Top Banner
BAB II LANDASAN TEORI http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22787 /4/Chapter%20II.pdf A. KEKERASAN 1. Pengertian Kekerasan Kekerasan berarti pengania yaan, penyiksaan, atau perl akuan salah. Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adal ah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendir i, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kem
86

BAB II mkl

Feb 25, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II mkl

BAB II LANDASAN TEORI http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22787/4/Chapter%20II.pdfA.KEKERASAN 1.Pengertian Kekerasan Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kem

Page 2: BAB II mkl

ungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologistmelaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999). Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan child abusemerupakan tindakan melukai beulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yangtak terkendali, degradasi dan cemoohan

Page 3: BAB II mkl

permanen atau kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak diinginkan secara seksual. Kekerasan seksual biasanya disertai dengan tekanan psikologis atau fisik (O’Barnett et al., dalam Matlin, 2008). Perkosaan merupakan jenis kekerasan seksual yang spesifik. Perkosaan dapat didefiniskan sebagai penetrasi seksual tanpa izin atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik (Tobach,dkk dalam Matlin, 2008). Universitas Sumatera Utara2.Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Anak Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang merumuskan definisi tentang child abuse, menyebut ada empat macamabuse, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse). a.Kekerasan secara Fisik (physical abuse)

Page 4: BAB II mkl

Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan akan diingat anak itu jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu. Kekerasan yang dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak. b.Kekerasan Emosional (emotional abuse) Emotional abuseterjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu. c. Kekerasan secara Verbal (verbal abuse) Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi

Page 5: BAB II mkl

penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan. d.Kekerasan Seksual (sexual abuse) Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa Universitas Sumatera Utarapemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan caratidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaanyang biasanya dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku (Tower, 2002), terdiri dari: i.

Page 6: BAB II mkl

Familial Abuse Incest merupakan sexual abuseyang masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, termasuk dalam pengertian incest. Mayer (dalam Tower, 2002) menyebutkan kategori incestdalam keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan pada anak. Kategori pertama, sexual molestation(penganiayaan). Hal ini meliputi interaksi noncoitus, petting, fondling, exhibitionism,dan voyeurism,semua hal yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual. Kategori kedua, sexual assault(perkosaan), berupa oral atau hubungan dengan alat kelamin, masturbasi, fellatio(stimulasi oral pada penis), dan cunnilingus(stimulasi oral pada

Page 7: BAB II mkl

klitoris). Kategori terakhir yang paling fatal disebut forcible rape(perkosaan secara paksa), meliputi kontak seksual. Rasa takut, kekerasan, dan ancaman menjadi sulit bagi korban. Mayer mengatakan bahwa paling banyak ada dua kategori terakhir yang menimbulkan trauma terberat bagi anak-anak, namun korban-korban sebelumnya tidak mengatakan demikian. Mayer berpendapat derajat trauma tergantung pada tipe dari kekerasan seksual, korban dan survivormengalami hal yang sangat berbeda. Survivoryang mengalami perkosaan mungkin mengalamihal yang berbeda dibanding korban yang diperkosa secara paksa. Universitas Sumatera Utaraii.Extrafamilial Abuse Extrafamilial Abuse,dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban, dan hanya 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa disebut pedophile, yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak. Pedophilia

Page 8: BAB II mkl

diartikan ”menyukai anak-anak”(deYong dalam Tower, 2002). Pedetrasymerupakan hubungan seksual antara pria dewasa dengan anak laki-laki (Struve & Rush dalam Tower, 2002). Pornografi anak menggunakan anak-anak sebagai sarana untuk menghasilkan gambar, foto, slide,majalah, dan buku (O’Brien, Trivelpiece,Pecora et al., dalam Tower, 2002). Biasanya ada tahapan yang terlihat dalam melakukan kekerasan seksual Kemungkinan pelaku mencoba perilaku untuk mengukur kenyamanan korban. Jika korban menuruti, kekerasan akan berlanjut dan intensif, berupa: 1.Nudity(dilakukan oleh orang dewasa). 2.Disrobing(orang dewasa membuka pakaian di depan anak). 3.Genital exposure(dilakukan oleh orang dewasa). 4.Observation of the child(saat mandi, telanjang, dan saat membuang air).

Page 9: BAB II mkl

5.Mencium anak yang memakai pakaian dalam. 6.Fondling(meraba-raba dada korban, alat genital, paha, dan bokong). 7.Masturbasi 8.Fellatio(stimulasi pada penis, korban atau pelaku sendiri). 9.Cunnilingus(stimulasi pada vulva atau area vagina, pada korban atau pelaku). 10.Digital penetration(pada anus atau rectum). 11.Penile penetration(pada vagina). 12.Digital penetration(pada vagina). 13.Penile penetration(pada anus atau rectum). Universitas Sumatera Utara14.Dry intercourse

Page 10: BAB II mkl

(mengelus-elus penis pelaku atau area genital lainnya, paha, atau bokong korban) (Sgroi dalam Tower, 2002). Menurut Suharto (1997) mengelompokkan kekerasan pada anak menjadi: a.Kekerasan Anak Secara Fisik Kekerasan secara fisik adalahpenyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikan pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibatsundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air atau muntah di sembarang tempat, memecahkn barang berharga. b. Kekerasan Anak Secara Psikis kekerasan secara psikis meliputi penghardikan

Page 11: BAB II mkl

, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film pornografi pada anak. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut ke luar rumah dan takutbertemu dengan orang lain. c. Kekerasan Anak Secara Seksual Kekerasan secara seksual dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibisionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual). Universitas Sumatera Utarad. Kekerasan Anak Secara Sosial Kekerasan secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak.

Page 12: BAB II mkl

Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya. 3.Faktor-fakor Penyebab Kekerasan terhadap Anak Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak (child abuse)terjadi akibat kombinasi dariberbagai faktor, yaitu: a.Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violance)Banyak anak belajar perilaku kekerasan da

Page 13: BAB II mkl

ri orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakuakan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi. Studi-studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan menjadi orangtua yang bertindak keras kepada anak-anaknya. Sementara itu, hanya 2 sampai 3 persen dari semua individu menjadi orangtua yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Anak-anak yang mengalami perlakuan salah dan kekerasan Universitas Sumatera Utaramungkin menerima perilaku ini sebagai model perilaku mereka sendiri sebagai orangtua. Tetapi, sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. b.Stres Sosial (social stress)Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisisosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit

Page 14: BAB II mkl

(illness),kondisi perumahan buruk (poor housing conditions),ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size),kelahiran bayi baru (the presence of a new baby),orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the death)seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antarakeluarga miskin karena beberapa alasan. c.Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.

Page 15: BAB II mkl

d.Struktur Keluarga Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapakeputusan lainnya, mempunyai tingkat Universitas Sumatera Utarakekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri sama-sama bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut. 4.Efek Kekerasan Seksual Kebanyakan korban perkosaanmerasakan kriteria psychological disorderyang disebut post-traumatic stress disorder(PTSD), simtom-simtomnya berupa ketakutan yang intensterjadi, kecemasan yang tinggi, emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis.

