BAB II PENGATURAN TATA CARA LELANG EKSEKUSI BARANG JAMINAN TIDAK BEGERAK A. Dasar Hukum Lelang 1. Dasar hukum lelang a. Ketentuan Umum Dikatakan ketentuan umum karena peraturan perundang-undangannya tidak secara khusus mengatur tentang tata cara/prosedur lelang. a) “Burgelijk Wetboek” (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Stbl.1847/23 antara lain Pasal 389.395, 1139 (1), 1149 (1); b) “Reglement op de Burgelijk Rechtsvordering/RBG” (Reglement Hukum Acara Perdata untuk daerah di luar Jawa dan Madura) Stbl. 1927 No. 227 c) Pasal 206-228; “Herziene Inlandsch Reglement/HIR” atau Reglement Indonesia yang diperbaharui/ RIB Stbl. 1941 No. 44 a.1 Pasal 195-208; d) UU No. 49 Prp 1960 tentang PUPN, Pasal 10 dan 13; e) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal 35 dan 273; f) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan; g) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 6; h) UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fiducia; i) UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; j) UU No. 1 tahun 2003 tentang Perbendaharaan Indonesia; k) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Membayar Utang; l) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; m) Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2003 tentang Pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 37 Universitas Sumatera Utara
25
Embed
BAB II PENGATURAN TATA CARA LELANG EKSEKUSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31850/3/Chapter II.pdf · BAB II . PENGATURAN TATA CARA LELANG EKSEKUSI BARANG . JAMINAN TIDAK
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
PENGATURAN TATA CARA LELANG EKSEKUSI BARANG
JAMINAN TIDAK BEGERAK
A. Dasar Hukum Lelang
1. Dasar hukum lelang
a. Ketentuan Umum
Dikatakan ketentuan umum karena peraturan perundang-undangannya
tidak secara khusus mengatur tentang tata cara/prosedur lelang.
a) “Burgelijk Wetboek” (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Stbl.1847/23 antara lain Pasal 389.395, 1139 (1), 1149 (1);
b) “Reglement op de Burgelijk Rechtsvordering/RBG” (Reglement Hukum Acara Perdata untuk daerah di luar Jawa dan Madura) Stbl. 1927 No. 227
c) Pasal 206-228; “Herziene Inlandsch Reglement/HIR” atau Reglement Indonesia yang diperbaharui/ RIB Stbl. 1941 No. 44 a.1 Pasal 195-208;
d) UU No. 49 Prp 1960 tentang PUPN, Pasal 10 dan 13; e) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana, Pasal 35 dan 273; f) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan; g) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 6; h) UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fiducia; i) UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; j) UU No. 1 tahun 2003 tentang Perbendaharaan Indonesia; k) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Membayar
Utang; l) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; m) Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2003 tentang Pemungutan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
37
Universitas Sumatera Utara
b. Ketentuan Khusus,
Dikatakan ketentuan khusus karena peraturan perundang-undangannya
secara khusus mengatur tentang tata cara/prosedur lelang.
a) “Vendu Reglement” (Undang-Undang Lelang) Stbl. 1908 No. 189 b) “Vendu Istructie” (Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Lelang)
Stbl 1908 No. 190 c) Instruksi Presiden No.9 tahun 1970 tentang Penjualan dan atau
pemindahtanganan barang-barang yang dimiliki/dikuasai negara; d) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002 jo Nomor
450/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang; e) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 jo Nomor
51//KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang; f) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30
November 2005 tentang Balai Lelang; g) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 119/PMK.07/2005 tanggal 30
November 2005 tentang Pejabat Lelang Kelas II. h) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
i) Peraturan Menteri Keuangan Nomor ; 93/PMK.06/2010 tertanggal 23 April 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Pengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor ; 40/PMK.07/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
j) Surat Edaran Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara Nomor: SE-23/PN/2000 tertanggal 22 Nopember 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan.50
50 FX Ngadijarno, Ibid, hal 5
Universitas Sumatera Utara
B. Pengertian lelang dan Azas-azas lelang
1. Pengertian lelang
Pengertian lelang menurut Vendu Reglement (Stbl.Tahun 1908 No,189 diubah
dengan Stbl. 1940 No.56). “Openbare verkoopingen” verstaan veilingen en
verkoopingen van zaken,walke in het openbaar bij opbod, afslag of inschrijving
