7 BAB II DAKWAH DAN MUSIK A. Penelusuran Literatur Dengan melihat beberapa literatur yang ada di fakultas dakwah, beberapa di antaranya terdapat kaitanya dengan skripsi yang penulis angkat, yaitu: 1. Pengaruh Lagu Wajib Belajar Puput Novel Terhadap Perilaku Keagamaan Anak-Anak Di Kodya Magelang yang dilakukan oleh Nur Chasanah pada tahun 1986, hasil penelitiannya adalah: a. Frekwensi anak-anak yang mendengarkan lagu "Wajib Belajar" termasuk dalam kategori yang cukup tinggi sebagaimana ditunjukan dalam tabel hasil angket yang membuktikan bahwa 60 responden diperoleh hasil 26,6 % tergolong tinggi, 63,3 % tergolong cukup tinggi, dan 10 % tergolong rendah. b. Akibat dari frekwensi anak-anak dalam mendengarkan lagu Wajib Belajar tersebut, perilaku keagamaan anak-anak menjadi lebih baik, terbukti dengan 60 anak yang menjadi responden diperoleh hasil 30 % tergolong berperilaku mulia, 60 % responden berperilaku cukup mulia, dan 10 % tergolong berperilaku rendah (kurang baik). Dengan demikian pengaruh lagu-lagu " Wajib Belajar " tersebut sedikit banyak
44
Embed
Bab II Mery - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1...8 telah merubah perilaku keagamaan anak-anak di kodya Magelang menjadi lebih kuat.1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB II
DAKWAH DAN MUSIK A. Penelusuran Literatur
Dengan melihat beberapa literatur yang ada di fakultas dakwah,
beberapa di antaranya terdapat kaitanya dengan skripsi yang penulis angkat,
yaitu:
1. Pengaruh Lagu Wajib Belajar Puput Novel Terhadap Perilaku
Keagamaan Anak-Anak Di Kodya Magelang yang dilakukan oleh Nur
Chasanah pada tahun 1986, hasil penelitiannya adalah:
a. Frekwensi anak-anak yang mendengarkan lagu "Wajib Belajar"
termasuk dalam kategori yang cukup tinggi sebagaimana ditunjukan
dalam tabel hasil angket yang membuktikan bahwa 60 responden
diperoleh hasil 26,6 % tergolong tinggi, 63,3 % tergolong cukup
tinggi, dan 10 % tergolong rendah.
b. Akibat dari frekwensi anak-anak dalam mendengarkan lagu Wajib
Belajar tersebut, perilaku keagamaan anak-anak menjadi lebih baik,
terbukti dengan 60 anak yang menjadi responden diperoleh hasil 30 %
tergolong berperilaku mulia, 60 % responden berperilaku cukup mulia,
dan 10 % tergolong berperilaku rendah (kurang baik). Dengan
demikian pengaruh lagu-lagu " Wajib Belajar " tersebut sedikit banyak
8
telah merubah perilaku keagamaan anak-anak di kodya Magelang
menjadi lebih kuat.1
2. Pesan Dakwah dalam Syair Lagu Neno Warisman yang dilakukan oleh
Titi Nurhayati pada tahun 1997, skripsi tersebut mengkaji tentang hal-hal
yang berkaitan dengan pesan-pesan yang disampaikan oleh Neno
Warisman melalui lagu-lagu diwujudkan dalam segi aqidah, syari'ah, dan
akhlakul karimah.
Pesan-pesan yang disampaikan lebih banyak ditujukan kepada
anak kecil. Karena pesan-pesan dakwah yang disampaikan oleh Neno
Warisman tersebut mempunyai nilai educatif yang efektif memberi
motivasi kepada mereka yang mendengarkan.2
3. "Aspek Dakwah Dalam Lagu-Lagu Kantata Takwa" yang dilakukan oleh
Nur Cholid G.A pada tahun 1991, hasil penelitiannya adalah:
a. Tema-tema lagu Kantata Takwa adalah mengungkapkan kekuasaan
Allah, yang di dalam lirik-liriknya terdapat unsur-unsur tauhid,
akhlak, kebesaran Allah, kekuasaan Allah, dan sebagainya. Disamping
itu lirik-lirik lagu Kantata Takwa juga berbicara tentang keadilan
manusia.
