Top Banner
15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan yang bersifat universal. 1 Kesenian yang merupakan salah satu unsur kebudayaan keberadaannya sangat diperlukan manusia dalam pemenuhan kebutuhan. Pada umumnya kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat bersifat sosio-religius, yang bermaksud bahwa kesenian tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sosial dan memiliki kepentingan yang erat kaintannya dengan kepercayaan masyarakat yang bersangkutan. Kesenian juga merupakan sesuatu yang hidup senapas dengan mekarnya rasa keindahan yang tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran rasa. 2 Bakker berpendapat bahwa kesenian merupakan suatu keindahan/estetika yang mewujudkan nilai rasa dalam arti luas. Kesatuan manusia yang terdiri atas budi dan badan tidak dapat mengungkapkan pengalamannya secara memadai dengan akal murni saja. Rasa mempunyai kepekaan terhadap kenyataan yang tidak ditemukan oleh akal. Adanya kecenderungan bahwa manusia itu dapat menerima suatu keindahan yang salah satunya adalah kesenian. 3 1 Koentjaraningrat., Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 204. 2 Timbul Haryono., “Sekilas Tentang Seni Pertunjukan Masa Jawa Kuna: Refleksi dari Sumber-Sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah Kebudayaan volume 1, tahun 1999, (Yogyakarta: Yayasan Studi Jawa), hlm. 92. 3 Bakker SJ, J.W.M., Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, (Jakarta dan Yogyakarta: BPK Gunung Mulia dan Kanisius, 1994), hlm. 47.
29

BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

May 23, 2019

Download

Documents

buikien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

15

BAB II

PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA

A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta

1. Pengertian Kesenian

Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan yang bersifat universal.1

Kesenian yang merupakan salah satu unsur kebudayaan keberadaannya sangat

diperlukan manusia dalam pemenuhan kebutuhan. Pada umumnya kesenian yang

tumbuh dan berkembang dalam masyarakat bersifat sosio-religius, yang

bermaksud bahwa kesenian tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sosial dan

memiliki kepentingan yang erat kaintannya dengan kepercayaan masyarakat yang

bersangkutan. Kesenian juga merupakan sesuatu yang hidup senapas dengan

mekarnya rasa keindahan yang tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke

masa, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran rasa.2

Bakker berpendapat bahwa kesenian merupakan suatu keindahan/estetika

yang mewujudkan nilai rasa dalam arti luas. Kesatuan manusia yang terdiri atas

budi dan badan tidak dapat mengungkapkan pengalamannya secara memadai

dengan akal murni saja. Rasa mempunyai kepekaan terhadap kenyataan yang

tidak ditemukan oleh akal. Adanya kecenderungan bahwa manusia itu dapat

menerima suatu keindahan yang salah satunya adalah kesenian.3

1 Koentjaraningrat., Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta,

1990), hlm. 204. 2 Timbul Haryono., “Sekilas Tentang Seni Pertunjukan Masa Jawa Kuna:

Refleksi dari Sumber-Sumber Arkeologis”, dalam JAWA: Majalah Ilmiah

Kebudayaan volume 1, tahun 1999, (Yogyakarta: Yayasan Studi Jawa), hlm. 92. 3 Bakker SJ, J.W.M., Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, (Jakarta

dan Yogyakarta: BPK Gunung Mulia dan Kanisius, 1994), hlm. 47.

Page 2: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

16

Munculnya kesenian biasanya secara spontanitas menurut situasi dan

kondisi dalam masyarakat tersebut. Sebagai contoh, apabila mata pencaharian

masyarakat itu di sektor pertanian atau bertani maka isi kesenian itu ditujukan

untuk kepentingan pertanian, dan apabila masyarakat hidup sebagai nelayan, maka

kesenian itu juga disesuaikan dengan kehidupan nelayan. Begitu juga di

Yogyakarta yang merupakan pusat kebudayaan Jawa, maka kesenian-kesenian

atau seni pertunjukan yang ada dan berkembang pesat, bersifat serimonial.

Kesenian Jawa yang merupakan refleksi estetis orang Jawa dalam

berinteraksi dengan lingkunganya, tidak terpisah dari pola kulturnya yang

makrokosmis. Karena itu seni adalah simbol kosmis, dan bentuk karyanya

dikategorikan fundamental eksistensi manusia, yang menyajikan struktur

pengetahuan tentang yang ada (being), kepercayaan agraris dan nilai. Dengan

demikian seni tidak bersifat otonom, melainkan berakar dari filosofi kehidupan

kolektif masyarakatnya.

Kesenian tradisional terbagi menjadi dua, yakni kesenian tradisional

keraton/istana dan kesenian kerakyatan. Kesenian istana berciri formal, halus,

terikat, aturan ketat, runtut dan mendetail, serta sering disebut dengan kesenian

adiluhung (adi “bagus, utama, indah”, luhung “agung, hebat”). Karena kesenian

istana adalah simbol kosmis, tidak otonom, dan berakar dari filosofi kehidupan

masyarakatnya. Sedangkan kesenian rakyat pedesaan bersifat sederhana dan

spontan, tidak resmi, serta punya hubungan erat dengan “konsep-konsep religius

kuna”.

Pada hakekatnya, kesenian Jawa yang asli dan indah selalu terdapat di

dalam lingkungan istana raja dan di daerah-daerah Jawa sekitarnya. Pulau Jawa

Page 3: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

17

khususnya kota Yogyakarta memiliki kesenian khas dan kebudayaan yang tinggi,

bahkan merupakan pusat serta sumber kesenian di Indonesia. Yogyakarta

merupakan satu daerah di Jawa Tengah yang apabila dilihat dari segi kesenian

sangatlah unik dan menarik, ini dikarenakan daerah ini masih dipimpin oleh

seorang Sultan yang masih memegang teguh adat istiadat khususnya kesenian.

2. Seni Pertunjukan

a. Sejarah Seni Pertunjukan

Seni pertunjukan tradisional Jawa sudah dikenal sejak lama. Di dalam

beberapa relief maupun prasasti disebutkan beberapa bentuk pahatan ataupun

ukiran yang menggambarkan bagaimana masyarakat Jawa telah berkesenian.

Bahkan di dalam relief-relief di candi-candi tertentu ditemukan pula beberapa

penggambaran bentuk-bentuk instrumen musik yang berupa kecapi dan

celempung pada candi Jago, reyong di candi Ngrimbi, kendhang di candi

Tegawangi, gong pada candi Kedato dan candi Panataran, bendhe dan terompet

pada candi Sukuh, dan sebagainya. Bila dilihat berdasarkan data yang

dikumpulkan dan diperoleh gambaran sekilas tentang bagaimana seni pertunjukan

masa Jawa Kuna sekitar abad V-XVI yang meliputi seni musik gamelan, seni tari

dan lawak topeng, serta wayang.4

Seni pertunjukan yang dikenal dalam masyarakat adalah bentuk seni yang

ingin dipertunjukkan kepada masyarakat. Seni pertunjukan itu lahir dari

4 Timbul Haryono., “Wayang Dan Jati Diri Bangsa, Sebuah Renungan”,

dalam Makalah Seminar Balai Kajian Jarahnitra, (Yogyakarta: P2NB, 1999),

hlm. 100.

