30
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori2.1.1 Definisi Imunisasi Imunisasi adalah cara
untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit,
sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak
menjadi sakit.1 Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi yang
sangat efektif untuk mencegah penyakit dan kematian dari penyakit
menular.2Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk
mencapai pada kekebalan di atas ambang perlindungan (imunisasi pada
bayi). Beberapa jenis imunisasi yang termasuk program pemerintah di
antranya adalah Imunisasi BCG, Hepatitis B, POLIO, DTP dan
Campak.3
7Vaksinasi adalah imunisasi aktif dengan pemberian vaksin
(antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi)
dari sistem imun di dalam tubuh.1 Vaksin adalah suatu produk
biologik yang terbuat dari kuman, kom ponen kuman atau racun kuman
yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang
kekebalan tubuh seseorang.62.1.2 Tujuan ImunisasiTujuan imunisasi
adalah mencegah penyakit pada seseorang dan mencegah penyakit
tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan
penyakit tertentu dari dunia, seperti imunisasi variola.7
Memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi yaitu BCG, Hepatitis B, Polio, DPT, Campak.Tujuan umum
dari imunisasi adalah untuk memberikan kekebalan kepada bayi
sehingga bisa mencegah penyakit dan kematian. Imunisasi dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada bayi dan balita,
sangat efektif untuk mencegah penyakit menular.2.1.3 Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi61. DifteriDifteri adalah penyakit
yang disebabkan oleh bakteri corynebacterium diphtheriae.
Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernapasan. Gejala
awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan
demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan
pada tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi
berupa gangguan pernapasan yang berakibat kematian. Penyakit
difteri dapat dicegah dengan pemberian imunisasi DTP.
1. PertusisPertusis disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari
adalah penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh
bakteri Bordetella pertussis. Penyebaran pertusis adalah melalui
tetesan-tetesan kecil yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala
penyakit adalah pilek, mata merah, bersin, demam dan batuk ringan
yang lama-kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk
menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah
pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian. Penyakit
pertusis dapat dicegah dengan pemeberian imunisasi DTP.1.
TetanusTetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium
tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar
dari orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk kedalam luka
yang dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang,
disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut,
berkeringat dan demam. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat
dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang
akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan
kematian. Penyakit tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi
DTP.
1. TuberkulosisTuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tubercullosa (disebut juga batuk darah). Penyakit ini
menyebar melalui pernapasan lewat batuk, bersin, dan berbicara.
Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan,
demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya
adalah batuk terus-menerus, nyeri dada dan mungkin batuk darah.
Gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Tuberculosis dapat
menyebabkan kelemahan dan kematian. Penyakit tuberkulosis dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi BCG (Bacillus Calmatte
Guerine).1. CampakCampak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
measles. Disebarkan melalui droplet bersin atau batuk dari
penderita. Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan,
batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah). Selanjutnya timbul ruam
pada muka dan leher, kemudian menyebar ketubuh dan tangan serta
kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga
dan infeksi saluran napas (pneumonia). Penyakit campak dapat
dicegah dengan pemeberian imunisasi Campak.1.
PoliomielitisPoliomielitis adalah penyakit pada sususan saraf pusat
yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu
virus polio type 1, 2, 3. Secara klinis penyakit polio adalah anak
dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut AFP (acute
flaccid paralysis). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran
manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan
gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama
sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi
dan tidak segera ditangani. Penyakit poliomielitis dapat dicegah
dengan pemberian imunisasi Polio.1. Hepatitis BHepatitis B
(penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit terutama melalui
suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses
persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya
tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah merasa lemah,
gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urine menjadi kuning,
kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata
ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan
Cirrosis Hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian. Penyakit
hepatitis B dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Hepatitis
B.
2.1.4 Jenis Kekebalan 11. Kekebalan Pasif Imunisasi yang
diberikan untuk memperoleh kekebalan pasif disebut imunisasi pasif
dengan memberikan antibodi atau faktor kekebalan pada seseorang
yang membutuhkan. Contohnya adalah pemberian imunoglobulin spesifik
untuk penyakit tertentu, misalnya imunoglobulin anti tetanus untuk
penderita penyakit tetanus. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama
karena akan dimetabolisme oleh tubuh.1. Kekebalan AktifKekebalan
aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen secara
alamiah atau melalui imunisasi. Imunisasi yang diberikan untuk
memperoleh kekebalan aktif disebut imunisasi aktif dengan
memberikan zat bioaktif yang disebut vaksin, dan tindakan itu
disebut vaksinasi. Kekebalan yang diperoleh dengan vaksinasi
berlangsung lebih lama dari kekebalan pasif karena adanya memori
imunologis yang efektif maka vaksinasi harus mengikuti cara
pemakaian dan jadwal yang telah ditentukan oleh produsen vaksin
melalui bukti uji klinis yang telah dilakukan.
