38
BAB IITINJAUAN TEORI
2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan2.1.1Penggunaan LahanSecara umum,
lahan merupakan kesatuan berbagai sumberdaya daratan yang saling
berinteraksi membentuk suatu sistem struktural dan fungsional.
Sifat dan perilaku lahan ditentukan oleh macam sumberdaya yang
merajai dan macam intensitas interaksi yang berlangsung antar
sumberdaya. Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang mencakup
iklim, relief tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang sampai pada batas
tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan.Definisi lain
juga dikemukan oleh Widiatmaka, yaitu :"Lahan diartikan sebagai
lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan
vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang ada pengaruh terhadap
penggunaan lahan, termasuk didalamnya hasil kegiatan manusia dimasa
lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, permbersihan
vegetasi dan juga hasil yang merugikan seperti tersalinasi".
(Widiatmaka H, 2007:19)
Lahan merupakan tanah dengan segala ciri, kemampuan maupun
sifatnya beserta segala sesuatu yang terdapat diatasnya termasuk
didalamnya kegiatan manusia dalam memanfaatkan lahan. Lahan
memiliki banyak fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam
usaha meningkatkan kualitas hidupnya.Penggunaan lahan merupakan
setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik matelir maupun
spiritual Hal ini juga dikemukakan pula oleh Sitorus (2004:67)
yaitu:"Penggunaan lahan merupakan setiap bentuk campur tangan
manusia terhadap sumberdaya lahan baik yang sifatnya tetap atau
permanen atau merupakan daur (cyclic) yang bertujuan memenuhi
kebutuhan, baik kebutuhan materil maupun kebutuhan sepiritual atau
keduanya".
Setiap bentuk investasi (campur tangan) manusia terhadap lahan
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun
spiritual dapat dikatakan sebagai penggunaan lahan. Penggunaan
lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu
penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non
pertanian.Penggunaan lahan dibedakan dalam garis besar penggunaan
lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan,
dimanfaatkan atau yang terdapat diatas lahan tersebut. Berdasarkan
hal ini dapat dikenal macam-macam penggunaan lahan seperti tegalan,
sawah, kebun, hutan produksi, hutan lindung, dan lain-lain.
Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan menjadi
lahan permukiman, industi dan lain-lain.
2.1.2 Hubungan Lahan dan Aktivitas IndustriLahan Pertanian
adalah lahan yang digunakan untuk usaha produksi bahan makanan
utama seperti beras, palawija (jagung, kacang-kacangan dan
ubi-ubian), dan tanaman holtikultura seperti sayur-sayuran.Beberapa
masalah pembangunan ekonomi khususnya di dunia ketiga, orang tidak
akan lepas dari masalah pertanian. Sedangkan berbicara masalah
pertanian, kita tidak bisa terlepas dari lahan. Meskipun mulai saat
ini dirintis pertanian tanpa lahan dengan teknologi dan sejenisnya
namun tidak sampai beberapa dekade, lahan pertanian masih
dibutuhkan mengingat mahalnya teknologi tersebut. Pertanian tangguh
yang mampu berfungsi seperti tersebut di atas menjadi harapan untuk
mempercepat proses pembangunan Negara-negara berkembang.Salah satu
cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah perbaikan
masalah-masalah yang menyangkut pemilikan lahan bahkan kalau
dipandang perlu bisa dilakukan land reform (Reksohadiprojo,
1998:64-65).
2.1.3 Hubungan Lahan dan Aktivitas Industri Lokasi merupakan
tinjauan lahan dari aspek ruang (space). Jika kekayaan alam dapat
dipindah ke tempat lain, maka tidak demikian dengan aspek ruang.
Dengan tidak bisa dipindahkannya aspek ruang ini, maka terdapat
perhitungan untung rugi bagi suatu lokasi. Bagi lokasi tertentu
cukup menguntungkan sedangkan lokasi lain mungkin kurang
menguntungkan. Pentingnya lokasi sebenarnya dapat ditinjau dari
tiga hal, yaitu lokasi ekonomi, penggunaan lahan, dan status hukum.
Konsep lokasi ekonomi berdasar anggapan bahwa suatu tempat dapat
menikmati keuntungan lokasi di bidang tempat lainnya berupa antara
lain berkurangnya biaya dan waktu transportasi ke pusat pasar,
adanya produksi yang lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih
rendah pada tempat tertentu (Reksohadiprojo, 1998:58).Upaya yang
dilakukan dalam mewujudkan tujuan tersebut diantaranya dengan
memperkecil biaya yang dikeluarkan. Penempatan pabrik yang baik
dengan sendirinya adalah pada lokasi yang dapat menyumbangkan
keuntungan terhadap penghematan biaya transportasi, produksi dan
distribusi. Kesalahan pemilihan lokasi akibat kurangnya perencanaan
akan mengakibatkan pemborosan dalam jangka waktu yang panjang.
Lokasi diisyaratkan dapat membawa keuntungan dari masa pra produksi
dan biaya pasca produksi.Pengaruh kehadiran industri terhadap
perkembangan dan tata ruang wilayah atau kota sudah dirasakan sejak
awal revolusi industri yang dimulai dengan penemuan teknologi mesin
uap pada tahun 1769. Pembangunan industry kota-kota Eropa pada
awalnya di pusat kota, bersamaan dengan itu pusat kota menjadi
tempat yang kotor, kumuh dan penuh kesemrawutan sebagai konsekuensi
logis peningkatan aktivitas kota (Catanese, 1996:14). Hal ini
mengakibatkan struktur lahan menyangkut lokasi konsentrasi industri
seperti teori Alfred Weber, Edgar Hoover, Losch, Von Thunnen, dan
lainnya.Di Indonesia, penyebaran industri memiliki kecenderungan
bergerak dari daerah kota ke arah daerah pinggiran kota atau daerah
yang disebut Sub Urban Area (Desa Kota), dikarenakan peningkatan
pembangunan transportasi. Pergeseran ini terjadi pada masa 80-an
sampai 90-an yang didukung pula oleh kebijaksanaan pemerintah
daerah yang pada umumnya mengarahkan pertumbuhan industrinya ke
daerah pinggiran (Koester, 2001:3).Pergeseran penyebaran ini di
sebabkan pula oleh beberapa pertimbangan (Koester, 2001:4) antara
lain : Adanya kompetisi penggunaan lahan/ruang yang sangat ketat di
daerah kota sehingga berdampak pada tingginya nilai lahan. Daerah
pinggiran pada awalnya relatif lapang, sehingga penempatan industri
diasumsikan dapat aman dan tidak mengganggu kelancaran dan
ketertiban lalu lintas. Disisi lain dengan kelancaran lalu lintas
akan meningkatkan akses ke perusahaan industri. Hal ini yang
menyebabkan persebaran terpola di sekitar jalan. Perimbangan
kedekatan dengan sumber air.
