14 BAB II PEMBAHASAN A. KAJIAN TEORETIS 1. Peran Camat Sebelum penulis uraikan tentang peran Camat dalam mengkoordinasi ketenteraman dan ketertiban, terlebih dahulu penulis akan menguraikan pengertian tentang peran. Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. 1 Dengan demikian peran merupakan aktivitas atau perilaku seseorang dalam kehidupan masyarakat. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Alvin L. Bertrand menyebutkan peran adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang memangku status atau kedudukan tertentu. 2 Uraian di atas menunjukkan bahwa peran merupakan proses dinamis kedudukan (status), karena peran adalah aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, h. 854. 2 Alvin L. Bertrand dalam Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan, Rajawali, Jakarta, 1986, h. 23.
51
Embed
BAB II PEMBAHASAN A. KAJIAN TEORETIS 1. Peran Camat · Levinson mengatakan peran mencakup tiga hal, antara lain4: “ 1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
14
BAB II
PEMBAHASAN
A. KAJIAN TEORETIS
1. Peran Camat
Sebelum penulis uraikan tentang peran Camat dalam
mengkoordinasi ketenteraman dan ketertiban, terlebih dahulu penulis
akan menguraikan pengertian tentang peran. Istilah peran dalam
“Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara
(film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah
yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat.1 Dengan demikian peran merupakan aktivitas atau
perilaku seseorang dalam kehidupan masyarakat. Pendapat yang sama
dikemukakan oleh Alvin L. Bertrand menyebutkan peran adalah pola
tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang memangku status
atau kedudukan tertentu.2
Uraian di atas menunjukkan bahwa peran merupakan proses
dinamis kedudukan (status), karena peran adalah aktivitas yang
dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005,
h. 854. 2 Alvin L. Bertrand dalam Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar
Sosiologi Pembangunan, Rajawali, Jakarta, 1986, h. 23.
15
dia menjalankan suatu peran. Peran juga diartikan sebagai tuntutan
yang diberikan secara struktural (norma-norma, harapan, larangan,
tanggung jawab) dimana di dalamnya terdapat serangkaian tekanan
dan kemudahan yang menghubungkan, membimbing, dan mendukung
fungsinya dalam organisasi. Peran tersebut selain ditentukan oleh
pelaku, peran juga ditentukan oleh pihak lain, termasuk juga
kemampuan, keahlian, serta kepekaan pelaku peran terhadap suatu
tuntutan dan situasi yang mendorong dijalankannya peran. Peran juga
bersifat dinamis, di mana dia akan menyesuaikan diri terhadap
kedudukan yang lebih banyak agar kedudukannya dapat diakui oleh
masyarakat.3
Levinson mengatakan peran mencakup tiga hal, antara lain4:
“ 1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan
dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Peran merupakan suatu konsep tentang apa yang
dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat
sebagai organisasi.
3. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku
individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat.”
Peran dilakukan oleh seseorang sehingga peran merupakan
serangkaian tindakan yang teratur dan dilakukan oleh seseorang yang
ditimbulkan. Peran dapat pula dikenali dari keterlibatan, bentuk
3 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, h.211-
212. 4 Levinson dalam Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers,
Jakarta, 2009, h.213.
16
kontribusi, organisasi kerja, penetapan tujuan, dan peran. Parwoto
mengemukakan bahwa peran serta mempunyai ciri-ciri, yaitu5:
“ 1. Keterlibatan dalam keputusan: mengambil dan
menjalankan keputusan.
2. Bentuk kontribusi: seperti gagasan, tenaga, materi
dan lain-lain.
3. Organisasi kerja: bersama setara (berbagi peran).
4. Penetapan tujuan: ditetapkan kelompok bersama
pihak lain.
5. Peran masyarakat: sebagai subyek.”
Dari berbagai pendapat di atas, dapat dipahami bahwa
peran adalah suatu rangkaian yang teratur yang ditimbulkan karena
suatu jabatan. Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan
seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka orang yang
bersangkutan menjalankan suatu peran.6 Apabila pengertian peran di
atas dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan, maka terdapat
penyelenggaraan pemerintah yang ada di daerah yang dilaksanakan
oleh aparat pemerintah daerah. Aparat pemerintah daerah ini di tingkat
kecamatan dilaksanakan oleh camat. Dengan demikian maka
kedudukan camat merupakan kepanjangan tangan dari kepala daerah
setempat yang memiliki peran yang sangat penting.
Camat berkedudukan di bawah bupati/walikota dan bertanggung
jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah. Camat
5 Parwoto dalam Soehendy, J., Partisipasi Masyarakat Dalam Program Pengembangan Lahan,
Tanggerang: Tesis, 1997, h.28. 6 Miftah Thoha, Dimensi-Dimensi Prima Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Perkasa,
Jakarta, 1997, h.56.