worden met de veilingof verkooping in kennis gesteloe, dan wel tot die veilingen of
verkoopingentoegelaten personen gelegenheid wordt gegeven om te bieden, te mijnen
of inte scrijven.51
Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
Penjualan Umum” adalah : Pelelangan atau penjualan barang-barang yang
dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau
dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang
diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau
diijinkan untuk ikut serta dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui
harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.52
Menurut Rochmat Soemitro, yang dimaksud dengan penjualan di muka umum
ialah: pelelangan dan penjualan barang yang dilakukan di muka umum dengan
penawaran harga yang makin meningkat atau dengan persetujuan harga yang makin
menurun atau dengan pendaftaran harga, dimana orang–orang yang diundang atau
sebelumnya sudah diberitahukan tentang pelelangan itu, diberikan kesempatan
kepadanya untuk membeli dengan jalan : menawar harga, menyetujui harga atau
51 FX Ngadijarno, Op.cit hal 20 52 FX Ngadijarno, Ibid, hal 5
Universitas Sumatera Utara
dengan jalan pendaftaran.53
Menurut Yahya Harahap yang dimaksud dengan penjualan di muka umum
atau yang biasanya disebut dengan lelang adalah pelelangan dan penjualan barang
yang diadakan di muka umum dengan penawaran harga yang makin meningkat,
dengan persetujuan harga yang makin meningkat, atau dengan pendaftaran harga,
atau dimana orang orang yang diundang atau sebelumnya sudah diberi tahu tentang
pelelangan atau penjualan, atau kesempatan yang diberikan kepada orang-orang yang
berlelang atau yang membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau
mendaftarkan.
54
2. Azas-azas lelang
Menurut FX Ngadijarno,Nunung Eko Laksito,dan Isti Indri Listani
mengatakan dalam Peraturan Perundang-undangan di bidang lelang dapat ditemukan
adanya Asas Lelang yaitu:
a. Asas Keterbukaan menghendaki agar seluruh lapisan masyarakat
mengetahui adaya rencana lelang dan mempunyai kesempatan yang
sama untuk mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang oleh Undang-
Undang. Oleh karena itu, setiap pelaksanaan lelang harus didahului
dengan pengumuman lelang. Asas inijuga untuk mencegah terjadi
praktek persaingan usaha tidak sehat, dan tidak memberikan kesempatan
adanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
53 Rochmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, (Bandung; PT. Eresco, 1987), halaman. 153
54 Harahap, M. Yahya Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta; PT. Gramedia, 1989) ,hal. 115.
Universitas Sumatera Utara
b. Asas Keadilan mengandung pengertian bahwa dalam proses
pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara
proposional bagi setiap pihak yang berkepentingan. Asas ini untuk
mencegah terjadinya keberpihakan Pejabat Lelang kepada peserta lelang
tertentu atau berpihak hanya pada kepentingan penjual. Khusus pada
pelaksanaan lelang eksekusi penjual tidak boleh menentukan nilai limit
secara sewenang-wenang yang berakibat merugikan pihak tereksekusi.
Khusus pada pelaksanaan lelang eksekusi penjual tidak boleh
menentukan nilai limit secara sewenang-wenang yang berakibat
merugikan pihak tereksekusi.
c. Asas Kepastian Hukum menghendaki agar lelang yang telah
dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang. Setiap pelaksanaan
lelang dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang yang merupakan akte
otentik. Risalah Lelang digunakan penjual/pemilik barang, pembeli dan
Pejabat Lelang untuk mempertahankan dan melaksanakan hak dan
kewajibannya.
d. Asas Efisiensi akan menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan
cepat dan dengan biaya yang relatif murah karena lelang dilakukan pada
tempat dan waktu yang telah ditentukan dan pembeli disahkan pada saat
itu juga.
e. Asas Akuntabilitas menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh
Pejabat Lelang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang
Universitas Sumatera Utara
berkepentingan. Pertanggungjawaban Pejabat Lelang meliputi
administrasi lelang dan pengelolaan uang lelang.55
3. Kelebihan penjualan lelang Kelebihan penjualan lelang sebagai berikut56
:
a. Adil, karena lelang dilaksanakan secara terbuka (transparan), tidak ada
prioritas di antara peserta lelang, kesamaan hak dan kewajiban antara
peserta akan menghasilkan pelaksanaan lelang yang objektif.
b. Aman, karena lelang disaksikan, dipimpin dan dilaksanakan oleh Pejabat
Lelang selaku pejabat umum yang bersifat independen. Karena itu
pembeli lelang pada dasarnya cukup terlindungi. Sistem lelang
mengharuskan Pejabat Lelang meneliti lebih dulu secara formal tentang
keabsahan penjual dan barang yang akan dijual (subyek dan objek lelang).