Terlepas dari batasan fisik yang masuk dalam wilayah ini adalah
daerah ambang antara kota dan desa yang terjadi karena perluasan
kota terutama daerah metropolitan. Kecenderungan ini disebabkan
oleh banyak hal diantaranya yang telah dikemukakan
diatas.Perkembangan pada awal abad 21 lahir suatu masa yang disebut
era globalisasi, dimana tersebarnya hubungan-hubungan aktifitas
dari batasan geografis maupun masyarakat. Era ini dimulai dengan
perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi. Dapat
dipastikan akan terjadi perubahan dan perkembangan dalam
pembangunan industry terutama menyangkut lokasi industri, atas roda
sejarah yang telah berputar yang menunjukan adanya korelasi sangat
positif antara pertumbuhan industri dan teknologi. Para perencana
kota dan wilayah harus dapat membaca trend yang muncul dalam masa
globalisasi agar dapat mengantisipasi atau dapat meminimalisir
dampak negatif yang munkin akan muncul. Ketidaksiapan para
perencana tata ruang dalam menghadapi perubahan hanya dapat akan
melahirkan kerugian dan kesemrawutan. Hal ini terjadi pada setiap
masa perkembangan industry. Perencana selalu bersikap reaktif,
dimana melakukan perencanaan setelah timbul permasalahan yang
besar. Pada masa revolusi industri lahir konsep Garden City, muncul
setelah lingkungan kota rusak (Catanese, 1996:17).
2.1.4 Hubungan Nilai Lahan dengan Penggunaan Lahan Menurut
Chapin (dalam Jayadinata, 1992: 157) nilai tanah atau lahan
digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan: a) nilai
sosial yang berhubungan dengan perilaku masyarakat, b) nilai
keuntungan yang berhubungan dengan nilai ekonomi, dan c) nilai
kepentingan umum yang berhubungan dengan pengaturan untuk
masyarakat umum.a) Nilai Sosial (Perilaku Masyarakat) Perilaku
manusia menunjukkan cara bagaimana manusia bertindak dalam
hubungannya dengan nilai-nilai dan cita-cita. Perilaku dan tindakan
manusia dalam penggunaan lahan disebabkan oleh kebutuhan dan
keinginan manusia yang berlaku baik dalam kehidupan sosial maupun
ekonomi. Dalam kehidupan sosial, misalnya berhubungan dengan
kemudahan seperti lokasi tempat tinggal, tempat bekerja, dan tempat
rekreasi.Nilai tanah atau lahan secara sosial dapat diterangkan
dengan proses ekologi yang berhubungan dengan sifat fisik tanah,
dan dengan proses organisasi yang berhubungan dengan masyarakat.b)
Nilai Keuntungan (Ekonomi) Penentu yang berhubungan dengan
kehidupan ekonomi, daya guna tanah dan biaya adalah penting. Pola
penggunaan tanah perkotaan yang diterangkan dalam teori Von Thunen
mengenai teori pusat dan teori sektor merupakan teori yang
dihubungkan dengan kehidupan ekonomi. Teori Von Thunen merupakan
teori lokasi yang berhubungan dengan berbagai kegiatan ekonomi,
dimana kegiatan produksi dan pemasaran berhubungan erat dengan
jarak (transportasi). Jarak dari kota ke tempat penghasil tanaman
menentukan harga pasaran, biaya produksi dan pengangkutan.c) Nilai
Keuntungan (Ekonomi)Kepentingan umum sangat menentukan nilai lahan,
kepentingan tersebut menjadi penentu dalam penggunaan lahan yang
meliputi sarana kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan umum
(termasuk kemudahan, keindahan dan kenikmatan), dan
sebagainya.Sebagai contoh, di kota terdapat pengaturan penyediaan
berbagai sarana dan prasarana seperti: air bersih, energi listrik,
prasarana jalan serta transportasi. Begitu juga fasilitas lain
untuk pemenuhan kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Berkenaan
dengan hal tersebut, maka nilai lahan berkaitan erat dengan
infrastruktur perkotaan, seperti lokasi tanah dan jarak dari jalan
besar dan sebagainya.Bahwa nilai lahan dan penggunaan lahan
mempunyai kaitan yang sangat erat. Seperti diketahui apabila
masalah nilai lahan ini dikaitkan dengan pertanian misalnya variasi
nilai lahan ini tergantung pada fertility (kesuburan), faktor
lingkungan, keadaaan drainage dan lokasi dimana lahan tersebut
berada. Hal yang terakhir ini banyak berkaitan dengan masalah
aksesbilitas. Lahan-lahan yang subur pada umumnya memberikan output
yang lebih besar dibandingkan dengan lahan yang tidak subur dan
akibatnya akan mempunyai nilai yang lebih tinggi serta harga yang
lebih tinggi pula. Walaupun demikian ada pula nilai lahan yang
tidak ditentukan oleh kesuburan seperti contoh diatas, tetapi lebih
banyak ditentukan oleh lokasi tertentu mempunyai nilai yang lebih
tinggi dibandingkan dengan lokasi lain. Derajat aksesbilitaslah
yang mewarnai tinggi rendahnya nilai lahan ini. Semakin tinggi
aksesbilitas suatu lokasi semakin tinggi pula nilai lahannya dan
biasanya hal ini dikaitkan dengan beradanya konsumen akan barang
atau jasa. Derajad keterjangkauan ini berkaitan dengan (a)
potential shoppers yang banyak; (b) kemudahan untuk datang/pergi
ke/dari lokasi tersebut atau pasar.Dengan demikian nilai lahan
dapat bernilai lebih rendah bila kesuburannya rendah tetapi dapat
pula menjadi tinggi apabila letaknya strategis untuk maksud-maksud
ekonomi non-pertanian. Apabila dua-duanya menunjukan nilai tinggi
maka sudah jelas bahwa nilainya akan tinggi pula, namun apabila
salah satu diantaranya rendah maka nilai lahannya dapat rendah atau
mungkin dapat tinggi. Dengan demikian nyatalah bahwa perbedaaan
nilai lahan akan sangat bervariasi sekali. Oleh karena itu untuk
studi kota, orientasi penggunaan lahannya adalah non-pertanian maka
penilaian atas lahan semata-mata dilakukan secara tidak langsung
yakni produktivitas lahan yang ditimbulkan oleh keberadaan lokasi.