Page 4: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

18

masyarakat, dan ditonton oleh masyarakat.5 Itu berarti bahwa seni pertunjukan

lahir dan dikembangkan oleh masyarakat, apabila ini benar dalam masyarakat

hadir berbagai sistem sosial yang menggerakkan dinamika masyarakat (sistem

kepercayaan, sistem sosial, sistem kekuasaan dan sebagainya), maka seni

pertunjukan yang tumbuh dan berkembang itu tidak bisa dan tidak pasti

dipengaruhi oleh sistem yang berkembang dalam masyarakat, intinya masyarakat

mempunyai pengaruh dalam perkembangan seni pertunjukan.

Tradisi diartikan sebagai adat kebiasaan yang dilakukan dalam masyarakat

dan setiap tempat atau daerah yang berbeda. Keseluruhan gagasan yang berasal

dari masa lalu yang masih ada pada masa kini benar-benar belum dilupakan,

gagasan tersebut disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini serta

kebiasaan yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan

yang diwariskan mencakup berbagai nilai budaya yang meliputi adat istiadat dan

kepercayaan.

Masyarakat pedesaan cenderung lebih erat hubungannya dengan berbagai

macam tradisi yang harus dipertahankan keberadaanya sesuai warisan nenek

moyang. Apabila masyarakat diidentifikasi sebagai masyarakat agraris maka

masyarakat agraris cenderung tidak berani berspekulasi dengan alternative yang

baru. Kata tradisi banyak mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan kesenian.

Hasil kesenian tradisi merupakan pewarisan yang dilimpahkan oleh masyarakat

berasal dari angkatan tua kepada angkatan muda. Kriteria yang menentukan bagi

5 Umar Kayam., Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa Dan Perubahan,

Ketika Orang Jawa Nyeni. Syafri Sairin Dan Heddy Shri Ahimsa Putra (ed.),

(Yogyakarta: Galang Press, 2000), hlm. 1.

Page 5: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

19

konsep tradisi diciptakan melalui tindakan dan kelakuan manusia melalui pikiran

dan imajinasi manusia diteruskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.6

Seni tradisional khususnya pertunjukan rakyat tradisional yang dimiliki,

hidup dan berkembang dalam masyarakat sesungguhnya mempunyai fungsi

penting, hal itu terlihat terutama dalam dua segi, yaitu daya jangkau

penyebaranya, dan fungsi sosialnya. Dari penyebaran seni pertunjukan rakyat

memliki wilayah jangkauan yang meliputi seluruh lapisan masyarakat, dari segi

fungsionalnya, daya tarik seni pertunjukan rakyat terletak pada kemampuan

sebagai pembangunan dan pemeliharaan solidaritas kelompok.7

Dalam perkembangan kebudayaan termasuk di dalamnya perkembangan

kesenian (seni pertunjukan) juga tidak lepas dengan derasnya pertumbuhan

industrialisasi. Industrialisasi akan mengakibatkan pula berkembangnya

kebudayaan massa seperti acara-acara TV, musik populer, bioskop, kaset dan

video. Hasil kebudayaan seperti itu adalah budaya komersial, selalu bercorak

hiburan, tidak rumit, serta berciri baru (modern) dan pada umumnya mengundang

penonton yang banyak. Jadi kebudayaan massa adalah kebudayaan yang telah

dikemas oleh pembuatnya, diproduksi sesuai dengan kebutuhan pasar dan

besarnya penikmat. Oleh karena itu, pada zaman “modern” seperti sekarang ini

seni pertunjukan tradisional mendapat dua pesaing yaitu (1) seni pertunjukan

modern dan (2) seni pertunjukan massa.

Keberadaan seni pertunjukan tradisional, khususnya seni pertunjukan

tradisional Jawa sekarangpun mulai mengalami perkembangan serta pergeseran

6 Jaecken Maspermana Putra., Dinamika Social Budaya Seniman

Dongkrek Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun Tahun 1982-2009, (Surakarta:

Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa UNS, 2014). 7 Umar Kayam., op.cit., hlm. 340.

Page 6: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

20

sesuai dengan kondisi zamannya. Apabila hal ini tidak dilakukannya sudah tentu

seni pertunjukan tradisional akan tersingkir sendiri dari penontonnya dan lama-

kelamaan akan hilang dengan sendirinya. Namun demikian yang penting dalam

mempertontonkan seni pertunjukan adalah bagaimana kesenian tersebut dapat

memberikan suatu pesan nilai tertentu kepada para penontonnya.

Djelantik berpendapat, munculnya seni pertunjukan asal mulanya dari

kegiatan ritual yang dibutuhkan oleh manusia setelah ia mampu memikirkan

tentang keberadaannya di dunia. Oleh karena mampu memberi jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah keduniawian, ia beralih

kepada kepercayaan akan perlindungan oleh leluhur dan kekuatan-kekuatan yang

ada di alam semesta, yang mengatur alam dan kehidupan manusia.

Kekuatan-kekuatan itu dibayangkan sebagai dewa atau roh, dimana

manusia dapat meminta pertolongan sewaktu diperlukan, misalnya pada waktu

terjadi wabah penyakit, bencana alam, kekeringan, dan sebagainya. Untuk

menjalin hubungan dengan kekuatan-kekuatan tersebut dilakukan pemujaan atau

persembahyangan dan tindakan-tindakan yang bersifat ritual, yang dimaksudkan

untuk lebih meyakinkan dirinya dan masyarakat sekitarnya akan terjadinya

hubungan spiritual itu. Untuk itu, ucapan-ucapan diperkuat dan diperindah

menjadi nyanyian yang kemudian dibantu dengan iringan suara benda-benda

seadanya seperti: kayu atau bambu. Namun dalam perkembangan selanjutnya

benda-benda tersebut ada yang dibuat dari logam. Dengan bernyanyi lebih lama

maka terciptalah ritma (irama), demikian pula dengan perubahan-perubahan nada,

maka terciptalah lagu. Lagu dan ritme mengundang gerakan badan pada waktu

melakukan upacara, dengan demikian maka terciptalah seni tari dan seni

Page 7: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

21

karawitan bersamaan dengan ritual yang dilaksanakan. Semua hal yang dilakukan

itu sempat ditonton oleh masyarakat, sehingga tanpa sengaja terciptalah seni

pertunjukan.8

Bentuk seni pertunjukan ritual yang juga mengandung peran sebagai

media pendidikan budi pekerti adalah seni pertunjukan wayang ritual. Hal ini

dikarenakan seni pertunjukan untuk adegan ritual atau ruwatan untuk sesuatu,

sedangkan cerita wayangnya tetap sebagai bentuk cerita untuk media pendidikan

budi pekerti. Oleh karena itu, masyarakat Jawa sering dianggap masyarakat yang

penuh filosofi karena selalu menampilkan simbolisme dan makna yang tersirat

sebagai media pendidikan dalam setiap pementasan seni pertunjukan wayang kulit

maupun seni pertunjukan lain.

b. Tantangan Seni Pertunjukan

Keberadaan seni tradisi dan seniman semakin memprihatinkan. Panggung-

panggung hiburan tempat seni tradisi pentaspun juga semakin banyak yang tutup,

gulung tikar dan tidak beroperasi lagi. Di sisi lain, para senimannya pun sudah

semakin kehilangan akan jati dirinya sebagai seniman, karena paling tidak para

seniman dituntut untuk lebih berkreasi maupun bermotivasi dalam upaya

menyiasati era global sekarang ini, agar kesenian tradisional dapat tetap bertahan

hidup. Keberadaan seni pertunjukan tradisional ternyata sangat ditentukan oleh

dua hal yang penting, yaitu:

8 Djelantik, A.A.M., “Seni Pertunjukan Ritual dan Politik”, dalam

GELAR: Jurnal Ilmu dan Seni STSI Surakarta. Volume 2 No. 1 Oktober 1999,

hlm. 9.