b. Dakwah melalui musik dan lagu akan mempunyai nilai efektif bila
berorientasi pada kemaslahatan ketuhanan, cara membawakan lagu
1 Nur chasanah, 1986, Pengaruh Lagu "Wajib Belajar" Puput Novel Terhadap Perilaku:
Keagamaan Anak-Anak Di Kodya Magelang, Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang,
2 Titi Nurhayati, 1997, Pesan Dakwah Dalam Syair Lagu Neno Warisman, Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
9
atau penghayatan serta kepandaian mengendalikan audien agar dapat
berkonsentrasi pada liriknya.3
Dari beberapa judul penelitian yang sudah penulis sampaikan di atas
jelas terlihat perbedaannya dengan penelitian ini. Perbedaan itu terlihat jelas
pada daerah penelitian serta fokus penelitian.
Perbedaan ini juga terlihat dari daerah yang berbeda maka akan terlihat
pula perbedaan dari segi karakteristik masyarakat, budaya, pendidikan, serta
permasalahan yang dihadapi di lingkungan sekitar, yang kemungkinan besar
juga akan mendapatkan hasil penelitian yang berbeda pula.
B. Landasan Teori
1. Remaja
“Remaja”, kata mengandung aneka kesan. Ada orang berkata bahwa
remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tiada beda dengan kelompok
manusia yang lain. Sementara pihak lain menganggap bahwa remaja adalah
kelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang tua. Pada pihak lain
lagi, menganggap bahwa remaja sebagai potensi manusia yang perlu
dimanfaatkan. Tetapi, manakala remaja sendiri yang dimintai kesannya maka
mereka akan menyatakan yang lain. Mungkin mereka akan berbicara tentang
ketak-acuhan, atau ketidak-pedulian orang-orang dewasa terhadap kelompok
mereka. Atau mungkin ada pula remaja yang mendapat kesan bahwa
kelompknya adalah kelompok minoritas yang punya warna tersendiri, yang
3 Nur Cholid G.A, 1991, Aspek Dakwah Dalam Lagu-Lagu Kantata Takwa, Semarang:
Fakultas Dakwah LAIN Walisongo Semarang
10
punya ”dunia” tersendiri yang sukar dijamah oleh orang-orang tua. Tidak
mustahil adanya kesan remaja bahwa kelompoknya adalah kelompok yang
bertanggung jawab terhadap bangsa dalam masa depan.
Untuk mendapatkan gambaran pertumbuhan manusia dari masa kanak-kanak
sampai adolesen, menurut Agus Sujanto sebagai berikut:
Pertama, masa Kanak-kanak, yaitu sejak lahir sampai 5 tahun Kedua, masa Anak, yaitu umur 6 sampai 12 tahun Ketiga, masa Pubertas, yaitu umur 13 tahun sampai kurang lebih 18 tahun bagi anak putri dan sampai umur 22 tahun bagi anak putra Keempat, masa Adolesen, sebagai masa transisi ke masa dewasa.4
Jersild, et.al., dalam salah satu buku mereka, tidak memberikan
batasan pasti rentangan usia masa remaja. Mereka membicarakan remaja
(adolescence) dalam usia rentangan sebelas tahun sampai usia duapuluhan-
awal. Menurut Jersild, et al
Masa remaja melingkupi periode atau masa bertumbuhnya seseorang dalam masa tansisi dari masyarakat kanak-kanak ke masa dewasa. Secara kasarnya, masa remaja dapat ditinjau sejak mulainya seseorang menunjukkan masa pubertas dan berlanjut hingga dicapainya kematangan seksual, telah dicapai tinggi badan secara maksimum, dan pertumbuhan mentalnya secara penuh yang dapat diramalkan melalui pengukuran tes-tes intelegensi.5) dengan “pembatasan” semacam itu, para ahli ini lebih lanjut ada menyebut masa “preadolescence,” “early adolescence,” “middle and late adolescence.”6) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan
sosok manusia yang penuh gejolak sekaligus potensi untuk mengembangkan
dan mencari dirinya sendiri.