Page 16: BAB II mkl

Beitch-man et al (dalam Tower, 2002), korban yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain. Finkelhor dan Browne (dalam Tower, 2002) menggagas empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu: 1)Betrayal (penghianatan) Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual. Sebagai anak individu percaya kepada orangtua dan kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang mengancam anak. 2)Traumatic sexualization(trauma secara seksual) Russel (dalam Tower, 2002) menemukan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga. Finkelhor (dalam Tower, 2002) mencatat bahwa korban lebih memilih pasangan sesama jenis karena menganggap laki-laki tidakdapat dipercaya. 3)Powerlessness(merasa tidak berdaya)

Page 17: BAB II mkl

Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit.Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban Universitas Sumatera Utaralain memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya (Finkelhor dan Browne, Briere dalam Tower, 2002). 4)Stigmatization Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut (Gelinas, Kinzl dan Biebl dalam Tower, 2002). B.IDENTITAS DIRI 1.

Page 18: BAB II mkl

Pengertian Identitas Diri Erikson (1968) mengatakan bahwa salah satuproses sentral pada remaja adalah pembentukan identitas diri, yaitu perkembangan ke arah individualitas yang merupakan aspek penting dalam perkembangan berdiri sendiri. Identitas diri adalah mengenal dan menghayati dirinya sebagai pribadi sendiriserta tidak tenggelam dalam peran yang dimainkan, misalnya sebagai anak, teman, pelajar, atupun teman sejawat. Identifikasi diri muncul ketika anak muda memilih nilai dan orang tempat dia memberikan loyalitasnya, bukan sekadar mengikuti pilihan orangtuanya. Orang yang sedang mencari identitasnya adalah orang yang ingin menentukan siapakah atau apakah yang dia inginkan pada masa mendatang (Erikson, 1968). Proses terjadinya identitas diungkapkan secara abstrak yang merupakan proses restrukturisasi segala identifikasi dan gambaran diri terdahulu diolah dalam perspektif masa depan. Identitas merupakan kelanjutan dari masakanak-kanak, pengertian diri yang sekarang, dan menjadi petunjuk di masa depan, oleh sebab itu seseorang membentuk identitas dirinya Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II mkl

BAB II LANDASAN TEORI A.KEKERASAN 1.Pengertian Kekerasan Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma,

Page 20: BAB II mkl

kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologistmelaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999). Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan child abusemerupakan tindakan melukai beulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yangtak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual.

Page 21: BAB II mkl

Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak diinginkan secara seksual. Kekerasan seksual biasanya disertai dengan tekanan psikologis atau fisik (O’Barnett et al., dalam Matlin, 2008). Perkosaan merupakan jenis kekerasan seksual yang spesifik. Perkosaan dapat didefiniskan sebagai penetrasi seksual tanpa izin atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik (Tobach,dkk dalam Matlin, 2008). Universitas Sumatera Utara2.Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Anak Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang merumuskan definisi tentang child abuse, menyebut ada empat macamabuse, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse). a.Kekerasan secara Fisik (physical abuse) Physical abuse

Page 22: BAB II mkl

, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan akan diingat anak itu jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu. Kekerasan yang dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak. b.Kekerasan Emosional (emotional abuse) Emotional abuseterjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu. c. Kekerasan secara Verbal (verbal abuse) Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan

Page 23: BAB II mkl

tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan. d.Kekerasan Seksual (sexual abuse) Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa Universitas Sumatera Utarapemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan caratidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaanyang biasanya dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku (Tower, 2002), terdiri dari: i.Familial Abuse Incest

Page 24: BAB II mkl

merupakan sexual abuseyang masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, termasuk dalam pengertian incest. Mayer (dalam Tower, 2002) menyebutkan kategori incestdalam keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan pada anak. Kategori pertama, sexual molestation(penganiayaan). Hal ini meliputi interaksi noncoitus, petting, fondling, exhibitionism,dan voyeurism,semua hal yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual. Kategori kedua, sexual assault(perkosaan), berupa oral atau hubungan dengan alat kelamin, masturbasi, fellatio(stimulasi oral pada penis), dan cunnilingus(stimulasi oral pada klitoris). Kategori terakhir yang paling fatal disebut forcible rape

Page 25: BAB II mkl

(perkosaan secara paksa), meliputi kontak seksual. Rasa takut, kekerasan, dan ancaman menjadi sulit bagi korban. Mayer mengatakan bahwa paling banyak ada dua kategori terakhir yang menimbulkan trauma terberat bagi anak-anak, namun korban-korban sebelumnya tidak mengatakan demikian. Mayer berpendapat derajat trauma tergantung pada tipe dari kekerasan seksual, korban dan survivormengalami hal yang sangat berbeda. Survivoryang mengalami perkosaan mungkin mengalamihal yang berbeda dibanding korban yang diperkosa secara paksa. Universitas Sumatera Utaraii.Extrafamilial Abuse Extrafamilial Abuse,dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban, dan hanya 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa disebut pedophile, yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak. Pedophiliadiartikan ”menyukai anak-anak”(deYong dalam Tower, 2002). Pedetrasy

Page 26: BAB II mkl

merupakan hubungan seksual antara pria dewasa dengan anak laki-laki (Struve & Rush dalam Tower, 2002). Pornografi anak menggunakan anak-anak sebagai sarana untuk menghasilkan gambar, foto, slide,majalah, dan buku (O’Brien, Trivelpiece,Pecora et al., dalam Tower, 2002). Biasanya ada tahapan yang terlihat dalam melakukan kekerasan seksual Kemungkinan pelaku mencoba perilaku untuk mengukur kenyamanan korban. Jika korban menuruti, kekerasan akan berlanjut dan intensif, berupa: 1.Nudity(dilakukan oleh orang dewasa). 2.Disrobing(orang dewasa membuka pakaian di depan anak). 3.Genital exposure(dilakukan oleh orang dewasa). 4.Observation of the child(saat mandi, telanjang, dan saat membuang air). 5.Mencium anak yang memakai pakaian dalam. 6.

Page 27: BAB II mkl

Fondling(meraba-raba dada korban, alat genital, paha, dan bokong). 7.Masturbasi 8.Fellatio(stimulasi pada penis, korban atau pelaku sendiri). 9.Cunnilingus(stimulasi pada vulva atau area vagina, pada korban atau pelaku). 10.Digital penetration(pada anus atau rectum). 11.Penile penetration(pada vagina). 12.Digital penetration(pada vagina). 13.Penile penetration(pada anus atau rectum). Universitas Sumatera Utara14.Dry intercourse(mengelus-elus penis pelaku atau area genital lainnya, paha, atau bokong korban) (Sgroi dalam Tower, 2002).