2.1.5 Jenis-jenis VaksinPada dasarnya vaksin dibagi menjadi 2
jenis, yaitu8 :1. Live attenuated (kuman atau virus hidup yang
dilemahkan)Vaksin hidup yang dibuat dari virus atau bakteri yang
dilemahkan melalui proses laboratorium. Karena vaksin berasal dari
virus atau bakteri hidup yang dilemahkan, maka kuman tersebut masih
dapat menimbulkan penyakit, namun gejala yang muncul relatif jauh
lebih ringan dibandingkan dengan penyakit yang diperoleh secara
alami.Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami
kerusakan bila terkena panas atau sinar, maka harus dilakukan
pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.Vaksin hidup
attenuated yang tersedia berasal dari dua :1. Berasal dari virus
hidup : vaksin campak, gondongan (parotitis), rubela, polio,
rotavirus, demam kuning.1. Berasal dari bakteri : vaksin BCG dan
demam tifoid oral.1. Inactivated (kuman, virus atau komponenya yang
dibuat tidak aktif)Kuman, virus, atau komponen yang dibuat tidak
aktif dihasilkan dengan cara membiakan bakteri atau virus dalam
media pembiakan, kemudian mikroorganisme tersebut dibuat tidak
aktif dengan pemberian bahan kimia (misalnya formalin). Inactivated
vaccine dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri, atau
hanya diambil komponen dari kedua mikroorganisme tersebut.Vaksin
inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :1. Seluruh sel
virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis
A.1. Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid,
kolera, lepra.1. Vaksin fraksional yang masuk sub unit, contoh
hepatitis B, influenza, pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme
disease.1. Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.1.
Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan
Haemophillus influenzae tipe B.1. Gabungan polisakarida
(Haemophillus influenzae tipe b dan pneumokokus).0. Imunisasi Wajib
(Imunisasi Dasar)6,7Jadwal imunisasi berdasarkan rekomendasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia adalah :BCG (0-3 bulan, 1 kali pemberian),
Hepatitis B (0, 1 dan 6 bulan), Polio (0, 2, 4, 6, 18-24 bulan dan
5 tahun), DTP (2, 4, 6, 18-24 bulan dan 5 tahun), Campak (9 bulan
dan 5-7 tahun), HiB (2, 4, 6, 15-18 bulan), Pneumokokus (PCV) (2,
4, 6, 15-18 bulan), Influenza (6 bulan-18 tahun, diberikan setiap
tahun), Varisela (12 bulan-18 tahun, diberikan 1 kali), MMR (15
bulan, 5-7 tahun), Tifoid (24 bulan-18 tahun, ulangan tiap 3
tahun), Hepatitis A (24 bulan-18 tahun, 2 kali, interval 6-12
bulan), HPV (10-18 tahun, 3 kali pemberian). Gambar 2.1. Jadwal
imunisasi berdasarkan IDAI9Jadwal imunisasi berdasarkan rekomendasi
Departemen Kesehatan adalah :Hepatitis B 0 (0-7 hari), BCG dan
Polio 1 (1 bulan), DPT atau Hepatitis B 1 dan Polio 2 (2 bulan),
DPT atau Hepatitis B 2 dan Polio 3 (3 bulan), DPT atau Hepatitis B
3 dan Polio 4 (4 bulan), Campak (9 bulan).Umur0-7 hari1 bulan2
bulan3 bulan4 bulan9 bulanJenis ImunisasiHB 0BCG, Polio 1DPT/HB 1,
Polio 2DPT/HB 2, Polio 3DPT/HB 3, Polio 4Campak
Tabel 2.1. Jadwal imunisasi berdasarkan DEPKES101. Imunisasi BCG
(Bacillus Calmatte Guerine)Vaksin BCG di gunakan untuk pemberian
kekebalan aktif terhadap tuberkulosa. Vaksinasi BCG diberikan
sebelum berumur 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih
luas, Kementrian Kesehatan menganjurkan vaksinasi BCG pada umur
antara 0-12 bulan. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3
bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu. Vaksin BCG
diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Vaksinasi BCG merupakan
vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien dengan sistem
kekebalan yang rendah (leukemia, anak yang sedang mendapat
pengobatan steroid jangka panjang, atau menderita infeksi
HIV).Vaksin BCG disuntikan didaerah lengan kanan atas sesuai
anjuran WHO, karena lebih mudah dilakukan (jaringan lemaknya,
koreng yang terbentuk tidak menggangu struktur otot setempat
dibandingkan pemberian didaerah pantat dan paha).Kontraindikasi :1.
