BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Simpang Jalan Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan memencar meninggalkan simpang. Pada jalan raya dikenal tiga macam pertemuan jalan yaitu : pertemuan sebidang (at grade intersection), pertemuan tidak sebidang (interchange), persimpangan jalan (grade separation without ramps). Pertemuan sebidang dapat menampung arus lalu-lintas baik yang menerus maupun yang membelok sampai batas tertentu. Jika kemampuan menampung arus lalu-lintas tersebut telah dilampaui akan tampak dengan munculnya tanda- tanda kemacetan lalu-lintas. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Simpang Jalan
Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa
pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan
memencar meninggalkan simpang. Pada jalan raya dikenal tiga macam pertemuan
jalan yaitu : pertemuan sebidang (at grade intersection), pertemuan tidak sebidang
(interchange), persimpangan jalan (grade separation without ramps). Pertemuan
sebidang dapat menampung arus lalu-lintas baik yang menerus maupun yang
membelok sampai batas tertentu. Jika kemampuan menampung arus lalu-lintas
tersebut telah dilampaui akan tampak dengan munculnya tanda-tanda kemacetan
lalu-lintas.
1
Gambar 2.1 Tipe-tipe Persimpangan (Miller dalam Odgen & Bennet, 1982)
Di dalam persimpangan tipe 4 lengan (cross intersection) terdapat 32 titik
konflik lalu-lintas, sementara persimpangan tipe ‘T’ (T-intersection) terdapat 9
titik konflik lalu-lintas. Titik konflik itu sendiri adalah gerakan-gerakan lalu-lintas
yang datang dari jalan-jalan yang saling berpotongan. Gambar 2.2 berikut ini
melukiskan titik-titik konflik kedua tipe persimpangan tersebut:
Gambar 2.2 Titik-titik Konflik Lalu-lintas di Persimpangan (Miller dalam Odgen
& Bennet,1982)
2.2 Simpang Bersinyal
Simpang bersinyal adalah simpang yang dikendalikan oleh sinyal lalu-
lintas. Sinyal lalu-lintas adalah semua peralatan pengatur lalu-lintas yang
menggunakan tenaga listrik, rambu dan marka jalan untuk mengarahkan atau
2
memperingatkan pengemudi kendaraan bermotor, pengendara sepeda, atau pejalan
kaki (Oglesby dan Hick, 1982).
Simpang-simpang bersinyal yang merupakan bagian dari sistem kendali
waktu tetap yang dirangkai atau 'sinyal aktuasi kendaraan' terisolir, biasanya
memerlukan metoda dan perangkat lunak khusus dalam analisanya. Walau
demikian masukan untuk waktu sinyal dari suatu simpang yang berdiri sendiri
dapat diperoleh dengan menggunakan manual.
2.3 Kondisi dan Karakteristik Lalu-lintas
Menurut MKJI 1997, nilai arus lalu-lintas (Q) mencerminkan komposisi
lalu-lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp).
Semua nilai arus lalu-lintas (per-arah dan total) diubah menjadi satuan mobil
penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp),
yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan sebagai berikut:
1. Kendaraan Ringan/LV adalah kendaraan bermotor ber as dua dengan 4
roda dan dengan jarak as 2,0 - 3,0 m;
2. Kendaraan Berat/HV adalah kendaraan bermotor dengan lebih dari 4
roda;
3. Sepeda Motor/MC adalah kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda;
4. Kendaraan Tak Bermotor/UM adalah kendaraan dengan roda yang
digerakkan oleh orang atau hewan meliputi sepeda, gerobak, becak
dayung;
3
5. Ekivalen mobil penumpang adalah faktor dari berbagai tipe kendaraan
sehubungan dengan keperluan waktu hijau untuk keluar masuk antrian
apabila dibandingkan dengan sebuah kendaraan ringan (untuk mobil
penumpang dan kendaraan ringan yang stastisnya sama, emp=1,0)
Adapun mengenai kondisi dan karakteristik Geometri sesuai Manual
Kapasitas Jalan Indonesia, (MKJI 1997) sebagai berikut :
1. Pendekat adalah daerah dari suatu lengan simpang jalan untuk kendaraan
mengantri sebelum keluar melewati garis henti.(bila gerakan lalu-lintas kekiri
atau kekanan dipisahkan dengan pulau lalu-lintas, sebuah lengan simpang
jalan dapat mempunyai dua pendekat).