17
berperan sebagai kepala wilayah karena melaksanakan tugas umum
pemerintahan di wilayah kecamatan, khususnya tugas-tugas utama
dalam bidang koordinasi pemerintahan terhadap seluruh instansi
pemerintah di wilayah kecamatan. Penyelenggaraan ketenteraman dan
ketertiban, penegakan peraturan perundang-undangan, pembinaan
penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan, serta
pelaksanaan tugas pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan
oleh pemerintahan desa/kelurahan dan/atau instansi pemerintah
lainnya di wilayah kecamatan. Oleh karena itu, kedudukan camat
berbeda dengan kepala instansi pemerintahan lainnya di kecamatan,
karena penyelenggaraan tugas instansi pemerintahan lainnya di
kecamatan harus berada dalam koordinasi Camat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah mengatur bahwa urusan kecamatan dalam
rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan,
pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan.
Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Peraturan
Daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan
dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
pelimpahan sebagian wewenang bupati/walikota untuk menangani
sebagian urusan otonomi daerah. Maka dari itu peran camat dalam
18
Kecamatan yang terdapat di dalam Pasal 225 ayat (1) yang
menyatakan:7
“ (1) Camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat
(1) mempunyai tugas:
a. Menyelenggaraan urusan pemerintahan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6);
b. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan
masyarakat;
c. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum;
d. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan
Perda dan Perkada;
e. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan
sarana pelayanan umum;
f. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan yang dilakukan oleh Perangkat
Daerah di Kecamatan;
g. Membina dan mengawasi penyelenggaraan
kegiatan Desa dan/atau kelurahan;
h. Melaksanakan urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota
yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota yang ada di
Kecamatan; dan
i. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Uraian di atas menunjukkan bahwa camat sebagai ujung tombak
dalam melaksanakan urusan pemerintahan konkuren. Tugas camat
seperti yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
dalam Pasal 225 ayat (1) yang lebih difokuskan dalam huruf C, yaitu
untuk mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan
ketertiban umum. Ada pun tugas Camat dalam mengkoordinasikan
upaya peyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum diatur di
dalam Pasal 17 sebagaimana dimaksud pada Peraturan Pemerintah
7 Pasal 225 ayat (1)Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
19
No.19 Tahun 2008 tentang Kecamatan pada Pasal 15 ayat (1) huruf b,
meliputi:
“a. Melakukan koordinasi dengan kepolisian Negara Republik
Indonesia dan/atau Tentara Nasional Indonesia mengenai
program dan kegiatan penyelenggaraan ketenteraman dan
ketertiban umum di wilayah kecamatan.
b. Melakukan koordinasi dengan pemuka agama yang
berada di wilayah kerja kecamatan untuk mewujudkan
ketenteraman dan ketertiban umum masyarakat di wilayah
kecamatan; dan
a. Melaporkan pelaksanaan pembinaan ketenteraman dan
ketertiban kepada bupati/walikota”.
Tugas Camat dalam mengkoordinasikan penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan sebagaimana diatur
dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e, meliputi8:
“a. Melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat
daerah dan instansi vertikal di bidang penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan.
b. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan
dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi
vertikal di bidang penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan.
c. Melakukan evaluasi penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan di tingkat kecamatan; dan
d. Melaporkan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di
tingkat kecamatan kepada bupati/walikota.”
Tugas camat adalah menjalankan sebagian wewenang bupati
atau walikota yang dilimpahkan kepada camat untuk menangani
sebagian urusan otonomi daerah. Misalnya, pembangunan sekolah,
pemeliharaan jalan kecamatan, pemberdayaan masyarakat, dan sumber
daya kecamatan. Camat diangkat oleh bupati/walikota atas usul
sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil. Syaratnya,
yaitu harus menguasai pengetahuan teknis tentang pemerintahan dan
8 Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.
20
memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Pasal 17 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007,
tugas camat meliputi:
“a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman
dan ketertiban umum.
c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan.
d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum.
e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan di tingkat kecamatan.
f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau
kelurahan.
g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat
dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.9”
Camat sebagai perangkat daerah juga mempunyai kekhususan
dibandingkan dengan perangkat daerah lainnya yang dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya mendukung pelaksanaan asas
desentralisasi. Kekhususan tersebut yaitu adanya suatu kewajiban
mengintegrasikan nilai-nilai sosio kultural, menciptakan stabilitas
dalam dinamika politik, ekonomi dan budaya, mengupayakan
terwujudnya ketenteraman dan ketertiban wilayah sebagai perwujudan
kesejahteraan rakyat serta masyarakat dalam kerangka membangun
integritas kesatuan wilayah. Dalam hal ini, fungsi utama camat selain
memberikan pelayanan kepada masyarakat, juga melakukan tugas-
tugas pembinaan wilayah. Secara filosofis, kecamatan yang dipimpin
oleh Camat perlu diperkuat dari aspek sarana prasarana, sistem
administrasi, keuangan dan kewenangan bidang pemerintahan dalam
9 Pasal 17 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
21
upaya penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan sebagai ciri
pemerintahan kewilayahan yang memegang posisi strategis dalam
hubungan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintahan kabupaten/kota
yang dipimpin oleh bupati/walikota.