4 Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta, 1996, hlm. 1. 5Arthur T. Jersild, Judith S. Brook, dan David W. Brook; The Psychology of Adolescence,
(edisi ketiga) Macmillan New York: Publishing Co., Inc 1978 hlm. 85 6 Ibid. hlm 94, 95, 111 dan 115.
11
2. Pengertian Dakwah Kata dakwah berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar (infinitif)
dari kata kerja faala (فعل ) da'aa ( دعا ) yad'u (يدعو ) dimana kata dakwah
ini sekarang sudah umum dipakai oleh pemakai Bahasa Indonesia, sehingga
menambah perbendaharaan Bahasa Indonesia.
Kata da'wah ( عوةد ) secara harfiyah bisa diterjemahkan menjadi:
Masalah pokok yang menjadi pesan dakwah adalah akidah Islamiah.
Karena akidah mengikat kalbu manusia dan menguasai batinnya. Dari akidah
inilah yang akan membentuk moral (akhlaq) manusia. Oleh karena itu, yang
pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah akidah atau
keimanan. Dengan iman yang kukuh akan lahir keteguhan dan pengorbanan
yang selalu menyertai setiap langkah dakwah.17 Akidah yang menjadi pesan
utama dakwah ini mempunyai ciri-ciri yang membedakan kepercayaan dengan
agama lain, yaitu:
1. Keterbukaan melalui persaksian (syahadat). Dengan demikian seorang
Muslim selalu jelas identitasnya dan bersedia mengakui identitas
keagamaan orang lain.
2. Cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah
adalah Tuhan seluruh alam, bukan Tuhan kelompok atau bangsa tertentu.
Dan soal kemanusiaan juga diperkenalkan kesatuan asal-usul manusia.
16 Endang Saifuddin Anshari, 1996, Wawasan Islam, Jakarta: Rajawali, hlm. 71 17 Ali Yafie, 1992, Dakwah dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, (makalah seminar), Jakarta:
16
Hal ini dapat kita lihat dalam (QS. An-Nisa' ayat 1 dan QS. al-Hujarat:
13).
3. Kejelasan dan kesederhanaan diartikan bahwa seluruh ajaran akidah baik
soal ketuhanan, kerasulan, ataupun alam gaib sangat mudah untuk
dipahami.
4. Ketahanan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal perbuatan.
Dalam ibadah-ibadah pokok yang merupakan manifestasi dari iman
dipadukan dengan segi-segi pengembangan diri dan kepribadian seseorang
dengan kemaslahatan masyarakat yang menuju pada kesejahteraannya.
Karena akidah memiliki keterlibatan dengan soal-soal kemasyarakatan.
b. Masalah Syar'iah
Syariat Allah yang ditujukan untuk umat manusia itu pada dasarnya
satu, dan risalah yang ditujukan untuk para nabi bersifat kekal dan abadi.
Pangkalnya dimulai sejak Nabi Adam sedangkan cabang-cabangnya berakhir
sampai manusia terakhir, yaitu hingga terjadinya hari kiamat. Nabi
Muhammad sebagai Khatam al-Ambiya wa al-Mursalin (penutup para nabi
dan rasul), sesungguhnya risalahnya tetap terkait hingga sekarang ini dan
sampai hari kiamat. Dan karenanya Allah telah memberi syariat kepada
manusia berupa agama itu yang esensinya satu, yaitu "Islam" dan tidak akan
berubah dengan bergantinya nabi, serta tidak akan berubah dengan
berubahnya masa. Prinsip dasar utamanya adalah menebarkan nilai keadilan di
antara manusia, membuat sistem hubungan yang baik antara kepentingan
17
individual dan sosial, mendidik hati agar mau menerima sebuah undang-
undang untuk menjadi hukum yang ditaati.18
Secara umum agar tujuan tersebut dapat tercapai adalah ada syarat-
syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam syariat. Pertama, isi ketentuan
Tuhan harus diketahui, atau setidaknya dapat diketahui. Kedua, manusia harus
mampu bertindak, mengaktualisasikan ketentuan Tuhan dalam ruang waktu,
alam atau ciptaan, harus dapat dibentuk, yaitu dapat diubah melalui perbuatan
manusia menjadi seperti yang dikehendaki. Ketiga, harus ada penilaian,
sehingga tindakan tidak sia-sia, namun membawa konsekuensi yang penting.