Atas dasar inilah struktur penggunaan lahan kota akan terseleksi
menurut kemampuan fungsi-fungsi membayar lahan tersebut. Memang
faktor ekonomi bukan merupakan faktor satu-satunya penentu
penggunaan lahan karena faktor-faktor lain seperti faktor sosial
dan poltik juga berperan besar, namun kekuatan ekonomi nampaknya
masih mendominasidan tidak dapat diabaikan begitu saja dalam setiap
analisa penggunaan lahan di dalam dan sekitar kota. (Hadi Sabari
Yunus, 2005:88-90)
2.2 Perubahan Penggunaan Lahan2.2.1PengertianDalam sumberdaya
lahan terkandung banyak sumberdaya alam lainnya, mulai dari
kesuburan tanah itu sendiri, air, mineral dan sebagainya. Oleh
karena itu dalam menilai lahan harus diperhatikan fungsi sebagai
sumber bahan mentah (hasil-hasil pertanian dan perkebunan) untuk
diolah di sektor industri. Pengertian konversi lahan atau perubahan
guna lahan menurut Tjahjati (1997:505) dalam Aulia (2006:48)
adalah:"Konversi lahan merupakan alih fungsi atau mutasi lahan
secara umum menyangkut tranformasi dalam pengalokasian sumber daya
lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lain".
Namun sebagai terminologi dalam kajian-kajian lahan ekonomi,
pengertiannya terutama difokuskan pada proses dialihgunakannya
lahan dari lahan pertanian atau perdesaan ke penggunaan
non-pertanian atau perkotaan yang diiringi dengan meningkatnya
nilai lahan. Perubahan penggunaan lahan merupakan fenomena yang
terjadi akibat pertambahan penduduk (urbanisasi) merupakan bagian
dari perkembangan suatu wilayah atau kota. Perubahan tataguna lahan
pada umumnya berimplikasi pada perubahan konfigurasi dan saling
ketergantungan setiap jenis penggunaan lahan.Mengutip penjelasan
(Bourne, 1982:95 dalam Aulia 2006:48), bahwa ada beberapa faktor
yang menjadi penyebab terjadinya penggunaan lahan, yaitu perluasan
batas kota; peremajaan di pusat kota; perluasan jaringan
infrastruktur terutama jaringan transportasi; serta tumbuh dan
hilangnya pemusatan aktifitas tertentu.Secara keseluruhan
perkembangan dan perubahan pola tata guna lahan pada perkotaan
berkembang secara dinamis dan natural terhadap alam, dan
dipengaruhi oleh: Faktor manusia, yang terdiri dari: kebutuhan
manusia akan tempat tinggal, potensi manusia, finansial, sosial
budaya serta teknologi. Faktor fisik kota, meliputi pusat kegiatan
sebagai pusat-pusat pertumbuhan kota dan jaringan transportasi
sebagai aksesibilitas kemudahan pencapaian. Faktor bentang alam
yang berupa kemiringan lereng dan ketinggian lahan.
Catanese (1996:317) mengatakan bahwa: Dalam perencanaan
penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh manusia, aktifitas dan
lokasi, dimana hubungan ketiganya sangat berkaitan, sehingga dapat
dianggap sebagai siklus perubahan penggunaan lahan.
Gambar 2.1Siklus Perubahan Penggunaan Lahan
Sumber : Catanese (1996:317)
Sebagai contoh dari keterkaitan tersebut yakni keunikan sifat
lahan akan mendorong pergeseran aktifitas penduduk perkotaan ke
lahan yang terletak di pinggiran kota yang mulai berkembang, tidak
hanya sebagai barang produksi tetapi juga sebagai investasi
terutama pada lahan-lahan yang mempunyai prospek akan menghasilkan
keuntungan yang tinggi. Selanjutnya menurut Bintarto (1989: 73)
dalam Aulia (2006:49), dari hubungan yang dinamis ini timbul suatu
bentuk aktivitas yang menimbulkan perubahan. Perubahan yang terjadi
adalah perubahan struktur penggunaan lahan melalui proses perubahan
penggunaan lahan kota, meliputi:Gambar 2.2Hubungan Manusia,
Perubahan dan Lingkungan
Sumber: Bintarto, Geografi Kota, (1977: 73) dalam Aulia
(2006:50)
a) Perubahan perkembangan (development change), yaitu perubahan
yang terjadi setempat dengan tidak perlu mengadakan perpindahan,
mengingat masih adanya ruang, fasilitas dan sumber-sumber
setempat.b) Perubahan lokasi (locational change), yaitu perubahan
yang terjadi pada suatu tempat yang mengakibatkan gejala
perpindahan suatu bentuk aktifitas atau perpindahan sejumlah
penduduk ke daerah lain karena daerah asal tidak mampu mengatasi
masalah yang timbul dengan sumber dan swadaya yang adac) Perubahan
tata laku (behavioral change), yakni perubahan tata laku penduduk
dalam usaha menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam hal
restrukturisasi pola aktifitas.
2.2.2Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan LahanMenurut
Bourne (1982:287) dalam Aulia (2006:51) ada dua gaya berlawanan
yang memepengaruhi pembentukan dan perubahan penggunaan lahan,
yaitu: 1. Gaya sentrifugal, yaitu gaya mobilitas atau pendorong
kegiatan dari kota khususnya pusat kota ke wilayah pinggiran kota.