Bahkan pelaksanaan lelang harus lebih dahulu diumumkan sehingga
memberikan kesempatan apabila ada pihak-pihak yang ingin mengajukan
keberatan atas penjualan tersebut. Oleh karena itu penjualan secara lelang
adalah penjualan yang aman.
c. Cepat dan efisien karena lelang didahului dengan pengumuman lelang,
sehingga peserta lelang dapat terkumpul pada saat hari lelang dan pada
saat itu pula ditentukan pembelinya, serta pembayarannya secara tunai.
55 FX Ngadijarno, Op.Cit,halaman 40 56 FX Ngadijarno,Op.Cit,halaman 40
Universitas Sumatera Utara
d. Mewujudkan harga yang wajar, karena pembentukan harga lelang pada
dasarnya menggunakan sistem penawaran yang bersifat kompetitif dan
transparan.
e. Memberikan kepastian hukum, karena dari setiap pelaksanaan lelang
diterbitkan Risalah Lelang yang merupakan akta otentik, yang mempunyai
pembuktian sempurna.
4. Struktur Organisasi Unit Lelang
Sejak lahirnya Vendu Reglement tahun 1908, unit lelang berada di lingkungan
Departemen Keuangan dengan kedudukan dan tanggung jawab langsung di bawah
Menteri Keuangan.
Pada tahun 1960 terjadi pembentukan Direktorat Jenderal di lingkungan
Departemen Keuangan, dengan ketentuan tiap departemen maksimum mempunyai 5
(lima) Direktorat Jenderal. Unit Lelang digabung dan berada di bawah Direktorat
Jenderal Pajak
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008,
tanggal 11 Juli 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang disebut
KPKNL adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di
bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. Menurut
Pasal 30 KPKNL mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan
negara, penilaian, piutang negara, dan lelang. Menurut Pasal 29 Peraturan Menteri
Universitas Sumatera Utara
Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Menurut pasal 31 menyatakan”
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf f, KPKNL menyelenggarakan fungsi: pelaksanaan pelayanan lelang yang mempunyai tugas melakukan pemeriksaan dokumen persyaratan lelang dan dokumen obyek lelang, penyiapan dan pelaksanaan lelang, serta penyusunan minuta risalah lelang, pelaksanaan verifikasi dan penatausahaan risalah lelang, pembukuan penerimaan hasil lelang, pembuatan salinan, petikan dan grosse risalah lelang, penggalian potensi lelang, pelaksanaan superintendensi Pejabat Lelang serta pengawasan Balai Lelang dan pengawasan lelang pada Perum Pegadaian dan lelang kayu kecil oleh PT. Perhutani (Persero).
Sedangkan mengenai Lelang Eksekusi diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor ; 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pasal 5
menyatakan ;
Lelang Eksekusi termasuk tetapi tidak terbatas pada Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak,Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi dikuasai/tidak dikuasai Bea Cukai, Lelang Eksekusi Barang Sitaan Pasal 45 KitabUndang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Barang Temuan, Lelang Eksekusi Fidusia, Lelang Eksekusi Gadai. Lelang Eksekusi Benda Sitaan pasal 18 ayat (2) UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor yang diubah dengan UU.
5. Pejabat Lelang
Pejabat Lelang menurut Pasal 1 butir (14) Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 93/PMK.06/2010 adalah:
Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi
wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.
Klasifikasi Pejabat Lelang berdasarkan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 93/PMK.06/2010, Pejabat Lelang dibedakan dalam 2 (dua) tingkat, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
(1) Pejabat Lelang terdiri dari:
a. Pejabat Lelang Kelas I; dan
b. Pejabat Lelang Kelas II.
(2) Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis
lelang atas permohonan Penjual/Pemilik Barang.
(3) Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang Noneksekusi
Sukarela atas permohonan Balai Lelang atau Penjual/Pemilik Barang.