Page 28: BAB II mkl

Menurut Suharto (1997) mengelompokkan kekerasan pada anak menjadi: a.Kekerasan Anak Secara Fisik Kekerasan secara fisik adalahpenyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikan pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibatsundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air atau muntah di sembarang tempat, memecahkn barang berharga. b. Kekerasan Anak Secara Psikis kekerasan secara psikis meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film pornografi pada anak. Anak yang mendapatkan

Page 29: BAB II mkl

perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut ke luar rumah dan takutbertemu dengan orang lain. c. Kekerasan Anak Secara Seksual Kekerasan secara seksual dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibisionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual). Universitas Sumatera Utarad. Kekerasan Anak Secara Sosial Kekerasan secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang

Page 30: BAB II mkl

terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya. 3.Faktor-fakor Penyebab Kekerasan terhadap Anak Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak (child abuse)terjadi akibat kombinasi dariberbagai faktor, yaitu: a.Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violance)Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakuakan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian,

Page 31: BAB II mkl

perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi. Studi-studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan menjadi orangtua yang bertindak keras kepada anak-anaknya. Sementara itu, hanya 2 sampai 3 persen dari semua individu menjadi orangtua yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Anak-anak yang mengalami perlakuan salah dan kekerasan Universitas Sumatera Utaramungkin menerima perilaku ini sebagai model perilaku mereka sendiri sebagai orangtua. Tetapi, sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. b.Stres Sosial (social stress)Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisisosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit (illness),kondisi perumahan buruk (poor housing conditions),

Page 32: BAB II mkl

ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size),kelahiran bayi baru (the presence of a new baby),orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the death)seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antarakeluarga miskin karena beberapa alasan. c.Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat. d.Struktur Keluarga Tipe-tipe keluarga terten

Page 33: BAB II mkl

tu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapakeputusan lainnya, mempunyai tingkat Universitas Sumatera Utarakekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri sama-sama bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut. 4.Efek Kekerasan Seksual Kebanyakan korban perkosaanmerasakan kriteria psychological disorderyang disebut post-traumatic stress disorder(PTSD), simtom-simtomnya berupa ketakutan yang intensterjadi, kecemasan yang tinggi, emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis. Beitch-man et al (dalam Tower, 2002), korban yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain. Fi

Page 34: BAB II mkl

nkelhor dan Browne (dalam Tower, 2002) menggagas empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu: 1)Betrayal (penghianatan) Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual. Sebagai anak individu percaya kepada orangtua dan kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang mengancam anak. 2)Traumatic sexualization(trauma secara seksual) Russel (dalam Tower, 2002) menemukan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga. Finkelhor (dalam Tower, 2002) mencatat bahwa korban lebih memilih pasangan sesama jenis karena menganggap laki-laki tidakdapat dipercaya. 3)Powerlessness(merasa tidak berdaya) Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit.Perasaan tidak berdaya mengakibatkan

Page 35: BAB II mkl

individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban Universitas Sumatera Utaralain memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya (Finkelhor dan Browne, Briere dalam Tower, 2002). 4)Stigmatization Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut (Gelinas, Kinzl dan Biebl dalam Tower, 2002). B.IDENTITAS DIRI 1.Pengertian Identitas Diri Erikson (1968) mengatakan bahwa salah satuproses sentral pada remaja adalah pembentukan identitas diri, yaitu perkembangan

Page 36: BAB II mkl

ke arah individualitas yang merupakan aspek penting dalam perkembangan berdiri sendiri. Identitas diri adalah mengenal dan menghayati dirinya sebagai pribadi sendiriserta tidak tenggelam dalam peran yang dimainkan, misalnya sebagai anak, teman, pelajar, atupun teman sejawat. Identifikasi diri muncul ketika anak muda memilih nilai dan orang tempat dia memberikan loyalitasnya, bukan sekadar mengikuti pilihan orangtuanya. Orang yang sedang mencari identitasnya adalah orang yang ingin menentukan siapakah atau apakah yang dia inginkan pada masa mendatang (Erikson, 1968). Proses terjadinya identitas diungkapkan secara abstrak yang merupakan proses restrukturisasi segala identifikasi dan gambaran diri terdahulu diolah dalam perspektif masa depan. Identitas merupakan kelanjutan dari masakanak-kanak, pengertian diri yang sekarang, dan menjadi petunjuk di masa depan, oleh sebab itu seseorang membentuk identitas dirinya Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB II mkl

JULIARDIHERI Sunday, 28 April 2013MAKALAH KEKERASAN, PREMANISME & KRIMINALITAS YANG MEMBUDAYAKAN DI INDONESIA

KEKERASAN, PREMANISME & KRIMINALITAS YANG MEMBUDAYAKAN DI

INDONESIA

 

Page 38: BAB II mkl

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Mata kuliah Character

Building

Semester II

 

Kelompok:10Juliardi Heri S. (12129309)

 

Page 39: BAB II mkl

Jurusan

Manajemen Informatika & Komputer ,Bina Sarana Informatika

Pontianak

2013

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas

terselesaikannya Makalah ini, dengan judul : “Kekerasan,

Premanisme, & Kriminalitas yang Membudayakan di Indonesia”, yang

merupakan salah satu syarat tugas kelompok Mata Kuliah Character

Building semester II (Dua) jurusan Manajemen Informatika Bina

Sarana Informatika, Pontianak.

Selama menyelesaikan Makalah ini, penulis telah banyak

menerima bimbingan, pengarahan, petunjuk dan saran, serta

fasilitas yang membantu hingga akhir dari penulisan Makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat bagi

semua pihak yang membantu, meskipun dalam Makalah ini masih

banyak kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang

membangun tetap penulis harapkan.

Page 40: BAB II mkl

Pontianak, 20 November 2013

Ttd

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………1

KATA PENGANTAR ……………………………………………………….2

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….3

BAB I PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang ……………………………………………… 6

1.2              Identifikasi Masalah ………………………………………….7

1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………… 7

1.4              Pembatasan Masalah ………………………………………. 8

Page 41: BAB II mkl

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian

Fenomena .......................................................

2.2 Pengertian Kriminalitas ………………………………………

2.2 Pengertian Kekerasan ……………………………………….

2.2.1 Keragaman Jenis dan Definisi Kekerasan …….......

BAB III ANALISA PEMBAHASAN

3.1 Faktor-faktor Pemicu Tindakan Kriminal dan

Kekerasan ....

3.2 Dampak Dari Tindakan Kriminal dan

Kekerasan .................

3.3 Ruang Lingkup Tindakan

Kriminal .......................................

3.4 Solusi Penyelesaian

Masalah..............................................

3.4.1 Mencegah Tindakan Kriminal dan

Kekerasan ..........

BAB IV PENUTUP

4.1       

Kesimpulan ......................................................

....................

4.2       

Saran ...........................................................

........................

DAFTAR PUSTAKA

Page 42: BAB II mkl

LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hidup di jaman yang penuh intrik dan dusta dalam politik dan

kekerasan yang terlihat dari banyaknya ketakutan dan kejahatan

yang terjadi baik yang terliput maupun yang tidak terliput oleh

media massa. Dan keadaan ekonomi yang semakin sulit memaksa

sekelompok orang atau individu untuk mencari jalan pintas untuk

mengatasinya. Hidup di jalanan mungkin merupakan salah jalan

keluar untuk sebagian orang yang ingin mendapatkan solusi ekonomi

yang bergantung dari orang lain dengan melakukan tidakan kriminal

secara fisik maupun psikologis.

Fenomena maraknya tindakan kriminal di Indonesia mulai

berkembang pada saat ekonomi semakin sulit dan angka pengangguran

semakin tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat usia kerja mulai

mencari cara untuk mendapatkan penghasilan, biasanya melalui

pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak

dibutuhkan. Suburnya tindakan kriminal di Indonesia tidak dapat

dilepaskan dari peranan penguasa juga. Di masa lalu, para preman

terkesan diorganisir oleh kekuatan tertentu untuk kemudian

Page 43: BAB II mkl

memberikan kontribusi bagi aman dan langgengnya kekuasaan.

Sebagai kompensasi para preman diberikan kebebasan untuk

menjalankan aksinya tanpa takut diperlakukan keras oleh negara

dan mungkin hal ini masih terjadi.