Ada 5 gaya yang bekerja dalam hal ini: a. Gaya ruang, akibat
meningkatnya kemacetan b. Gaya tapak, adanya kerugian akibat pusat
kota terlalu intensif c. Gaya situsional, akibat pergerakan antar
bangunan dan alinemen fungsional yang tidak memuakan d. Gaya
evolusi sosial, merupakan tanggapan terhadap tingginya nilai lahan,
pajak, dan keterbatasan untuk berkembang e. Status dan organisasi
hunian, merupakan akibat dari bentuk fungsional yang kadaluarsa,
pola yang mengkristal, kemacetan lalu lintas serta fasilitas
transportasi2. Gaya sentripetal, yaitu gaya mobilitas atau penarik
kegiatan dari luar kota/wilayah, khususnya dari wilayah pinggiran
kota ke pusat kota. Gaya ini terjadi karena sejumlah kualitas daya
tarik pusat kota yaitu:a. Daya tarik fisik, kualitas lansekapb.
Kenyamanan fungsional, merupakan hasil dari adanya aksesibilitas
maksimum terhadap wilayah sekitarnya c. Daya tarik fungsional,
yaitu konsentrasi satu fungsi di pusat kota yang bekerja sebagai
magnet kuat yang menarik fungsi lain d. Gengsi fungsional, yaitu
berekembangnya reputasi akibat adanya fungsi tertentu
2.2.3 Dampak Perubahan Alih Fungsi Lahan Alih fungsi lahan akan
berpengaruh terhadap sistem perkotaan yang meliputi berbagai aspek,
di antaranya: aspek lingkungan (fisik), sosial, dan ekonomi. Dampak
Lingkungan (Fisik) Dalam kegiatan konversi lahan menurut Randolph
(2004: 45) dalam (Saiful, 2007:29), pembangunan lahan akan
berdampak terhadap sistem hidrologis, polusi permukaan tanah dan
air bawah tanah. Dampak yang muncul adanya pembangunan perkotaan
antara lain akan mengurangi lahan terbuka, yang akan mempengaruhi
tingkat kecepatan aliran air (speed runoff from storm), dan
menurunnya tingkat infiltrasi air ke dalam tanah. Dampak lainnya
adalah meningkatnya polusi air dan udara. Dampak Ekonomi Secara
ekonomi konversi lahan berpengaruh terhadap nilai lahan. Nilai
lahan merupakan aset-aset yang memberikan aliran produksi dan jasa
sepanjang lahan dipergunakan. Aset-aset yang dimaksud mungkin
bersifat fisik yang mencirikan manfaat pada lahan, sehingga memberi
nilai ekonomi. Randolph (2004: 45) dalam (Saiful, 2007:29)
mengemukakan bahwa dampak konversi lahan secara ekonomi akan
menurunkan produksi pertanian dan produksi lainnya. Sependapat
dengan Randolph, peranan tanah dalam sistem pembangunan pertanian
sangat vital. Baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif
konversi lahan pertanian sangat menghambat produksi pertanian.
Dampak Sosial Selain dua hal di atas, konversi lahan pertanian
menjadi lahan perkotaan dan industri, menurut Randolph (2004: 47)
dalam (Saiful, 2007:29) juga akan menimbulkan perubahan nilai
sosial atau perubahan tatalaku (cultural) dan karakter masyarakat.
Hal ini sangat penting menjadi bahan pertimbangan dalam pembangunan
desa atau kota.
2.2.4 Permasalahan Kebijakan Penggunaan Lahan Kebijakan
penggunaan lahan cukup banyak menyimpan permasalahan. Berkenaan
dengan hal tersebut mengidentifikasinya menjadi beberapa
permasalahan pokok, yang meliputi: a. Kebijakan yang
tersentralisasi Kebijakan penggunaan lahan merupakan bagian
kebijakan nasional dan sistem pemerintahan. Selama ini kebijakan
penggunaan lahan terfokus pada industrialisasi dan pembangunan
perkotaan dengan sistem pusat pertumbuhan (growth pole centre).
Kebijakan ini sangat sentralistik dengan menempatkan kebijakan
penggunaan lahan hanya sebagai instrumen untuk memenuhi kebutuhan
industrialisasi. Hal itu sangat kontradiktif dengan upaya
pemerintah dalam mempertahankan swasembada beras (kebijakan
melindungi lahan persawahan).Dengan kata lain, kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa kebijakan pengendalian penggunaan lahan
tidak berjalan secara efektif, sehingga antara sektor pertanian dan
industri tidak terkoordinasi dengan baik. Kebijakan penggunaan
lahan tidak efektif, karena tidak mengikuti dinamika faktor-faktor
yang mempengaruhi penggunaan lahan. Faktor tersebut yaitu kemajuan
teknologi dalam budidaya padi, kurangnya perhatian pemerintah
terhadap infrastruktur irigasi. Kondisi seperti ini tentu saja
berdampak terhadap budidaya padi. Pada akhirnya banyak lahan
pertanian beralih fungsi.Semua itu kemudian lebih diperjelas dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang penatagunaan
tanah, khususnya dalam pasal 2 mengenai asas dan tujuan daripada
penatagunaan tanah. Penatagunaan tanah harus berasaskan
keterpaduan, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras,
seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan dan
perlindungan hukum. Dari uraian di atas, dapat terlihat dengan
jelas bahwa tujuan penataan ruang merupakan arahan dan pola
pemanfaatan ruang yang menggambarkan kebijakan fungsi penggunaan
lahan, kebijakan letak, ukuran fungsi dari kegiatan-kegiatan
budidaya dan perlindungan hukum. Secara rinci isi arahan
pemanfaatan ruang mencakup delineasi kawasan kegiatan sosial,
ekonomi, budaya dan lain-lainnya, yang berasaskan keterpaduan,
keserasian, keselarasan dan berkelanjutan.
2.3 Perkembangan Industri2.3.1 Pengertian Industri Industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi dan atau barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangunan dan
perekayasaan industri yakni kelompok industri hulu (kelompok
industri dasar), kelompok industri hilir, dan kelompok industri
kecil. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang
bersangkutan dengan cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang
sama dan atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi (UU RI
No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian). Sedangkan menurut Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 41 Tahun 1996, kawasan Industri
adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan
dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin
Usaha Kawasan Industri. Dengan demikian ciri-ciri dari kawasan
industri adalah : 1. Lahan sudah dilengkapi sarana dan prasarana 2.