Page 8: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

22

(1). Faktor senimannya (Pekerja seni/ pelaku seni)

(2). Kepedulian masyarakat pendukungnya.9

(1). Faktor seniman (pelaku seni)

Seniman adalah seseorang yang sepenuh kehidupannya dicurahkan kepada

salah satu bentuk kesenian. Profesi seniman diperoleh seseorang dapat melalui

bakat, dalam hal ini karena faktor keturunan dan dapat pula karena belajar atau

melalui sosialisasi. Keberadaan seniman seni tradisional pada saat ini sungguh

memprihatinkan. Mereka kurang dihargai atau kurang memperoleh perhatian di

masyarakat maupun pemerintah. Pekerja seni dianggap sebagai pekerjaan yang

diremehkan, dan kurang dapat menjanjikan untuk kelangsungan hidup seseorang.

Tantangan keberadaan seniman seni tradisi dalam menatap masa depan

sebenarnya cukup berat. Sebab mereka harus benar-benar dapat bersaing dengan

jenis kesenian modern maupun kontemporer yang telah banyak tampil bahkan

merajai layar kaca (TV). Para seniman seni tradisi hendaknya akan selalu tanggap

terhadap perubahan lingkungannya, sehingga dapat membuat terobosan-terobosan

baru tanpa meninggalkan pakem. Hal demikian kiranya perlu dilakukan agar seni

tradisi tetap dicintai oleh masyarakat pendukungnya.

(2). Faktor masyarakat pendukungnya

Dilihat dari animo penonton seni tradisi yang semakin lama semakin

sedikit, para pelaku seni tradisi hendaknya harus berani mengambil gebrakan atau

inisiatif atau terobosan baru agar seni tradisi ini tetap diminati oleh

9 Sujarno, Christriyati Ariani, Siti Munawaroh, Suyami., Seni Pertunjukan

Tradisional, Nilai, Fungsi, Dan Tantangannya, (Yogyakarta: Kementerian

kebudayaan dan pariwisata, 2003), hlm. 57.

Page 9: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

23

masyarakatnya. Tentu saja terobosan atau usaha ini tidak berhasil apabila tanpa

ada dukungan dari masyarakat sebagai pemangku kebudayaan tersebut.

Secara umum keinginan masyarakat untuk tetap menonton seni

pertunjukan tradisional tetap tinggi. Di samping bermanfaat sebagai hiburan juga

mengandung nilai-nilai moral yang dapat dijadikan cermin bagi kehidupan di

dalam masyarakat. Oleh karena itu kepedulian masyarakat untuk selalu mencintai

seni pertunjukan tradisional perlu ditumbuhkan.

3. Seni Karawitan

a. Karawitan

Pengertian karawitan bermula dari kata “rawit” yang artinya halus, lembut,

indah, rumit. Karawitan bermakna suatu hasil karya yang halus, lembut, rumit dan

indah untuk dirasa dan dilihat. Karawitan adalah kesenian yang halus indah,

mengait pada seni bunyi-bunyian, seni suara, seni pedalangan, seni tatah sungging

ukir, tari dan sastra. Pengertian karawitan kemudian menjurus kepada seni bunyi-

bunyian tradisional kedaerahan.10

Karawitan adalah bentuk orchestra dari perangkat musik gamelan atau

karawitan sering diartikan sebagai seni musik tradisional yang dimainkan dengan

menggunakan gamelan. Biasanya, seni musik ini dipentaskan dalam pagelaran

seni untuk mengiringi tarian, upacara adat, dan tembang-tembang bernuansa

kedaerahan.11

Untuk selanjutnya bahasan tentang karawitan Jawa yaitu seni musik

tradisional kedaerahan Jawa.

10

Amir Rochkyatmo., Seni Karawitan, Rekaman Sekilas Kondisi

Karawitan Dewasa Ini, (GATRA: 1988), hlm. 50. 11

Noor Sulistyobudi., “Seni Karawitan, Pendidikan Budi Pekerti”, dalam

Jantra Vol. 8, No. 1, Juni 2013, (BPNB: Yogyakarta), hlm. 40.

Page 10: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

24

Gamelan sebagai sarana penampilan karawitan telah hadir di tengah-

tengah lingkungan masyarakat Jawa dan telah melampaui kurun waktu yang

cukup lama. Kata gamelan berasal dari bahasa Jawa “gamel” yang berarti

memukul/menabuh, diikuti akhiran –an yang menjadikannya sebagai kata benda.

Istilah gamelan mempunyai arti sebagai satu kesatuan alat musik yang dimainkan

secara bersama-sama yang sering disebut dengan istilah karawitan. Gamelan

adalah seperangkat alat musik yang berasal dari Jawa, sedangkan karawitan

adalah seni bermain/memainkan/menabuh/membunyikan seperangkat gamelan

yang menghasilkan alunan irama yang enak yang merupakan perpaduan antara

alat musik yang satu dengan lantunan syair-syair bernuansa kedaerahan dalam

tembang-tembang sehingga akan menjadikan irama yang enak/indah didengar.

Pada peninggalan bangunan-bangunan kuno di Jawa Tengah terdapat relief

yang menggambarkan waditra gamelan sebagai pertanda bahwa pada saat itu

gamelan telah dikenal, bahkan pada masa prasejarah salah satu peninggalan

kebudayaan jaman perunggu adalah nekara perunggu yang berfungsi sebagai

genderang perang dan alat upacara mengundang hujan. Nekara perunggu

merupakan prototip kendang. Di candi Borobudur didapati relief kendang dalam

berbagai jenis dan bentuk, saron, calung-gambang, simbal yang sekarang dikenal

dengan nama kecer. Di candi Prambanan juga terdapat relief yang

menggambarkan kendang silindris, kendang simetris, kecer dan genta. Di Jawa

Timur, Candi Singasari, Candi Jago, Candi Jawi Dan Candi Kedaton, Candi

Panataran Dan Candi Penanggungan memberikan informasi akan adanya relief

waditra gamelan, di antaranya: gong, gong kecil, dhog-dhog, reyog, dan simbal.

Kitab-kitab sastra berbahasa Jawa Kuna Bharatayuddha misalnya menyebutkan

Page 11: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

25

adanya beri, curing, gubar, gong, kalasangka, kemanak, salunding. Demikian

pula kitab Nagarakertagama, Arjunawijaya, Sutasoma dan kidung Ranggalawe

menyebutkan beberapa waditra gamelan.12

b. Perkembangan Seni Karawitan

Keberadaan gamelan sudah ada sejak lama. Hal ini dapat dibuktikan dari

tulisan-tulisan, maupun prasasti-prasasti di dinding candi yang ditemukan.

