12 BAB II TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE, PEMAHAMAN KONSEP GEOMETRI, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE A. Tingkat Berpikir Van Hiele Sepasang suami istri kebangsaan Belanda, yaitu Pierre dan Dina Van Hiele, masing-masing berprofesi sebagai guru sekolah menengah di Montessori yang mengabdi di negaranya, sangat menaruh perhatian terhadap kesulitan siswa dalam mempelajari geometri. Pada tahun 1957, mereka berhasil mempertahankan disertasi tentang pengajaran geometri. Berdasar hasil penelitian, mereka menemukan beberapa fakta, antara lain: tingkat-tingkat berpikir siswa belajar geometri, tahap-tahap pembelajaran dalam geometri dan sifat-sifat atau karakter yang berkaitan dengan tingkat-tingkat berpikir siswa dalam geometri. Pierre dan Dina Van Hiele,(1959), Crowley,(1987: 2-3), Clements dan Battista (1992) dan Ikhsan, (2008:13). mengemukakan bahwa dalam belajar geometri, seseorang akan melalui lima tingkatan hierarkis. Lima tingkatan tersebut adalah level 1 (visualization), level 2 (analysis), level 3 (abstraction), level 4(deduction), dan level 5 (rigor). Siswa yang didukung dengan pengalaman pengajaran yang tepat, akan melewati lima tingkatan tersebut, di mana siswa tidak dapat mencapai satu tingkatan pemikiran tanpa melewati tingkatan sebelumnya. Setiap tingkat
43
Embed
BAB II TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE GEOMETRI, KOMUNIKASI ...a-research.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0705310_chapter2(1).pdf · tingkat ini siswa belum dapat memahami hubungan antara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE, PEMAHAMAN KONSEP
GEOMETRI, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN
GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE
A. Tingkat Berpikir Van Hiele
Sepasang suami istri kebangsaan Belanda, yaitu Pierre dan Dina Van
Hiele, masing-masing berprofesi sebagai guru sekolah menengah di Montessori
yang mengabdi di negaranya, sangat menaruh perhatian terhadap kesulitan siswa
dalam mempelajari geometri.
Pada tahun 1957, mereka berhasil mempertahankan disertasi tentang
pengajaran geometri. Berdasar hasil penelitian, mereka menemukan beberapa
fakta, antara lain: tingkat-tingkat berpikir siswa belajar geometri, tahap-tahap
pembelajaran dalam geometri dan sifat-sifat atau karakter yang berkaitan dengan
tingkat-tingkat berpikir siswa dalam geometri.
Pierre dan Dina Van Hiele,(1959), Crowley,(1987: 2-3), Clements dan
Battista (1992) dan Ikhsan, (2008:13). mengemukakan bahwa dalam belajar
geometri, seseorang akan melalui lima tingkatan hierarkis. Lima tingkatan
tersebut adalah level 1 (visualization), level 2 (analysis), level 3 (abstraction),
level 4(deduction), dan level 5 (rigor).
Siswa yang didukung dengan pengalaman pengajaran yang tepat, akan
melewati lima tingkatan tersebut, di mana siswa tidak dapat mencapai satu
tingkatan pemikiran tanpa melewati tingkatan sebelumnya. Setiap tingkat
13
menunjukkan kemampuan berpikir yang digunakan seseorang dalam belajar
konsep geometri.
Level 1: Visualisasi, tingkat ini sering disebut pengenalan (recognition).
Pada tingkat ini, siswa sudah mengenal konsep-konsep dasar geometri, yaitu
bangun-bangun sederhana seperti persegi, segitiga, persegipanjang, jajar genjang
dan lain-lain. Siswa mengenal suatu bangun geometri sebagai keseluruhan
berdasarkan pertimbangan visual, ia belum menyadari adanya sifat-sifat dari
bangun geometri itu. Misalnya, seorang siswa sudah mengenal persegi dengan
baik, apabila ia sudah bisa menunjukkan atau memilih persegi dari sekumpulan
benda-benda geometri lainnya.
Level 2: Analisis, pada tingkat ini, siswa sudah memahami sifat-sifat
konsep atau bangun geometri berdasarkan analisis informal tentang bagian dan
atribut komponennya. Misalnya, siswa sudah mengetahui dan mengenal sisi-sisi
berhadapan pada sebuah persegipanjang adalah kongruen, panjang kedua
diagonalnya kongruen dan memotong satu sama lain sama panjang. Tetapi pada
tingkat ini siswa belum dapat memahami hubungan antara bangun-bangun
geometri, misalnya persegi adalah juga persegipanjang, persegipanjang adalah
jajar genjang.
Level 3: Deduksi Informal, tingkat ini sering disebut pengurutan
(ordering) atau abstraksi. Pada tahap ini, siswa mengurut secara logis sifat-sifat
konsep, membentuk definisi abstrak dan dapat membedakan himpunan sifat-sifat
yang merupakan syarat perlu dan cukup dalam menentukan suatu konsep. Pada
tingkat ini siswa sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri, misalnya
14
persegi adalah persegipanjang, persegipanjang adalah jajar genjang, persegi
adalah belah ketupat, belah ketupat adalah jajar genjang.
