BAB II SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN KEPERDATAAN A. Tanggung Jawab Hukum Dilihat dari aspek lingkup bidang hukum, maka secara umum konsep tanggung jawab hukum (liability) akan merujuk pada tanggung jawab hukum dalam ranah hukum publik dan tanggung jawab hukum dalam ranah hukum privat. Tanggungjawab hukum dalam ranah hukum publik misalnya tanggung jawab administrasi Negara dan tanggung jawab hukum pidana. Sedangkan tanggungjawab dalam ranah hukum privat, yaitu tanggung jawab hukum dalam hukum perdata dapat berupa tanggungjawab berdasarkan wanprestasi dan tanggungjawab berdasarkan perbuatan melawan hukum. 1 tort /onrechtmatige daad (Belanda) (selanjutnya disingkat PMH). Tanggung jawab hukum perdata berdasarkan wanprestasi diawali dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban. Perjanjian diawali dengan adanya janji. Apabila dalam hubungan hukum berdasarkan perjanjian tersebut, pihak yang melanggar kewajiban (debitur) tidak melaksanakan atau melanggar kewajiban yang dibebankan kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai (wanprestasi) dan atas dasar itu ia dapat dimintai pertanggungjawaban hukum berdasarkan wanprestasi. 1 Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum,Jakarta: Pradnya Paramita, 1979., hal. 13
27
Embed
BAB II SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN KEPERDATAANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8383/3/T2_322010008_BAB II.pdf · adalah Arrest Hoge Raad 10 Juni 1910 dalam perkara kasus Zutphenese
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN KEPERDATAAN
A. Tanggung Jawab Hukum
Dilihat dari aspek lingkup bidang hukum, maka secara
umum konsep tanggung jawab hukum (liability) akan merujuk
pada tanggung jawab hukum dalam ranah hukum publik dan
tanggung jawab hukum dalam ranah hukum privat.
Tanggungjawab hukum dalam ranah hukum publik misalnya
tanggung jawab administrasi Negara dan tanggung jawab
hukum pidana. Sedangkan tanggungjawab dalam ranah
hukum privat, yaitu tanggung jawab hukum dalam hukum
perdata dapat berupa tanggungjawab berdasarkan
wanprestasi dan tanggungjawab berdasarkan perbuatan
melawan hukum.1 tort /onrechtmatige daad (Belanda)
(selanjutnya disingkat PMH).
Tanggung jawab hukum perdata berdasarkan
wanprestasi diawali dengan adanya perjanjian yang
melahirkan hak dan kewajiban. Perjanjian diawali dengan
adanya janji. Apabila dalam hubungan hukum berdasarkan
perjanjian tersebut, pihak yang melanggar kewajiban (debitur)
tidak melaksanakan atau melanggar kewajiban yang
dibebankan kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai
(wanprestasi) dan atas dasar itu ia dapat dimintai
pertanggungjawaban hukum berdasarkan wanprestasi.
1 Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum,Jakarta: Pradnya
Paramita, 1979., hal. 13
Sementara tanggungjawab hukum perdata berdasarkan
perbuatan melawan hukum didasarkan pada adanya
hubungan hukum, hak dan kewajiban, yang bersumber pada
hukum.
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dapat dijumpai baik
dalam ranah hukum pidana (publik) maupun dalam ranah
hukum perdata (privat). Sehingga dapat ditemui istilah
perbuatan melawan hukum pidana begitupun perbuatan
melawan hukum perdata. Dalam konteks itu jika
dibandingkan maka kedua konsep melawan hukum tersebut
memperlihatkan adanya persamaan dan perbedaan.
Persamaan pokok kedua konsep melawan hukum itu
adalah untuk dikatakan melawan hukum keduanya
mensyaratkan adanya ketentuan hukum yang dilanggar.
Persamaan berikutnya adalah kedua perbuatan melawan
hukum tersebut pada prinsipnya sama-sama melindungi
kepentingan (interest) hukum.
Perbedaan pokok antara kedua perbuatan melawan
hukum tersebut, apabila perbuatan melawan hukum pidana
lebih memberikan perlindungan kepada kepentingan umum
(public interest), hak obyektif dan sanksinya adalah
pemidanaan. Sementara perbuatan melawan hukum perdata
lebih memberikan perlindungan kepada private interest, hak
subyektif dan sanksi yang diberikan adalah ganti kerugian
(remedies).
B. Tanggungjawab Hukum Yang Berdasar Wanprestasi
Tanggung jawab hukum dengan dasar wanprestasi
didasari adanya perikatan. Perikatan timbul baik karena
perjanjian atau karena undang-undang.2 Aturan mengenai
hukum perjanjian di Indonesia terdapat dalam KUHPerdata
buku ketiga tentang perikatan. Berdasarkan Pasal 1313
KUHPerdata definisi persetujuan adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”.3
Apabila ada salah satu pihak tidak menghormati janji-
janji (kewajiban) yang sudah disepakati berarti ada pihak yang
kepentingannya dilanggar maka hukum memberikan
perlindungan atas kepentingan para pihak yang dilanggar
janjinya tersebut. Kepentingan yang dilindungi dalam hukum
perjanjian adalah kepentingan ekonomi. Tanggung jawab ini
lahir dari adanya pelanggaran terhadap sebuah perjanjian
(breach of promises). Janji-janji dalam konsep hukum
perikatan adalah prestasi. Rumusan prestasi dalam hukum
perikatan Indonesia dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1234
KUHPerdata, yaitu berupa:
1. Memberikan sesuatu;
2. Berbuat sesuatu;
3. Tidak berbuat sesuatu.
Dalam hukum perikatan, apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan prestasinya maka dikatakan wanprestasi. Kata
wanprestasi diresap dari kata wanprestasie (bahasa Belanda)
2 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata [Bugerlijke Wetboek], Ps.