Perkembangan selanjutnya mengalami perubahan dari bentuk, jenis, maupun

fungsinya. Bukti tertua mengenai keberadaan alat-alat musik tradisional Jawa dan

berbagai macam bentuk permainanya dapat ditemukan pada piagam “Tuk Mas”

yang bertuliskan Pallawa. Kesederhanaan bentuk, jenis dan fungsinya tentu

berkaitan erat dengan pola hisup masyarakat pada waktu itu. Pada piagam tersebut

terdapat gambar sangka-kala, yaitu semacam terompet kuno yang digunakan

untuk perlengkapan upacara keagamaan.13

Kehidupan seni karawitan sampai sekarang ini mengalami perjalanan

sejarah yang panjang bersamaan dengan munculnya kerajaan-kerajaan besar,

seperti Majapahit, dan Mataram. Di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan tersebut,

gamelan (seni karawitan) mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Perkembangan yang terjadi pada dunia seni karawitan merupakan suatu produk

kebudayaaan yang selalu ingin berkembang, menyesuaikan kondisi jaman. Hal ini

sesuai dengan kodratnya, bahwa seni karawitan sebagaimana cabang seni

pertunjukan tradisi lainnya dikategorikan dalam jenis seni komunal, yaitu seni

yang lahir dari, oleh dan untuk masyarakat.

12

Amir Rochkyatmo., loc.cit. 13

Purwadi dan Afendy Widayat., Seni Karawitan Jawa Ungkapan

Keindahan dalam Musik Gamelan, (Yogyakarta: Hanan Pustaka, 2006), hlm. 7.

Page 12: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

26

Keberadaan dan perkembangan seni karawitan tergantung pada kondisi

masyarakat. Dalam konteks yang lain dapat dikategorikan dalam bentuk seni yang

patronage, yaitu seni jenis yang mengabdi kepada sesuatu atau seseorang yang

dianggap sebagai payungnya, sehingga keberadaan dan perkembangnya

tergantung pada penguasa.

Perkembangan seni karawitan pada jaman kerajaan berjalan pesat. Peran

raja sebagai penguasa tunggal sangat menentukan hidup dan matinya suatu bentuk

seni. Seperti yang diutarakan dalam puisi abad ke-14 Kakawin Negarakertagama,

kerajaan Majapahit mempunyai lembaga khusus yang bertanggung jawab

mengawasi program seni pertunjukan. Begitu pentingnya seni pertunjukan

(karawitan) sebagai suatu pertanda kekuasaan raja adalah keterlibatan gamelan

dan teater pada upacara-upacara atau “pesta-ria” keraton.14

Perkembangan seni karawitan berlanjut dengan munculnya Kerajaan

Mataram. Pada jaman tersebut dianggap sebagai tonggak seni karawitan, terutama

gaya Yogyakarta dan Surakarta. Tidak hanya penambahan jenis-jenis gamelan

saja melainkan fungsi seni karawitan pun mengalami perkembangan. Di samping

sebagai sarana upacara, seni karawitan juga berfungsi sebagai hiburan. Dahulu

seni karawitan produk keraton hanya dinikmati di lingkungan keraton.

Selanjutnya, karena keterbukaan keraton dan palilah dalem, seni karawitan

produk kraton sudah berbaur dengan masyarakat pendukungnya.

Karawitan Jawa dapat tampil dalam dua fungsi: fungsi mandiri dan fungsi

pengiring, baik sebagai pengiring tari maupun pengiring pakeliran15

:

14

Sumarsam., Gamelan: Interaksi Budaya dan Perkembangan Musikan Di

Jawa, (Surakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 11-19. 15

Amir Rochkyatmo., loc.cit.

Page 13: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

27

(1). Karawitan Mandiri

Gendhing-gendhing pakurmatan pada hakekatnya merupakan karawitan

mandiri. Gendhing-gendhing tersebut mempergunakan 2 nada, 3 nada atau 4 nada.

Gendhing pakurmatan dalam 2 nada misalnya kodhok ngorek, gendhing 3 nada

adalah monggang, sedangkan yang menjelajahi 4 nada adalah carabalen dengan

gendhing Klumpuk dan Glagah kanginan. Disebut carabalen karena menabuh

gamelan menggunakan gaya Bali. Gamelan sekaten yang dipukul setiap tahun

sekali di halaman masjid agung di Yogyakata, Surakarta dan juga di Cirebon

untuk merayakan Maulud Nabi Besar Muhammad SAW, termasuk dalam

golongan karawitan mandiri, dengan rancakan gamelan tersendiri dan

gendhingnya pun khusus, di antaranya: Rambu, Rangkung, Barangmiring. Jenis-

jenis karawitan mandiri yang lain adalah: Bonangan, Siteran, Cokekan, Gadhon,

Sniswaran, Larasmadya dan Klenengan.

(2). Karawitan Pengiring

a). Karawitan Sebagai Iringan Tari

Sesuai dengan fungsinya karawitan untuk iringan tari masih lebih banyak

bersifat mantradisi, namun bukan berarti tertutup kemungkinan adanya garap

baru. Sejalan dengan kepentingan penampilan tari yang senantiasa terbatas akan

tersedianya waktu, maka gendhing-gendhing iringan mengalami peningkatan pula.

Iringan untuk sendratari menggunakan rangkaian gendhing-gendhing yang

bermacam-macam jenis, dengan tempo yang bermacam-macam pula. Di dalam

penampilan sendratari ini muncul beberapa tambahan waditra baru seperti bedug,

gendering, kadang-kadang terompet untuk memberikan kejelasan tekanan gerak

yang ditampilkan sesuai kehendak penata tari. Pada tari bedaya dan srimpi

Page 14: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

28

iringanya sederhana, yaitu rampak vokal, disertai beberapa waditra: kemanak,

kenong dan gong sebagai penuntun nada.

b). Karawitan Sebagai Iringan Pergelaran Wayang Kulit Purwa

Karawitan yang berfungsi sebagai iringan dalam pakeliran wayang kulit

purwa gendhing-gendhingnya meliputi 3 tahap pathet: pathet nem, pathet sanga

dan pathet manyuro. Gamelan yang dipergunakan adalah gamelan slendro. Serat

Sastramiruda menyebutkan bahwa karawitan yang mengiringi pakeliran wayang

kulit purwa mempergunakan gamelan slendro. Di dalam pakeliran wayang kulit

purwa, fungsi gamelan sangat berarti oleh karena memberikan kejiwaan terhadap

boneka wayang yang digerakkan. Akhir-akhir ini penggunaan karawitan sebagai

iringan pakeliran menyesuaikan kemampuan dan ketrampilan penabuh gamelan.

Dalang menyesuaikan kekuatan karawitannya.

B. Pengertian Sinden

1. Sinden

Pesindhèn atau sindhèn adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi

mengiringi orchestra gamelan, yang umumnya sebagai penyanyi satu-satunya.