Ada suatu badan (manajemen) pengelola yang memiliki izin usaha
kawasan industri 3. Biasanya diisi oleh industri manufaktur
(pengolahan beragam jenis) Istilah industri sering disebut sebagai
kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri
sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam
bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Karena
merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri
berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin
maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau
daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks
pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau
pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya,
pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu
berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau
jenis teknologi yang digunakan.
2.3.2 Klasifikasi IndustriBerdasarkan pada Surat Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
257/MPP/Kep/7/1997, industri diklasifikasikan menurut besarnya
jumlah investasi, sebagai berikut: a. Industri kecil dan menengah,
merupakan jenis industri yang memiliki investasi sampai dengan Rp.
5.000.000.000,00b. Industri besar, yaitu industri yang investasinya
lebih dari Rp.5.000.000.000,00 Nilai investasi tersebut tidak
termasuk nilai tanah dan bangunan tempat usaha.Biro Pusat
Statistik/BPS (1995:6), mengklasifikasikan industri berdasarkan
pada jumlah tenaga kerja yang digunakan, yaitu: a. Industri besar,
yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja 100 orang atau lebih.
b. Industri sedang, yaitu industri yangg menggunakan tenaga kerja
20-99 orang. c. Industri kecil, yaitu industri yang menggunakan
tenaga kerja 5-19 orang. d. Industri kerajinan rumah tangga, yaitu
industri yang menggunakan tenaga kerja 1-4 orang.Sedangkan industri
menurut jenis atau produk indutri, adalah sebagai berikut :a.
Industri dasar Industri dasar dibagi menjadi dua jenis yaitu
industri logam dan industri kimia dasar. Industri logam dasar
diarahkan untuk menciptakan struktur industri yang kuat,
peningkatan produksi bahan baku, membuat komponen, mesin-mesin
peralatan dan barang jadi, serta barang konstruksi. Sedangkan
industri kimia dasar orientasinya pada pengembangan industri kunci
yang mampu menciptakan struktur industri yang kokoh dan
meningkatkan kemajuan teknologi untuk mengolah sumber daya alam.b.
Aneka industri Aneka industri bertujuan meningkatkan peran serta
dan prakarsa masyarakat dalam kegiatan industri, memperluas
kesempatan kerja, meningkatkan mutu produksi, dan ketrampilan
kerja.c. Industri kecil Industri kecil banyak berkembang di
pedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Industri
kecil juga diarahkan melalui upaya penyempurnaan, pengaturan,
pembinaan pengembangan usaha, meningkatkan produktivitas dan mutu
produksi, serta bertujuan memperluas kesempatan kerja.
2.3.3 Penentuan Lokasi IndustriLokasi industri secara umum
mempunyai pengertian sebagai lahan atau tanah tempat pabrik dan
sarananya melakukan proses produksi. Penentuan lokasi indusrti
(pabrik) akan berkaitan dengan unit-unit lain. Menurut Tarigan
(2005: 77) keputusan mengenai penentuan lokasi yang diambil oleh
unit-unit pengambil keputusan akan menentukan struktur ruang
wilayah yang terbentuk. Ada tiga unit yang menjadi bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan penentuan lokasi industri
(pabrik) yaitu: rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Setiap
unit pengambil keputusan mempunyai kepentingan tersendiri yang
bersumber dari aktivitas ekonomi yang dilakukan. Aktivitas ekonomi
rumah tangga yang paling pokok adalah penjualan jasa tenaga kerja,
dan konsumsi. Sedangkan kegiatan ekonomi dari suatu perusahaan
meliputi, pengumpulan input, proses produksi, dan proses pemasaran.
Penentuan lokasi industri oleh pengambil keputusan merupakan suatu
usaha untuk memaksimalkan keuntungan. Pendekatan dalam penentuan
lokasi industri terbagi tiga, yaitu: pendekatan meminimumkan biaya
atau biaya terkecil, pendekatan wilayah pemasaran, dan pendekatan
memaksimalkan keuntungan. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan
diuraikan satu per satu secara rinci.1. Pendekatan Biaya Terkecil
Pendekatan biaya terkecil yang dikemukakan oleh Alfred Weber (dalam
Tarigan 2005: 96). Pendekatan ini didasarkan atas biaya
transportasi terkecil. Setakat dengan pendekatan ini tiga faktor
utama yang mempengaruhi lokasi industri adalah biaya transportasi,
biaya tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi. Dalam hal ini Weber
mengasumsikan bahwa biaya transportasi berbanding lurus dengan
jarak yang ditempuh dan berat barang, sehingga titik yang membuat
biaya terkecil adalah bobot total pergerakan pengumpulan berbagai
input dan pendistribusian hasil industri.2. Pendekatan Wilayah
Pemasaran Berbeda dengan pendekatan biaya terkecil yang hanya
memperhatikan sisi input, namun kurang memperhatikan sisi output
(permintaan), Losch (dalam Tarigan 2005: 101) melihat penetapan
lokasi industri dari sisi permintaan. Dengan kata lain, pendekatan
ini mempertimbangkan ukuran optimal dari pasar. Lokasi optimal
adalah tempat di mana terjadi keuntungan maksimal dengan asumsi
penyebaran faktor input merata, faktor penyebaran penduduk dan
selera masyarakat sama, serta tidak ada ketergantungan lokasi antar
perusahaan.3. Pendekatan Keuntungan Maksimum Jika teori Weber hanya
melihat sisi produksi yang memberikan ongkos terkecil dan teori
Losch hanya melihat sisi permintaan dari perimaan pasar yang
maksimal, maka Smith (dalam Tarigan 2005: 101) menggabungkan dua
teori tersebut. Menurut Smith kedua pandangan tersebut perlu
digabung, dengan cara mencari lokasi yang memberikan keuntungan
yang maksimal setelah memperhatikan lokasi yang menghasilkan ongkos
terkecil dan lokasi yang memberikan penerimaan terbesar, dengan
mengintrodusir konsep average cost (biaya rata-rata) dan average
revenue (penerimaan rata-rata) yang terkait dengan lokasi.