Dahulu tindakan kriminal yang dilakukan oleh preman identik

dengan tindakan kekerasan fisik namun dengan seiring perubahan

jaman maka preman juga mengalami perubahan modus dalam melakukuan

tindakan kriminalnya yaitu dengan cara psikologis atau kejahatan

secara halus tanpa melukai fisik korban, dengan cara ini preman

dapat mengurangi resiko dalam melakukan tindakan kriminalnya.

Namun tidak dipungkiri hingga saat ini kekerasan yang dilakukan

oleh preman, krimninalitas masih dilakukan dan masih banyak lagi

seseorang atau kelompok yang melakukan tindakan kriminal selain

preman.

Hal ini yang menjadi latar belakang bagi penulis untuk

membuat makalah berjudul “ KEKERASAN, PREMANISME & KRIMINALITAS

YANG MEMBUDAYAKAN DI INDONESIA”.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan judul tersebut di atas, maka penulis

mengidentifikasikan masalah pada :

Page 44: BAB II mkl

1. Faktor-faktor pemicu tindakan Kekerasan, Premanisme &

Kriminalitas.

2. Dampak dari tindakan Kekerasan, Premanisme & Kriminalitas.

3. Ruang lingkup tindakan Kekerasan, Premanisme & Kriminalitas.

4. Solusi penyelesaian masalah.

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan Makalah ini adalah :

1. Makalah ini merupakan sebagai salah satu untuk memenuhi

syarat Mata Kuliah Character Building

2. Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan

informasi dan sumber bagi pihak yang berkompeten terhadap

masalah yang dibahas, sekaligus sebagi bahan perbandingan

Page 45: BAB II mkl

dan Makalah sejenis yang pernah dibuat sebelumnya dan juga

laporan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai

sumber ilmiah.

Pembatasan Masalah

Dalam kajian ini penulis hanya membatasi pada masalah pada

faktor-faktor yang memicu terjadinya tindakan Kekerasan,

Premanisme & Kriminalitas dan dampaknya terhadap masyarakat,. Hal

ini dikarenakan penulis hanya melakukan studi lapangan (wawancara

dan observasi) terhadap pihak yang terkait untuk mengetahui hal-

hal tersebut.

BAB II

LANDASAN TEORI

Page 46: BAB II mkl

Pengertian Kekerasan

Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Kekerasan

(Violence berasal dari bahasa Latin violentus yang berasal dari kata

vī atau vīs berarti kekuasaan atau berkuasa) adalah dalam prinsip

dasar dalam hukum publik dan privat Romawi yang merupakan sebuah

ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal

yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada

kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh

perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan dengan

kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat

diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan

penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula

dimasukan dalam rumusan kekerasan ini.

Sementara menurut Sosiolog, Dr Imam B. Prasodjo dalam,

http://bpsntbandung.com. Melihat maraknya kekerasan akhir-akhir ini

dipengaruhi oleh banyaknya orang yang mengalami ketertindasan

akibat krisis berkepanjangan. Aksi itu juga dipicu oleh lemahnya

kontrol sosial yang tidak diikuti dengan langkah penegakkan

hukum. Ini, kata Imam, ditanggapi secara keliru oleh para pelaku

tindak kejahatan. Kesan tersebut seolah message (tanda) yang

diterjemahkan bahwa hal yang terjadi akhir-akhir ini, lebih

membolehkan untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut. Sementara

itu pada saat kontrol sosial melemah, juga terjadi demoralisasi

pihak petugas yang mestinya menjaga keamanan. Aparat yang

harusnya menjaga keamanan, justru melakukan tindak pelanggaran.

Page 47: BAB II mkl

Masyarakat pun kemudian melihat bahwa hukum telah jatuh. Pada

saat yang sama masyarakat belum atau tidak melihat adanya upaya

yang berarti dari aparat keamanan sendiri untuk mengembalikan

citra yang telah jatuh tersebut.

Sosiolog lain, Sardjono Djatiman dalam, http://bpsntbandung.com

memperkirakan masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada hukum,

sistem, dan aparatnya. Ketidakpercayaan itu sudah terakumulasi

sedemikian lama, karena ketidakadilan telah menjadi tontonan

masyarakat sehari-hari. Mereka yang selama ini diam, tiba-tiba

memberontak. Ketika negara yang mewakili masyarakat sudah tidak

dipercaya lagi, maka masyarakatlah yang akan mengambil alih

kendali hukum. Tentunya dengan cara mereka sendiri

Keragaman Jenis dan Definisi Kekerasan

a. Kekerasan yang dilakukan perorangan

Perlakuan kekerasan dengan menggunakan fisik (kekerasan seksual),

verbal (termasuk menghina), psikologis (pelecehan), oleh

seseorang dalam lingkup lingkungannya.

b. Kekerasan yang dilakukan oleh negara atau kelompok

Menurut Max Weber didefinisikan sebagai "monopoli, legitimasi

untuk melakukan kekerasan secara sah" yakni dengan alasan untuk

melaksanakan putusan pengadilan, menjaga ketertiban umum atau

dalam keadaan perang yang dapat berubah menjadi semacam

perbuatanan terorisme yang dilakukan oleh negara atau kelompok

yang dapat menjadi salah satu bentuk kekerasan ekstrem (antara

lain, genosida, dll.).

Page 48: BAB II mkl

c. Tindakan kekerasan yang tercantum dalam hukum publik

Yakni tindakan kekerasan yang diancam oleh hukum pidana (sosial,

ekonomi atau psikologis (skizofrenia, dll.)).

d. Kekerasan dalam politik

Umumnya pada setiap tindakan kekerasan tersebut dengan suatu

klaim legitimasi bahwa mereka dapat melakukannya dengan mengatas

namakan suatu tujuan politik (revolusi, perlawanan terhadap

penindasan, hak untuk memberontak atau alasan pembunuhan terhadap

raja lalim walaupun tindakan kekerasan dapat dibenarkan dalam

teori hukum untuk pembelaan diri atau oleh doktrin hukum dalam

kasus perlawanan terhadap penindasan di bawah tirani dalam

doktrin hak asasi manusia.

e. Kekerasan simbolik (Bourdieu, Theory of symbolic power)

merupakan tindakan kekerasan yang tak terlihat atau kekerasan

secara struktural dan kultural (Johan Galtung, Cultural Violence) dalam

beberapa kasus dapat pula merupakan fenomena dalam penciptaan

stigmatisasi.

Kekerasan antara lain dapat pula berupa pelanggaran

(penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau

dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang

lain, dan - hingga batas tertentu - kepada binatang dan harta-

benda. Istilah "kekerasan" juga berkonotasi kecenderungan agresif

untuk melakukan perilaku yang merusak.

Page 49: BAB II mkl

Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk

kekerasan sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil

atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang terkoordinir,

yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun

tidak seperti yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-

masyarakat) dan terorisme.

Sejak Revolusi Industri, kedahsyatan peperangan modern

telah kian meningkat hingga mencapai tingkat yang membahayakan

secara universal. Dari segi praktis, peperangan dalam skala

besar-besaran dianggap sebagai ancaman langsung terhadap harta

benda dan manusia, budaya, masyarakat, dan makhluk hidup lainnya

di muka bumi.

Secara khusus dalam hubungannya dengan peperangan,

jurnalisme, karena kemampuannya yang kian meningkat, telah

berperan dalam membuat kekerasan yang dulunya dianggap merupakan

urusan militer menjadi masalah moral dan menjadi urusan

masyarakat pada umumnya.