1233. 3 Ibid., Ps. 1313
diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai non-performance
of contract atau breach of contract. Wanprestasi adalah
keadaan dimana seorang debitur (berutang) tidak memenuhi
atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan
dalam suatu perjanjian. Wanprestasi dapat berupa suatu
keadaan dimana pihak yang berkewajiban untuk
melaksanakan prestasi:
1. Tidak melaksanakan apa yang dijanjikan;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, namun tidak tepat
seperti apa yang dijanjikan;
3. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan.
Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena
kesengajaan, kelalaian atau tanpa kesengajaan. Konsekuensi
keadaan wanprestasi adalah pihak yang dirugikan dapat
menuntut pihak yang melakukan wanprestasi berupa
penggantian kerugian dengan perhitungan-perhitungan
tertentu berupa biaya, rugi dan bunga dan/atau pengakhiran
perjanjian. Yang dimaksud dengan biaya adalah setiap
pengeluaran yang dikeluarkan secara nyata oleh pihak yang
dirugikan sebagai akibat adanya wanprestasi. Sedangkan yang
dimaksud dengan kerugian adalah berkurangnya nilai
kekayaan debitur sebagai akibat adanya wanprestasi dari
pihak debitur.4
4 Munir Fuady. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis).
Cetakan ke-II,Bandung: PT. Citra Aditya Bekti, 2001,hal.138
Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka dia dapat
dituntut untuk:
1. pemenuhan perjanjian;
2. pemenuhan perjanian ditambah ganti rugi;
3. ganti rugi
4. pembatalan perjanjian;
5. pembatalan dengan ganti rugi.
Kewajiban membayar ganti rugi (schade vergoeding)
tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan
baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai (ingebrekestelling)
dan tetap tidak melaksanakan prestasinya. Hal ini diatur
dalam Pasal 1243 KUHPerdata.5
Sedangkan bentuk pernyataan lalai diatur dalam Pasal
1238 KUHPerdata yang pada pokoknya menyatakan:6
1. Pernyataan lalai tersebut harus berbentuk surat perintah
atau akta lain yang sejenis, yaitu suatu salinan daripada
tulisan yang telah dibuat lebih dahulu oleh juru sita dan
diberikan kepada yang bersangkutan.
2. Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri.
5 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata [Bugerlijke Wetboek], op. cit.,
Ps. 1243”Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya
suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan
atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah
ditentukan” 6 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata [Bugerlijke Wetboek], op. cit.,
Ps. 1238” Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan
akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu
bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan
lewatnya waktu yang ditentukan.
3. Jika tegoran kelalaian sudah dilakukan barulah menyusul
peringatan atau aanmaning yang biasa disebut sommasi.
C. Tanggung Jawab Hukum Berdasar Perbuatan Melawan
Hukum
Pengertian perbuatan melawan hukum pada awalnya
mengandung pengertian sempit namun sekarang pengertian
meluas yang digunakan. Pengertian perbuatan melawan
hukum yang sempit tersebut dipengaruhi oleh ajaran legisme.
Berdasarkan faham ini bahwa perbuatan melawan hukum
merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hak dan
kewajiban hukum menurut undang-undang. Sehingga
pengertian onrechtmatigedaad sama dengan perbuatan
melawan undang-undang (onwetmatigedaad).
Terdapat tiga Arrest Hoge Raad yang memiliki nilai
historis yang menggambarkan terhadap pemahaman istilah
“melawan hukum”. Arest pertama adalah Arrest Hoge Raad 6
Januari 1905 dalam perkara Singer Naaimachine. Arest kedua
adalah Arrest Hoge Raad 10 Juni 1910 dalam perkara kasus
Zutphenese Juffrouw. Arest ketiga adalah Hoge Raad 31
Januari 1919 dalam
perkara Lindenbaum vs. Cohen. Arrest Hoge Raad 6 Januari
1905 dalam perkara Singer Naaimachine. 7
7 Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer perbuatan Melawan Hukum, cet. 1 Bandung: Binacipta, 1991., hal. 9. Bahwa untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut, pada 11 Januari 1911 diajukan rancangan
reqout untuk merubah dan menambah redaksi Pasal 1401 BW dengan
perumusan PMH yang lebih luas, yaitu “perbuatan malawan hukum
adalah berbuat atau tidak berbuat yang karena kesalahan para pembuat bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaaan baik atau kewajiban
Perkara bermula dari seorang pedagang menjual mesin
jahit merek “Singer” yang telah disempurnakan. Padahal
mesin itu sama sekali bukan produk dari Singer. Kata-kata
“Singer” ditulis dengan huruf-huruf yang besar, sedang kata-
kata yang lain ditulis kecil-kecil sehingga sepintas yang
terbaca adalah”Singer” saja. Ketika pedagang itu digugat di
muka pengadilan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata (1401
B.W Belanda), Hoge Raad menolaknya karena pada waktu itu
tidak ada peraturan perundang-undangan yang melindungi
hak terhadap merek dagang.8
Secara umum, ada 5 (lima) prinsip-prinsip tanggung
jawab hukum dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
(liability base on fault)
Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat
dimintakan pertanggungjawabannya jika ada unsur
kesalahan yang dilakukan. Prinsip ini dalam pasal 1365
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
dipegang secara teguh. Pasal 1365 KUHPerdata
menyebutkan “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,