Dalam kamus Bahasa Jawa, sinden/sin·den/ /sindén/ n penyanyi wanita pada seni

gamelan atau dalam pertunjukan wayang (golek, kulit), sedangkan menyinden/

me-nyin-den/ v menyanyikan lagu pada seni karawitan atau pada pertunjukan

wayang (golek, kulit): meskipun sejak umur tujuh belas tahun sudah belajar -,

sekarang ia lebih menekuni rias pengantin. Pesindhèn yang baik harus

mempunyai kemampuan komunikasi yang luas dan keahlian vokal yang baik serta

kemampuan untuk menyanyikan tembang.

Page 15: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

29

Sinden adalah nembang mbarengi gamelan. Penjelasannya adalah vokal

putri yang menyertai karawitan dilakukan oleh seorang pesinden, dahulu

istilahnya taledhek, bahkan sekarang ada yang menyebut nama lain yang manis

yang swarawati atau waranggana. Dalam sumber yang akan dikaji sinden dapat

juga disebut waranggana “wara” yang berarti wanita, dan “anggana” yang

berarti sendiri, dalam hal ini berarti wanita yang sendiri dalam seni karawitan

maupun seni pertunjukan wayang, dan dalam Kamus Bahasa Kawi

“waranggana” berarti bidadari.16

Urutan menurut bahasa sinonimnya yaitu

taledhek-sinden-waranggana-widowati-swarawati. Semua mempunyai arti yang

sama dengan sinden yang dimaksud dalam keterangan diatas. Waranggana dibagi

menjadi 2, yakni Waranggana Tayub dan Waranggana Pesinden. Waranggana

Tayub adalah penari wanita kesenian tayub yang juga memiliki keahlian

menembang, sedangkan Waranggana Pesinden hanya memiliki keahlian menari

saja dan khusus untuk pertunjukan wayang kulit.17

Sinden mempunyai keindahan dalam seni swara yang dapat dinikmati bagi

semua masyarakat umum yang mendengarkan dan melihat seni pertunjukan itu

baik dalam seni karawitan maupun dalam pertunjukan wayang kulit. Misalnya

seorang dalang sedang suluk, maka secara bersamaan menyanyikan tembang

adalah pesinden dan wiraswara atau penggerong, yaitu koor yang dinyanyikan

oleh beberapa orang pria.

16

Wojowaskito., “Kamus Bahasa Kawi Indonesia”, (Jakarta: CV.

Pengarang, 1983). 17

Bahrul Huda., Kesenian Tayub di Nganjuk sebagai Sarana Agitasi

Politik, (Surakarta: Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

UNS, 2005), hlm. 64.

Page 16: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

30

Beberapa sumber yang dapat menjelaskan kemunculan sinden di telusuri

pada kebudayaan jawa berupa peninggalan candi Borobudur. Pada relief candi

Borobudur sekitar 1800-an dan candi-candi prambanan hindu sekitar tahun 915

terdapat banyak adegan-adegan gadis-gadis menari, para musisi bermain seruling,

sitar, silofon, kuningan dan bambu, tanduk, kerang, dan simbal serta beberapa

orang penyanyi perempuan serta penonton yang menyaksikan.18

Pada abad XIX oleh R.ng. Djagakusuma dalam memainkan gamelan yaitu

dalam wadah karawitan dengan memakai penyanyi laki-laki yang mempunyai

peran sebagai penggiring tari bedaya dan upacara ritual di istana, kemudian mulai

menyebar di luar istana bersama pertunjukan wayang kulit dan pertunjukan tari. 19

Sinden pada saat itu berfungsi sebagai perjamaan atau pagelaran tari

bedaya ketawang dan tari bedaya Srimpi. Bertugas nyindeni bedhayan-bedhayan

untuk laki-laki (penggerong) dan untuk perempuan sinden, keduanya bertugas

membawa gamelan pusaka dalam gerebek besar. Sedangkan sinden yang ada di

dalam keraton di bagi menjadi dua fungsi. Pertama, bertugas sebagai penggiring

tari bedhaya dan kedua sinden yang bertugas menyindeni gendhing-gendhing

yang bukan bedhayan seperti niyaga, taledhek, badut, wiraswara. 20

Sinden adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seni suara vokal

atau koor (yang juga dapat dilakukan oleh sekelompok) pesinden wanita atau

pesinden pria (seperti contoh sindenan bedaya srimpi) maupun vokal putri (yang

18

James R. Brandon., Seni Pertunjukan Di Asia Tenggara, (Yogyakarta:

Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 1989), hlm. 26. 19

Sutrisno., Sejarah Karawitan, (Surakarta: Akademi Seni Karawitan

Indonesia, 1976), hlm. 130. 20

Isnin Sholihin., Kehidupan Pesinden Di Kecamatan Gondang

Kabupaten Sragen: Suatu Kajian Sejarah Kebudayaaan/Kesenian, (Surakarta:

Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, 2005), hlm. 80.

Page 17: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

31

sekarang lazim dilakukan oleh pesinden waranggana atau swarawati) dengan

lagu yang berirama ritmis yaitu tidak ketat mengikuti gendhing.21

Sinden sangat berhubungan erat dengan kajian masalah yang diterima dan

umum dalam masyarakat Jawa yaitu dalam kisah sejarah karawitan, sejarah

wayang kulit, sejarah tari bedhaya Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta

serta dalam sejarah kesenian tayub. Disini perlu dijelaskan dan ditegaskan bahwa

sinden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sinden yang berkecimpung

dalam pertunjukan wayang kulit dan tidaklah sama baik status dan perannya

dengan taledhek didalam kesenian tayub.22

2. Perkembangan Sinden

Fenomena tergusurnya wanita dalam jagat “musik tradisi” sudah lama

diberlangsungkan dan bukan merupakan satu hal yang aneh. Kuasa laki-laki masih

sangat dominan. Musik-musik tradisi Nusantara dan khususnya Jawa

menempatkan supremasinya sebagai satu dari sekian banyak kebudayaan yang

memiliki wajah dan jiwa kekerasan yakni kelelakian. Wanita hanya menjadi

simbol yang mengguratkan aura feminisitas sehingga kehadirannya kadang

dianggap kurang layak jika menghuni ruang-ruang dengan imaji yang maskulin.

Wanita mengalami kebangkrutan eksistensi dalam jagat musik tradisi di Jawa.

Adanya sinden seolah memberi oasis yang menyegarkan bagi denyut hidup wanita

dalam musik tradisi terutama karawitan Jawa.

Sinden sendiri berarti vokal tunggal yang (kebanyakan) dibawakan oleh

wanita. Namun, agak berbeda pengertian sinden dengan vokalis dalam musik pada

21

Supanggah., Dibuang Sayang, (Surakarta: Sekolah Tinggi Seni

Indonesia Surakarta, 1988), hlm. 30. 22

Isnin Sholihin., op.cit., hlm. 79.

Page 18: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

32

umumnya. Sinden bukanlah vokalis. Vokalis adalah orang yang bernyanyi dan

diiringi dengan instrumen musik. Vokalis menjadi pusat perhatian karena tema

dan pesan utama tertampung dalam balutan lirik-liriknya. Dengan demikian,

vokalis menjadi acuan dalam sebuah pertunjukan musik. Sementara pengertian

sinden tidak demikian. Kedudukan sinden setara dengan instrumen gamelan lain.