Pembagian urusan pemerintahan di bidang ketentraman dan
ketertiban umum serta perlindungan masyarakat dalam wilayah
kabupaten/kota meliputi:
“1. Penanganan gangguan ketentraman dan ketertiban
umum dalam 1 (satu) Daerah kabupaten/kota.
Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum di
defenisikan sebagai langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mencapai
tujuannya. Tujuan dari penyelenggaraan ketentraman
dan ketertiban umum merupakan target yang
diharapkan dari setiap pemerintah daerah, keadaan
dimana kondisi masyarakat yang tentram, masyarakat
yang tertib, masyarakat yang teratur dan keadaan yang
kondusif. Penyelenggaraan trantibum sendiri
merupakan harapan dimana Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Masyarakat dapat melaksanakan segala
kegiatannya dengan tentram, tertib, dan teratur. Di sini
penulis hanya menggambarkan bahwa suatu proses
tetap berjalan secara dinamis dan kondusif dalam
hubungan kehidupan sehari-hari masyarakat dengan
masyarakat, masyarakat dengan pemerintah daerah.
2. Penegakan Perda kabupaten/kota dan peraturan
bupati/walikota.
Penegakan peraturan daerah merupakan salah satu
upaya pemerintah daerah yang dilakukan oleh
perangkat aparatur daerah melalui proses/tahapan
dalam mengadakan perubahan yang lebih baik,
sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan
meningkatkan kesejateraan masyarakat. Penegak
hukum menjadi penting karena melalui faktor itulah
penegakan hukum dapat dijalankan.Keberhasilan para
petugas hukum dalam penegakan hukum sebenarnya
telah dimulai sejak adanya peraturan hukum yang
berlaku.
22
3. Pembinaan PPNS kabupaten/kota
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah
No.43 Tahun 2012, yang dimaksud dengan PPNS
adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk
selaku Penyidik dan mempunyai wewenang untuk
melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-
masing.10 Pembinaan terhadap Penyidik Pegawai
Negeri Sipil meliputi :
a. Pembinaan Umum
Berupa pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan,
arahan dan supervisi yang berkaitan dengan
pemberdayaan PPNS Daerah.
b. Pembinaan Teknis
Dilakukan oleh Menteri Kehakiman dan HAM,
Kapolri dan Jaksa Agungsesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.
c. Pembinaan Operasional
Berupa petunjuk teknis Operasional PPNS Daerah
di Lingkungan Pemerintah Propinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.”
Dengan demikian, peran Camat dalam penyelenggaraan
pemerintahan adalah menjabarkan pemerintahan di wilayah
kecamatan. Atas dasar pertimbangan yang demikian, maka Camat
secara filosofis pemerintahan dipandang masih relevan untuk
menggunakan tanda jabatan khusus sebagai perpanjangan tangan dari
bupati/walikota di wilayah kerjanya.
Camat sebagai pemimpin dan koordinator penyelenggaraan
pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari
Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah,
10 Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai
Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa.
fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis,
kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan
sosial budaya.
(3) Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 meliputi bangunan dan lahan
untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat.14”
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
meliputi:
“a. Jumlah penduduk.
b. Luas wilayah.
c. Rentang kendali penyelenggaraan pelayanan
pemerintahan.
d. Aktivitas perekonomian.
e. Ketersediaan sarana dan prasarana.15”
12 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. 13 Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. 14 Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. 15 Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.
25
2. Koordinasi dalam Menciptakan Ketenteraman dan
Ketertiban Umum
Sebelum penulis menguraikan bagaimana koordinasi dalam
menciptakan ketenteraman dan ketertiban, penulis akan menjelaskan
terlebih dahulu apa arti dari koordinasi. Istilah koordinasi berasal dari
kata “cum” dan “ordinare” dimana Cum berarti berbeda dan Ordinare
berarti penyusunan atau penempatan atas suatu keharusannya.16 Jika
istilah tersebut digabungkan, maka koordinasi berarti penyusunan atau
penempatan sesuatu yang berbeda pada tempat yang seharusnya.