Keempat, perhitungan pelaksanaan ketentuan Allah oleh manusia harus
dilakukan berdasarkan neraca keadilan.19
c. Masalah Muamalah
Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar
daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan
sosial daripada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan
seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam
muamalah di sini diartikan sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan
Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah swt. Dan muamalah jauh lebih
luas daripada ibadah. Hal demikian dengan alasan:20
18 Muhammad Alwi Al-Maliki, 2003, Syariat Islam Pergumulan Teks dan Realitas,
Jogyakarta: eLSQ Press, hlm. 123-124. 19 Ibid., hlm.295 20 Jalaludin Rachmat, 1998, Islam Alternatif; Ceramah-ceramah di Kampus, Bandung:
Mizan, hlm. 46.
18
a. Dalam al-Qur'an atau kitab-kitab hadits, proporsi terbesar sumber hukum
itu berkenaan dengan urusan muamalah.
b. Adanya sebuah realita bahwa jika urusan ibadah bersamaan waktunya
dengan urusan muamalah yang penting maka ibadah boleh diperpendek
atau ditangguhkan (bukan ditinggalkan).
c. Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar
daripada ibadah yang bersifat perorangan. Karena itu sholat jamaah lebih
tinggi nilainya daripada shalat munfarid (sendirian) dua puluh tujuh
derajat.
d. Bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar
pantangan tertentu, maka kifarat-nya (tebusannya) ialah melakukan
sesuatu yang berhubungan dengan muamalah. Sebaliknya, bila orang tidak
baik dalam urusan muamalah, maka urusan ibadah tidak dapat
menutupinya.
e. Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan
ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.
d. Masalah Akhlak
Ajaran tentang nilai etis dalam Islam disebut akhlak. Wilayah akhlak
Islam memiliki cakupan luas, sama luasnya dengan perilaku dan sikap
manusia. Nabi Muhammad saw. bahkan menempatkan akhlak sebagai pokok
kerasulannya. Melalui akal dan kalbunya, manusia mampu memainkan
perannya dalam menentukan baik dan buruknya tindakan dan sikap yang
ditampilkannya. Ajaran Islam secara keseluruhan mengandung nilai akhlak
19
yang luhur, mencakup akhlak terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama manusia,
dan alam sekitar.
Adapun yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah
komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-
unsur tersebut adalah da'i (pelaku dakwah), mad'u (mitra dakwah), maddah
(materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek
dakwah).
a. Da'i (pelaku dakwah)
Kata da'i ini secara umum sering disebut dengan sebutan mubaligh
(orang yang menyempurnakan ajaran Islam) namun sebenarnya sebutan ini
konotasinya sangat sempit karena masyarakat umum cenderung mengartikan
sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan seperti
penceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah), dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal tersebut terdapat pengertian para pakar dalam
bidang dakwah, yaitu:
1. Hasyimi, juru dakwah adalah Penasihat, para pemimpin dan pemberi ingat,
yang memberi nasihat dengan baik yang mengarah dan berkhotbah, yang
memusatkan jiwa dan raganya dalam wa'ad dan wa'id (berita gembira dan
berita siksa) dan dalam membicarakan tentang kampung akhirat untuk
melepaskan orang-orang yang karam dalam gelombang dunia.21
21 A. Hasyimi, 1974, Dustur dakwah Menurut Al-Qur'an, Jakarta: Bulan Bintang, hlm.
162.