2.3.4Lokasi Industri dalam Sistem Struktur RuangLokasi industri
akan mempengaruhi sistem keruangan. Suatu pola ruang dipengaruhi
oleh sistem aktivitas dari penduduknya. Kegiatan industri akan
terjadi setelah terbentuk struktur wilayah berdasarkan kegiatan
pelayanan, yang pada akhirnya akan mengembangkan suatu kota. Lokasi
industri sangat ditentukan oleh aksesnya terhadap sumber air,
jaringan transportasi, jalan bebas hambatan, dan jaringan
distribusi pipa pelayanan industri.Secara teoritik, menurut Glasson
(1977: 146) struktur keruangan dapat dibagi menjadi tiga unsur
pokok, yaitu:1. Kelompok lokasi industri jasa atau tersier,
termasuk pelayanan administrasi, keuangan, perdagangan eceran dan
besar, dan pelayanan jasa-jasa lainnya, yang cenderung mengelompok,
yang menjadi sistem tempat sentral yang tersebar secara seragam
pada hamparan daerah yang mempunyai hubungan yang mudah dengan
pasar-pasar terbesar.2. Lokasi-lokasi yang memencar dengan
spesialisasi industri seperti manufacturing, pertambangan dan
rekreasi, yang cenderung untuk mengelompok menjadi cluster atau
aglomerasi menurut lokalisasi sumberdaya fisik seperti batubara,
dan sifat-sifat fisik seperti lembah, sungai dan pantai.3. Pola
jaringan pengangkutan, umpamanya jalan raya dan kereta api, yang
dapat menimbulkan pola pemukiman yang linearGarner (dalam Glasson,
1977: 147) berpendapat bahwa yang menjadi landasan model mengenai
struktur ruang adalah:a. Distribusi spasial dari kegiatan manusia
bertumpu pada penyesuaian yang berurut dengan faktor jarak, yang
dapat diukur dengan menggunakan kriteria linear atau non-linearb.
Keputusan mengenai lokasi pada umumnya diambil sedemikian rupa
sehingga meminimalkan efek friksional dari jarakc. Semua lokasi,
sampai tingkat tertentu, dapat dihubungi, tetapi beberapa lokasi
lebih mudah dihubungi daripada lokasi-lokasi lainnyad.
Kegiatan-kegiatan manusia cenderung untuk beraglomerasi guna
memanfaatkan keuntungan-keuntungan skala, yakni
keuntungan-keuntungan spesialisasi yang dimungkinkan oleh
konsentrasi pada lokasi bersamae. Organisasi dari kegiatan manusia
pada hakekatnya mempunyai watak hirarkian. Hirarki timbul karena
adanya saling hubungan antara aglomerasi dan memudahkan hubungan
dan pekerjaan manusia mempunyai watak memfokus.Morfologi bentuk
fisikal lahan perkotaan menurut Herbert (dalam Yunus 2005:107)
tercermin pada sistem jaringan jalan, blok-blok bangunan
(perdagangan/industri) dan bangunan-bangunan individual. Dan
morfologi kota menurut Smiles (dalam Yunus 2005:108) meliputi (1)
unsur-unsur penggunaan lahan (landuse), (2) pola-pola jalan (street
plan/lay out), dan (3) tipe-tipe bangunan.Dari uraian di atas,
secara umum dapat disimpulkan bahwa struktur ruang sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain berkaitan dengan
jenis aktivitas, pengelompokan lokasi (cluster) berdasarkan
dekatnya dengan sumber daya alam, dan faktor sistem transportasi
(jaringan jalan dan sistemnya).
2.3.5Kebijakan Pengaturan Lokasi Industri Membuat keputusan
berdasarkan fakta dan data menurut Nadjib (dalam Koestoer et al
2001: 208), merupakan salah satu elemen penting dari pemilihan
kebijakan lokasi. Hasil pengukuran akan menjadi landasan dalam
membuat kebijakan perbaikan kualitas secara keseluruhan dalam
penentuan lokasi. Dan perolehan data melalui pengukuran performasi
kualitas secara keseluruhan, paling sedikit akan memberikan dua
manfaat dalam pembuatan kebijakan lokasi, yaitu: Pertama, informasi
tentang status performasi lokasi saat lalu dan sekarang Kedua,
identifikasi untuk kesempurnaan dan perbaikan performasi lokasi
ituSecara umum dalam membuat kebijakan lokasi menurut Koestoer
(2001:213) diperlukan performasi kualitas data yang sahih,
menciptakan organisasi jaringan yang bermanfaat untuk membuatnya
berfungsi dengan baik, dan dibutuhkan kepemimpinan yang mempunyai
visi baru yang dilandasi perpaduan moral dan kekuatan intelektual
dalam peletakan struktur kebijakan lokasi. Dalam hal ini kebijakan
penentuan lokasi industri dari sisi pemerintah merupakan bagian
dari pengaturan penggunaan lahan yang membentuk struktur keruangan.
Penentuan lokasi industri berkaitan dengan program pembangunan
industri. Pembangunan industri di Indonesia ditujukan untuk
memperluas kesempatan kerja, meratakan kesempatan berusaha, dan
meningkatkan ekspor dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun
1993. Pembangunan industri di Indonesia dilakukan dalam jangka
panjang untuk mencapai struktur ekonomi yang lebih kokoh, dan
keadaan pertanian dan industri yang seimbang.
2.3.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Industri
Studi empiris dari Chenery dan Syrquin menunjukkan bahwa perubahan
struktur ekonomi yang meningkatkan peranan sektor industri dalam
perekonomian tidak hanya sejalan dengan peningkatan pendapatan
perkapita yang terjadi di suatu negara, tetapi juga berkaitan erat
dengan peningkatan sumber daya manusia dan akumulasi
kapital.Permasalahan industri tidak dapat dipisahkan dengan lahan,
oleh karena itu untuk menilai suatu lahan yang dapat dipergunakan
oleh industri, tidak dapat langsung mengadakan suatu batasan
wilayah yang selanjutnya didirikan suatu industri atau dijadikan
daerah industri. Namun perlu diperhatikan beberapa faktor yang
mencakup faktor fisik dan faktor non fisik. Faktor-faktor yang
mencakup fisik antara lain : a. Geologi & geomorfologib. Jenis
tanah/ bentuk lahan c. Hidrologi d. Iklim e. Penggunaan Lahan
Faktor-faktor yang mencakup non fisik antara lain : a. Penduduk b.
Mata Pencaharian c. Pemerintahan (adat istiadat) Selain itu, faktor
lokasi juga sangat berpengaruh terhadap kelangsungan industri
sehubungan dengan faktor lahan di suatu daerah. Faktor lokasi
tersebut meliputi : 1. Lahan (land) 2. Pasar (market) 3.