Sedangkan mengenai pengertian koordinasi ada beberapa pendapat
yang dikemukakan oleh para ahli. Berikut pengertian koordinasi yang
dikemukakan para ahli17:
“a. Koontz dan O’Donnel
Koordinasi merupakan bagian dari hubungan
kepemimpinan untuk usaha menjaga keharmonisan
masing-masing individu yang akhirnya mengarah pada
penyelesaian tujuan kelompok.
b. Henry Fayol
Koordinasi berarti mengikat bersama, meyatukan dan
menyelaraskan semua kegiatan dan usaha.
c. Stoner
Koordinasi adalah penyatupaduan sasaran-sasaran dan
kegiatan-kegiatan dari unit-unit yang terpisah
(bagian/bidang fungsional) dari sesuatu organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
d. Dann Sugandha
Koordinasi adalah proses penyatupaduan gerak dari
seluruh potensi dan unit-unit organisasi/ organisasi-
organisasi yang berbeda fungsi agar secara benar-
benar mengarah pada sasaran yang sama guna
memudahkan pencapaiannya dengan efisien.”
16 Pariarta Wastra, Manajemen Pembangunan Daerah, Ghalia Indonesia, 1983, hal.53. 17 Dann Sugandha, Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi, Intermedia, Jakarta, 1988,
h.10-12.
26
Dari berbagai pengertian di atas, dapat dilihat unsur-unsur yang
terdapat dalam koordinasi pada umumnya adalah:
a. Adanya unit-unit atau organisasi-organisasi
b. Usaha penyatupaduan/penyelarasan
c. Keserasian
d. Arah/tujuan
Keempat unsur di atas menunjukkan bahwa koordinasi
merupakan alat penyatupaduan masing-masing unit/organisasi yang
berbeda-beda dalam usaha menjaga keserasian fungsi unit-unit yang
berbeda tersebut untuk mencapai arah tujuan organisasi yang efisien.
Mengenai jenis-jenis koordinasi, menurut Talizuduhu Ndraha,
koordinasi dibedakan menjadi empat jenis. Perbedaan jenis itu dalam
rangka untuk menggerakkan suatu progam terpadu. Jenis-jenis
koordinasi itu, antara lain18:
“ a. Koordinasi fungsional, misalnya koordinasi antara
program pertanian dan program pengairan
b. Koordinasi institusional, yaitu koordinasi terhadap
sejumlah instansi yang bersangkutan dalam menangani
suatu urusan tertentu.
c. Koordinasi teritorial, yaitu koordinasi yang dilakukan
terhadap dua/lebih daerah yang bersangkutan dalam
program tertentu.
d. Koordinasi waktu, sering disebut sinkronisasi, yaitu
usaha mengkoordinasikan waktu sedemikian rupa
sehingga dapat ditentukan mana kegiatan yang dapat
dilakukan serentak dan mana kegiatan yang harus
berurutan.”
18 Talizuduhu Ndraha, Metodologi Pemerintahan Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1988, h.123.
27
Koordinasi ditinjau dari lingkup dan arah terbagi dalam19:
“ a. Menurut lingkupnya, terdapat:
1. Koordinasi intern, yaitu koordinasi antar
pejabat/antar unit di dalam suatu organisasi.
2. Koordinasi ektern, yaitu koordinasi antar pejabat
dari berbagai organisasi/antar organisasi.
b. Menurut arahnya, terdapat:
1. Koordinasi horizontal, yaitu koordinasi antar
pejabat/antar unit yang mempunyai tingkat hierarkis
yang sama dalam suatu organisasi, dan antar
pejabat dari organisasi-organisasi yang
sederajat/antar organisasi yang setingkat.
2. Koordinasi vertikal, yaitu koordinasi antara
pejabat-pejabat dan unit-unit tingkat bawah oleh
pejabat atasannya/unit tingkat atasannya langsung,
juga cabang-cabang suatu organisasi oleh
organisasi induknya.
3. Koordinasi diagonal, yaitu koordinasi antar
pejabat/unit yang berbeda fungsi dan berbeda
tingkatan hierarkinya.
4. Koordinasi fungsional, yaitu koordinasi antar
pejabat, antar unit/antar organisasi yang
didasarkan atas kesamaan fungsi atau karena
koordinatornya mempunyai fungsi tertentu.”
Koordinasi berhubungan dengan kegiatan pemerintah.
Pemerintah dalam menjalankan kegiatannya melalui pembagian tugas
yang diserahkan pada masing-masing organisasi lembaga departemen.
Organisasi merupakan wadah bagi kumpulan individu yang
mempunyai keahlian dan mempunyai tugas tertentu yang kemudian
melakukan tindakan-tindakan dan kebijakan yang efektif. Setiap
organisasi membangun sistem yang membentuk sinergi yang besar.
Sistem adalah seperangkat elemen yang saling berinteraksi,
membentuk kegiatan atau suatu prosedur yang mencari pencapaian
suatu tujuan atau tujuan-tujuan bersama dengan mengoperasikan data
19 Dann Sugandha, Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi, Intermedia, Jakarta, 1988,
h.25.