20
2. Nasaraddin Lathief mendefinisikan bahwa da'i itu ialah Muslim dan
Muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi
tugas ulama. Ahli dakwah ialah wa'ad, mubaligh mustamain (juru
penerang) yang menyeru mengajak dan memberi pengajaran dan pelajaran
agama Islam.22
3. M. Natsir, pembawa dakwah merupakan orang yang memperingatkan atau
memanggil supaya memilih, yaitu memilih jalan yang membawa pada
keuntungan.23
Namun pada dasarnya semua pribadi Muslim itu berperan secara
otomatis sebagai mubaligh atau orang yang menyampaikan atau dalam bahasa
komunikasi dikenal sebagai komunikator. Untuk itu dalam komunikasi
dakwah yang berperan sebagai da'i atau mubaligh ialah:24
Secara umum adalah setiap Muslim atau Muslimat yang mukallaf
(dewasa) di mana bagi mereka kewajiban dakwah merupakan suatu yang
melekat tidak terpisahkan dari misinya sebagai penganut Islam, sesuai dengan
perintah; "Sampaikan walaupun hanya satu ayat."
Secara khusus adalah mereka yang mengambil spesialisasi khusus
(mutakhasis) dalam bidang agama Islam yang dikenal panggilan dengan
ulama.
Dalam kegiatan dakwah peranan da'i sangatlah esensial, sebab tanpa
da'i ajaran Islam hanyalah ideologi yang tidak terwujud dalam kehidupan
22 HMS. Nasaruddin Lathief, tth, Teori dan Praktek Dakwah, Jakarta: Firma Dara, hlm.
20 23 M. Natsir, tth, Fiqhud Dakwah, Jakarta: Dengan Islamiah Indonesia, hlm. 125. 24 Toto Tasmara, 1997, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pertama, hlm. 41-42.
21
masyarakat. "Biar bagaimanapun baiknya ideologi Islam yang harus
disebarkan di masyarakat, ia akan tetap sebagai ide, ia akan tetap sebagai cita-
cita yang tidak terwujud jika tidak ada manusia yang menyebarkannya.25 Di
antara sifat da'i yang disebutkan dalam al-Qur'an adalah:
b. Mad'u (mitra dakwah)
Unsur dakwah yang kedua adalah mad'u, yaitu manusia yang menjadi
sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu
maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak;
atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Sesuai dengan firman Allah
QS. Saba' 28:
)28: سبأ (وما أرسلناك إلا كافة للناس بشريا ونذيرا ولكن أكثر الناس لا يعلمون
Artinya: Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS. Saba: 28)
Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk
mengajak mereka mengikuti agama Islam; sedangkan kepada orang-orang
yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman,
Islam, dan ihsan.
Mereka yang menerima dakwah ini lebih tepat disebut mad'u dakwah
daripada sebutan objek dakwah, sebab sebutan yang kedua lebih
mencerminkan kepasifan penerima dakwah; padahal sebenarnya dakwah
25 Hamzah Ya'qub, 1981, Publistik Islam, Bandung: cet II, hlm. 37
22
adalah suatu tindakan menjadikan orang lain sebagai kawan berpikir tentang
keimanan, syari'ah, dan akhlak kemudian untuk diupayakan dihayati dan
diamalkan bersama-sama.
Al-Qur'an mengenalkan kepada kita beberapa tipe mad'u. Secara
umum mad'u terbagi tiga, yaitu: mukmin, kafir, dan munafik.26 Dan dari tiga
klasifikasi besar ini mad'u masih bisa dibagi lagi dalam berbagai macam
pengelompokan seperti kafir bisa dibagi menjadi kafir zimmi dan kafir harbi.27
Di dalam al-Qur 'an digambarkan bahwa, setiap Rasul menyampaikan
risalah, kaum yang dihadapinya akan terbagi dua: mendukung dakwah dan
menolak. Cuma kita tidak menemukan metode yang mendetail di dalam al-
Qur'an bagaimana berinteraksi dengan pendukung dan bagaimana menghadapi
penentang. Tetapi, isyarat bagaimana corak mad'u sudah tergambar cukup
signifikan dalam al-Qur'an.28
Mad'u (mitra dakwah) terdiri dari berbagai macam golongan manusia.
Oleh karena itu, menggolongkan mad'u sama dengan menggolongkan manusia
itu sendiri, profesi, ekonomi, dan seterusnya. Penggolongan mad'u tersebut
antara lain sebagai berikut:
1. Dari segi sosiologis, masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan, kota kecil,
serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.