Transkulturasi, karena teknologi moderen, telah berperan

dalam mengurangi relativisme moral yang biasanya berkaitan dengan

nasionalisme, dan dalam konteks yang umum ini, gerakan

"antikekerasan" internasional telah semakin dikenal dan diakui

peranannya.

Page 50: BAB II mkl

Pengertian Kriminalitas

Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Kriminalitas

atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau

sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang

kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang preman,

pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu

kategori terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal karena

melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau

paham.

Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh

seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini

merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak

bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal

yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani

hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana.

Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan

mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan.

Page 51: BAB II mkl

Definisi kejahatan dalam pengertian yuridis tidak sama dengan

pengertian kejahatan dalam kriminologi yang dipandang secara

sosiologis.

Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai

suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang

berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis

sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang

merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu

pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari

BAB III

ANALISA PEMBAHASAN

FAKTOR-FAKTOR PEMICU KEKERASAN, PREMANISME & KRIMINALITAS YANG

MEMBUDAYAKAN DI INDONESIA

Ada beberapa hal yang mempengaruhi para pelaku dalam

melakukan tindakan kriminali dan kekerasan. Faktor ekonomi

mungkin yang paling berpengaruh dalam terjadi tindakan kriminal

dan keadaan ini akan semakin parah pada saat tertentu seperti

misalnya pada Bulan Puasa (Ramadhan) yang akan mendekati Hari

Raya Idul Fitri. Pada saat ini kebutuhan masyarakat akan menjadi

sangat tinggi baik primer maupun skunder dan sebagian orang lain

Page 52: BAB II mkl

mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutahannya dengan melakukan

tindakan kriminal dan bahkan disertai dengan tindakan kekerasan.

Dan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi terjadinya tindakan

kriminal dan kekerasan antara lain sebagai berikut :

1. Pertentangan dan persaingan kebudayaan

Hal ini dapat memicu suatu tindakan kriminal yang mengacu pada

kekerasan bermotif SARA (Suku, Agama, Ras, Aliran) seperti yang

terjadi pada kerusuhan di Sampit antara orang Madura dan orang

Kalimantan

2. Kepadatan dan komposisi penduduk

Seperti yang terjadi di kota Jakarta, karena kepadatan dan

komposisi penduk yang sangat padat dan sangat padat di suatu

tempat mengakibatkan meningkatnya daya saing, tingkat strees, dan

lain sebagianya yang berpotensi mengakibatkan seseorang atau

kelompok untuk berbuat tindakan kriminal dan kekerasan.

3. Perbedaan distribusi kebudayaan

Distribusi kebudayaan dari luar tidak selalu berdampak positif

bila diterapkan pada suatu daerah atau negara. Sebagai contoh

budaya orang barat yang menggunakan busana yang mini para kaum

wanita, hal ini akan menggundang untuk melakukan tindakan

kriminal dan kekerasan seperti pemerkosaan dan perampokan.

4. Mentalitas yang labil

Seseorang yang memiliki mentalitas yang labil pasti akan

mempunyai jalan pikiran yang singkat tanpa memikirkan dampak yang

akan terjadi. Layaknya seorang preman jika ingin memenuhi

Page 53: BAB II mkl

kebutahannnya mungkin dia hanya akan menggunakan cara yang mudah,

seperti meminta pungutan liar, pemerasan dan lain sebagainya.

5. Tingkat penganguran yang tinggi

Dikarenakan tingkat penganguran yang tinggi maka pendapatan pada

suatu daerah sangat rendah dan tidak merata. Hal ini sangat

memicu seseorang atau kelompok untuk melakukan jalan pintas dalam

memenuhi kebutahannya dan mungkin dengan cara melakukan tindak

kriminal dan kekerasan.

Namun selain faktor-faktor di atas tindakan kriminal dan

kekerasan dapat terjadi jika ada niat dan kesempatan. Maka tindak

kriminal dan kekerasan dapat dilakukan oleh siapa, tidak hanya

oleh preman atau perampok, bahkan dapat dilakukan oleh orang yang

paling dekat bahkan orang yang paling dipercaya.

Dampak Dari Tindakan Kekerasan, Premanisme, & Kriminalitas

Setiap perbuatan pasti memiliki dampak dari perbuatannya.

Termasuk juga dalam tindakan kriminal dan kekerasan yang pasti

akan berdampak negatif seperti :

1. Merugikan pihak lain baik material maupun non material

2. Merugikan masyarakat secara keseluruhan

3. Merugikan Negara

4. Menggangu stabilitas keamanan masyarakat

5. Mangakibatkan trauma kepada para korban

Dengan kata lain dampak dari fenomena tindakan kriminal dan

kekerasan ini adalah mengakibatkan kersahaan dimasyarakat dan

Page 54: BAB II mkl

peran penegak hukum seperti polisi akan sangat diandalkan untuk

menangulanginya, namun peran masyarakat juga akan sangat membantu

para polisi dalam menangulangi seperti memberikan informasi dan

pengamanan lingkungan sekitarnya dengan melakukan siskamling

(sistem keamanan lingkungan) yang terintregasi dengan tokoh

masyarakat dan polisi.

Ruang Lingkup Tindakan Kriminal

Dalam melakukan tindakan kriminal biasanya dilakukan di

tempat keramaian di mana banyak orang. Karena semakin banyak

kesempatan untuk melakukan tindakan kriminal. Tempat-tempat yang

biasanya terdapat preman antara lain sebagai berikut :

1. Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan salah satu tempat perekonomian

berjalan, karena di dalam pasar terdapat penjual dan pembeli yang

melakukan transaksi jual beli. Preman memandang ini sebagai lahan

untuk melakukan tindakan kriminalitas karena banyak orang membawa

Page 55: BAB II mkl

barang berharga. Ataupun melakukan pungutan liar kepada lapak-

lapak pedagang.

2. Terminal Bus

Merupakan tempat yang banyak orang berdatangan ke terminal bus

untuk menuju tempat tujuan, hal ini digunakan untuk melakukan

tindak kriminal pada para penumpang bus maupun para supir bus.

3. Stasiun Kereta Api dan Gerbong Kereta

Stasiun kereta api merupakan tempat yang sangat rampai pada jam

berangkat dan jam pulang kerja, begitu pula yang terjadi di dalam

gerbong kereta api. Setiap gerbong kereta api pasti akan selalu

padat bahkan hingga atap kereta api. Diantara ratusan penumpang

kereta api pasti terselip beberapa preman yang beraksi di stasiun

maupun di dalam gerbong kereta api. Hal ini biasanya terdapat di

kereta api ekonomi.

4. Pelabuhan

Pelabuhan merupakan tempat penyeberangan antar pulau. Disini

terdapat manusia, bus, dan truk yang akan menyeberang. Hal ini

dilirik untuk melakukan tindakan kriminal, biasanya melakukan

Page 56: BAB II mkl

tindak krimanal dengan cara pembiusan atau hipnotis kepada

penumpang kapal, dan melakukan pungutan liat kepada bus dan truk

yang akan memasuki pelabuhan.

5. Jalan Raya

Merupakan tempat umum yang hampir tidak pernah sepi, biasanya

pelaku melakukan tindak krimanal pada persimpangan jalan yang

tidak ada pengamanan dari polisi, dimana mobil terhenti pada

lampu lalu lintas. Biasanya hal ini dilakukan pada malam hari.