Tidak mencoba diiringi maupun mengiringi. Singkatnya, sinden juga dianggap

sebagai satu kesatuan instrumen gamelan. Agar terwujudnya capaian rasa

gendhing yang ideal, maka semua instrumen harus saling bersinergi antara satu

dengan yang lain, tak terkecuali sinden.

Pada pergelaran wayang zaman dahulu, sinden duduk di belakang dalang,

tepatnya di belakang tukang gender dan di depan tukang kendhang. Posisi duduk

sinden yaitu bersimpuh dalam balutan kain jarik dengan posisi punggung tegak

tanpa sandaran. Tidak dengan hanya hitungan menit namun hitungan jam, bahkan

semalam suntuk sinden harus duduk dengan posisi demikian. Sinden hanya

seorang diri saja dan biasanya istri dari dalang atau salah satu pengrawit dalam

pergelaran tersebut. Seiring perkembangan zaman, mulai tahun 1975 Ki Narto

Sabda melakukan beberapa pengembangan. Sinden tempatnya diubah menghadap

penonton, tepatnya di sebelah kanan dalang, membelakangi simpingan wayang,

dan sekarang sinden berjumlah lebih dari dua orang. Ki Narta Sabda, kemudian

memberi kesempatan kepada pengunjung wayang kulit untuk meminta lagu-lagu

ke pesinden pada adegan gara-gara atau punakawan. Adegan ini sering disebut

adegan “saweran”, penonton yang meminta lagu ada yang memberi uang ke

sinden atau melempar rokok ke ki dalang. Situasi tersebut terus berkembang, dan

akhirnya pada pakeliran masa sekarang, peran sinden dilengkapi dengan adegan

Page 19: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

33

musik campur sari atau musik ndhang-ndhut. Di lingkungan para dalang muncul

sikap pro dan kontra, sebab kehadiran musik campur sari atau musik ndhang-

ndhut telah menyimpang dari pakem pakeliran wayang. 23

Sinden yang secara langsung menjadi etalase bagi mata penonton. Dengan

arah hadap yang berbalik dengan dalang, mengharuskan para pesinden untuk

tampil cantik dan menawan. Kedua, seorang sinden harus memiliki penguasaan

bekal musikal yang mumpuni. Pesinden berada dalam pusaran tafsir dan imajinasi

musikal tinggi. Karenanya, tak semua vokalis wanita mampu menjadi pesinden. Ia

harus sadar betul cara mengornamentasi sebuah gendhing dengan tafsir teks

(cakepan), irama, rasa, tempo dan tentu saja garap. Sinden yang handal berarti

telah qatam akan semua itu. Seorang sinden diuji bukan dari kualitas suara

semata, namun kesatuan yang terjalin dengan gendhing yang dibawakan. Oleh

karena itu, pesinden berbeda dengan penembang. Disebut sinden karena

kehadirannya yang menyertai sebuah gendhing walaupun teks vokal yang

disajikan adakalanya berupa tembang. Sementara penembang bisa melagukan

vokal secara mandiri tanpa adanya (iringan) gendhing gamelan. Singkatnya,

pesinden sudah pasti penembang, namun penembang bukan berarti seorang

pesinden. Hal ini wajib diketahui agar keduanya tidak saling silang pengertian.

Susan Pratt Walton dalam disertasinya yang berjudul “Heavenly Nymphs

and Earthy Delights: Javanese Female Singers, Their Music and Their Lives”

(1996) dengan lugas menyatakan, walaupun suara sinden lebih terdengar nyaring

daripada instrumen gamelan lainnya tapi bukan berarti ia menjadi panutan dan

23

Henricus Supriyanto., “Kedudukan Dan Fungsi Pesinden Wayang

Malangan Di Keluarga, Komunitas Seni Pertunjukan Dan Masyarakatnya: Kajian

Budaya, Analisis Gender”, dalam Studia Philosophia et Theologica Volume 6

Nomer 2, (Surabaya: Universitas Negeri, 2006), hlm. 175-176.

Page 20: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

34

dasar acuan. Karena dalam hampir keutuhan sajian, sinden tidak berperan sebagai

pemimpin bagi keseluruhan ansambel layaknya vokalis dalam orchestra musik

Barat. Namun, sinden menjadi begitu istimewa karena boleh dikata ialah satu-

satunya yang memberi “warna lain” dalam pertunjukan karawitan. Bukan karena

apa yang disajikan, namun oleh siapa yang melagukannya. Sinden adalah wanita

yang kadang memberi guratan nuansa lain dalam ingar-bingar kuasa laki-laki atas

gamelan.24

Dewasa ini, suatu pertunjukan wayang purwa tidak dianggap lengkap jika

tidak ada pesindennya, meskipun dalam konteks sejarah munculnya pesinden

dalam pagelaran wayang purwa belum dikenal pada awal abad ini.25

Paling sedikit

harus ada seorang pesinden, biasanya dua orang. Fungsi pesinden untuk

menciptakan suasana indah untuk mengimbangi pertunjukan dalang yang klasik,

sehingga sindenan atau nyanyian pesinden, baik dalam solo maupun dalam koor

seyogyanya tidak sampai mengganggu keseluruhan jalan cerita.

Pesinden atau penyanyi wanita sudah lama dikenal di kalangan seni di

pulau Jawa. Namun sebagai seniwati yang menggiringi pagelaran wayang purwa,

mereka baru dikenal sekitar dasawarsa tiga puluhan dalam abad ini, sehingga

mulai masa itu setiap pagelaran wayang purwa ada pesindennya, dan dianggap

tidak wajar apabila pesinden tidak ada. Jika para niyaga dinamakan juga

pradangga, maka para pesinden pun mendapat nama-nama baru, yaitu

waranggana, widuwati atau suarawati.26

24

Aris Setiawan., “Sinden di Ambang Zaman”, Suara Merdeka, 3

November 2012. 25

Pandam guritno., Wayang Kebudayaan Indonesia Dan Pancasila,

(Jakarta: university Indonesia press. 1988), hlm. 75. 26

Ibid., hlm. 39.

Page 21: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

35

3. Fungsi Sinden

a. Fungsi Pesinden di Keluarga

Sinden wayang atau sinden yang merangkap sebagai penari tayub

menyadari sepenuhnya bahwa fungsi mereka di keluarga adalah sebagai ibu

rumah tangga dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya. Sinden dalam fungsinya

sebagai ibu rumah tangga mempunyai tanggung jawab mendidik anak-anaknya

dan mengatur ekonomi rumah tangga. Bila terjadi perceraian mereka melakukan

tuntutan sebagai berikut.27

(1) Harta kekayaan dibagi berdasarkan tradisi “gana-gini” yakni harta hak

suami dan hak isteri. Mereka lebih memahami tradisi “pondhong pikul” daripada

pembagian harta kekayaan berdasarkan hukum agama Islam.

(2) Hak mengasuh anak-anak berdasarkan perjanjian atau kesepakatan

sewaktu perceraian dilangsungkan.