2. Lebar pendekat adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur
dibagian tersempit disebelah hulu.
3. Lebar masuk adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur pada
garis henti.
4. Lebar keluar adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang
digunakan oleh lalu-lintas buangan setelah melewati persimpangan jalan.
5. Lebar efektif adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang
digunakan dalam perhitungan kapasitas (dengan pertimbangan terhadap
WA,WMASUK dan WKELUAR dan gerakan lalu-lintas membelok).
Suatu arus arus lalu-lintas dapat dikatakan lancar apabila arus lalu-lintas
tersebut dapat melewati suatu ruas jalan atau simpang tanpa mengalami hambatan
4
atau gangguan, sehingga pada jaringan jalan tersebut tidak mengalami masalah
lalu-lintas. Masalah lalu-lintas yang timbul di jalan raya dapat disebabkan oleh
banyak faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi serta keamanan perjalanan di
jalan raya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan masalah tersebut secara garis
besar yaitu:
1. Faktor jalan (fisik).
2. Faktor lalu-lintas (kendaraan).
3. Faktor manusia (pengemudi dan pemakai jalan).
4. Fasilitas jalan.
2.4 Simpang Sebidang Jalan Raya
Simpang yang dimaksud adalah simpang pada satu bidang antara dua jalur
atau lebih jalan raya. Pada daerah simpang ini terjadi gerakan membelok atau
memotong arus lalu-lintas lain (terlawan), dan arus lalu-lintas ini jenisnya sama
yaitu arus lalu-lintas jalan raya.
Dalam menentukan tempat persimpangan jalan, harus diingat karakteristik
pengemudi dan kendaraan, dan kemungkinan adanya kecelakaan serta
frekuensinya. Pengemudi sebaikknya hanya dihadapkan dengan satu keputusan
untuk tiap waktu. Daerah persimpang jalan yang luas memungkinkan terjadinya
“gerakan didaerah terbuka” harus dihindari dengan pemasangan pulau pengarah
agar jumlah pilahan rute semakin kecil.
Jarak pandang yang cukup diperlukan pengemudi agar dapat bergerak
secara aman ketika memasuki persimpangan jalan pada kecepatan tertentu. Hal ini
pertama-tama meliputi jarak pandangan pengemudi pada jalan ketika
5
mendekati,melintasi,dan sesudah melewati persimpang jalan (Oglesby dan Hick,
1982).
2.5 Simpang Sebidang dengan Pengaturan/Sinyal Signalized Intersection
Simpang ini adalah pertemuan atau perpotongan pada satu bidang antara
dua atau lebih jalur jalan raya dengan lalu-lintas masing-masing, dan pada titik-
titik simpang dilengkapi dengan lampu sebagai rambu-rambu lalu-lintas.
Penggunaan lampu lalu-lintas, bila dipasang dan dioperasikan dengan baik
akan memberikan keuntungan dalam pengelolaan dan keselamatan lalu-lintas.
Dengan adanya lampu lalu-lintas, daerah simpang bisa digunakan secara
bergiliran dengan pembagian beberapa fase bagi arus kendaraan yang lewat pada
tiap kaki simpang dan juga terlibatnya arus pejalan kaki yang akan menyeberang
jalan. Adanya pengaturan fase bagi arus lalu-lintas yang ada akan mengurangi
jumlah titik konflik di daerah simpang sehingga dapat mengurangi kemungkinan
akan terjadinya konflik atau benturan.
Meskipun demikian pemasangan lampu lalu-lintas tidak selamanya
memberikan pemecahan masalah lalu-lintas pada simpang. Diantaranya
dikarenakan oleh pembagian waktu sinyal lampu hijau dan lampu merah yang
tidak seimbang. Akibat yang kurang menguntungkan diantaranya yaitu:
1. Pada waktu arus lalu-lintas kecil akan menyebabkan penghambatan perjalanan
dan pemborosan bahan bakar.