Level 4: Deduksi, pada tingkat ini, cara berpikir deduktif siswa sudah
mulai berkembang, tetapi belum maksimal. Dapat memahami pentingnya
penalaran deduksi. Geometri adalah ilmu deduktif. Karena itu pengambilan
kesimpulan, pembuktian teorema, dan lain-lain harus dilakukan secara deduktif.
Misalnya, mengambil kesimpulan bahwa jumlah sudut-sudut sebuah segitiga
adalah 1800; hal ini belum tuntas apabila hanya dilakukan dengan cara induktif,
seperti memotong-motong sudut-sudut benda segitiga dan menunjukkan bahwa
ketiga sudutnya itu membentuk sebuah sudut lurus. Namun harus
membuktikannya secara deduktif, contohnya dengan menggunakan prinsip
kesejajaran. Pada tingkat ini siswa sudah memahami pentingnya unsur-unsur yang
tidak didefinisikan, aksioma, definisi dan teorema. Walaupun siswa belum
mengerti mengapa hal tersebut dijadikan aksioma atau teorema.
Level 5: Rigor, pada tingkat ini, siswa sudah dapat memahami pentingnya
ketepatan dari hal-hal yang mendasar. Misalnya, ketepatan dari aksioma-aksioma
yang menyebabkan terjadi Geometri Euclides dan apa itu Geometri non-Euclides.
Tingkat ini merupakan tingkat berpikir yang kedalamannya serupa dengan yang
dimiliki oleh seorang ahli matematika
Dua implikasi dari Teori Van Hiele (Crowley; 1987) yang menjadi
perhatian dalam pembelajaran adalah:
1. Seorang siswa tidak dapat berjalan lancar pada suatu tingkat dalam
pembelajaran yang diberikan tanpa penguasaan konsep pada tingkat
15
sebelumnya yang memungkinkan siswa untuk berpikir secara intuitif di setiap
tingkat terdahulu.
2. Apabila tingkat pemikiran siswa lebih rendah dari bahasa pengajarannya,
maka ia tidak akan memahami pengajaran tersebut.
Karakteristik dan Deskriptor Tingkatan berpikir Van Hiele
Karakteristik tingkatan-tingkatan berpikir dalam Teori Van Hiele yang
disampaikan oleh Crowley (1987: 4) adalah sebagai berikut:
1. Tingkatan tersebut bersifat rangkaian/berurutan
2. Tiap tingkatan memiliki simbol dan bahasa tersendiri
3. Apa yang implisit pada satu tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatan
berikutnya
4. Bahan yang diajarkan pada siswa di atas tingkatan pemikiran mereka akan
dianggap sebagai reduksi tingkatan.
5. Kemajuan dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung
kepada pengalaman belajar, bukan kematangan atau usia.
6. Seseorang melangkah melalui berbagai tahapan dalam menjalani satu
tingkatan ke tingkatan berikutnya.
7. Pelaku belajar tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa
melalui tingkatan sebelumnya.
8. Peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa
sebagai sesuatu yang krusial.
Sedangkan yang dimaksud deskriptor tingkatan berpikir Van Hiele, Fuys
(dalam Ikhsan, 2008: 21-22) mengungkapkan bahwa “Deskriptor tingkatan Van
16
Hiele dan contoh respon siswa untuk ke lima tingkatan, yaitu visualisasi, analisis,
deduktif informal (abstraksi), deduksi dan rigor, dapat dikembangkan.”
Berdasarkan tingkatan berpikir geometri siswa sekolah dasar yang dibahas
dalam penelitian ini, maka untuk kepentingan penelitian ini, penulis mengadopsi
deskriptor tingkatan berpikir Van Hiele untuk tiga tingkatan saja, yaitu visualisasi,
analisis, dan deduktif informal sebagai berikut:
Level 1: Visualisasi
Siswa mengidentifikasi, menamai, membandingkan dan mengoperasikan
gambar dan bentuk geometri, seperti segitiga, sudut, garis sesuai dengan
penampakannya.
1. Siswa mengidentifikasi bangun berdasarkan penampakannya secara utuh:
a. Dalam gambar sederhana, diagram, atau seperangkat guntingan; dalam
posisi yang berbeda;
b. Dalam bentuk dan konfigurasi lain yang lebih kompleks.
2. Siswa melukis, menggambar, atau menjiplak bangun.
3. Siswa memberi nama atau memberi label bangun dan konfigurasi geometri
lainnya dan menggunakan nama dan label yang sesuai secara baku atau tidak
baku yang sesuai.
4. Siswa membandingkan dan menyortir bangun berdasarkan penampakan
bentuknya yang utuh.
5. Secara verbal siswa mendeskripsikan bangun dengan penampakannya secara
utuh.
17
6. Siswa menyelesaikan soal rutin dengan mengoperasikan (menerapkan) pada
bangun dengan tidak menggunakan sifat-sifat yang diterapkan secara umum.
Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele adalah pembelajaran
yang dalam bagian kegiatan inti dilaksanakan tahap Van Hiele yang terdiri atas 5
tahap, yaitu: tahap informasi, tahap orientasi terpandu, tahap ekplisitasi, tahap
orientasi bebas, dan tahap integrasi.