Berdasarkan pada Bab II Pasal 6 dan 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
40/PMK.07/2006. Pejabat Lelang bertugas melakukan persiapan lelang
Selanjutnya apa yang harus dilakukan Pejabat Lelang dalam melaksanakan
tugas persiapan lelang, diatur pada Pasal 6 Peraturan Direktorat Jenderal
Piutang dan Lelang Negara Nomor 36/PL/2002 yang terdiri dari:
1) Meminta dan menerima dokumen persyaratan lelang yang berkaitan
dengan objek lelang;
2) Meneliti kelengkapan dan kebenaran formil dokumen persyaratan
lengkap;
3) Memberikan informasi lelang kepada pengguna jasa lelang tata cara
penawaran lelang, antara lain :
a) Uang jaminan;
b) Pelunasan uang hasil lelang;
c) Bea lelang dan pungutan lain sesuai peraturan perundang-
undangan;
d) Objek lelang;
Universitas Sumatera Utara
4) Membuat kepala risalah lelang
5) Mempersiapkan bagian badan kaki risalah lelang
Mengenai tugas pelaksanaan lelang, menurut Pasal 6 Keputusan Direktorat
Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor 36/PL/2002, Pejabat Lelang berfungsi
melakukan:
1) Membaca bagian Kepala risalah lelang;
2) Memimpin pelaksanaan lelang agar berjalan tertib, aman, dan lancar;
3) Mengatur ketepatan waktu;
4) Bersikap tegas, komunikatif, dan berwibawa;
5) Menyelesaikan persengketaan secara adil dan bijaksana;
6) Menghentikan pelaksanaan lelang untuk sementara waktu apabila
terjadi ketidaktertiban atau ketidakamanan dalam pelaksanaan lelang;
mengesahkan pembelian lelang;
7) Membuat bagian badan risalah lelang.
Fungsi Pejabat Lelang yang harus dilakukan setelah lelang selesai:
1) Membuat bagian kaki risalah lelang;
2) Menutup dan menandatangani risalah lelang;
3) Pejabai Lelang kelas I menyetor uang hasil lelang yang diterima dari
pembeli ke bendaharawan penerima/rekening Kantor Pelayanan
Piutang dan Lelang Negara;
Universitas Sumatera Utara
4) Pejabat Lelang kelas II yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang
kelas II menyetor Bea Lelang, uang miskin dan Pph (apabila ada) ke
kas negara serta hasil bersih lelang ke kas negara/penjual;
5) Pejabat Lelang kelas II yang berkedudukan di balai lelang menyetor
biaya administrasi dan pajak penghasilan (apabila ada) ke kas negara
serta hasil bersih lelang ke pemilik barang.
C. Pengaturan Tata Cara Lelang Eksekusi Barang Jaminan Tidak
Bergerak
1. Pengetian Lelang Eksekusi
Yang dimaksud dengan Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan
putusan dan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang
dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan. 57
Pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan dalam UUHT diatur dalam Pasal
20 Ayat (1) huruf a huruf b dan Ayat (2) UUHT jo Pasal 224 HIR atau 258
Rbg,Pasal-pasal tersebut sangat terkait dengan ketentuan dalam Pasal 6 beserta
penjelasan, Pasal 14 dan Pasal 26 UUHT. Sesuai penjelasan umum point 9 Undang-
undang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan, salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti
57 Pasal 1 point 4 Peraturan Menteri Keuangan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ; 93/PMK.06/2010 tertanggal 23 April 2010.
Universitas Sumatera Utara
dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum
ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku,
dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak
Tanggungan dalam Undang-Undang ini, yaitu yang mengatur lembaga parate
executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang
Diperbarui (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan Pasal 258 Reglemen
AcaraHukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van
hetRechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura). Sehubungan dengan itu
pada sertifikat Hak Tanggungan, yang berfungsi sebagai surat tanda-bukti adanya
Hak Tanggungan, dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata "Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa", untuk memberikan kekuatan eksekutorial
yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Bunyi Pasal 224 HIR itu antara lain seperti berikut: Grosse akta hipotik dan
surat utang schuldberief notariil yang dikeluarkan di Indonesia dan yang berkepala.
“Demi Keadilan berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa” diberi kekuatan yang
sama seperti putusan.
Menurut Sudikno Mertokusumo Grosse akta hipotik dan surat utang piutang
notariil menurut Pasal 224 HIR dan Pasal 440 Rv mempunyai kekuatan hukum
seperti putusan pengadilan, bila tidak dipatuhi isi grosse itu, berlangsung atas
Universitas Sumatera Utara
perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap58
Mengenai definisi dari grosse akta, G.H.S.L. Tobing, berpendapat sebagai
berikut :
.
Grosse adalah salinan atau (secara pengecualian) kutipan, dengan memuat diatasnya (di atas judul akta) kata-kata : “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dan di bawahnya dicantumkan kata-kata “Diberikan sebagai grosse pertama” dengan menyebutkan nama dari orang yang atas permintaannya grosse itu diberikan dan tanggal pemberiannya.59
Dengan demikian groose hipotik dan surat utang piutang notariil yang
dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang
Maha Esa", disamakan dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, sehingga bagi kreditor hanyalah tinggal mengajukan permohonan
grosse saja kepada Pengadilan Negeri dan bukan mengajukan gugatan.