(3) Sinden yang diceraikan oleh suaminya selalu menuntut dana

pendidikan untuk anak yang diasuhnya. Mereka pun mengakui bahwa kaum laki-

laki yang menceraikan dirinya sering tidak bertanggung jawab terhadap

pendanaan pendidikan anak yang diasuhnya. Hal ini sering dilakukan oleh mantan

suami yang telah menikah lagi dengan wanita lain. Sinden yang menjanda pada

umumnya tetap bertanggung jawab terhadap anak-anak yang diasuhnya. Bila

mereka menikah lagi mereka tetap bertanggung jawab terhadap anak yang

diasuhnya.

27

Henricus Supriyanto., op.cit., hlm. 182.

Page 22: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

36

b. Fungsi Pesinden di Komunitas Seni Pertunjukan

Fungsi pesinden yang dimaksudkan dirangkum dalam dua macam fungsi

seni pertunjukan wayang yakni:

(1) fungsi tuntunan dan

(2) fungsi tontonan.

Fungsi tuntunan yang dimaksudkan pada awalnya adalah fungsi dalang

yang memberi pendidikan ke masyarakatnya. Fungsi ini disebut sebagai fungsi

wedaran ilmu atau wejangan ilmu pengetahuan hidup. Citra yang diharapkan

ialah sinden sebagai tuntunan masyarakatnya atau contoh untuk masyarakatnya.

Secara rinci fungsi yang dimaksudkan meliputi fungsi ibu rumah tangga, fungsi

mengasuh anak-anak dan fungsi mendukung kesenian wayang di masyarakatnya.

Fungsi tontonan yakni fungsi sinden yang berkewajiban menyajikan pertunjukan

yang berkualitas bersama ki dalang dan para penabuh gamelan/niyaga. Mereka

berupaya untuk mengikuti kepelatihan gendhing dan kidung secara periodik di

daerahnya masing-masing. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa masyarakat

penonton selalu menilai kualitas para sinden. Pepatah yang populer di lingkungan

mereka ialah “sinden sing payu, sinden sing mutu”.28

c. Fungsi Pesinden di Masyarakat

Peranan yang dimaksudkan ialah kegiatan untuk menghibur tetangga yang

mempunyai hajatan maupun acara-acara lain yang menggunakan sinden.

28

Ibid., hlm. 183.

Page 23: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

37

C. Sinden Di Yogyakarta Dari Masa Ke Masa

1. Masa Kerajaan

Pada masa Mataram kedua (Mataram-Islam) seni pertunjukan tradisional

Jawa tumbuh dan berkembang dengan baik.29

Di antara tempat-tempat yang

melahirkan karya seni ini yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Hal ini dapat

dimaklumi bahwa keduanya adalah pewaris Mataram penerus ke-Jawa-an, baik

adat-istiadat, budaya dan termasuk juga keseniannya.

Kesenian Jawa di dalamnya terdapat istilah tentang sinden (bahasa Jawa:

sindhèn), pesinden (bahasa Jawa: pesindhèn), tledek (bahasa Jawa: tlèdhèk) atau

waranggana. Keberadaan seniman dan seniwati demikian sudah lama ada,

disebutkan dalam prasasti dengan kata, “widu mangidung” atau biduan menyanyi.

Di samping itu juga ada kegiatan seni tari, dapat dilihat dalam relief-relief candi di

Jawa yang memperlihatkan gerakan tari (mangigel), sehingga besar kemungkinan

bahwa keberadaan sinden dalam karawitan Jawa merupakan kelestarian seni

pertunjukan itu sendiri yang sebelumnya sudah ada.30

Sejarah kuna mencatat adanya widu mangidung, yang kemudian dalam

bahasa Jawa baru ada kata kidung, kidungan mengandung maksud nyanyian.

Dalam bahasa Indonesia ada kata biduan, penyanyi. Tidak diketahui secara pasti

kapan sejarah sinden, waranggana, tledek ini ada. Pada masa lalu sinden sangat

dibutuhkan dalam masyarakat Jawa, baik perorangan maupun masyarakat

pedesaan secara umum.

29

Edi Sedyawati., Pertumbuhan Seni Pertunjukan, (Jakarta: Sinar Harapan

1981), hlm. 1. 30

Samrotul ilmi albiladiyah., “Sinden”, dalam Jantra Vol. II, No. 4,

Desember 2007. BPNB Yogyakarta, hlm. 226.

Page 24: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

38

Dahulu profesi sebagai seorang sinden sangat berarti, karena jumlahnya

yang sedikit, tetapi masyarakat yang membutuhkan banyak, terutama bersamaan

dengan bulan baik. Artinya pada saat bulan yang dimaksud, banyak desa yang

mengadakan sesaji umum (merti desa, bersih desa, bersih tlaga, dan sebagainya),

adapula musim hajatan, yang menggunakan jasa sinden. Sinden dianggap

mempunyai nilai lebih karena dapat menari dengan baik, luwes, mempunyai suara

merdu dan sudah menguasai tentang irama gendhing Jawa, ditambah pula dengan

usia yang muda dan cantik rupawan.

2. Masa Sekarang

Pada masa sebelum tahun 1900-an, profesi sinden atau pesinden pada

umumnya merangkap sebagai tledek. Pada tahun 1900-an, seorang sinden

mendapat kesempatan bertugas nembang (nyinden) saja, dan tidak menari.

Adapun yang mempelopori hal tersebut adalah Gusti Pangeran Harya Suryoputro,

putra Sri Sultan Hamengku Buwono VI. Pangeran Suryoputro ini mempunyai

pesinden yang bukan tledek, jadi tugasnya hanya sebagai swarawati saja tidak

dengan menari, ia bernama Sopimanis. Pesinden Sopimanis mempunyai suara

merdu walaupun wajahnya kurang cantik.

Pada masa Hamengku Buwono VIII seni budaya tradisional Jawa

mengalami perkembangan pesat. Sudah sejak lama di Keraton Yogyakarta

mempunyai abdi dalem pesinden atau sinden laki-laki dan perempuan.31

Pertunjukan wayang kulit yang pada masa kini lazim menampilkan sinden,

bahkan dalam jumlah banyak, dahulu di Yogyakarta tampilan sinden dalam

wayang kulit baru paru pada sekitar tahun 1928-an. Disebutkan bahwa adanya

31

Ibid., hlm. 228.

Page 25: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

39

sinden dalam pewayangan asal mulanya karena keinginan kuat para penggemar

klenengan (karawitan) gamelan, yang ingin menikmatinya. Oleh karena itu

dimasukilah pewayangan dengan sindenan, kemudian muncul teknik-teknik

penyajian sindenan, disesuaikan dengan pergelaran wayang itu sendiri.