30
Van Hiele (1986) menyatakan bahwa kemajuan dari satu tingkat berpikir
ke tingkatan berikutnya melibatkan ke lima tahap tersebut. Peran guru dalam
pembelajaran dan ketepatan bahasa yang digunakan guru menjadi faktor yang
sangat penting dalam keberhasilan Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van
Hiele.
Ada beberapa karakter pada tahap pembelajaran Van Hiele, sebagai
berikut:
1. Rangkaian urutan (Sequential)
Dengan memperhatikan tingkat berpikir Geometri siswa yang harus maju dari
satu tingkat ke tingkat berikutnya, maka para pengajar dapat menyusun
langkah pembelajaran sesuai dengan tingkat berpikir Geometri siswa.
2. Pengembangan (Advancement)
Kemajuan tingkat berpikir Geometri siswa dari satu tingkat ke tingkat
berikutnya, sangat tergantung pada hasil pembelajaran dengan lima tahap
pembelajaran Van Hiele, bukan tergantung pada usia. Tidak ada metode
pembelajaran yang memperbolehkan siswa untuk melompati tingkatan
berikutnya tanpa melalui tingkat sebelumnya.
3. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik (Intrinsic and Extrinsic)
Objek dan sifat-sifatnya yang dipahami pada satu tingkat menjadi objek pada
tingkat berikutnya. Pada tingkat 1 (Visualisasi) hanya sosok bentuk yang
dipahami. Sosok bentuk tersebut dipertimbangkan oleh sifat-sifatnya tetapi
tidak kepada tingkat Analisis, sosok bentuk tersebut di analisis sehingga tiap
komponen dan stfat-sifatnya ditemukan pada tingkat berikutnya.
31
4. Kebahasaan (Linguistics)
Setiap tingkat berpikir Geometri mempunyai lambang dan bahasa masing-
masing, mempunyai sistem hubungan antar lambang itu. Hubungan yang
benar pada satu tingkat, mungkin dimodifikasi pada tingkat yang lain.Sebagai
contoh, sebuah bentuk bangun datar mungkin memiliki lebih dari satu nama
(kelas), sebuah persegi adalah juga persegipanjang (dan juga merupakan
jajargenjang).
5. Ketaksepadanan (Mismatch)
Jika siswa berada pada satu tingkat berpikir Geometri tertentu, dan
pembelajaran pada tingkat yang lain, minat dan kemajuan belajar mungkin
tidak akan terjadi. Secara khusus, terutama jika guru, bahan ajar, kosa kata dll,
berada pada tingkat yang lebih tinggi dari pembelajaran, siswa tidak akan
dapat mengikuti proses berpikir yang sedang digunakan.
Contoh Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele
Dalam bahasan ini, akan diuraikan contoh Pembelajaran Geometri
Berbasis Teori Van Hiele untuk tingkat 1 (Visualisasi) dan tingkat 2 (Analisis),
pada siswa sekolah dasar kelas V dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan
pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi geometri dengan materi segi
empat (persegi dan persegipanjang) dan segitiga (berdasar ukuran panjang sisi dan
ukuran besar sudut).
Pembelajaran untuk tingkat 1 (Visualisasi), dengan materi persegi dan
persegipanjang
32
Tahap 1: Informasi
Dikondisikan terjadi percakapan/ dialog antara guru dan siswa, pertanyaan
dimunculkan dengan tujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang
materi yang akan dibahas (persegi dan persegipanjang).
Kegiatan yang dilakukan antara lain pemberian beberapa pertanyaan dari
guru, misalnya:
1. Apakah anak-anak sudah tahu atau pernah mendengar tentang persegi atau
persegipanjang?
2. Adakah benda atau barang di ruangan ini yang berbentuk persegi atau
persegipanjang?
3. Tunjukkan benda yang berbentuk persegi atau persegipanjang di ruangan ini!
Pada bagian ini guru harus sudah mempunyai gambaran apakah anak-anak
sudah paham tentang persegi dan persegipanjang. Jika anak belum paham,
dilanjutkan dengan menunjukkan beragam bangun-bangun geometri datar segi
empat dan segitiga dalam berbagai ukuran dan warna. Siswa menelaah bangun-
bangun geometri yang ditunjukkan oleh guru sehingga siswa fokus kepada materi
yang akan dibahas, yaitu persegi dan persegipanjang.
Kemudian guru menyampaikan lagi beberapa pertanyaan, seperti,
tunjukkan dari bangun-bangun geometri yang anak-anak telaah tersebut, mana
yang berupa persegi, mana persegipanjang?
Tahap 2: Orientasi terpandu
Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah guru berikan
kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk
33
menunjukkan mana yang dimaksud persegi atau persegipanjang, dengan
pertanyaan sebagai berikut: anak-anak coba tunjukkan ke ibu/bapak, mana yang
dimaksud dengan persegi? Coba tunjukkan lagi mana yang dimaksud
persegipanjang?
Guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam kelompoknya, yaitu:
1. Membandingkan persegi dan persegipanjang.
2. Mengukur sisi-sisi dari persegi dan sisi-sisi persegipanjang.
3. Menggambar dengan cara menjiplak persegi dan persegipanjang.
4. Mengidentifikasi persegi dan persegipanjang.
Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa
sudah memahami konsep persegi dan persegipanjang dari berbagai kegiatan yang
sudah dilakukan.
Tahap 3: Eksplisitasi
Siswa diminta untuk mengajukan konsep persegi dan persegipanjang yang
sudah dipahami pada tahap 2 dengan menggunakan kata-kata sendiri berdasar
tampilan bentuk. Misalnya, persegi adalah segi empat yang bentuknya mirip tegel,
atau persegi adalah segiempat yang sisinya lebih pendek dibanding sisi-sisi
persegipanjang, atau persegi adalah tetap persegi meskipun ukuran, letak dan
warna berubah. Sementara persegipanjang adalah segiempat yang bentuknya
seperti pintu, atau persegipanjang adalah segiempat yang sisi-sisinya lebih
panjang dibanding sisi-sisi persegi.
Guru membimbing untuk menggunakan kosakata yang baik dan benar,
mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan (misalnya, sifat khusus dari
34
persegi dan persegipanjang berdasarkan tampilannya). Pada tahap ini kemampuan
komunikasi geometri siswa lanjutan dari tahap 2, baik lisan maupun tulisan dapat
dikembangkan.
Tahap 4: Orientasi Bebas
Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami
konsep persegi dan persegipanjang, misalnya dengan melakukan pengukuran,
menggambar, merubah posisi, membandingkan dengan bangun geometri yang lain
dan menyebutkan sifat-sifat dari persegi dan persegipanjang berdasar tampilan,
bukan sifat-sifat yang diterapkan secara umum (misalnya, persegi itu tetap persegi
meskipun ukuran, warna, posisi berubah).
Tahap 5: Integrasi
Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ ringkasan tentang
persegi dan persegipanjang, setelah proses orientasi bebas. Misalnya, ringkasan
tentang sifat persegi dan persegipanjang berdasarkan tampilan atau pembandingan
dan telaahan bangun-bangun geometri yang disediakan.
Setelah menyelesaikan setiap proses tahapan Van Hiele dari tahap 1
sampai tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan,
dalam hal ini untuk tingkat berpikir Geometri Visualisasi tentang persegi dan
persegipanjang.
Pembelajaran untuk tingkat 1 (Visualisasi ), dengan materi Segitiga berdasar
ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut
35
Tahap 1: Informasi
Dikondisikan terjadi percakapan/dialog antara guru dan siswa, pertanyaan
dimunculkan dengan tujuan menggali pengetahuan awal siswa tentang materi
yang akan dibahas (Segitiga berdasar ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut).
Kegiatan yang dilakukan adalah, guru memberikan beberapa pertanyaan,
misalnya:
1. Apakah anak-anak sudah tahu atau pernah mendengar tentang segitiga?
2. Adakah benda atau barang di ruangan ini yang berbentuk segitiga? Coba
tunjukkan!
Pada bagian ini guru harus sudah mempunyai gambaran apakah anak-anak
sudah paham tentang segitiga? Jika anak belum paham, dilanjutkan dengan
menunjukkan beragam bangun-bangun geometri datar segiempat dan segitiga
dalam berbagai ukuran dan warna, siswa menelaah bangun-bangun geometri yang
ditunjukkan oleh guru sehingga siswa fokus pada materi yang akan dibahas yaitu,
segitiga berdasar ukuran panjang sisi (segitiga samasisi, samakaki dan sebarang)
dan segitiga berdasar ukuran besar sudut (segitiga siku-siku, segitiga lancip dan
segitiga tumpul).
Kemudian guru menyampaikan lagi beberapa pertanyaan, misalnya, ”coba
anak-anak, tunjukkan dari bangun-bangun geometri yang ditelaah tersebut, mana
yang dimaksud segitiga samasisi, dan yang mana segitiga samakaki? Coba
tunjukkan kepada Ibu/ bapak, yang mana segitiga siku-siku?” Dan seterusnya.
Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru
kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk
36
menunjukkan yang mana segitiga dengan pertanyaan seperti, ”anak-anak, coba
tunjukkan kepada ibu/bapak, mana bangun segitiga? Coba tunjukkan juga mana
yang merupakan segitiga samasisi?”
Guru juga harus meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam
kelompoknya, yaitu:
1. Membandingkan bangun segitiga dan bukan segitiga
2. Mengukur sisi-sisi dari segitiga samasisi dan segitiga samakaki menggunakan
penggaris dan mengukur besar sudut dari segitiga siki-siku dan bukan segitiga
siku-siku dengan busur-derajat atau dengan kertas yang dilipat.
3. Menggambar dengan cara menjiplak berbagai segitiga.
4. Mengidentifikasi berbagai bangun segitiga (berdasar ukuran panjang sisi dan
besar ukuran sudut).
Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa
telah memahami konsep segitiga secara umum atau tidak.
Tahap 2: Orientasi Terpandu
Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru
kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk
menunjukkan bangun yang berbentuk segitiga dan bukan segitiga, dengan
pertanyaan seperti, ”anak-anak, coba tunjukkan kepada ibu/bapak, mana yang
merupakan bangun segitiga? Coba tunjukkan juga mana yang bukan segitiga?
Guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam kelompoknya, yaitu:
1. Membandingkan bangun segitiga dan bukan segitiga.
37
2. Mengukur segitiga berdasar sisi (segitiga samasisi, samakaki dan sebarang)
dan mengukur besar sudut antara segitiga siki-siku, lancip dan segitiga
tumpul.
3. Menggambar dengan cara menjiplak segitiga dan bukan segitiga.
4. Mengidentifikasi segitiga samasisi, samakaki dan segitiga sebarang, juga
segitiga siku-siku, lancip dan segitiga tumpul.
Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa
sudah memahami konsep segitiga dan bukan segitiga dari berbagai kegiatan yang
sudah dilakukan.
Tahap 3: Eksplisitasi
Siswa mengajukan konsep segitiga samasisi, samakaki, sebarang, juga
segitiga lancip, tumpul dan siku-siku, dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Guru membimbing untuk menggunakan kosakata yang baik dan benar,
mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan (misalnya, sifat khusus dari
segitiga samasisi dan segitiga siku-siku berdasarkan tampilannya).
Pada tahap ini kemampuan komunikasi matematika siswa, baik secara
lisan maupun tulisan dapat dikembangkan.
Tahap 4: Orientasi Bebas
Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami
konsep segitiga samasisi, samakaki, sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan
siku-siku, misal menyebutkan sifat-sifat dari segitiga samasisi, samakaki,
sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan siku-siku, berdasar tampilan, bukan
38
sifat-sifat yang diterapkan secara umum (misalnya, segitiga samakaki itu tetap
samakaki meskipun ukuran, warna, posisinya berubah).
Tahap 5: Integrasi
Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ringkasan tentang
segitiga samasisi, samakaki dan segitiga sebarang, juga segitiga lancip, tumpul
dan segitiga siku-siku, setelah proses orientasi bebas. Misal ringkasan tentang
sifat segitiga samakaki dan segitiga siku-siku berdasarkan tampilan atau
pembandingan dan hasil telaahan pada bangun-bangun geometri yang disediakan.
Setelah menyelesaikan setiap proses tahap Van Hiele dari tahap 1 sampai
tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan tingkat
berpikir Geometri Visualisasi tentang konsep segitiga berdasar ukuran panjang
sisi dan ukuran besar sudut.
Pembelajaran untuk tingkat 2 (Analisis), dengan materi persegi dan
persegipanjang
Tahap 1: Informasi
Menciptakan situasi dialog mengenai sifat khusus persegi dan
persegipanjang dengan beberapa pertanyaan yang disampaikan guru. Misalnya,
apa yang kalian tahu tentang bangun persegi? Apa yang kalian tahu tentang
bangun persegipanjang? Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan pemahaman konsep persegi dan persegipanjang yang dimiliki
siswa.
39
Guru menyediakan beragam bangun-bangun geometri datar dari berbagai
ukuran dan warna, siswa diminta untuk menelaah dan menganalisis, dan
mengidentifikasi bagian-bagian bangun persegi dan persegipanjang sehingga
siswa fokus pada materi yang akan dibahas, yaitu persegi dan persegipanjang.
Tahap 2: Orientasi Terpandu
Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru
kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, guru memandu siswa untuk
mengungkapkan hasil identifikasi dan pengklasifikasian persegi dan
persegipanjang berdasar sifat khusus dari masing-masing bangun tersebut.
Guru juga mengajukan beberapa pertanyaan seperti, adakah perbedaan
antara ukuran panjang sisi-sisi persegi dengan ukuran panjang sisi-sisi
persegipanjang? Coba tunjukkan bangun geometri yang sudah diamati
(diidentifikasi) anak-anak.
Siswa dipandu dalam kelompok kecil untuk mengidentifikasi dan
menelaah ulang sifat khusus yang sama dan yang berbeda di antara persegi dan
persegipanjang.
Tahap 3: Eksplisitasi
Guru memastikan siswa sudah memiliki pemahaman tentang sifat-sifat
khusus persegi dan persegipanjang dari hasil identifikasi, klasifikasi bentuk-
bentuk geometri yang disediakan (misal semua sisi persegi berukuran sama
panjang, sedangkan sisi persegipanjang tidak sama panjang hanya yang
berhadapan sama panjang).
40
Siswa mencoba mengekspresikan/mengomunikasikan pemahaman tentang
konsep persegi dan persegipanjang hasil analisis sifat-sifat khusus dengan
menggunakan kata-kata mereka sendiri.
Guru membimbing siswa untuk menggunakan kosakata yang baik dan
benar, mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan. Misalnya, sisi-sisi
berhadapan pada persegipanjang sama panjang, semua sudut persegi dan
persegipanjang masing-masing berukuran 90o.
Pada tahap ini kemampuan komunikasi matematika siswa, baik secara
lisan maupun tulisan dapat dikembangkan.