2. Syarat – syarat Lelang
Pasal 2, 3 dan 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 jo.
Pasal 6 Keputusan. Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor
35/PL/2002 menentukan syarat lelang. Syarat lelang adalah asas atau patokan yang
harus ditegakkan Pejabat Lelang pada pelaksanaan lelang. mengenai syarat lelang
terdiri dari syarat umum dan syarat khusus.
58 Sudikno Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta;Liberty, 1998), halaman 214
59 G.H.S. Lumban Tobing, Kedudukan Grosse Akta Notaris Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia, (Jakarta : Erlangga, 1983), halaman 278.
Universitas Sumatera Utara
a. Syarat Umum
Syarat-syarat umum lelang merupakan syarat yang berlaku dalam setiap
pelaksanaan lelang. Yang termasuk syarat umum adalah :
1) Dilaksanakan di hadapan Pejabat Lelang atau ditutup dan disahkan oleh
Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
2) Terbuka untuk umum yang dihadiri oleh :
a) Penjual;
b) 1 (satu) orang peserta atau lebih.
Menurut Pasal 4 (1) 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010,
Lelang tetap dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta
lelang
3) Pengumuman lelang;
4) Harga lelang dibayar secara tunai selambat-lambatnya 1 (satu) hari setelah
pelaksanaan lelang.
Syarat Tambahan Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan jo. Pasal 6 ayat (2)
Keputusan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara memberi hak kepada
penjual menentukan syarat-syarat lelang yang bersifat tambahan, yaitu:
1) Jadwal penjelasan lelang kepada peserta lelang sebelum pelaksanaan
lelang (aanwidjzing);
2) Jangka waktu bagi calon pembeli untuk melihat, meneliti secara fisik
barang yang akan dilelang;
Universitas Sumatera Utara
3) Jangka waktu pembayaran harga lelang;
4) Jangka waktu pengambilan penyerahan barang oleh pembeli.
Syarat tambahan yang dapat ditentukan penjual menurut Pasal 8 ayat (1)
Keputusan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara antara lain:
1) Diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Lelang Jadi, syarat khusus itu
harus dibuat secara tertulis oleh penjual dan diajukan kepada Kepala Kantor
Lelang yang bersangkutan.
2) Mendapat persetujuan Kepala Kantor Lelang Tidak dengan sendirinya syarat
yang diajukan penjual sah dan berlaku tetapi harus lebih dahulu mendapat
persetujuan (approval) dari Kepala Kantor Lelang, dengan demikian Kepala
Kantor Lelang berwenang untuk menolak atau menyetujuinya dan dimuat
dalam bagian kepala risalah lelang serta dibacakan di hadapan peserta lelang.
Menurut Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010
menyatakan : pelaksanaan lelang atas tanah atau tanah dan bangunan wajib
dilengkapi dengan SKT dari Kantor Pertanahan setempat. Permintaan penerbitan
SKT kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat diajukan oleh Kepala KPKNL atau
Pejabat Lelang Kelas II.
Dalam Pasal 29 ditentukan bahwa setiap lelang disyaratkan adanya uang
jaminan penawaran lelang.sementara dalam Pasal 30 ditentukan Penyetoran Uang
Jaminan Penawaran Lelang dilakukan melalui rekening KPKNL atau langsung ke
Bendahara Penerimaan KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas I untuk lelang yang
diselenggarakan oleh KPKNL
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 35 diatur bahwa setiap pelaksanaan lelang disyaratkan adanya
Nilai Limit.dan Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual/Pemilik
Barang.
Menurut Pasal 36
(1) Penjual/Pemilik Barang dalam menetapkan Nilai Limit,berdasarkan:
a) penilaian oleh Penilai; atau
b) penaksiran oleh Penaksir/Tim Penaksir.
(2) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pihak yang
melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang
dimilikinya.
(3) Penaksir/Tim Penaksir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan pihak yang berasal dari instansi atau perusahaan Penjual, yang
melakukan penaksiran berdasarkan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan, termasuk curator untuk benda seni dan benda
antik/kuno.
(4) Nilai Limit pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak milik
orang, badan hukum/badan usaha swasta yang menggunakan Nilai Limit
ditetapkan oleh Pemilik Barang.
(5) Dalam hal bank kreditor akan ikut menjadi peserta pada Lelang Eksekusi
berdasarkan Pasal 6 UUHT, Nilai Limit harus ditetapkan oleh Penjual
berdasarkan hasil penilaian dari Penilai.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dalam Pasal 37 ditentukan;
(1) Nilai Limit bersifat tidak rahasia.