Transportasi (transportation)
1. Lahan (land) Faktor lahan mencakup permasalahan tanah,
mineral-mineral (sumberdaya), dan iklim setempat. Terdapat hubungan
positif antara teknologi yang digunakan dengan bentuk lahan yang
ada. Fungsi dari lahan mencakup antara lain : a. Letak industri;
lahan dipergunakan oleh banyak macam industri, dimana disatu pihak
ada yang membutuhkan wilayah yang luas, di lain pihak ada yang
hanya beberapa meter persegi tergantung jenis industri yang
dikembangkan. b. Faktor lingkungan; dimana perlu diperhatikan letak
penimbunan bahan bakar, limbah gas, dan lain-lain dan pengaruhnya
terhadap penduduk sekitarnya (daerah pertanian/perkampungan).c.
Lahan sebagai sumber kekayaan alam. d. Lahan sebagai sumber tenaga;
yang meliputi : 1. Air, merupakan sumber energi yang penting yang
menunjang munculnya industri. 2. Batubara, bahan baku utama
penggerak mesin. 3. Minyak, disamping sebagai bahan bakar juga
sebagai bahan pelicin mesin. e. Iklim sebagai faktor lingkungan
alami; yang jelas faktor-faktor iklim mempengaruhi permasalahan
aktivitas kerja setiap harinya, temperatur, kelembaban angin, dan
lain-lain.2. Pasar (market) Pemasaran merupakan faktor penting yang
dapat menjamin kelangsungan dari pabrik. Untuk itui perlu diadakan
pembuatan peta tentang pemasaran hasil produksi, dari daerah-daerah
penerima (pasar) untuk mengamati tentang fluktuasi hanya dari
situasi (iklim) musiman hasil produksi sehingga produksi dapat
diatur sedemikian rupa hingga tidak mengguncangkan situasi harga
pasar.3. Transportasi (transportation) Dalam kegiatan industri,
aspek transportasi sangat menentukan aktivitas pabrik. Oleh karena
itu dalam menunjang kelancaran, perlu diperhitungkan jalur-jalur
transportasi yang akan digunakan, tanpa harus mengganggu kelancaran
lalu-lintas umum. Suatu kawasan industri biasanya terletak pada
jalur transportasi yang dekat dengan akses ke jalan utama
penghubung antar kota, dekat dengan bandara, pelabuhan, maupun
terminal untuk mempermudah dalam penyaluran bahan baku maupun hasil
produksi antar kota/ provinsi/ pulau.
2.3.7Hubungan Industrialisasi dan Perkembangan Wilayah Istilah
pertumbuhan wilayah dan perkembangan wilayah sesungguhnya tidak
bermakna sama, sekalipun keduanya merujuk pada bertambahnya suatu
ukuran wilayah tertentu. Perkembangan wilayah senantiasa disertai
dengan perubahan struktural. Proses yang terjadi dalam perkembangan
wilayah sangat kompleks, melibatkan aspek ekonomi, aspek sosial,
lingkungan, politik (pemerintah) sehingga pada hakekatnya merupakan
suatu sistem yang tidak bisa dipisahkan. Berangkat dari pengertian
diatas, maka perkembangan industri dapat dimaknai sebagai proses
bertambahnya pemanfaatan sumberdaya (sumber daya manusia, sumber
daya alam, dan sumber daya modal) dalam bidang industri, yang
ditandai dengan meningkatnya jumlah industri, bertambahnya lahan
industri, bertambahnya sumberdaya manusia yang bergerak di sektor
industri serta outcome yang dihasilkan dari industri). Indikator
utama tingkat perkembangan industri adalah sumbangan keluaran
(output) industri manufaktur dalam Produk Domestik Bruto. Sejumlah
ahli telah berupaya menetapkan tingkat-tingkat perkembangan ekonomi
dan industri. Rostow menetapkan 5 tingkat pertumbuhan ekonomi,
yaitu: (1) tingkat tradisional, (2) syarat untuk tinggal landas,
(3) tinggal landas, (4) dorongan menuju kematangan, dan(5) tingkat
konsumsi massalTingkat tradisional ditandai oleh keterbatasan
potensi produktivitas, kegiatan pertanian menonjol, tetapi
produktivitasnya rendah. Pada tingkat syarat yang diperlukan bagi
industrialisasi perubahan struktur ekonomi tertentu mulai terjadi,
seperti berdirinya bank-bank. Pada tahap tinggal landas terjadi
pertumbuhan ekonomi yang cepat melalui teknik industri modern di
sejumlah sektor ekonomi yang masih terbatas. Pada tahap dorongan
menuju kematangan terjadi penerapan teknologi modern terhadap
keseluruhan sektor perekonomian. Pada tingkat konsumsi massal yang
tinggi tersedia sejumlah arah yang dapat ditempuh apakah memusatkan
perhatian untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya atau
memperluas konsumsi atau berjuang untuk meningkatkan kekuasaan dan
pengaruh di arena internasional.
2.3.8Dampak Pembangunan IndustriPembangunan ekonomi di suatu
negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar
dalam struktur ekonomi negara tersebut, yaitu dari ekonomi
tradisional yang dititikberatkan pada sektor pertanian ke ekonomi
modern yang didominasi oleh sektor industri dengan increasing
returns to scale yang dinamis (relasi positif antara pertumbuhan
output dan pertumbuhan produktivitas) sebagai mesin utama
pertumbuhan ekonomi.Soemarwoto (2003: 183) menjelaskan dampak dari
pembangunan industri sebagaimana pada Gambar 2.3 Diagram tersebut
memperlihatkan bahwa pembangunan industri yang berdampak langsung
pada lahan terjadi pada tahap persiapan, berupa kenaikan kepadatan
penduduk, penurunan produksi pertanian, penggusuran penduduk, dan
konstruksi prasarana dan kompleks industri. Selanjutnya sebagai
akibat dari penggusuran penduduk mengakibatkan terjadinya tekanan
penduduk yang berakibat pada munculnya masalah lingkungan fisik
berupa kerusakan hutan dan masalah sosial yaitu terjadinya
urbanisasi. Kenaikan tekanan penduduk mendorong penduduk melakukan
urbanisasi ke kota yang berakibat pada meningkatnya penduduk kota.