2. Kecelakaan berupa tabrakan dari belakang bisa bertambah.
6
3. Jika pemasangan lampu kurang baik maka akan menyebabkan penghambatan
dan mengundang adanya pelanggaran lalu-lintas.
4. Ada kecenderungan untuk menghindari lampu lalu-lintas dengan melewati
rute yang lain.
2.6 Klasifikasi Jalan
Menurut MKJI 1997, jalan raya dibagi dalam kelas-kelas yang
penetapannya kecuali didasarkan pada fungsinya juga dipertimbangkan pada besar
volume serta sifat lalulintas pada pergerakan yang memotong aliran besar lalu
lintas kendaraan masing-masing jalur yang berpotongan. Volume lalulintas harus
dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (emp) yang besarnya menunjukkan
jumlah Lalulintas Harian Rata-rata (LHR) untuk kedua jurusan pada tabel 2.1
klasifikasi jalan berikut :
Tabel 2.2 klasifikasi jalan
Klasifikasi Kelas Lalulintas Harian Rata-rata (LHR) Dalam smp
Fungsi
Utama I > 20.000Sekunder I II A
6.000 s/d 20.000 II II B 1.500 s/d 8.000 II C
< 2.000 III III Penghubung
Sumber : MKJI 1997
7
2.7 Analisi simpang Bersinyal dengan MKJI 1997
Metodologi untuk analisa simpang bersinyal dengan MKJI 1997
didasarkan pada prinsip-prinsip utama sebagai berikut:
2.6.1 Kapasitas Simpang
Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian antara
kapasitas dasar (C0) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor-faktor
penyesuaian (F), dengan memperhitungkan pengaruh kon disi lapangan terhadap
kapasitas. Perkiraan kapasitas persimpangan dapat dihuting dengan persamaan
berikut (MKJI 1997) :
C = C0 x FW X FM x FCS x FRSU x FLT x FRT xFMI ..........................................(2.2)
Dimana :
C = Kapasitas
Co = Kapasitas Dasar (smp/jam)
FW = Faktor Penyesuaian
FM = Faktor penyesuaian median
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU = Faktor penyesuaian tipe lingkunagan jalan, hambatan samping dan
kendaraan tak bermotor
FLT = Faktor penyesuaian persen (%) belok kiri
FRT = Faktor penyesuaian persen (%) belok kanan
FMI = Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor
2.6.2 Derajat Kejenuhan
8
Derajat kejenuhan untuk seluruh simpang (DS), dihitung sebagai berikut :
Dtot= D x Q .............................................................................. (2.20)
Keterangan:
D : Tundaan rata-rata tiap pendekat
18
Q : arus lalu-lintas (smp/jam)
Untuk tundaan simpang rata-rata adalah :
D= Σ(Q x D)/ΣQ .................................................................. (2.21)
Keterangan:
D : Tundaan rata-rata tiap pendekat
Q : arus lalu-lintas (smp/jam)
2.7 Tingkat Pelayanan pada Persimpangan Bersinyal
Tamin dan Nahdalina (1990) dalam Tamin (2000) memberikan kriteria
tingkat pelayanan berdasarkan tundaan per kendaraan (dalam detik). Indeks
Tingkat Pelayanan yang diberikan adalah ITP A, B, C, D, E, dan F. Kriteria
tingkat pelayanan simpang bersinyal selengkapnya adalah seperti diperlihatkan
dalam Tabel 2.3
Tabel 2.3 Tingkat Pelayanan pada Simpang Bersinyal
ITP Tundaan per kendaraan (detik)
A ≤ 5,0
B 5,1 – 15,0
C 15,1 – 25,0
D 25,1 – 40,0
E 40,1 – 60,0
F > 60,0
19
Sumber: Tamin dan Nahdalina (1998) dalam Tamin (2000)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Survey
Lokasi penelitian ini dilakukan pada Simpang Empat bersinyal Kota
Lhokseumawe yang mempunyai empat lengan persimpangan. Persimpangan ini
adalah persimpangan bersinyal yang diatur dalam 3 Fase, Pada lengan bagian
utara merupakan Jalan Darussalam, pada lengan bagian selatan merupakan Jalan
Panglateh, pada lengan bagian barat merupakan Jalan Merdeka Barat, dan pada
lengan bagian timur merupakan Jalan Merdeka Timur. Untuk lebih jelasnya peta
lokasi survey ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut :
20
Gambar 3.1 Denah Lokasi Penelitian
3.2 Metode Pengumpulan Data
Dalam survei ini dilakukan survei penuh selama 3 hari, mulai pukul 06:30
WIB – 18:30 WIB pada hari kerja dan pada hari libur kerja tanggal 25,27 dan 30
Mei 2009. Dari survei ini akan diperoleh grafik fluktuasi arus lalu-lintas dan akan
ditentukan waktu survei primer, yaitu berdasarkan jam-jam puncak pagi, siang
dan sore. Sedangkan pada hari sabtu mewakili hari libur kerja.