28
dan/atau barang pada waktu tertentu untuk menghasilkan informasi
dan/atau barang. Sistem merupakan suatu disiplin untuk melihat
secara keseluruhan dan keterkaitan dibanding sesuatu yang berdiri
sendiri, meninjau pola perubahan. Prinsip dasar teori sistem adalah
bahwa setiap sistem diikat bersama oleh pertukaran informasi.20
Informasi sangat berpengaruh pada kedekatan sistem.
Pendekatan sistem sangat tergantung pada konsep sistem umpan balik
informasi. Sistem umpan balik informasi ini digunakan untuk maksud
pengendalian dan dapat digunakan tidak hanya sekedar bisnis, tetapi
juga pada bidang teknik, biologi, dan banyak macam sistem lainnya.
Keberhasilan sistem ini terletak pada komunikasi antar kelompok,
karena dengan adanya komunikasi yang baik, akan terjadi interaksi
yang dapat mengarahkan kelompok pada pemecahan masalah dengan
tepat. Keuntungannya antara lain pertemuan menjadi lebih produktif,
lebih efisien dalam penggunaan waktu, dan dapat memproduksi hasil
yang diinginkan dengan lebih sedikit pertemuan. Begitu juga dalam
laju organisasi, akan dapat berjalan baik apabila di dalamnya ada
hubungan yang harmonis.
Untuk menciptakan hubungan yang harmonis, di dalam
pelaksanaan tugas baik antar orang-orang dalam organisasi maupun
hubungan inter dengan orang-orang di luar organisasi perlu adanya
komunikasi. Komunikasi adalah alat untuk pengarahan, yakni
20 Kadarsah Suryadi, dan Ali Ramdhani, Sistem Pendukung Keputusan Suatu Wacana Struktural
Idealisasi Dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,
2002, h.9.
29
penerusan keterangan dari orang yang satu kepada orang lain sehingga
keterangan-keterangan tersebut dapat dipahami oleh si penerima.21
Komunikasi penting dalam hubungan pengarahan dari atasan pada
bawahan. Komunikasi hendaknya memakai bahasa yang dikenal
umum agar dapat diterima dengan mudah, baik bagi orang-orang di
dalam organisasi maupun orang-orang di luar organisasi.
Peran komunikasi selain memberikan pengakuan kepada yang
berwenang, juga agar setiap keputusan untuk tujuan organisasi dapat
diwujudkan.22 Penyatuan ide gagasan yang didapat dari komunikasi
membantu sasaran-sasaran organisasi. Komunikasi merupakan alat
dan juga merupakan cara dalam koordinasi untuk mencapai tujuan
organisasi, termasuk pula organisasi pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun daerah.
Pendapat mengenai pentingnya koordinasi juga dikemukakan
oleh Sutarto, sebagai berikut23:
“ a. Menghindari perasaan lepas satu sama lain antara
satuan-satuan organisasi/antar pejabat yang ada
dalam organisasi.
b. Menghindari perasaan lepas/suatu pendapat bahwa
satuan organisasinya/jabatannya merupakan yang
paling penting.
c. Menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan
antar satuan organisasi/pejabat.
d. Menghindari timbulnya perebutan fasilitas.
e. Menghindari terjadinya peristiwa waktu menunggu
yang memakan waktu yang lama.
21Ateng Syafrudin, Pengaturan Koordinasi Pemerintahan Di Daerah, Tarsito, Bandung, 1976,
istiadat dan kesanggupan-kesanggupan lain yang diperoleh
seseorang sebagai anggota masyarakat.33 Dapat ditarik
kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia
untuk mencapai kesempurnaan hidup. Hasil buah budi (budaya)
manusia itu dapat kita bagi menjadi 2 macam:
“ 1) Kebudayaan material (lahir), yaitu kebudayaan
yang berwujud kebendaan, misalnya: rumah,
31 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan Jakarta, Cet. kelima,
1980, h.195. 32 William A Haviland, Antropologi, Erlangga, Jakarta, 1999, h. 331-332. 33 Tylor, E.B. 1974. Primitive Culture: Researches into The Development of Mythology,
Philosophy, Religion, Art, and Custom. New York: Gordon Press. First published in 1871, h.30.
43
gedung, alat-alat senjata, mesin-mesin, pakaian
dan sebagainya.
2) Kebudayaan immaterial (spiritual=batin),
yaitu: kebudayaan, adat istiadat, bahasa, ilmu
pengetahuan dan sebagainya.
Kebudayaan menurut ilmu antropologi pada hakikatnya
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar.34 Kebudayaan dapat berubah
sesuai dengan kondisi masyarakat yang menyandang
kebudayaan tersebut. Tidak ada kebudayaan yang tidak berubah
dalam hidup masyarakat. Kebudayaan dapat dijadikan standar
atau pedoman berperilaku dalam masyarakat. Hal ini akan
memberi makna pada hubungan-hubungan sosial yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Kebudayaan sebagai seperangkat
aturan atau standar dalam berperilaku masyarakat bisa saja
berbeda.