Pada saat ini banyak para pelaku melakukan tindakan kriminal

secara berkelompok, namun ada juga yang masih melakukan tindakan

kriminal secara individu. Hal ini dilakukan untuk mempermudah

dalam melakukan tindakan kriminal dan para pelaku terbagi atas

wilayah kekuasaan yang telah terbagi dan terorganisasi. Setiap

wilayah terdapat seorang pemimpin yang mengkoordinasikan para

anak buahnya dalam melakukan tindakan kriminal. Khusus tindakan

pungutan liar setiap wilayah wajib menyetorkan hasilnya kepada

pimpinannya yang kemudian disetorkan kepada oknum. Hal ini

dilakukan agar para pelaku tindak kriminal dapat perlindungan dan

wewenang dalam satu wilayah.

Page 57: BAB II mkl

Solusi Penyelesaian Masalah

Setiap permasalahan pasti ada cara untuk mengatasinya dan ada

beberapa cara untuk mengatasi tindak kriminal dan kekerasan,

diantaranya sebagai berikut :

1. Mengenakan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para

pelaku kriminalitas tanpa pandang bulu atau derajat. Hal ini akan

sangat ampuh untuk memberikan efek jera kepada para pelaku agar

tidak mengulangi kembali tindakannya

2. Mengaktifkan peran serta orang tua dan lembaga pendidikan

dalam mendidik anak. Dikarenakan hal ini merupakan dari

pencegahan sejak dini untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal

dan mencegah menjadi pelaku tindakan kriminal.

3. Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak

nilai budaya bangsa sendiri. Karena setiap budaya luar belum

tentu baik untuk budaya kita, misalnya berbusana mini, berprilaku

seperti anak punk, dan lain sebagainya.

4. Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat

dimulai sejak dini melalui pendidikan multi kultural , seperti

sekolah , pengajian dan organisasi masyarakat.

5. Melakukan pelatihan atau kursus keahlian bagi para pelaku

tindak kriminal atau penganguran agar memiliki keterampilan yang

dapat dilakukan untuk mencari lapangan pekerjaan atau melakukan

wirausaha yang dapat membuka lapangan kerja baru.

Page 58: BAB II mkl

Solusi ini akan berjalan baik bila peran serta pemerintah dan

masyarakat untuk mengatasi permasalahan ini. Dan semua pihak

harus melakukan rekonsiliasi untuk memulihkan ekonomi terutama

dengan masyarakat kelas bawah dan harus diingat bahwa kemerosotan

ekonomi mengakibatkan tingkat kejahatan meningkat.

Selain itu, perlu juga mempolisikan masyarakat. Artinya, ada

fungsi pengamanan dan pencegahan kejahatan yang dijalankan oleh

masyarakat. Kondisi sekarang sangat memprihatinkan; masyarakat

seolah tidak peduli apabila terjadi kejahatan di sekelilingnya,

bahkan di depan matanya, sikap tak acuh masyarakat itu dalam

kerangka psikologi sosial dapat dipahami. dalam masyarakat modern

telah ada semacam share of responsibility. Tugas keamanan telah diambil

alih oleh agen-agen formal, yakni polisi itu sendiri. Dalam

kerangka itu juga dapat difahami jika kita tidak lagi bisa

berharap pada lembaga informal seperti tokoh masyarakat untuk

mengendalikan keamanan karena peran-peran institusi informal

telah diruntuhkan oleh pemerintah.

Mencegah Tindakan Kekerasan, Premanisme, & Kriminalitas

Ada baiknya mencegah dari pada mengalami tindakan kriminal

dan kekerasan. Berikut beberapa cara untuk mencegah atau

menghindari tindakan kriminal dan kekerasan :

1.            Tidak memakai perhiasan yang berlebih

2.      Jangan mudah percaya kepada orang baru dikenal

3.      Tidak berpenampilan terlalu mencolok

4.      Bila berpergian ada baiknya tidak sendirian

5.      Menguasai ilmu bela diri

Page 59: BAB II mkl

 

BAB IV

PENUTUP

Pada bab terakhir ini penulis dalam makalah ini akan

menarik kesimpulan serta saran yang mungkin bermanfaat untuk

kehidupan dimasyarakat.

Kesimpulan

Berdasarkan pada seluruh kegiatan penelitian yang dilakukan

oleh penulis mengenai Kekerasan, Premanisme, & Kriminalitas yang

Membudayakan di Indonesia dan berdasarkan hasil pembahasan yang

telah dikemukan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis mencoba

menarik kesimpulan sebagai berikut :

Page 60: BAB II mkl

1.   Faktor utama terjadinya dalam Kekerasan, Premanisme, &

Kriminalitas yang Membudayakan di Indonesia akibat faktor ekonomi

dalam memenuhi kebutuhan

2.   Pelaku tindak kekerasan, premanisme,& kriminalitas dapat

terjadi dimana saja dan oleh siapa saja

3.   Tindakan kekerasan, premanisme,& kriminalitas sangatlah

berdampak negatif pada kelangsungan kehidupan di masyarakat

bahkan suatu negara

4.   kekerasan, premanisme,& kriminalitas dapat dicegah dan dapat

diselesaikan.

Saran

Dari hasil analisa yang dilakukan penulis pada bab-bab

sebelumnya serta kesimpulan diatas maka penulis mencoba untuk

memberikan saran atau bahan masukan yang mungkin dapat bermanfaat

:

1.      Untuk mencegah terjadinya tindak kriminal sebaiknya memberikan

pendidikan dan pemberitahuan sejak dini oleh lingkungan di dalam

rumah maupun di luar rumah tentang tindakan kriminal dan

kekerasan memberikan efek negatif

Page 61: BAB II mkl

2.      Memberikan pelatihan atau kursus bagi para pelaku tindakan

kriminal dan kekerasan agar memiliki ilmu yang dapat digunakan

untuk bekerja atau berwiraswatsa

3.      Bagi para penegak hukum agar memberikan sanksi hukum yang

tegas dan adil kepada para pelaku kriminal dan kekerasan tanpa

pandang bulu atau derajat untuk memberi efek jera

4.      Selalu berhati-hati dan waspada disetiap tempat serta kepada

siapa saja khususnya orang yang baru dikenal dan mencurigakan

http://juliardiheri.blogspot.com/2013/04/makalah-kekerasan-

premanisme.html

If You Never Try, You'll Never Know

Page 62: BAB II mkl

Harimu adalah Hari Ini. Jangan melihat ke masa lalu ataupun masa depan yang belum kamu ketahui, Just jalani yang terbaik.

Twitter Facebook Flickr RSS

Beranda

MAKALAH KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)06,August2011

Didib Nuhatama Makalah

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang

berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan

perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan

Search...

Page 63: BAB II mkl

organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh

penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga

lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan

sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan

baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik

antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut

harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai

dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan

terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota

keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya. 

     Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua

dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah

tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun

konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir

semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah

bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut.

Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya

masing-masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka

setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu

menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi

tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga.

Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing-masing anggota

keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar

permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota

keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila

konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin

sering terjadi dalam keluarga.

Page 64: BAB II mkl

Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan,

hentakan-hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan

makian maupun ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku

seperti menyerang, memaksa, mengancam atau melakukan kekerasan fisik.

Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam

rumah tangga (KDRT) yang diartikan  setiap perbuatan terhadap

seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan

atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau

penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,

pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam

lingkup rumah tangga.