Reaksi uji tuberkulin > 51. Menderita gizi buruk1. Menderita
demam tinggi1. Menderita infeksi kulit yang luas1. Pernah sakit
tuberculosis
Efek samping :1. Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang
bersifat umum seperti demam 1-2 minggu1. Timbul indurasi dan
kemerahan di tempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian
pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara
spontan dan meninggalkan tanda parut1. Kadang-kadang terjadi
pembesaran kelenjar regional di ketiak atau leher, terasa padat,
tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Gambar 2.2. Vaksin
BCG11
1. Imunisasi Hepatitis BVaksin hepatitis B (HepB) harus segera
diberikan setelah lahir, karena vaksinasi HepB merupakan upaya
pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan
dari ibu kepada bayinya segera setelah lahir. Jadi imunisasi HepB-1
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, mengingat sedikitnya
3,9% ibu hamil mengidap hepatitis B aktif dengan resiko penularan
kepada bayinya sebesar 45%. Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1
bulan (4 minggu) setelah imunisasi HepB-1 yaitu saat bayi berumur 1
bulan. Imunisasi HepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.Kementrian
Kesehatan mulai 2005 memberikan vaksin HepB saat lahir dalam
kemasan uniject, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/HepB
diberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah pemberian
dan meningkatkan cakupan HepB-3 yang masih rendah. Apabila sampai
usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B,
maka secepatnya diberikan imunisasi HepB dengan jadwal 3 kali
pemberian (catch-up vaccination). Ulangan imunisasi hepatitis B
(HepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar
pencegahan belum tercapai (anti HBs < 10 ug/ml).Kontraindikasi
:1. Hipersensitiv terhadap komponen vaksin1. Tidak boleh diberikan
kepada penderita infeksi berat yang disertai kejangEfek Samping :1.
Reaksi lokal seperti rasa sakit1. Kemerahan dan pembengkakan
disekitar tempat penyuntikan1. Reaksi yang terjadi bersifat ringan
dan biasanya hilang setelah 2 hari Gambar 2.3. Vaksin Hepatitis
B11
1. Imunisasi Polio (Oral Polio Vaccine)Vaksin Oral Polio (OPV)
hidup adalah vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi
virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (strain sabin) yang sudah
dilemahkan. Selama Indonesia belum dinyatakan WHO bebas polio liar,
vaksinasi dasar sebaiknya menggunakan vaksin polio tetes. Polio-0
diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman Kemenkes sebagai tambahan
untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi. Hal ini diperlukan
karena Indonesia rentan terhadap penyebaran virus polio liar dari
daerah endemik polio (India, Afganistan, Sudan). Mengingat OPV
berisi virus polio maka diberikan saat bayi meninggalkan rumah
sakit/rumah bersalin agar tidak mencemari bayi lain karena virus
polio vaksin dapat dikeluarkan melalui tinja.Untuk imunisasi dasar
(polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2, 4, 6 bulan, interval antara
dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu. Dalam rangka
pemberantasan polio, masih diperlukan Pekan Imunisasi Nasional
(PIN) yang dianjurkan oleh Kementrian Kesehatan. Pada PIN, semua
balita harus mendapat imunisasi polio tetes tanpa memandang status
imunisasinya (kecuali pasien penurunan kekebalan diberikan polio
suntikan) untuk memperkuat kekebalan di mukosa saluran cerna dan
memutuskan penyebaran virus polio liar. Vaksinasi polio ulangan
diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, dan imunisasi
selanjutnya dilakukan saat masuk sekolah (5-6 tahun).Kontraindikasi
:1. Pada individu yang menderita immune deficiency1. Tidak ada efek
yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang
sedang sakit Jika anak sedang menderita diare, maka dosis ulangan
dapat diberikan setelah sembuh.Efek Samping :1. Efek samping berupa
paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi1.