Tahap 4: Orientasi Bebas
Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami
konsep persegi dan persegipanjang dengan menganalisis sifat-sifat khusus dari
bentuk-bentuk geometri yang disediakan. Misalnya:
1. Membandingkan persegi dan persegipanjang dengan merujuk pada kesamaan/
perbedaan sisi dan sudutnya.
2. Membuat daftar ciri-ciri atau sifat-sifat dari semua segi empat, tetapi tidak
dapat menjelaskan bahwa persegi itu adalah persegipanjang.
Tahap 5: Integrasi
Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ ringkasan tentang
persegi dan persegipanjang setelah proses orientasi bebas. Misalnya, ringkasan
tentang sifat khusus persegi dan persegipanjang melalui pembandingan dan
telaahan bangun-bangun geometri yang disediakan.
41
Setelah menyelesaikan setiap proses tahapan Van Hiele dari tahap 1
sampai tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan.
Dalam hal ini untuk tingkat berpikir Geometri Analisis tentang konsep persegi
dan persegipanjang.
F. Aktivitas Siswa dan Guru pada Pembelajaran Geometri Berbasis Teori
Van Hiele
Aktivitas siswa pada pembelajaran Geometri Berbasis teori Van Hiele
dimaknai sebagai aktivitas fisik dan mental dalam belajar. Dikemukakan
Leikin(Ikhsan,2008) , aktivitas fisik maupun mental dalam pembelajaran di
klasifikasikan menjadi dua yaitu; aktivitas aktif dan aktivitas pasif. Dalam
penelitian ini kedua aktivitas tersebut meliputi; a) menjawab pertanyaan yang
diajukan guru saat terjadi dialog, b) memberikan penjelasan dalam
mengungkapkan konsep secara lisan maupun tulisan c) mengajukan pertanyaan
d) melakukan pengamatan terhadap benda-benda dalam pemahaman konsep. e)
membuat rangkuman konsep yang dipelajari f) mendengarkan informasi dan b)
membaca.
Aktivitas siswa pada setiap tahap pembelajaran berbasis teori Van Hiele
memiliki aktivitas tertentu yang berbeda dengan aktivitas siswa pada tahap tahap
yang lain. Aktivitas siswa dan guru yang mungkin muncul dalam pembelajaran
geometri berbasis teori Van Hiele, secara rinci disajikan dalam tabel 2.1 berikut
ini.
42
Tabel 2.1 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Geometri
berbasis teori Van Hiele
No. Tahap
Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
1. Informasi a. Dialog dengan siswa dan mengajukan pertanyaan untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang konsep yang akan dipelajari
b. Menyampaikan tujuan pembelajaran
c. Menyiapkan alat peraga
a. Menjawab pertanyaan yang diajukan guru tentang konsep yang akan dipelajari
b. Mengikuti sajian informasi c. Mengelompokkan diri
dengan kelompoknya
2. Orientasi Terpandu
a. Membenahi alat peraga untuk diamati oleh siswa
b. Mengarahkan siswa untuk melakukan pengamatan terhadap alat peraga (melakukan pengukuran, mengutak-atik, menggambar, dan berdiskusi).
c. Mengarahkan siswa mengerjakan LKS
d. Mengecek hasil kerja siswa
a. Melakukan pengamatan terhadap alat peraga (melakukan pengukuran, mengutak-atik, menggambar, dan berdiskusi) untuk memahami konsep.
b. Mengerjakan LKS c. Berdiskusi hasil kerja
kelompok 3. Eksplisitasi a. Membimbing siswa dalam
memahami konsep yang dipelajari
b. Mendorong siswa untuk mengungkapkan konsep yang dipelajari secara lisan dengan kata-kata sendiri
c. Membimbing siswa untuk menggunakan kosakata yang benar, relevan, dalam mengungkapkan konsep secara lisan
a. Diskusi dalam kelompok untuk memahami konsep dengan menggunakan fasilitas alat peraga
b. Mengungkapkan konsep yang dipelajari secara lisan dengan kata-kata sendiri
c. Menggunakan istilah, kosakata yang benar dan relevan dalam mengungkapkan konsep yang dipelajari
4. Orientasi Bebas
Mengarahkan siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam memahami konsep dengan menggunakan fasilitas alat peraga (melakukan pengukuran, menggambar, mengubah posisi, dan membandingkan) dan mengungkapkan konsep itu secara lisan dan tulisan
Melakukan pengukuran menggambar, mengubah posisi, membandingkan, dalam memahami konsep yang dipelajari dengan menggunakan alat peraga.
5. Integrasi Mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman konsep yang dipelajari dengan mengungkapkan secara tertulis
Membuat rangkuman konsep yang dipelajari secara tertulis
6. Evaluasi Menganalisis hasil kerja siswa (LKS dan tes)
Siswa mengerjakan tes
43
G. Pembelajaran Matematika Dalam Pandangan Konstruktivistik serta
keterkaitannya dengan Tahap Pembelajaran Van Hiele
Pandangan konstruktivistik pada dasarnya menekankan bahwa
pengetahuan harus dibangun oleh siswa sendiri secara aktif berdasarkan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh karena itu belajar menurut
pandangan ini merupakan proses aktif mengkonstruksi, mengasimilasikan dan
menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai
siswa sebelumnya (Suparno, 1997: 61). Pandangan konstruktivistik ini sejalan
dengan tahap pembelajaran Geometri menurut teori Van Hiele yang terdapat pada
tahap 1 (Informasi) yang mempunyai tujuan mempelajari pengetahuan
sebelumnya yang dimiliki siswa tentang konsep yang dipelajari sehingga siswa
mengetahui arah belajar selanjutnya.
Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Ini merupakan proses
menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada
dalam pikiran mereka, Shymansky (dalam Suparno, 1997: 62). Jadi siswa harus
punya pengalaman dengan memanipulasi objek, mencari jawaban dan
memecahkan masalah, karena pengetahuan itu tidak dapat diperoleh dari
membaca atau mendengarkan orang bicara, tetapi dibentuk dari tindakan
seseorang terhadap suatu objek. Piaget (dalam Suparno, 1997, dalam Hudoyo
1988) mengemukakan bahwa struktrur kognitif yang dimiliki seorang individu
karena proses asimilasi dan akomodasi.
Perolehan pengalaman atau pengetahuan seorang siswa dari proses
asimilasi dan akomodasi tertanam dalam benak siswa sesuai dengan skemata yang
44
dimilikinya. Karena itu belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan
skemata, sehingga matematika yang terdiri dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip
terkait satu sama lain tidak sekedar tersusun hirarkis. Selanjutnya mengajar
menurut pandangan konstruktivistik bukanlah kegiatan memindahkan
pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan
siswa membangun sendiri pengetahuannya. Jadi mengajar dalam konteks ini
adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya
berpikir sendiri (Glaserfeld, dalam Suparno 1997: 65).
Pengajar (guru) berperan sebagai mediator, fasilitator dan motivator yang
membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik, membantu agar siswa
mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret.
Fungsi mediator, fasilitator dan motivator menurut Suparno (1997: 66) dapat
dijabarkan dalam tugas sebagai berikut.
1. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang mendorong
keingintahuan siswa.
2. Menyediakan sarana yang membuat siswa berpikir secara produktif.
Penjabaran fungsi mediator dan fasilitator tersebut, sesuai dengan tahap
pembelajaran Van Hiele yang berada pada tahap 2 (Orientasi Terpandu) tahap 3
(Eksplisitasi), tahap 4 (Orientasi bebas) dan tahap 5 (Integrasi). Pada tahap
tersebut siswa diberi kesempatan untuk mengamati, mengutak atik objek dalam
hal ini alat peraga yang disediakan guru dan siswa diberi kesempatan untuk
berbagi persepsi tentang objek yang diamatinya dengan memngekspresikan secara
lisan dan secara tulisan menggunakan keterampilan bahasanya sendiri,
45
merepresentasikan konsep dengan berbagai cara, dan diberi kesempatan untuk
membuat rangkuman konsep yang dipelajari. Sejalan pula dengan pendapat
Hudoyo (1998: 8) bahwa lingkungan belajar dalam pandangan konstruktivistik
perlu diupayakan untuk menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa, mengintegrasikan pembelajaran dengan
situasi yang realistik denga melibatkan pengalaman konkret, mengintegrasikan
pembelajaran sehingga terjadi interaksi dengan lingkungannya dan memanfaatkan
berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran
menjadi lebih efektif.
Kamii (dalam Dahar, 1988: 193) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran di Sekolah Dasar dalam pandangan konstruktivisme sebagai berikut. 1. Siapkan benda-benda nyata untuk digunakan siswa. 2. Memilih pendekatan yang sesuai dalam memperhatikan benda-benda
nyata. 3. Perkenalkan kegiatan yang layak, menarik, dan berilah siswa
kebebasan untuk menolak saran-saran guru. 4. Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah dan
pemecahannya. 5. Anjurkan siswa untuk saling berinteraksi. 6. Hindari istilah-istilah teknis dan tekankan berpikir. 7. Anjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri. 8. Perkenalkan ulang materi dan kegiatan yang sama.
Cara individu mengkonstruksi pengetahuan ada dua pandangan yang
dikemukakan Matthews (dalam Suparno, 1997), yaitu pandangan konstruktivisme
psikologis dan sosiologis. Dalam membangun pengetahuan, seorang individu
didasarkan pada perkembangan psikologis, hal tersebut menurut pandangan
konstruktivisme psikologis. Sedangkan pandangan konstruktivisme sosiologis,
membangun pengetahuan didasarkan pada hubungan sosial.
46
Piaget sebagai pengembang konstruktivisme psikologis personal
menyatakan bahwa individu dalam mengkonstruksi pengetahuan lebih
menekankan kepada keaktifan individu. Sedangkan Vygotsky, sebagai
pengembang konstruktivisme psikologis sosial menyatakan bahwa individu dalam
mengkonstruksi pengetahuan lebih menekankan kepada hubungan individu
dengan lingkungan sosial. Dari dua pandangan tersebut diduga akan mempercepat
proses pengkonstruksian pengetahuan. Artinya ketika individu mengkonstruksi
pengetahuan, mereka difasilitasi dengan kondisi sehingga keaktifan dan kesiapan
individu secara psikologis terpenuhi. Disamping itu dalam proses belajar
mengkonstruk pengetahuan individu, didukung oleh lingkungan sosial sehingga
tercipta interaksi sosial antara individu yang satu dengan yang lain dalam
kelompok nya.