B.     Rumusan Masalah

a.       Apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?

b.      Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ?

c.       Apakah faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga ?

d.      Bagaimana cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?

C.    Tujuan Pembuatan Makalah

a.       Mengetahui apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah

tangga.

b.      Mengetahui bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga.

c.       Mengetahui faktor-fartor apa saja yang menjadi penyebab

Kekerasan dalam Rumah Tangga.

d.      Mengetahui cara penanggulangan kekerasan dalam Rumah Tangga.

Page 65: BAB II mkl

PEMBAHASAN

A.    Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-

undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah

Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama

perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan

secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan

hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain

menegaskan bahwa:

a.       Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes

dari segala bentuk  kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan

Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.

b.      Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah

tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap

martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.

c.       Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah

perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau

masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman

kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan

martabat kemanusiaan.

Page 66: BAB II mkl

d.      Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a,

huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang

penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya

merupakan unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah

KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis

besar isi pasal yang berbunyi:

“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri

atau anak diancam hukuman pidana”

B.     Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap

istri dalam  rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :

a.       Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,

jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam

golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik

rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai

dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak

seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.

b.      Kekerasan psikologis / emosional

Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang

mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya

kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan

psikis berat pada seseorang.

Page 67: BAB II mkl

Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional

adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan

harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-

nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.

c.       Kekerasan seksual

Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari

kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera

seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.

d.      Kekerasan ekonomi

Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah

tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan

atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis

ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri

(http://kompas.com., 2006).

C.    Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga

Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks

struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya

kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:

a.       Pembelaan atas kekuasaan laki-laki

Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan

dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.

b.      Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi

Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja

mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika

suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.

c.       Beban pengasuhan anak

Page 68: BAB II mkl

Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai

pengasuh anak.  Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap

anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan

dalam rumah tangga.

d.      Wanita sebagai anak-anak

Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum,

mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan

segala hak dan kewajiban wanita.  Laki-laki merasa punya hak untuk

melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap

anaknya agar menjadi tertib.

e.       Orientasi peradilan pidana pada laki-laki

Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami

kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga

penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup.  Alasan yang lazim

dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi

suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni

keluarga.

D.    Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga,

diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga,

antara lain:

a.       Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang

teguh pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak

terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.

b.      Harus  tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga,

karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap

Page 69: BAB II mkl

ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga

dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada.

c.       Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar

tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam

sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara

kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan

dalam rumah tangga.

d.      Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan

sebagainya antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi

dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka

mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa

kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih

dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.

e.       Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang

ada dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila

terjadi pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam

keluarga dapat diatasi dengan baik.

KESIMPULAN

Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan

belajar, seperti membaca buku yang memang isi bukunya itu bercerita

tentang bagaimana cara menerapkan sebuah keluarga yang sakinah,

mawaddah dan warahmah.

Page 70: BAB II mkl

Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara

suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan

harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan

kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu

timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan

istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat

mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang

suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya

masing-masing.

Seperti halnya dalam berpacaran. Untuk mempertahankan sebuah

hubungan, butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan

sebagainya. Begitu juga halnya dalam rumah tangga harus dilandasi

dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka

mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa

kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih

dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan. Tidak sedikit

seorang suami yang sifat seperti itu, terkadang suami juga melarang

istrinya untuk beraktivitas di luar rumah. Karena mungkin takut

istrinya diambil orang atau yang lainnya. jika sudah begitu kegiatan

seorang istri jadi terbatas. Kurang bergaul dan berbaur dengan orang

lain. Ini adalah dampak dari sikap seorang suami yang memiliki sifat

cemburu yang terlalu tinggi. Banyak contoh yang kita

lihat dilingkungan kita, kajadian seperti itu. Sifat rasa cemburu bisa

menimbukan kekerasan dalam rumah tangga.

Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak

harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa

menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang bisa memicu konflik

di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita melihat

Page 71: BAB II mkl

kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri.

Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga menimbulkan

perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing.

CONTOH KASUS

Contoh Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga yang terjadi dimasyarakat :

Contoh kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga yang kami ambil adalah

Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dialami oleh Cici Paramida. Dimana

dalam kasus KDRTnya ini, wajah Cici Paramida babak belur akibat

peristiwa penabarakan yang diduga dilakukan suaminya, Suhaebi.

Peristiwa itu sendiri berawal ketika Cici yang mencurigai suaminya

membawa perempuan lain mencoba mengejar mobil suaminya hingga ke

kawasan puncak, Kabupaten Bogor. Saat kedua mobil tiba di kawasan Gang

Semen, Jalan Raya Puncak, Cisarua, mobil Cici menyalip.

Cici kemudian turun dari mobil. “Saat dia mau mendekati mobil

itu, tiba-tiba mobil digas sehingga menyerempet Cici. Akibatnya Cici

Paramida  tampak terluka di bagian wajah dan lengan seperti bekas

tersenggol. Kemudian atas Kekerasan yang dilakukan oleh Suhebi, Cici

melaporkan tindakan kekerasan itu polisi.

Dari contoh kasus diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa

seorang suami seharusnya menjaga kepercayaan yang diberikan oleh

istrinya. Suatu hubungan akan berjalan harmonis apabila sebuah

pasangan dilandasi dengan percaya kepada pasangannya. Namun kejadian

ini tidak akan terjadi apa bila sang istri menanyaka secara baik baik

Page 72: BAB II mkl

kepada suaminya. Apakah benar ia bersama perempuan lain atau hanya

sekedar rekan kerjanya.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang tentang Penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004,

Kenapa Laki-Laki Melakukan Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(KDRT)? http://www.erwinmiradi.com/kenapa-laki-l... #erwinmiradi.com

Kekerasan pada Istri dalam rumah tangga

http://maureenlicious.wordpress.com/2011/04/28/kekerasan-pada-istri-

dalam-rumah-tangga/

KDRT Cici Paramida, Suheaby diperiksa Polisi

http://syscomnet.info/kdrt-cici-paramida-suhaeby-diperiksa-

polisi.html/

Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga

http://student.eepisits.edu/~wily/kewarganegaraan/KEKERASAN%20PADA

%20ISTRI%20DALAM%RUMAH%TANGGA.html/

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=14

Tips menanggulangi KDRT menurut Islam

http://ilalang.wordpress.com/2007/01/08/tips-menanggulangi-kdrt-menurut-islam/

Page 73: BAB II mkl

4 comments: (+add yours?) ryan palembaja said...

January 12, 2013 at 7:39 AM

makasih,, ni sangat dicari buat tugas kuliah,,

what you name? said...

March 20, 2013 at 12:10 AM

terimakasih...ini sangat membantu untuk dijadikan referensi..salamRendra

Elda Az-zahra said...

December 31, 2013 at 6:21 PM

thankss.. ini di cari banget sama ibu2 pkk hhheehehe

yudi nurul ikhwan said...

January 10, 2014 at 6:07 AM

makasii bray ..

Post a CommentNewer Post Older Post Home

Tags Audit Forensik (6) Konyol (1) Makalah (1) Materi (16)

Page 74: BAB II mkl

Opini (5) Paper (10) Sistem Pengendalian Manajemen (3) Tips dan Trik (1)

Archive ►   2013 (6)

►   2012 (17)

▼   2011 (6) o ▼   August (3)

PERBANDINGAN BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH PROTOTIPE PEMIMPIN MASA DEPAN MAKALAH KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

o ►   July (1) o ►   May (2)

Popular Post

MAKALAH KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar...