(2) Untuk Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Non
Eksekusi Sukarela atas barang tidak bergerak, Nilai Limit harus
dicantumkan dalam pengumuman lelang.
Menurut Pasal 38 menyatakan ,dalam hal pelaksanaan Lelang Ulang, Nilai
Limit pada lelang sebelumnya dapat diubah oleh Penjual/Pemilik Barang dengan
menyebutkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.sedangkan dalam Pasal 39
diatur Nilai Limit dibuat secara tertulis dan diserahkan oleh Penjual kepada Pejabat
Lelang paling lambat sebelum lelang dimulai.
Mengenai Pengumuman Lelang diatur dalam Pasal 41 yang menyatakan,
Penjualan secara lelang wajib didahului dengan Pengumuman Lelang yang dilakukan
oleh Penjual. Penjual harus menyerahkan bukti Pengumuman Lelang sesuai ketentuan
kepada Pejabat Lelang.Menurut Pasal 42 (1) Pengumuman Lelang paling sedikit
memuat:
a) identitas Penjual;
b) hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang dilaksanakan;
c) jenis dan jumlah barang;
d) lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya bangunan,
khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan;
e) spesifikasi barang, khusus untuk barang bergerak;
f) waktu dan tempat melihat barang yang akan dilelang;
Universitas Sumatera Utara
g) Uang Jaminan Penawaran Lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara dan
tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya Uang Jaminan
Penawaran Lelang;
h) cara penawaran lelang; dan
i) Jangka waktu Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli.
Selanjutnya dalam Pasal 43 diatur tentang Pengumuman Lelang
(1) Pengumuman Lelang dilaksanakan melalui surat kabar harian yang terbit di
kota/kabupaten tempat barang berada.
(3) Pengumuman Lelang melalui surat kabar harian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) harus mempunyai tiras/oplah:
a. Paling rendah 5.000 (lima ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan surat kabar
harian yang terbit di kota/kabupaten; atau
b. Paling rendah 15.000 (lima belas ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan surat
kabar harian yang terbit di ibukota propinsi; atau
c. Paling rendah 20.000 (dua puluh ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan surat
kabar harian yang terbit di ibukota negara.
Menurut Pasal 77 (1) Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang wajib
membuat berita acara lelang yang disebut Risalah Lelang.
Universitas Sumatera Utara
D. Lelang Eksekusi Putusan Pengadilan
1. Jenis Lelang Putusan Pengadilan Negeri dalam putusan perdata
a. Suatu perkara yaitu adanya gugatan yang kemudian keluar putusan
namun pihak yang dikalahkan tidak memenuhi isi putusan hakim,
kemudian pihak yang dimenangkan mengajukan permohonan kepada
pengadilan untuk melaksanakan isi putusan. Maka setelah pihak yang
terkalahkan tersebut diberikan peringatan untuk melaksanakan isi putusan
hakim tidak mau juga memenuhi putusan maka pengadilan mengeluarkan
penetapan sita/lelang yang amarnya menyatakan barang yang disita
jaminan dijual secara lelang.
b. Adanya suatu permohonan dari Kreditur suatu Bank Swasta yang
piutangnya atau kredit yang telah diberikan kepada Debitur dan telah
diikat hipotik/crediet verband hak tanggungan macet berdasarkan Pasal
224 HIR dan juga di dalam Rbg. Atas permohonan tersebut, setelah
Debitur diberikan anmaning, Pengadilan Negeri kemudian mengeluarkan
penetapan bahwa barang jaminan yang telah disita eksekusi dijual secara
lelang. Lelang Pengadilan Negeri yang kedua ini sebenarnya adalah
untuk melaksanakan grosse akta hipotik/crediet verband.
2. Sumber Hukum Eksekusi atas Putusan Perdata
Sumber hukum untuk melaksanakan eksekusi yang dijadikan sebagai landasan
terwujudnya penegakan hukum dalam pelaksanaan putusan pengadilan dalam bidang
keperdataan antara lain diatur dalam :
Universitas Sumatera Utara
a. Pasal 195 sampai dengan Pasal 244 HIR. (Herziene Inlandsch
Reglemen) berlaku bagi daerah Jawa dan Madura. Sedangkan dalam
RBg dalam Pasal 206 sampai dengan Pasal 258 RBg (Rechtsreglemen
Voor de Buitengewesten). berlaku bagi daerah luar Jawa dan Madura.