Baju dalam tulisannya yang dimuat dalam Majalah Padalangan

“Pandjangmas” tahun 1954 dengan judul Pasinden di Pawajangan menuturkan

tampilnya sinden atau pesinden dalam wayang ada keuntungan dan kerugiannya,

keuntungannya yaitu :

a. Penggemar Klenengan berpesinden, mendapat kepuasan.

b. Pesinden yang cakap dan dapat menempatkan diri, bisa memberi

tambahan kemeriahan dan bantuan kepada dalang.

c. Dalang yang sedang bercerita, kerap kali kehilangan larikan jalannya

gendhing, dan raras (toon/ngeng) gamelan, dengan adanya pesinden itu

dapat menjadi penolong terhadap ketepatan hal tersebut.

d. Jikalau perlu istirahat, dalang dapat membebaskan pesinden untuk

menyanyi.

e. Dalam Gangsa Srepegan, suara pesinden tidak menganggu jalannya

cerita, asalkan pesinden tersebut sudah mengerti betul-betul dimana ia

bebas atau menahan suaranya. Misalnya di dalam memerangkan

wayang, pesinden bebas bersinden, tetapi saat dalang sudah mulai

bercerita, sinden harus bisa menahan suaranya.

f. Di dalam parepat dan bersenda gurau, menari dan beryanyi, pesinden

dapat menunaikan semua sindenan menurut gendhing-gendhing yang

Page 26: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

40

dikehendaki ki dalang, dan dalang hanya tinggal memainkan

wayangnya, dan dapat juga memainkan lelucon.

Pesinden dalam pewayangan ada pula keuntungannya, asalkan pesinden

atau pengerong selalu bijaksana, hati-hati dan momong kepada pokok

keperluannya, ialah wayangan yang peranan terpenting ada pada ki dalang, artinya

pekerjaan dalang itu jangan sampai mendapat gangguan.

Adapun wayangan yang disertai pesinden di dalamnya, dapat

mengakibatkan :

a. Menggurangi perhatian terhadap kepentingan yang pokok yakni

wayangan, karena dalam praktik, wayangan yang memakai pesinden itu

lalu timbul keinginan untuk berkelenengan mat-matan.

b. Telah menjadi kenyataan, bahwa dalang kehilangan waktu selama

pesinden menyanyi, sedang waktu itu sangat penting untuk dalang.

c. Dalang juga belum mahir terhadap gendhing-gendhing, dan merasa

kurang mendalangnya.

d. Yang kerap kali terjadi, ialah timbul sikap yang lacur, sehingga sering

timbul pula hal-hal yang melanggar kesusilaan.

e. Dalang yang biasa disertai pesinden akan mempunyai penyakit segan,

yakni kalau tanpa pesinden merasa sepi, tenaga menjadi lemah,

semangatnya melempem.

f. Pesinden yang belum kenal teknik-teknik di dalam pewayangan, bila

disertakan akan menjadi perintang besar terhadap ki dalang.

Terdapat ruang yang seharusnya pesinden memberikan bantuan berupa

suara yaitu yang pertama saat gamelan dibunyikan dan gendhingnya sudah

Page 27: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

41

minggah (selesai sirepan), kedua bila gendhing dibunyikan Ladrang-karawitan,

disanalah penuh dengan suluknya dalang, maka jika dalang memberikan

kesempatan kepada pesinden, barulah pesinden itu memperdengarkan suaranya.

Sebaliknya jika tidak dipersilahkan, maka pesinden tidak boleh mengambil waktu

suluknya dalang. Terakhir, cakepan sindenan dalam wayangan juga harus dijaga,

agar kelihatan kesungguhan dalam pewayangan dan tidak ada suasana rusuh.32

Pada masa sekarang pementasan wayang kulit bila tidak disertai

penampilan sinden, terutama yang serba bisa maka akan ditinggalkan

penontonnya. Seperti pendapat para dalang masa sekarang, tontonan wayang

mulai berkurang penggemarnya, jika tidak menampilkan pesinden yang cantik dan

pandai menyanyi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penampilan sinden

merupakan daya tarik tersendiri yang dapat menyedot penonton. Pertunjukan

wayang tidak merugi jika banyak penggemarnya, dan kesenian tradisional akan

berlanjut.

Klenengan atau uyon-uyon, gendhing-gendhing dalam sebuah karawitan

mengedepankan suara alunan dari sinden yang merdu di dalam irama gendhing

yang dapat menggetarkan hati (nganyut-anyut). Begitu merdunya maka bagi

penikmat uyon-uyon dengan sindennya berkata bahwa suaranya diibaratkan

seperti gelombang panjang tak terputus sampai akhir nada (swarane turut

ngusuk). Ada yang menggambarkan seperti, “si suara emas”. Logam mulia yakni

emas mempunyai kilauan sinar yang bagus (Jawa: kinclong), maka ada sinden

yang merdu suaranya mendapat julukan kinclong. Pada intinya dahulu dalam

pertunjukan wayang kehadiran seorang sinden atau lebih banyak lagi, harus selalu

32

Baju., “Pasinden Di Pawajangan”, dalam Pandjangmas, No. 1 Th. II. 26

Januari, hlm. 11.

Page 28: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

42

ingat akan maksud tujuan utamanya yaitu: pertunjukan wayang yang

membawakan cerita dengan sungguh-sungguh. Tampilnya sinden dalam wayang

diharapkan dapat membantu tugas dalam dalam mewayang, tidak menganggunya.

Artinya suara sindenan jangan sampai mendesak-desak suara dalang saat

melakukan kewajibannya misalnya ketika suluk, ada-ada, dan sebagainya.

Keraton Yogyakarta mempunyai abdi dalem pesinden perempuan, namun

tidak seperti pesinden pada umumnya. Ia mempunyai tugas khusus yaitu hanya

menyanyi atau nyindeni untuk mengiringi Tari Bedhaya dan Srimpi di dalam

keraton. Di samping itu ia juga bertugas merias (maesi) pengantin putri. Dahulu

yang menjadi abdi dalem sinden perempuan di keraton ini rata-rata sampai lama

menjalankan tugasnya hingga usianya tua, sehingga kebanyakan sinden di keraton

sudah tua. Sinden keraton yang demikian jika mendapatkan tugas nyinden, ia akan

menjalaninya dengan aturan baku menurut tata cara yang ada sehingga tidak bisa

sembarangan misalnya tertawa, atau bersikap sembrono. Para sinden yang

merupakan abdi dalem tersebut mempunyai sebutan Nyai Lurah.

Pada awal abad ke 20 pesinden-tledek dianggap seperti abdi dalem

layaknya, di bawah lurah tledek yang jumlahnya ada dua, mempunyai pangkat

Lurah Penajungan, di bawah Kanayakan (Kawedanan) Gedhong Kiwa. Anggapan

seperti abdi dalem, karena ketika keraton mempunyai hajat, atau mengadakan

pisowanan yang menggunakan gamelan, maka para tledek ini juga mempunyai

tugas nyindeni di karawitan keraton.

Pesinden dalam era sekarang dituntut bukan sekedar nembang.

Keberadaan waranggana atau sinden dalam pagelaran wayang kulit mengikuti

tuntutan masyarakat, khususnya penonton. Sinden juga dituntut tampil atraktif di

Page 29: BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA file15 BAB II PERKEMBANGAN SINDEN DI YOGYAKARTA A. Kesenian Tradisional di Yogyakarta 1. Pengertian Kesenian Kesenian adalah salah satu unsur

43

panggung. Tidak hanya menguasai tembang-tembang klasik tetapi juga harus

menguasai tembang-tembang kreasi baru.33

33

Kedaulatan Rakyat. 9 Desember 1995, Bukan Sekedar Nembang.