Hal ini didasarkan pada kesesuaian kebutuhan,
kepentingan, dan tujuan dari suatu masyarakat. Kebudayaan
memuat tata aturan berperilaku bagi setiap individu di dalam
masyarakat, sehingga terciptalah norma-norma sebagai
pengendali perilaku individu dalam bermasyarakat. Kebudayaan
bukan perilaku yang terlihat, tetapi berupa nilai-nilai dan
kepercayaan yang digunakan oleh manusia untuk menimbulkan
dan mencerminkan suatu perilaku. Maka definisi budaya
34 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta, Jilid I, Jakarta 1996, h.72.
44
modern, kebudayaan adalah seperangkat peraturan yang apabila
dipenuhi oleh para anggota masyarakat, akan menghasilkan
perilaku yang dianggap layak dan dapat diterima oleh para
anggotanya.35 Harga diri merupakan sebuah pencitraan
seseorang untuk dijaga dan dijunjung tinggi nilainya. Banyak
masalah mengenai harga diri yang membuat perubahan tingkah
laku pada seseorang. Hal ini dilakukan untuk membela atau
menangani problem tersebut untuk tetap menjaga harga dirinya
dihadapan banyak orang agar tetap bernilai. Begitulah
masyarakat Madura melakukannya dengan Carok. Carok adalah
pemulihan harga diri ketika diinjak- injak oleh orang lain, yang
berhubungan dengan harta, tahta dan wanita. Intinya adalah
demi kehormatan.
Carok sebagai satu-satunya cara yang dianggap oleh
masyarakat Madura sebagai cara untuk mempertahankan harga
diri, tidak dapat dipahami sedemikian rupa dengan masyarakat
lain di luar Madura. Hal ini menunjukkan bahwa budaya carok
bersifat relatif, yang berarti bahwa carok merupakan satu-
satunya cara yang memenuhi rasa keadilan dalam
menyelesaikan suatu masalah atau perselisihan bagi masyarakat
Madura, akan tetapi tidak sama halnya dengan masyarakat lain
di luar Madura. Carok inilah yang disebut sebagai sebuah
pembelaan dan perlawanan pada masyarakat Madura. Seperti
35 Siti Gazalba, Pengantar Kebudayaan sebagai Ilmu, Pustaka Antara, Jakarta, 1968, h.333.
45
semboyan yang berbunyi “ango’an poteya tolang etembang
poteya mata” dengan arti lebih baik mati daripada harus
menanggung perasaaan malu. Falsafah tersebut mengandung
makna bahwa kehormatan orang Madura adalah segala-galanya,
hal ini terbukti dengan adanya kasus carok yang telah terjadi
dengan alasan membela harga diri dan kehormatan pribadi
dengan rela mempertaruhkan nyawanya.
Carok merupakan tradisi bertarung yang disebabkan
karena alasan tertentu yang berhubungan dengan harga diri
dengan menggunakan senjata yaitu celurit. Celurit merupakan
senjata tradisional yang berasal dari Jawa Timur khususnya
Madura, senjata ini memiliki bentuk yang melengkung seperti
bulan sabit. Celurit di gunakan sebagai senjata untuk membacok
atau menebas.36 Tidak ada peraturan resmi dalam pertarungan
ini karena carok merupakan tindakan yang dianggap negatif dan
kriminal serta melanggar hukum. Ini merupakan cara
masyarakat Madura dalam mempertahankan harga diri dan
keluar dari masalah. Biasanya carok merupakan jalan terakhir
yang ditempuh oleh masyarakat Madura dalam menyelesaikan
suatu masalah. Carok biasanya terjadi jika menyangkut masalah-
masalah yang menyangkut kehormatan/harga diri bagi orang
Madura sebagian besar karena masalah perselingkuhan dan
harkat martabat/kehormatan keluarga, dan apabila harkat
36 Hamid Bahri, Kitab Budaya Nusantara, DIVA Press, Yogyakarta, 2011, h.77.
46
martabat itu diinjak-injak oleh orang lain, maka yang dirasakan
mereka adalah malu yang dianggap suatu pelecehan, sehingga
mereka melakukan carok terhadap orang yang telah melecehkan
itu.37
Banyak yang menganggap carok adalah tindakan keji dan
bertentangan dengan ajaran agama, meski masyarakat Madura
sendiri kental dengan agamanya, yaitu Islam pada umumnya,
namun masyarakat Madura sebagian masih memegang teguh
terhadap falsafah orang Madura, yaitu Ango’an poteyah tolang
etembeng poteya mata (lebih baik putih tulang dari pada putih
mata), sehingga secara individual banyak yang masih
memegang tradisi Carok yang telah turun-temurun di wariskan
oleh nenek moyang masyarakat Madura.
