digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 19 BAB II RAHN, IJA>RAH, DAN FATWA DSN-MUI A. Rahn 1. Pengertian Rahn Secara etimologi, gadai (rahn) merupakan bentuk masdar dari : رﻫﻦ– ﻳﺮﻫﻦ- رﻫﻦyang artinya menggadaikan, mengutangi, jaminan utang, menungguhkan 1 . Dalam merumuskan pengertian rahn secara bahasa mempunyai dua makna yaitu ام ﱠواﻟﺪ و ت ﻮ اﻟﺜﱡﺒـ(tetap dan lama), yakni tetap atau berarti مو اﻟﻠﱡﺰ وﺲ ﺒ اﳊ(pengekangan atau keharusan). 2 Rahn adalah menjadikan harta benda sebagai jaminan utang agar utang itu dilunasi (dikembalikan), atau dibayarkan harganya jika tidak dapat mengembalikannya. 3 Secara sederhana bahwa rahn adalah semacam jaminan utang dalam gadai. Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian hutang piutang untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berhutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap hutangnya itu. Barang jaminan tetap menjadi hak milik orang yang menggadaikan (orang yang berhutang) tetapi dikuasai oleh penerima gadai (yang berpiutang). Gadai mempunyai nilai sosial yang tinggi dan dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong. 4 1 Ahmad Warson Munawar, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, edisi kedua (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), 542. 2 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, III (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), 159. 3 Abdullah bin Muhammad ath-thayyar, Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam Pandangan 4 Mazhab, (Yogyakarta: Maktabah al-hanif, 2009), 174. 4 Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), 3
28
Embed
BAB II RAHN IJA>RAH, DAN FATWA DSN-MUI A. 1. Pengertian …digilib.uinsby.ac.id/18943/5/Bab 2.pdf · Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian hutang piutang untuk suatu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Gadai hukumnya ja>iz (boleh) menurut al-Qur’an, sunnah dan ijma’.
a. Dalil al-Quran menganai rahn terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 283
Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secaratunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, makahendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yangberpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagianyang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikanamanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada AllahTuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikanpersaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, makasesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Baqarah : 283).5
b. Dalil as-Sunnah salah satunya yang bersumber dari ‘Aisyah r.a.
)٢٦٩١:رواه البخاي ( من يـهودي إىل اجل ورهنه درعا من حديد Artinya : “Dari ‘Aisyah ra berkata, bahwa sesungguhnya Nabi SAWmembeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaranditangguhkan dengan menggadaikan baju besinya.”6
Dalam hadith tersebut nabi melaksanakan gadai ketika sedang di
Madinah. Ini menunjukkan bahwa gadai tidak terbatas hanya untuk
5 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjamahnya, (Bandung: Syaamil quran, 2012), 49.6 Imam Zainudin achmad bin al-Lathif az-Zabidi, Ringkasan Shahih Bukhari, Penerjemah:Achmad Zaidun, Cet.1. (Jakarta: Pustaka Amani,2002), 355.
Ija>rah baik dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah
mengupah merupakan bentuk muamalah yang telah disyariatkan dalam
Islam. Hukum asalnya adalah boleh atau mubah apabila dilakukan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam hukum Islam.22
Berikut landasan hukum yang dijadikan landasan oleh para ulama
akan kebolehan ija>rah bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapakn syara’ berdasarkan ayat Al-Qur’an, Al-Hadis, dan Ijma yaitu:
a. Al-Qur’an
Landasan hukum mengenai ija>rah terdapat dalam surat al-Baqarah:
233 sebagai berikut:
.. Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, makatidak ada dosa bagimu apabila kemu memberikan pembayaran menurutyang patut...” (Q.S. al-Baqarah: 233)23
Kemudian landasan hukum mengenai ija>rah terdapat dalam surat
al-Qasash ayat 26 sebagaimana berikut :
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakkuambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnyaorang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialahorang yang kuat lagi dapat dipercaya." (QS. al-Qasash: 26)24
22 Amir Syarifudin, Garis-garis Besar Fiqh, Cet. II, (Jakarta: Kencana, 2003), 216.23 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjamahnya, (Bandung: Syaamil quran, 2012), 37.24 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjamahnya, (Bandung: Syaamil quran, 2012), 388.
تجم واعطى احلجام أجره روى ابن عباس أن انيب صلى هللا عليعه وسلم اح )روه أمحد والبخارى وسلم(
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw.Bersabda, “berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnyakepada tukang bekam itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)25
c. Ijma’
Umat Islam pada masa sahabat telah berijma’ bahwa ija>rah
dibolehkan sebab bermanfat bagi manusia.26 Selain itu, sebagian
masyarakat sangat membutuhkan akad ini karena dapat meringankan
beban. Tentang di syariatakan sewa menyewa, semua kalangan sepakat
dan hampir semua ulama menyetujuinya.