Menurut Pasal 195 Ayat 1 HIR atau Pasal 206 Ayat 1 RBG eksekusi
dilaksanakan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan
Negeri (op last en onder leiding van den voorzitter van den landraad),
yakni Ketua Pengadilan Negeri yang dulu memeriksa dan memutuskan
perkara itu dalam tingkat pertama.
b. Pasal 18 No. 48 Tahun 2009, tentang kekuasaan kehakiman,
menentukan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Dalam Pasal 54 ayat (2)
Undang-undang No. 48 Tahun 2009 ditentukan, bahwa pelaksanaan
eksekusi putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh
panitera dan jurusita dipimpin oleh Ketua Pengadilan.
3. Pengertian Eksekusi
Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara
paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan hukum apabila pihak yang kalah
(tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankan secara sukarela60
60 Harahap, M. Yahya Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta; PT. Gramedia, 1989), halaman. 20
.
Universitas Sumatera Utara
R. Subekti mengatakan, Eksekusi adalah upaya dari pihak yang dimenangkan
dalam putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan bantuan kekuatan
hukum, memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan bunyi putusan61
Selanjutnya menurut Subekti pengertian Eksekusi atau pelaksanaan putusan,
mengandung arti bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan
tersebut secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan padanya dengan
bantuan kekuatan hukum. Dengan kekuatan hukum ini dimaksudkan pada polisi,
kalau perlu polisi militer (Angkatan Bersenjata).
.
62
Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata: Eksekusi
adalah upaya paksa yang dilakukan terhadap pihak yang kalah yang tidak mau secara
sukarela menjalankan putusan pengadilan, dan bila perlu dengan bantuan kekuatan
hukum.”
63
Sudikno Mertokusumo mengatakan, pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi
pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi dari pada kewajiban pihak yang
bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.
64
Dari pendapat para ahli tersebut pada prinsipnya, hanya putusan yang
berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yaitu putusan yang sudah tidak
mungkin lagi dilawan dengan upaya hukum seperti verzet, banding dan kasasi yang
dapat dilaksanakan putusannya.
61 Subekti, Hukum Acara Perdata, (Bandung; Bina Cipta, 1989), halaman. 128 62 Ibid. halaman 13 63 Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Penelitian tentang Perlindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, (Jakarta; Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1995) halaman. 20 64 Sudikno Mertokusumo,ibid, halaman 206
Universitas Sumatera Utara
4. Bentuk-Bentuk Eksekusi
Menurut Mertokusumo65
a. Membayar sejumlah uang, diatur pada Pasal 196 HIR yang berbunyi
membagi jenis eksekusi dalam tiga kelompok, yaitu:
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai memenuhi keputusan itu dengan baik, maka pihak yang dimenangkan mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri tersebut pada pasal 195 ayat (1), baik dengan lisan maupun dengan surat, supaya keputusan itu dilaksanakan. Kemudian ketua itu akan memanggil pihak yang kalah itu serta menegurnya, supaya ia memenuhi keputusan itu dalam waktu yang ditentukan oleh ketua itu, selama-lamanya delapan hari. (Rv. 439, 443; IR. 94, 113, 130.) yo dan Pasal 208 Rbg yang berbunyi.
b. Melaksanakan suatu perbuatan berdasarkan Pasal 225 HIR yang berbunyi ; (1) Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan
tidak melakukan perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang perkara boleh meminta kepada pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya, entah dengan syarat, entah dengan lisan, supaya keuntungan yang sedianya akan didapatnya jika keputusan itu dilaksanakan, dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti; permintaan itu harus dicatat jika diajukan dengan lisan. (TR. 118 dst.)
(2) Ketua mengajukan perkara itu dalam persidangan pengadilan negeri; sesudah debitur diperiksa atau dipanggil dengan sah, maka pengadilan negeri akan menentukan, apakah permintaan itu akan ditolak, atau perbuatan yang diperintahkan tetapi tidak dilakukan itu akan dinilai sebesar jumlah yang dikehendaki oleh peminta atau kurang dari jumlah itu; dalam hal terakhir ini, debitur itu dihukum membayar jumlah itu. (KUHPerd. 1239; IR. 228.) dan pasal 259 Rbg.
c. Eksekusi Riil berdasarkan pasal 1033 RV.