Ketika carok terjadi, yang dimaksud dengan pelaku carok
melibatkan kedua belah pihak, baik pihak yang merasa harga
dirinya dilecehkan maupun pihak yang dianggap melakukan
pelecehan itu. Apabila seorang laki-laki yang dilecehkan harga
dirinya, tetapi kemudian tidak berani melakukan carok, orang
Madura akan mencemoohnya bukan seorang laki-laki. Bahkan
beberapa informan justru menyebutnya sebagai bukan orang
Madura. Jadi, orang Madura melakukan carok, bukan karena
semata-mata tidak mau dianggap sebagai penakut meskipun
37 A.Latif Wiyata, Op.Cit., h.170.
47
sebenarnya takut mati tapi juga agar tetap dianggap sebagai
orang Madura.
Carok salah satu cara orang Madura untuk
mengekspresikan identitas etnisnya. Itu semua semakin
memperkuat anggapan bahwa carok bukan tindakan kekerasan
pada umumnya, tetapi tindakan dengan makna-makna sosial
budaya sehingga harus dipahami sesuai dengan konteksnya.
Carok adalah suatu bentuk kekerasan yang memiliki latar dan
pesan kultural yang maknanya dapat terungkap bila carok dilihat
dari konteks lingkungan sosial-budaya masyarakat Madura.
Carok selalu berawal dari konflik yang melibatkan unsur
pelecehan harga diri, maka dalam kultur Madura berkaitan
dengan konsep malu, yaitu ketika seseorang dianggap tidak
diakui atau diturunkan kapasitas dirinya sehingga dia merasa
“tade’ ajhina” (tidak ada harganya).
Di Kecamatan Batumarmar Pamekasan Madura, terdapat
13 Desa yang berada di dalam Kecamatan tersebut, antara lain:
Desa Bujur Barat, Desa Pangerreman, Desa Bangsereh, Desa
Lesong Laok, Desa Ponjanan Barat, Desa Ponjanan Timur, Desa
Kapong, Desa Lesong Daya, Desa Batubintang, Desa Blaban,
Desa Tamberu, Desa Bujur Tengah, dan Desa Bujur Timur.
Carok maupun tindakan kekerasan lainnya dikategorikan
sebagai tindakan kriminal yang melanggar Pasal 338 dan 340
KUHP (pembunuhan), serta Pasal 351 sampai dengan Pasal 355
48
KUHP (Penganiayaan berat termasuk juga pembunuhan).
Seperti data pada tabel dibawah ini, tentang tindakan kekerasan
yang terjadi di Kecamatan Batumarmar kiranya dapat digunakan
sebagai gambaran umum tentang banyaknya kasus kriminal.
Oleh karena itu, tindakan kriminal ini selalu dirujuk pada Pasal
KUHP tersebut.38
Tabel.1 Data Kasus Kriminalitas yang Berkaitan dengan Perilaku
Carok di Kecamatan Batumarmar
Kabupaten Pamekasan Madura Tahun 2011-2015
NO TAHUN DESA KEJADIAN JUMLAH
1. 2011 TAMBERU 1 1
2. 2012 BUJUR TIMUR
TAMBERU
BUJUR BARAT
BLABAN
LESONG DAYA
SOTABAR
1
1
1
1
1
1
6
3. 2013 BATU BINTANG
BLABAN
2
1
3
4. 2014 BLABAN 1 1
5. 2015 BUJUR TENGAH
LESONG DAYA
1
1
2
Sumber: Polsek Tamberu, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten
Pamekasan Madura39.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa telah terjadi Kasus
Kriminal di 8 desa dari kecamatan Batumarmar, Kabupaten
Pamekasan Madura.
38 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 39 Polsek Tamberu, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten Pamekasan Madura.
49
1) Tahun 2011:
a) Pada hari Sabtu, tanggal 26 November 2011 pada pukul
14.00 WIB, di Dusun Karang Barat Desa Tamberu
Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
telah terjadi tindak pidana Penganiayaan. Pelaku
membacok korban yang bernama KH.Isbat Jauhari dan
Dullah dengan cara menggunakan senjata tajam celurit.
Tindak pidana Penganiayaan ini diatur dalam Pasal 351
ayat (1), (4) KUHP. Kasus ini termasuk sebagai
perilaku carok, karena pelaku melakukan aksinya
dengan balas dendam dengan korban, karena korban
telah mengganggu istri pelaku. Telah disebutkan bahwa
carok dapat terjadi karena mengganggu istri orang. Hal
ini yang melatarbelakangi pelaku membacok korban
untuk mengembalikan harga dirinya yang telah injak-
injak. Tetapi pada saat kejadian, ada seorang temannya
yang ingin menghalangi niatnya dengan membacok
korban. Tidak lama dari kejadian tersebut, pelaku juga
ikut menganiaya teman korban. Sehingga pelaku
melakukan penganiayaan dengan korban dan teman
korban dalam waktu yang bersamaan. Dalam kejadian
ini, dapat dikatakan bahwa pelaku masih menggunakan
tradisi carok untuk menyelesaikan suatu masalah.