2. Dari struktur kelembagaan, ada golongan priyayi, abangan dan santri,
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
28
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu: a) hikmah b) mau'izah
al-hasanah c) mujadalah billati hiya ahsan
e. Atsar (efek dakwah)
Setiap aksi dakwah akan menimbulkan reaksi. Demikian jika dakwah
telah dilakukan oleh seorang da'i dengan materi dakwah, wasilah, thariqah
tertentu maka akan timbul respons dan efek (atsar) pada mad'u,
(mitra/penerima dakwah). Atsar itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa
Arab yang berarti bekasan/sisa, atau tanda. Istilah ini selanjutnya digunakan
untuk menunjukkan suatu ucapan atau perbuatan yang berasal dari sahabat
atau tabi'in yang pada perkembangan selanjutnya dianggap sebagai hadits,
karena memiliki ciri-ciri sebagai hadits. 38
Atsar (efek) sering disebut dengan feed back (umpan balik) dari proses
dakwah ini sering kali dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para
da'i. Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan
maka selesailah dakwah. Padahal, atsar sangat besar artinya dalam penentuan
langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa menganalisis atsar dakwah maka
kemungkinan kesalahan strategi yang sangat merugikan pencapaian tujuan
dakwah akan terulang kembali. Sebaliknya, dengan menganalisis atsar dakwah
secara cermat dan tepat maka kesalahan strategis dakwah akan segera
diketahui untuk diadakan penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya
38 Abuddin Nata, 1998, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm.
363.
29
(corrective action) demikian juga strategi dakwah termasuk dalam penentuan
unsur-unsur dakwah yang dianggap baik dapat ditingkatkan.
Evaluasi dan koreksi terhadap atsar dakwah harus dilaksanakan secara
radikal dan komprehensif, artinya tidak secara parsial atau setengah-setengah.
Seluruh komponen sistem (unsur-unsur) dakwah harus dievaluasi secara
komprehensif. Sebaliknya, evaluasi itu dilakukan oleh beberapa da'i, para
tokoh masyarakat, dan para ahli. Para da'i harus memiliki jiwa inklusif untuk
pembaruan dan perubahan di samping bekerja dengan menggunakan ilmu.
Jika proses evaluasi ini telah menghasilkan beberapa konklusi dan keputusan,
maka segera diikuti dengan tindakan korektif (corrective action). Kalau yang
demikian dapat terlaksana dengan baik, maka terciptalah suatu mekanisme
perjuangan dalam bidang dakwah. Dalam bahasa agama inilah sesungguhnya
disebut dengan ihtiar insani. Bersama dengan itu haruslah diiringi dengan doa
mohon taufik dan hidayah Allah untuk kesuksesan dakwah.
Apa saja yang seharusnya dievalusi dari pelaksanaan dakwah tidak lain
adalah seluruh komponen dakwah yang dikaitkan dengan tujuan dakwah yang
ingin dicapai.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam upaya mencapai tujuan dakwah
maka kegiatan dakwah selalu diarahkan untuk memengaruhi tiga aspek
perubahan diri objeknya, yakni perubahan pada aspek pengetahuannya
(knowledge), aspek sikapnya (attitude) dan aspek perilakunya (behavioral).
Berkenaan dengan ke tiga tersebut, Jalaluddin Rahmat, menyatakan:
30
Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak, yang meliputi segala yang berhubungan dengan emosi, sikap, serta nilai. efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.39 Sedangkan dalam buku Strategi Komunikasi Anwar Arifin
memperjelas efek di atas sebagai berikut:
Sesungguhnya suatu ide yang menyentuh dan yang merangsang
individu dapat diterima atau ditolak dan pada umumnya melalui proses:
1. Proses mengerti (proses kognitif).
2. Proses menyetujui (proses objektif).
3. Proses pembuatan (proses sencemotorik).
Atau dapat dikatakan melalui proses:
1. Terbentuknya suatu pengertian atau pengetahuan (knowledge).
2. Proses suatu sikap menyetujui atau tidak menyetujui (attitude).
3. Proses terbentuknya gerak pelaksanaan (prectice).40
4. Tujuan Dakwah
Bisri Afandi mengatakan bahwa yang diharapkan oleh dakwah adalah
terjadinya perubahan dalam diri manusia, baik kelakuan adil maupun aktual,
baik pribadi maupun keluarga masyarakat, way of thinking atau cara
39 Jalaluddin Rahmat, 1982, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik
Berpidato, Bandung: Akademika, hlm. 269. 40 Anwar Arifin, 1984, Strategi Komunikasi, Bandung: Amico, Cet II, hlm. 41.