Pusing dan diare Gambar 2.4. Vaksin Polio11
1. Imunisasi DPTVaksin jerap DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang
dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi.
Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak
boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan jarak 4-8 minggu.
DPT-1 diberikan pada umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan dan
DTP-3 pada umur 6 bulan. Ulangan (booster/penguat) DPT selanjutnya
diberikan satu tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan
DPT-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.Vaksin DPT dapat
dikombinasi dengan vaksin lain yaitu Hepatitis B, Hib, atau polio
injeksi (IPV). Pada umur 5 tahun harus diberikan penguat ulangan
DPT. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan, vaksinasi DTP
diberikan pada awal sekolah dasar dalam program bulan imunisasi
anak sekolah (BIAS).Kontraindikasi :1. Gejala-gejala keabnormalan
otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan
pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis1. Anak yang mengalami
gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus
dihindarkan pada dosis kedua dan untuk meneruskan imunisasinya
dapat diberikan DTEfek Samping :1. Gejala-gejala yang bersifat
sementara seperti, lemas, demam, kemerahan pada tempat suntika1.
Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi,
iritabilitas dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah
imunisasi
Gambar 2.5. Vaksin DPT11
1. Imunisasi CampakVaksin campak disebabkan oleh virus campak.
Virus campak termasuk didalam famili paramyxivirus. Virus campak
sangat sensitiv terhadap panas, sangat mudah rusak pada suhu 370C.
Vaksin campak disuntikan pada umur 9 bulan, vaksinasi campak
diberikan pada kesempatan kedua (second oppotunity pada crash
program campak) pada umur 6-59 bulan dan SD kelas 1-6. Crash
program campak ini telah dilakukan secara bertahap (5 tahap)
disemua provinsi pada 2006 dan 2007.Selanjutnya vaksinasi campak
dosis ke-2 diberikan pada program BIAS (Bulan Imunisasi Anak
Sekolah) yaitu secara rutin pada anak sekolah SD kelas 1 Apabila
telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan dan ulangan umur
6 tahun, ulangan SD kelas 1 tidak diperlukan.Kontraindikasi :1.
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency 1. Individu yang
diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia,
lymphoma.Efek Samping :1. Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam
ringan dan,1. kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari
setelah vaksinasi. Gambar 2.6. Vaksin Campak11
0. Faktor Keberhasilan Imunisasi1. PengetahuanIstilah ilmu
pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang berasal
dari bahasa Latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang
berarti mempelajari, mengetahui. Ilmu sebagai aktivitas ilmiah
dapat berwujud penelaahan, penyelidikan, usaha menemukan atau
pencarian.121. Partisipasi MasyarakatPartisipasi mendukung
masyarakat untuk mulai sadar akan situasi dan masalah yang
dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai
untuk mengatasi masalah mereka. Kemampuan masyarakat untuk
mewujudkan dan memengaruhi arah serta pelaksanaan suatu program
ditentukan dengan mengandalkan power yang dimilikinya sehingga
pemberdayaan (empowerment) merupakan central theme atau jiwa
partisipasi yang sifatnya aktif kreatif.132. Stigma Stigma adalah
untuk merujuk pada ciri yang menurunkan nilai seseorang di mata
orang lain.14 sehingga dapat menyebabkan pandangan masyarakat yang
buruk pada seseorang atau kelompok tertentu.3. Kualitas dan
Kuantitas VaksinVaksin adalah mikroorganisme atau tosoid yang
diubah sedemikian rupa sehingga patogenisistas atau toksisitasnya
hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenisitas. Beberapa
faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan
vaksinasi, seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian
ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin.1a. Cara pemberian
vaksin akan mempengaruhi respon imun yang timbul. Misalnya vaksin
polio oral akan menimbulkan imunitas lokal di samping sistemik,
sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistemik
saja.b. Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah
mempengaruhi reson imun yang terjadi. Dosis yang terlalu tinggi
akan menghambat respon imun yang diharapkan, sedang dosis imun yang
terlalu rendah tidak merangsang sel imunokompeten. Dosis yang tepat
dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena itu dosis vaksin
harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.c. Frekuensi
pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi. Sebagai mana telah
kita ketahui, respon imun, sekunder menimbulkan sel efektor aktif
lebih cepat, lebih tinggi produksinya. Di samping frekuensi, jarak
pemberianpun akan mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila
pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi
spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan
oleh antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut sehingga tidak
sempat merangsang sel imunokompeten. Bahkan dapat terjadi apa yang
dinamakan reaksi Arthus, yaitu bengkak kemerahan didaerah suntikan
antigen akibat pembentukan kompleks antigen antibodi lokal sehingga
terjadi peradangan lokal.d. Ajuvan adalah zat yang secara
nonspesifik dapat meningkatkan respon imun terhadap antigen. Ajuvan
akan meningkatkan respon imun dengan mempertahankan antigen pada
atau dekat dengan suntikan, dan mengaktivasi sel APC (antigen
presenting cells) untuk memproses antigen secara efektif dan
memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten
lainnya.