ACTIVITY BASED MANAGEMENT (ABM)

Page 75: BAB II mkl

Activity Based Management  (ABM) adalah pengelolan aktivitas untuk meningkatkan nilai (value) yang diterima oleh pelanggan danuntuk menin...

DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN

Di zaman yang semakin modern ini, dalam perkembangannya teknologiinformasi dan komunikasi sudah menjadi elemen penting bagi seluruh la...

PERBANDINGAN BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH

Sampai saat ini, Perbankan masih menjadi  media utama bagi masyarakat untuk membantu kegiatan-kegiatan ekonomi. Bank dikenalsebagai le...

Followers

CHAT

108050

Powered by Blogger.

Page 77: BAB II mkl

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang

berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan

perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan

organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh

penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga

lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan

sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan

baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik

antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut

harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai

dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan

terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota

keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya. 

     Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua

dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah

tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun

konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir

semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah

bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut.

Page 78: BAB II mkl

Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya

masing-masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka

setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu

menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi

tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga.

Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing-masing anggota

keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar

permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota

keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila

konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin

sering terjadi dalam keluarga.

Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan,

hentakan-hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan

makian maupun ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku

seperti menyerang, memaksa, mengancam atau melakukan kekerasan fisik.

Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam

rumah tangga (KDRT) yang diartikan  setiap perbuatan terhadap

seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan

atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau

penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,

pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam

lingkup rumah tangga.

B.     Rumusan Masalah

a.       Apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?

b.      Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ?

Page 79: BAB II mkl

c.       Apakah faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga ?

d.      Bagaimana cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?

C.    Tujuan Pembuatan Makalah

a.       Mengetahui apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah

tangga.

b.      Mengetahui bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga.

c.       Mengetahui faktor-fartor apa saja yang menjadi penyebab

Kekerasan dalam Rumah Tangga.

d.      Mengetahui cara penanggulangan kekerasan dalam Rumah Tangga.

PEMBAHASAN

A.    Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-

undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah

Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama

perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan

secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan

hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain

menegaskan bahwa:

Page 80: BAB II mkl

a.       Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes

dari segala bentuk  kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan

Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.

b.      Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah

tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap

martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.

c.       Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah

perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau

masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman

kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan

martabat kemanusiaan.

d.      Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a,

huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang

penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya

merupakan unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah

KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis

besar isi pasal yang berbunyi:

“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri

atau anak diancam hukuman pidana”

B.     Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap

istri dalam  rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :

a.       Kekerasan fisik

Page 81: BAB II mkl

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,

jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam

golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik

rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai

dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak

seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.

b.      Kekerasan psikologis / emosional

Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang

mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya

kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan

psikis berat pada seseorang.

Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional

adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan

harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-

nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.

c.       Kekerasan seksual

Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari

kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera

seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.

d.      Kekerasan ekonomi

Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah

tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan

atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis

ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri

(http://kompas.com., 2006).

C.    Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga

Page 82: BAB II mkl

Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks

struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya

kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:

a.       Pembelaan atas kekuasaan laki-laki

Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan

dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.

b.      Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi

Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja

mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika

suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.

c.       Beban pengasuhan anak

Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai

pengasuh anak.  Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap

anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan

dalam rumah tangga.

d.      Wanita sebagai anak-anak

Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum,

mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan

segala hak dan kewajiban wanita.  Laki-laki merasa punya hak untuk

melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap

anaknya agar menjadi tertib.

e.       Orientasi peradilan pidana pada laki-laki

Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami

kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga

penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup.  Alasan yang lazim

dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi

suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni

keluarga.

Page 83: BAB II mkl

D.    Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga,

diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga,

antara lain:

a.       Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang

teguh pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak

terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.

b.      Harus  tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga,

karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap

ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga

dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada.

c.       Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar

tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam

sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara

kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan

dalam rumah tangga.

d.      Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan

sebagainya antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi

dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka

mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa

kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih

dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.

e.       Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang

ada dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila

terjadi pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam

keluarga dapat diatasi dengan baik.

Page 84: BAB II mkl

KESIMPULAN

Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan

belajar, seperti membaca buku yang memang isi bukunya itu bercerita

tentang bagaimana cara menerapkan sebuah keluarga yang sakinah,

mawaddah dan warahmah.

Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara

suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan

harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan

kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu

timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan

istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat

mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang

suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya

masing-masing.

Seperti halnya dalam berpacaran. Untuk mempertahankan sebuah

hubungan, butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan

sebagainya. Begitu juga halnya dalam rumah tangga harus dilandasi

dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka

mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa

kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih

dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan. Tidak sedikit

seorang suami yang sifat seperti itu, terkadang suami juga melarang

istrinya untuk beraktivitas di luar rumah. Karena mungkin takut

istrinya diambil orang atau yang lainnya. jika sudah begitu kegiatan

Page 85: BAB II mkl

seorang istri jadi terbatas. Kurang bergaul dan berbaur dengan orang

lain. Ini adalah dampak dari sikap seorang suami yang memiliki sifat

cemburu yang terlalu tinggi. Banyak contoh yang kita

lihat dilingkungan kita, kajadian seperti itu. Sifat rasa cemburu bisa

menimbukan kekerasan dalam rumah tangga.

Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak

harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa

menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang bisa memicu konflik

di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita melihat

kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri.

Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga menimbulkan

perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing.

CONTOH KASUS

Contoh Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga yang terjadi dimasyarakat :

Contoh kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga yang kami ambil adalah

Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dialami oleh Cici Paramida. Dimana

dalam kasus KDRTnya ini, wajah Cici Paramida babak belur akibat

peristiwa penabarakan yang diduga dilakukan suaminya, Suhaebi.

Peristiwa itu sendiri berawal ketika Cici yang mencurigai suaminya

membawa perempuan lain mencoba mengejar mobil suaminya hingga ke

kawasan puncak, Kabupaten Bogor. Saat kedua mobil tiba di kawasan Gang

Semen, Jalan Raya Puncak, Cisarua, mobil Cici menyalip.

Page 86: BAB II mkl

Cici kemudian turun dari mobil. “Saat dia mau mendekati mobil

itu, tiba-tiba mobil digas sehingga menyerempet Cici. Akibatnya Cici

Paramida  tampak terluka di bagian wajah dan lengan seperti bekas

tersenggol. Kemudian atas Kekerasan yang dilakukan oleh Suhebi, Cici

melaporkan tindakan kekerasan itu polisi.

Dari contoh kasus diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa

seorang suami seharusnya menjaga kepercayaan yang diberikan oleh

istrinya. Suatu hubungan akan berjalan harmonis apabila sebuah

pasangan dilandasi dengan percaya kepada pasangannya. Namun kejadian

ini tidak akan terjadi apa bila sang istri menanyaka secara baik baik

kepada suaminya. Apakah benar ia bersama perempuan lain atau hanya

sekedar rekan kerjanya.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang tentang Penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004,

http://d2bnuhatama.blogspot.com/2011/08/makalah-pancasila-kekerasan-dalam-rumah.html