3. Rukun dan Syarat Ija>rah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ija>rah adalah ijab dan qabul, antara
lain dengan menggunakan kalimat : al-ija>rah, al- isti’jar, al- ikhtira’, dan al-
ikra.27
Sedangkan rukun ija>rah menurut mayoritas ulama ada empat, yaitu
a. Aqid, yaitu orang yang melakukan akad yakni ajir sebagaipenerima sewa
dan musta’jir sebagai penyewa jasa atau penerima upah.
b. Sighat (ijab qabul), yaitu ikatan kata antara ajir dan musta’jir.
upah (ujrah) dan akadnya sendiri. Diantara syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut:28
1) Kerelaan dari kedua pelaku akad. Syarat ini didasarkan pada firman
Allah dalam surah An-Nisa (4) ayat 29:
Artinya: wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu salingmemakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama sukadiantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirim. Sungguh AllahMaha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa’: 29)29
2) Objek akad bermanfaat dengan jelas.
Jika manfaat itu tidak jelas dan dapat menyebabkan
perselisihan, maka akadnya menjadi tidak sah karena ketidakjelasan
menghalangi penerimaan, penyimpanan dan penyerahan sehingga
tidak tercacpai maksud akad tersebut. Kejelasan objek akad terwujud
dengan penjelasan manfaat, yaitu dengan mengetahui barang yang
disewakan. Selanjutnya adalah penjelasan masa waktu, karena
penjelasan waktu ini sangat penting maka akad menjadi jelas. Kalau
tidak ada penentuan waktu maka akad menjadi tidak jelas kadarnya
kecuali dengan adanya penentuan waktu. Dengan penentuan tersebut
maka akan menghindarkan dari hal hal yang merugikan. Kemudian
mengenai penjelasan objek kerja, hal ini menjadi sebuah tuntutan
28 Rahmad Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 126-128.29 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjamahnya, (Bandung: Syaamil quran, 2012),
Fatwa berasala dari bahasa Arab al-fatwa, walfutya jamaknya
fatawa37 yang telah diadopsi dan membumi dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Kamus istilah Keuangan dan Perbankan Syariah mendefinisikan
fatwa sebagai penjelasan tentnang hukum Islam yang diberikan oleh seorang
fa>qih atau lembaga fatwa kepada umat, yang muncul karena adanyapertanyaan
ataupun tidak.38 Secara sederhana fatwa menurut KBBI adalah jawab
(keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah.39
Dalam struktur organisasi bank syariah, ada lembaga yang bertugas
mngawasi dan bertanggung jawab memberikan pengawasan terhadap
operasional bank syariah, yakni Dewan Pengawas Syariah. Selain Dewan
Pengawas Syariah, pada tingkat nasional ada pula Dewan Syariah Nasional
(DSN).
Dewan Syariah Nasional adalah badan yang dibentuk oleh Majelis
Ulama Indonesia pada tahun 1999 yang memiliki kompetensi dan otoritas
resmi sehingga berwenang mengeluarkan ketentuan-ketentuan syariah dalam
bentuk fatwa Dewan Syariah Nasional40 Fatwa-fatwa tersebut kemudian
dituangkan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI).41 Dengan
37 A.W. Munawar, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, edisi kedua (Surabaya:Pustaka Progresif, 2002), 103438 Bank Indonesia, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, (Jakarta: DirektoratPerbankan Syariah, 2006), 18.39 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga Jakarta: BalaiPustaka, 20017), 314.40 Butir IV Keputusan Ddewan Syariah Nasional No. 01 Tahun 2000 tanggal 1 April 2000tentang Pedoman Dasar Dewan Majelis Ulama Indonesia tentang Pedoman Rumah Tangga DSN-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah NasionalSyariah Nasional41 Pasal 26 ayat (1), (2), dan (3) UU Perbankan Syariah
dituangkannya fatwa-fatwa DSN ke PBI maka prinsip-prinsip syariah terkait
dengan kegiatan usaha bank syariah yang tercntum dalam PBI tersebut
menjadi hukum positif yang mengikat perbankan syariah.42 Keberadaan PBI
merupakan amanat dari UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004.43
Berkaitan dengan perkembangan lembaga keuangan syariah itulah,
keberadaan DSN beserta produk hukumnya mendapat legitimasi dari BI yang
merupakan lembaga negara pemegang otoritas dibidang perbankan, seperti
tertuang dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/1999,
di mana pada pasal 31 dinyatakan: “untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
usahanya, bank umum syariah diwajibkan memperhatikan fatwa DSN”, lebih
lanjut, dalam Surat Keputusan tersebut juga dinyatakan: “”demikian pula
dalam hal bank akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksudkan dalam
Pasal 28 dan Pasal 29, jika ternyata kegiata usaha yang dimaksudkan belum
difatwakan oleh DSN, maka wajib meminta persetujuan DSN sebelum
melakukan usaha kegiatan tersebut”.
Dewan Syariah Nasional (DSN) secara struktural berada dibawah
MUI dan bertugas menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan
kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya. Pada
prinsipnya, pendirian DSN dimaksudkan sebagai usaha untuk efisiensi dan
koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan
42 Lihat Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan Perundang-undangan.43 Pasal 10 ayat (3) UU No. 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU no. 23 tahun 1999 tentangBank Indonesia.
masalah ekonomi dan keuangan, selain itu DSN juga diharapkan dapat
berperan sebagai pengawas, pengarah dan pendorong penerapan nilai-nilai
prinsip ajaran islam dalam kehidupan ekonomi.44
Fungsi fatwa DSN bagi perbankan syariah antara lain adalah:
1. Pedoman bagi Dewan Pengawas Syariah dalam menjalankan tugas
pengawasan di masing-masing bank syariah.