Implikasi dari beberapa pendapat di atas tentang pandangan
konstruktivisme, maka penulis memperhatikan beberapa hal dalam penyusunan
perangkat pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran geometri berbasis teori
Van Hiele sebagai berikut :
1. Menyediakan pengalaman belajar yang sesuai dengan pengetahuan yang
dimiliki siswa.
2. Mengaitkan pembelajaran denga pengetahuan awal siswa
3. Menyiapkan pertanyan terbuka tentang konsep
4. Menyediakan berbagai alat peraga untuk membantu terjadi berbagai alternatif
pengalaman belajar
5. Menyediakan masalah untuk dikerjakan dengan berbagai cara.
47
6. Menyediakan lingkungan belajar yang mendorong terjadi interaksi dan
kerjasama antara siswa, berbagi persepsi tentang konsep, dan meng-
ekspresikan secara lisan atau tertulis konsep.
H. Penelitian-penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan mengukur atau mengembangkan
kemampuan pemahaman konsep dengan pembelajaran tahap Van Hiele
dilaporkan oleh peneliti berikut ini :
1. Penelitian Clements dan Battista (1992)
Penelitian Clements dan Battista (1992) melaporkan bahwa, sedikit sekali
anak-anak yang mempelajari bentuk-bentuk geometri sejak pra-sekolah hingga
sekolah menengah. Sebagai contoh, anak-anak pra-sekolah dalam penelitiannya
mengidentifikasi segitiga dengan persentase kebenaran sebesar 60 persen.
Pada studi yang dilakukan pada anak SD dengan tugas yang sama, skor
yang mereka raih bervariasi, mulai dari 64 persen bagi anak TK hingga 81 persen
bagi anak kelas enam. Demikian pula dengan skor anak pra-sekolah yang sebesar
54 persen untuk persegipanjang, dan skor siswa SD bervariasi dari 63 persen
hingga 68 persen.
Clements dan Battista menyimpulkan hasil wawancara dengan siswa
sekolah dasar tentang bentuk geometri adalah sebagai berikut:
a. Lingkaran, anak-anak mampu mengidentifikasi lingkaran dengan akurat,
meski anak yang usianya di bawah enam tahun lebih sering menyebut
lingkaran sebagai bentuk elips. Terlepas dari pengecualian tersebut (hanya 4
48
persen pada tugas yang kami berikan), guru pra sekolah dapat mengasumsikan
bahwa kebanyakan anak mengetahui sesuatu tentang lingkaran.
b. Persegi, identifikasi anak-anak atas persegi hampir sama akuratnya dengan
mengidentifikasi lingkaran (87 persen pada tugas yang kami berikan), meski
anak-anak pra-sekolah lebih sering menyebut belah ketupat yang non-persegi.
Namun, mereka sama akuratnya dengan anak anak di atas usianya dalam
memberi label atau menyebut nama persegi.
c. Segitiga, anak-anak kurang akurat dalam mengidentifikasi segitiga (60
persen). Mereka menyebut segitiga dengan sisi kurva dan menolak segitiga
yang terlalu panjang, dibengkokan, atau mengerucut ke atas. Beberapa anak
yang berusia tiga tahun bisa menerima bentuk yang sama seperti segitiga.
d. Persegipanjang, rata-rata akurasi anak dalam mengidentifikasi
persegipanjang juga rendah (54 persen). Anak cenderung menyebut
persegipanjang sebagai paralelogram panjang atau trapezoid. Jadi, bayangan
anak tentang persegipanjang adalah gambar dengan empat sisi yang memiliki
dua sisi paralel yang panjang dan sudut yang lancip.
Hanya sedikit anak yang berusia tiga atau empat tahun yang tak
memahami persegipanjang atau segitiga.
Kesimpulan dari hasil penelitian Clements dan Battista (1992), bahwa
pembelajaran Geometri dengan tahap Van Hiele, siswa SD memahami
(mengidentifikasi) segitiga, persegipanjang dan persegi , berturut-turut mencapai
81%, 68% dan 87%.
49
2. Penelitian Der-bang Wu dan Hsiu-lan Ma (2005)
Penelitian Der-bang Wu dan Hsiu-lan Ma (2005), menghasilkan Study of
the Geometric Concepts of Elementary School Students Van Hiele Level one.
Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki konsep-konsep geometri siswa sekolah
dasar pada tingkat satu pemikiran geometri Van Hiele.
Penelitian ini menghasilkan beberapa penemuan, yaitu:
a. Lebih mudah bagi siswa untuk mengidentifikasi garis lurus dan/atau kurva
disebabkan oleh pembedaan yang jelas.
b. Siswa mengalami kesulitan dalam penilaian gambar-gambar berputar karena
konsep-konsep arah dan posisi.
c. Pengidentifikasian lingkaran adalah yang paling mudah bagi siswa, berikutnya
segi tiga. Bangun bersisi empat dianggap sebagai yang paling sulit.