31
berpikirnya berubah, way of life atau cara hidupnya berubah menjadi lebih
baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas. Yang dimaksud adalah nilai-
nilai agama sedangkan kualitas adalah bahwa kebaikan yang bernilai agama
itu semakin dimiliki banyak orang dalam segala situasi dan kondisi.41
Ketika merumuskan pengertian dakwah, Amrullah Ahmad
menyinggung tujuan dakwah adalah untuk memengaruhi cara merasa,
berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran individual dan
sosiokultural dalam rangka terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi
kehidupan.42
Kedua pendapat di atas menekankan bahwa dakwah bertujuan untuk
mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi
lebih baik atau meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar
dan timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapa
pun.
Salah satu tugas pokok dari Rasulullah adalah membawa mission sacre
(amanah suci) berupa menyempurnakan akhlak yang mulia bagi manusia. Dan
akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah al-Qur 'an itu sendiri sebab
hanya kepada al-Qur'an-lah setiap pribadi muslim itu akan berpedoman. Atas
dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah menegakkan
ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun masyarakat, sehingga
41 Bisri Affandi, 1984, Beberapa Percikan Jalan Dakwah, Surabaya, Fak Dakwah
Surabaya, hlm.3. 42 Amrullah Ahmad, 1983, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Primaduta,
hlm. 2.
32
ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan sesuai dengan ajaran
tersebut.43 Adapun karakteristik44 tujuan dakwah itu adalah:
1. Sesuai (suitable), tujuan dakwah bisa-selaras dengan misi dan visi dakwah
itu sendiri.
2. Berdimensi waktu (measurable time), tujuan dakwah haruslah konkret dan
bisa diantisipasi kapan terjadinya.
3. Layak (feasible) tujuan dakwah hendaknya berupa suatu tekad yang bisa
diwujudkan (realistis).
4. Luwes (fleksible) itu senantiasa bisa disesuaikan atau peka (sensitif)
terhadap perubahan situasi dan kondisi umat atau peka (sensitif) terhadap
perubahan situasi dan kondisi umat.
5. Bisa dipahami (understandable), tujuan dakwah haruslah mudah dipahami
dan dicerna.
Namun secara umum tujuan dakwah dalam al-Qur'an adalah:
1. Dakwah bertujuan untuk menghidupkan hati yang mati.
Allah berfirman:
)14:األنفال...( يحييكملله وللرسول إذا دعاكم لمالذين آمنوااستجيبوااياأيها
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, patuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu ...". (QS. al Anfal: 24)
43 Toto Tasmara, 1997, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Baru Pertama, hlm. 47. 44 Sedangkan karakteristik dari sasaran adalah: 1. Merupakan citra ideal yang hendak
dicapai di masa mendatang tapi dimensi waktu spesifik. 2. Mengarahkan pembuatan keputusan dakwah dan kegiatan konkret yang rasional dalam aktivitas dakwah. 3. Sasaran dakwah itu tidak harus dikaitkan dengan kinerja yang bisa kuantifikasi.
33
2. Agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah.
مله فرغلت مهتوعا دي كلمإن7: نوح(... و(
Artinya: Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada
iman) agar Engkau mengampuni mereka ... (QS Nuh: 7)
3. Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
)36الرعد ( إليه أدعو وإليه مآبقل إنما أمرت أن أعبد الله وال أشرك به
Artinya: Orang-orang yang telah kami berikan kitab kepada mereka,
bergembira dengan kitab yang telah diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan Yahudi Jang bersekutu ada yang mengingkari sebagiannya. Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali". (QS. ar Ra'd: 36)
4. Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-belah.