50
2) Tahun 2012:
a) Pada hari Sabtu, tanggal 7 Januari 2012 pada pukul
21.00 WIB, di Dusun Songai Rajeh Desa Bujur Timur
Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
telah terjadi tindak pidana Penganiayaan yang
mengakibatkan meninggal dunia. Para pelaku
mengeroyok korban yang bernama Razak dengan cara
memukul memakai alat berupa kayu usuk dan batu
gunung. Tindak pidana penganiayaan ini
mengakibatkan korban meninggal dunia diatur di dalam
Pasal 351 ayat (3) KUHP.
b) Pada hari Senin, tanggal 27 Februari 2012 pada pukul
13.00 WIB, di Desa Tamberu Kecamatan Batumarmar
Kabupaten Pamekasan Madura telah terjadi tindak
pidana Penganiayaan. Pelaku melakukan penganiayaan
dengan memukul korban yang bernama Sartika berkali-
kali, sehingga korban mengalami luka-luka di bibir dan
di hidung. Tindak pidana Penganiayaan ini diatur
dalam Pasal 351 ayat (1), KUHP.
c) Pada hari Senin, tanggal 2 Juli 2012 pada pukul 23.00
WIB, di Sungai kering Dusun Serpet Tengah Desa
Bujur Barat Kecamatan Batumarmar Kabupaten
Pamekasan Madura telah terjadi tindak pidana pidana
Pembunuhan dan atau Penganiayaan yang
51
mengakibatkan meninggalnya seseorang. Pada waktu
korban yang bernama Masidin ingin mengambil Sanyo
(pompa air merk Panasonic) yang berada di sawahnya
sekitar pukul 22.00 WIB, setelah itu korban ditemukan
meninggal dunia pada pagi harinya Selasa, 3 Juli 2012
sekitar pukul 07.00 WIB dengan luka memar dan
kelopak mata bengkak yang diakibatkan oleh benda
tumpul. Tindak pidana Pembunuhan dan atau
Penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal
dunia ini diatur dalam Pasal 338 Subs 351 ayat (3)
KUHP.
d) Pada hari Minggu, tanggal 15 Juli 2012 pada pukul
13.00 WIB, di rumah pelapor di Dusun LouPao Daya
Desa Blaban Kecamatan Batumarmar Kabupaten
Pamekasan Madura telah terjadi tindak pidana
Penganiayaan dan atau pengrusakan. Pada waktu itu
tanpa ada masalah apapun pelaku merusak rumah
pelapor yang bernama Ali bin Yusup dengan cara
memecahkan kaca rumah korban dengan menggunakan
linggis, dan melakukan penganiayaan terhadap korban
dengan cara melempar batu. Tindak pidana
penganiayaan dan atau pengrusakan ini diatur di dalam
Pasal 351 Subs 406 KUHP.
52
e) Pada hari Kamis, tanggal 26 Juli 2012 pada pukul 08.00
WIB, di Dusun Sangoleng Desa Lesong Daya
Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
telah terjadi tindak pidana Pembunuhan dan atau
Penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal
dunia. Pada waktu itu kurang lebih pukul 08.00 WIB
korban yang bernama Halil ditemukan warga dalam
keadaan sudah meninggal dunia di tandon (tempat
penyimpanan air) sawah milik korban, pada waktu
ditemukan koran berada di dalam kolam tandon
sedangkan istrinya yang bernama Hj. Sanah ditemukan
ditempat penggalian batu bata dengan badan telungkup
dan sudah meninggal dunia. Tindak pidana
Pembunuhan dan atau Penganiayaan yang
mengakibatkan korban meninggal dunia ini diatur
dalam Pasal 338 Subs 351 ayat (3) KUHP.
f) Pada hari Rabu, tanggal 1 Agustus 2012 pada pukul
16.00 WIB, di Dusun Sumber Batu Desa Sotabar
Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
telah terjadi tindak pidana Penganiayaan. Pelaku
melakukan penganiayaan dengan cara menggunakan
sebatang besi dari arah belakang mengenai kepala
korban. Tindak pidana Penganiayaan ini diatur dalam
Pasal 351 KUHP.
53
3) Tahun 2013:
a) Pada hari Jumat, tanggal 19 April 2013 pada pukul
17.30 WIB, di Dusun Desa Batubintang Kecamatan
Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura telah
terjadi tindak pidana Penganiayaan ringan. Pada waktu
korban yang bernama Imroatul Hasanah baru turun dari