Peningkatan penduduk suatu kota berakibat pada peningkatan produksi
limbah, terutama limbah rumah tangga.Gambar 3.1Diagram Dampak
Pembangunan Industri
Erosi GenKenaikan Produksi LimbahKenaikan Laju ErosiKenaikan
AirLarianKenaikan Kepadatan PendudukPenurunan Produksi
PertanianKonstruksi Prasarana dan Komplek IndustriPenggusuran
PendudukKenaikan Tekanan PendudukLahanPencemaran AirPembangunan
IndustriPersiapanOperasionalKerusakan HutanUrbanisasi
Sumber : Soemarwoto, Otto, 2003
2.3.8.1 Alih Fungsi Lahan Untuk Pembangunan Fasilitas Industri
Alih fungsi lahan pertanian bukan merupakan hal baru. Hal ini
merupakan konsekuensi dari pilihan pembangunan yang mementingkan
pertumbuhan ekonomi. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan
regulasi untuk mengatur penentuan lokasi industri, yang diantaranya
sejauh mungkin dihindarkan pengurangan areal yang subur, namun
dalam kenyataannya banyak industri yang justru berdiri di lahan
pertanian yang subur. Hal ini berdampak pada perubahan struktur
sosial masyarakat.Alih fungsi lahan adalah sebuah mekanisme yang
mempertemukan permintaan dan penawaran terhadap lahan dan
menghasilkan kelembagaan lahan baru dengan karakteristik sistem
produksi yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang
memusat di wilayah perkotaan menuntut ruang yang lebih luas ke arah
luar kota bagi berbagai aktivitas ekonomi dan untuk pemukiman.
Sebagai akibatnya, wilayah pinggiran yang sebagian besar berupa
lahan pertanian sawah beralih fungsi (konversi) menjadi lahan non
pertanian dengan tingkat peralihan yang beragam antar periode dan
wilayah.Secara garis besar, alih fungsi lahan dapat berjalan secara
sistematis dan sporadis. Peralihan secara sistematis memuat
karakter perencanaan dan keinginan publik sehingga luasan lahan
hasil peralihan lebih terkendali dan terkonsolidasi dalam kerangka
perencanaan tata ruang. Mekanisme ini terlihat dalam pembangunan
kawasan industri, pemukiman, dan sarana infrastrukturnya. Peralihan
secara sporadis memuat karakter lebih individual atau oleh
sekelompok masyarakat sehingga luasan hasil peralihan tidak dapat
diprediksi dan menyebar tidak terkonsolidasi.2.3.8.2Pencemaran Air,
Tanah dan Udara Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah
mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Pengamatan
terhadap sumber pencemar sektor industri dapat dilaksanakan pada
masukan, proses maupun pada keluarannya dengan melihat spesifikasi
dan jenis limbah yang diproduksi. Pencemaran yang ditimbulkan oleh
industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik dan
mengandung bahan beracun dan berbahaya. Perbedaan jenis dan jumlah
bahan pencemar menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat pencemaran
antara pabrik yang satu dengan pabrik lainnya. Hal ini dipengaruhi
oleh bahan baku yang digunakan serta proses dan cara kerja di
dalamnya (Kristanto, 2004: 167) dalam Soemarwoto (2003: 186)Baik di
negara maju maupun berkembang kota-kotanya menderita pencemaran
udara dan pencemaran air dan tanah. Pencemaran udara ada dua jenis.
Pertama yang disebabkan oleh perbedaan jenis industri; kedua, yang
disebabkan oleh beda komposisi dan konsentrasi unsur pencemarnya.
Pencemaran air dan tanah dapat berupa :1. Permukaan air tanah turun
dan dalam musim kemarau penurunan cukup ekstrim sehingga air laut
dapat memasuki dasar tanah kota. 2. Pencemaran air sungai, selokan,
dan air tanah oleh limbah industri, sampah-sampah di daerah
slum.
2.3.9 Variabel Penelitian Perkembangan IndustriBerdasarkan
kajian teori yang telah dilakukan dari beberapa sumber diperoleh
variabel-variabel faktor Perkembangan Industri seperti dalam tabel
2.3 dibawah ini :Tabel III.3Faktor-faktor yang BerpengaruhTerhadap
Perkembangan IndustriNoSumberTeoriVariabel Penentu
1.Teori LokasiTarigan(2005)a. Teori A.Weber, pendekatan biaya
terkecil (sisi input) :- Biaya transportasi- Biaya tenaga kerjab.
Teori Losch, (dari sisi permintaan) Penerimaan maksimal yang
diperolehc. Teori Smith, lokasi yang memberikan keuntungan yang
maksimal, dengan konsep biaya rata-rata dan penerimaan
rata-rataBeberapa variabel yang merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan industri, dirangkum berdasarkan pendapat
para ahli tersebut, adalah:1. Kondisi fisik lahan / daya dukung
lahan2. Nilai lahan3. Aksesibilitas (transportasi dan prasarana
jalan)4. Tenaga kerja5. Kebijakan Pemerintah
2.Nilai LahanJayadinata(1992)Teori Chapin, Nilai lahan
dihubungkan dengan:- Nilai sosial- Nilai ekonomi- Hubungannya
dengan pelayanan umum
3.StrukturKeruanganGlasson(1977)Teori Garner dalam Glasson, tiga
unsur yang mempe ngaruhi lokasi industri terhadap struktur
keruangan, adalah:a. Kelompok lokasi industri jasa atau tersierb.
Lokasi-lokasi yang memencar yang cenderung untuk mengelompok
(cluster) menurut lokalisasi sumberdaya alam/fisikc. Pola jaringan
pengangkutan, sistem transportasi yang dapat menimbulkan pola
permukiman yang linier
4.KebijakanPengaturanLokasiIndustriKoestoer(2001)Kebijakan
Pengaturan Lokasi Industri dipengaruhi oleh: Informasi tentang
status performasi lokasi saat lalu dan sekarang Identifikasi untuk
kesempurnaan dan perbaikan performasi lokasi Kebijakan pemerintah
pusat dan daerah
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014
15
Manusia
Lingkungan
Aktivitas
Perubahan
Perubahan Lokasi
Perubahan Tata Laku
Perubahan Perkembangan
Aktivitas
Manusia
Lokasi