Pada survei lalu-lintas ini pencatatan seluruh jenis kendaraan yang
melewati persimpangan jalan tersebut dengan interval waktu per 15 menit.
Pengambilan data arus lalu-lintas dilakukan secara manual, untuk mendapatkan
arus lalu-lintas dalam satuan mobil penumpang (smp), maka perlu dikalikan
dengan faktor konversi dari berbagai jenis kendaraan menjadi satuan mobil
penumpang. Nilai ekivalensi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 yaitu :
1. Kendaraan Ringan = 1
2. Kendaraan Berat = 1,3
3. Sepeda Motor = 0,3
3.2.1 Data Primer
21
Survey primer dilakukan pada jam-jam puncak pagi, siang dan sore. Data-
data yang diambil pada survei primer ini meliputi :
1. Data arus pergerakan lalu-lintas pada keempat lengan persimpangan;
Kendaraan keluar masuk
Kendaraan lambat
Dan kendaraan tak bermotor
Gambar 3.2 Jumlah arus lalu-lintas (kend/jam) tiap lengan persimpangan
2. Data geometrik persimpangan;
3. Data fase dan waktu sinyal;
22
LANGKAH A : DATA MASUKAN : Geometrik, Pengaturan lalu lintas dan kondisi lingkungan : kondisi arus lalu lintas
LANGKAH B : PENGGUNAAN SIGNAL: Fase Awal: Waktu antar hijau dan waktu hilang
LANGKAH C : PENENTUAN WAKTU SIGNAL: Tipe pendekat : Waktu antar hijau dan waktu hilang : Arus jenuh dasar : Faktor – faktor penyesuaian : Rasio arus/arus - jenuh : Waktu siklus dan waktu hijau
LANGKAH D : KAPASITASD-1 : KapasitasD-2 : Keperluan untuk perubahan
PERUBAHANUbah penentuan fase sinyal, lebar pendekat, aturan membelok dsb.
4. Data kelandaian;
5. Data pengamatan hambatan samping;
3.2.1 Data sekunder
Selain data primer yang diambil, juga dilakukan pengambilan data
sekunder. Data sekunder yang diambil berupa data jumlah penduduk Kota
Lhokseumawe.
3.3 Metode Pengolahan dan analisis Data
Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan metode MKJI 1997.
Hasil dari pengolahan data ini adalah nilai derajat kejenuhan, panjang antrian, dan
tundaan. Prosedur perhitungan dan analisa simpang bersinyal berdasarkan metode
MKJI 1997 digambarkan dalam Gambar 3.2.
23
Studi Pendahuluan
Pengumpulan Data
Data Primer: Survei Arus Lalu-LintasHambatan Samping,Median jalan Fase dan waktu siklusGeometrik simpang
Data Sekunder: Peta jaringan jalanPeta lokasi penelitianData Jumlah Penduduk
Pengolahan dan Analisis Data :Derajat KejenuhanPanjang Antrian
TundaanTingkat Pelayanan
Selesai
Gambar 3.2 Bagan Alir untuk Analisa Simpang Bersinyal (MKJI 1997)