2. Dasar hukum bagi abnk syariah dalam melakukan kegiatan usahanya.
3. Landasan bagi peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tentang
perbankan syariah dan kegiatan usaha bank syariah.
Dari sekian banyak fatwa yang telah dikeluarkan DSN-MUI, penulis
mengambil fatwa yang berkenaan dengan teori yang penulis bahas pada bab
ini. Fatwa yang penulis ambil adalah fatwa no. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang
rahn45.. Dewan Syariah Nasional dalam menetapkan fatwa ini dengan
pertibangan antara lain sebagai berikut:
a. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan
masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan
utang;
b. bahwa lembaga keuangan syari'ah (LKS) perlu merespon kebutuhan
masyarakat tersebut dalam berbagai produknya;
c. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah,
Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa untuk
44 Angka IV butir 2 huruf b Keputusan Dewan Syariah Nasional No. 1 tahun 2000 tanggal 1April tahun 200045 Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah NasionalMUI, Cet 4, (Jakarta: Gaung Persada, 2006), 25.
dijadikan pedoman tentang Rahn, yaitu menahan barang sebagai jaminan
atas utang.
Sebagai pengingat DSN-MUI dalam menetapkan fatwa maka
disebutkan seperti dibawah ini:
1. Firman Allah, QS. Al-Baqarah [2]: 283:
…وإن كنتم على سفر ومل جتدوا كاتبا فرهان مقبـوضة "Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperolehseorang juru tulis maka hendaklah ada barang tanggungan yangdipegang..."
2. Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a., ia berkata:
أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اشتـرى طعاما من يـهودي إىل أجل ورهنه .درعا من حديد
"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah membeli makanan denganberutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besikepadanya."
3. Hadits Nabi riwayat al-Syafi'i, al-Daraquthni dan Ibnu Majah dari Abu
Hurairah, Nabi s.a.w. bersabda:
.ق الرهن من صاحبه الذي رهنه، له غنمه وعليه غرمه ال يـغل "Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yangmenggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya."
4. Hadits Nabi riwayat Jama'ah, kecuali Muslim dan al-Nasa'i, Nabi s.a.w.
bersabda:
الظهر يـركب بنـفقته إذا كان مرهونا، ولنب الدر يشرب بنـفقته إذا كان مرهونا، .وعلى الذي يـركب ويشرب النـفقة
"Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki denganmenanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperahsusunya dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan
.األصل يف المعامالت اإلباحة إال أن يدل دليل على حترميهاPada dasarnya segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali ada dalilyang mengharamkannya.
Kemudian DSN-MUI juga memperhatikan pendapat-pendapat dalam
menetapkan fatwa. Pendapat tersebut antara lain:
1. Pendapat Ulama tentang Rahn antara lain:
املغين البن قدامة، (املسلمون على جواز الرهن يف اجلملة وأما اإلمجاع فأمجع )367، ص 4ج
Mengenai dalil ijma', ummat Islam sepakat (ijma') bahwa secara garis besarakad rahn (gadai/penjaminan utang) diperbolehkan
مغين احملتاج للشربيين، (يـتـرتب عليه نـقص املرهون للراهن كل انتفاع بالرهن ال )131ص 2ج
Pemberi gadai boleh memanfaatkan barang gadai secara penuh sepanjangtidak mengakibatkan berkurangnya (nilai) barang gadai tersebut.
ر احلنابلة يـرى اجلمهور غيـMayoritas Ulama selain mazhab Hanbali berpendapat bahwa penerimagadai tidak boleh memanfaatkan barang gadai sama sekali.
2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Kamis,14 Muharram 1423 H./ 28 Maret 2002 dan hari Rabu, 15 Rabi'ul Akhir1423 H. / 26 Juni 2002.
Setelah menerangkan latar belakang akan dibuatnya fatwa kemudian
juga mempertimbangkan dalil dalil yang berhubungan dengan rahn.
Pertimbangan terakhir adalah memperhatian pendapat mengenai rahn, maka
DSN-MUI menetapkan fawa tentang rahn adalah sebagai berikut:
Pertama : HukumBahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminanutang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagaiberikut.
Kedua : Ketentuan Umum1. murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk
menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yangmenyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Padaprinsipnya, marhun tidak boleh dimanfaatkanoleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak menguranginilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar penggantibiaya pemeliharaan dan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnyamenjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan jugaoleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaanpenyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidakboleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhuna. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan
rahin untuk segera melunasi utangnya.b. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya,
maka marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelangsesuai syariah.Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasiutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yangbelum dibayar serta biaya penjualan.
c. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dankekurangannya menjadi kewajiban rahin.
4. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkanakad Ijarah.
Kedua : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuanjika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubahdan disempurnakan sebagaimana mestinya.