Berdasarkan amar putusan pengadilan yang bersifat kondemnatoir tersebut di
atas, maka bentuk-bentuk atau klasifikasi eksekusi dapat digolongkan, yaitu :
65 Mertokusumo Ibid hal, 207
Universitas Sumatera Utara
a. Eksekusi riil yaitu melakukan suatu “tindakan nyata/riil” seperti
menyerahkan sesuatu barang, mengosongkan sebidang tanah atau rumah,
melakukan suatu perbuatan tertentu, dan menghentikan suatu perbuatan
atau keadaan. Pada eksekusi riil, Ketua Pengadilan Negeri cukup
mengeluarkan surat penetapan yang memerintahkan eksekusi.Cara
eksekusinya sederhana. Prosesnya pun sangat mudah dengan jalan
memaksa tergugat keluar meninggalkantanah tersebut. Begitu pula pada
bentuk eksekusi riil yang lain 66
b. Eksekusi pembayaran uang yaitu membayar sejumlah uang.
Eksekusi pembayaran sejumlah uang pada umumnya tetap melalui proses
penjualan lelang terhadap harta benda kekayaan tergugat, sehingga
diperlukan tata cara yang cermat dalam pelaksanaan eksekusinya, yang
garis besarnya harus melalui tahap executoriale beslag dilanjutkan
penjualan lelang melalui kantor lelang.
Menurut M. Yahya Harahap67
a. Menyerahkan sesuatu barang;
, putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap yang bersifat kondemnatoir dalam amar putusan terdapat pernyataan
”penghukuman” terhadap tergugat untuk melakukan salah satu perbuatan yaitu :
b. Mengosongkan sebidang tanah atau rumah; c. Melakukan suatu perbuatan tertentu; (Pasal 225 HIR dan pasal 259
Rbg.) d. Menghentikan suatu perbuatan atau keadaan; e. Membayar sejumlah uang. (Pasal 196 HIR dan Pasal 208 Rbg.)68
66 FX Ngadijarno, Ibid, hal 5.
67 Harahap, M. Yahya Ibid, hal. 9 68 FX Ngadijarno,Nunung Eko Laksito,dan Isti Indri Listani (FX Ngadijarno,Nunung Eko
Universitas Sumatera Utara
Jika diperhatikan ketentuan menjalankan putusan yang diatur dalam pasal
195 sampai 208 HIR atau pasal 206 sampai dengan pasal 240 RBG, adalah aturan tata
tertib eksekusi pembayaran sejumlah uang. Dimana diatur tata cara, mulai dari somasi
(peringatan), executoriale beslag, pengumuman lelang, dan penjualan lelang.
5. Pengecualian eksekusi atas putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
Menurut Yahya Harahap69
a. Pelaksanaan putusan serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad)
dikemukakan bentuk-bentuk pengecualian
eksekusi dapat dijalankan sesuai dengan aturan tata cara eksekusi atas putusan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap yaitu:
Sesuai Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBG hakim dapat
menjatuhkan putusan yang memuat amar putusan dapat dilaksanakan lebih
dahulu, yang lazim disebut ”putusan dapat dieksekusi serta merta”,
sekalipun terhadap putusan itu dimintakan banding atau kasasi.
b. Pelaksanaan Putusan Provisi
Sesuai Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 RBG pada kalimat terakhir
mengenal “gugatan provisi (provisioneele eis)”, yakni ”tuntutan lebih
dahulu” yang bersifat sementara mendahului putusan pokok perkara.
Apabila hakim mengabulkan gugatan atau tuntutan provisi, putusan
tersebut dapat dieksekusi sekalipun perkara pokoknya belum diputus.
Laksito,dan Isti Indri Listani,”Lelang Tiori dan praktek ”,BPPK,Jakarta 2008,halaman 5 69 M. Yahya Haraha, op.cit, hal. 8,
Universitas Sumatera Utara
c. Akta Perdamaian
Bentuk pengecualian yang lain ialah akta perdamaian yang diatur dalam
Pasal 130 HIR atau Pasal 154 RBG.
d. Eksekusi terhadap Grosse Akta
Menjalankan eksekusi terhadap ”grosse akta”, baik grosse hipotek maupun
grosse akta pengakuan hutang, sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR
atau Pasal 258 RBG. Eksekusi yang dijalankan adalah memenuhi isi
perjanjian yang dibuat para pihak dengan ketentuan perjanjian itu
berbentuk grosse akta, karena dalam bentuk grosse akta melekat titel
eksekutorial sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial.
e. Eksekusi atas Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia
Eksekusi atas Hak Tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan dan eksekusi atas Jaminan Fidusia
berdasarkan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fiducia. Terhadap kedua produk ini, pihak kreditor dapat langsung
meminta eksekusi atas objek barang Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia
apabila debitor melakukan wanprestasi membayar utang, melalui eksekusi
penjualan melalui lelang karena diperjanjikan klausul ”kuasa menjual”