatkan hujan yang terjadi pada tanggal 27 Februari 2003. Analisa kalibrasi

dengan metode RMSE pada tahun 2005 memberikan nilai RMSE terkecil 3,7 sedangkan

dengan metode Nash tahun 2006 memberikan nilai terkecil -0,2 dengan parameter

karakteristik DAS Sampean baru yang berpengaruh adalah : Nilai CN, Initial Loss,

Imperviousness, Time lag dan Muskingum Routing nilai K dan nilai X.