0. Faktor yang mempengaruhi hilangnya kesempatan imunisasi pada
anak 1 tahunPada penelitian terhadap anak usia 8-35 bulan di
Amerika Serikat pada tahun 2002 mendapatkan bahwa faktor-faktor
yang dapat menjadi penghalang imunisasi adalah kekhawatiran
terhadap efek samping vaksin, jadwal imunisasi yang membingungkan,
harga vaksin, ketidaknyamanan pada proses vaksinasi, anak sering
sakit dan alasan agama. Kehawatiran terhadap efek samping vaksin
tidak berhubungan dengan status imunisasi. Namun secara keseluruhan
diperkirakan bahwa persepsi orang tua terhadap faktor penghalang
tersebut tampaknya bukan merupakan penyebab yang bermakna terhadap
underimmunization pada anak.2Rendahnya cakupan imunisasi pada anak
disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang menyebabkan
rendahnya cakupan imunisasi dasar pada anak usia 12-23 bulan adalah
urutan anak dalam keluarga, tinggal di daerah pedesaan, rendahnya
pendidikan orang tua dan status sosioekonomi serta banyaknya jumlah
anggota keluarga.2
0. Kerangka TeoriKerangka teori merupakan gambaran dari teori
dimana suatu problem riset berasal atau dikaitkan.
Imunisasi TerlaksanaKetersediaan VaksinKetersediaan
PetugasJadwal Imunisasi
Stigma sosialKualitas dan kuantitas vaksinPartisipasi
masyarakatPengetahuan orang tua
Hilangnya kesempatan imunisasi
Gambar 2.7. Kerangka Teori11, 12, 1, 13Keterangan :: Tidak
diteliti: Diteliti
0. Kerangka KonsepKerangka konsep dalam suatu penelitian adalah
kerangka yang berhubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti
atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan
kerangka teori diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut : Variabel Independen Variabel dependen
Pengetahuan orang tua
Partisipasi masyarakat
Hilangnya kesempatan imunisasiStigma sosial
Kualitas dan kuantitas vaksin
Gambar 2.8. Kerangka KonsepBerdasarkan kerangka kerja diatas
dapat dijelaskan, penelitian akan mencari faktor-faktor yang
berhubungan dengan hilangnya kesempatan imunisasi di Kecamatan
Cibeber Kota Cilegon tahun 2012
0. HipotesisHipotesis dalam penelitian ini adalah :Ha1 :Ada
pengaruh pengetahuan orang tua dengan insidensi hilangnya
kesempatan imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota Cilegon tahun
2012.Ho1 :Tidak ada pengaruh pengetahuan orang tua dengan insidensi
hilangnya kesempatan imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota Cilegon
tahun 2012.Ha2 :Ada pengaruh partisipasi masyarakat dengan
insidensi hilangnya kesempatan imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota
Cilegon tahun 2012.Ho2 :Tidak ada pengaruh partisipasi masyarakat
dengan insidensi hilangnya kesempatan imunisasi di Kecamatan
Cibeber Kota Cilegon tahun 2012.Ha3 : Ada pengaruh stigma sosial
dengan insidensi hilangnya kesempatan imunisasi di Kecamatan
Cibeber Kota Cilegon tahun 2012.Ho3 : Tidak ada pengaruh stigma
sosial dengan insidensi hilangnya kesempatan imunisasi di Kecamatan
Cibeber Kota Cilegon tahun 2012.Ha4 : Ada pengaruh kualitas dan
kuantitas vaksin dengan insidensi hilangnya kesempatan imunisasi di
Kecamatan Cibeber Kota Cilegon tahun 2012.Ho4 : Tidak ada pengaruh
kualitas dan kuantitas vaksin dengan insidensi hilangnya kesempatan
imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota Cilegon tahun 2012.