اهيمرا به إبنيصا ومو كا إلينيحالذي أووحا وى به نصا وين مالد نلكم م
وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه كبر على المشركني ما
)13: الشورى(... تدعوهم إليه
Artinya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa Jang telah Kami wasiatkan kepada
34
Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya..." (QS Asy Syura: 13)
5. Mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus.
)73:املؤمنون (وإنك لتدعوهم إلى صراط مستقيم
Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka ke jalan
yang lurus. (QS. al-Mukminun: 73)
6. Untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke
dalam lubuk hati masyarakat.
من نكونلا تو كبإلى ر عادو كإلي إذ أنزلت دعات الله بآي نع كندصلا يو
ركنيش87: القصص (الم(
Artinya: Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. al-Qashshas: 87)
C. Musik Sebagai Dakwah Musik merupakan bagian dari seni. Seni atau kesenian adalah
manifestasi budaya (priksa, rasa, karsa, intuisi dan karya) manusia yang
memenuhi syarat-syarat estetik.45 Menurut Herbert Read yang dikutip Sidi
Gazalba, seni katanya adalah usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang
menyenangkan.46 Pada garis besarnya kesenian dapat dibeda-bedakan atas:
45 Endang Saifuddin Anshari, 1986, Wawasan Islam, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam
dan Ummatnya, Jakarta: CV Rajawali, hlm. 116. 46 Sidi Gazalba, 1989, Asas Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 299.
35
1. Seni sastra atau kesusastraan, seni dengan alat bahasa.
2. Seni musik, seni dengan alat bunyi atau suara.
3. Seni rupa, seni dengan alat garis, bentuk, warna dan lain sebagainya.
4. Seni drama atau teater, seni dengan alat kombinasi: sastra, musik, tari atau
gerak dan rupa.47
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik berarti nada atau suara
yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat
menghasilkan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi).48 Sutan
Muhammad Zain dengan singkat mengatakan, musik adalah bunyi-bunyian.49
Pengertian ini tidak berbeda dengan WJS Poerwadarminta, musik berarti
bunyi-bunyian.50
Sepanjang sejarah belum pernah ditemukan umat yang menjauhkan
diri dari nyanyian dan musik. Perbedaannya hanya dalam waktu yang mereka
gunakan untuk menikmati lagu atau kapasitas lagu yang mereka nikmati, ada
yang banyak dan ada juga yang sedikit, bahkan ada juga yang berlebihan,
sehingga lagu sudah merupakan prinsip hidupnya. Hal ini sangat dipengaruhi
oleh suasana hati mereka. Ketika bahagia misalnya, tentu berbeda dengan
nyanyian dalam suasana duka.51
47 Endang Saifuddin Anshari, loc. cit. 48 Depdiknas, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, edisi III, Cet 2, Jakarta: Balai
Pustaka, hlm. 766 49 Sutan Muhammad Zain, tth, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Jakarta : Grafika, hlm.
614. 50 W.J.S. Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PN Balai
Pustaka, Cet. 5, hlm. 664. 51 Yusuf al-Qardhawi, 2001, Nasyid Versus Musik Jahiliyah, terj. Achmad Fulex Bisyri
dan Awan Sumarna, Bandung: Mujahid, hlm. 9.
36
Itulah sebabnya ada madzhab revalationism yang mempercayai bahwa
musik berasal dan bersumber dari alam metafisika melalui tersibaknya tabir
(draw back the veil) atau pewahyuan. Teori ini berpangkal dari pemikiran
bahwa musik merupakan bunyi yang dihasilkan oleh gerakan jagat raya. Oleh
Tuhan, jagat raya ini diciptakan dan disusun dengan komposisi termulia.
Seluruh gerakannya memiliki komposisi yang termulia juga. Gerakan-gerakan
itu menimbulkan suara yang indah (nyanyian), yang harmonis, terpadu, silih
berganti, dan enak didengar.52
Terlepas apakah pendapat itu logis atau tidak, yang jelas musik dan
nyanyian (Ar.: taganni dan al-ghina') berarti nada yang disusun demikian rupa
sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama)
menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi). Musik ialah seni
menyusun suara atau bunyi, Dari pengertian ini terlihat bahwa musik tidak
terbatas pada penyusunan suara yang indah saja, tetapi juga pada penyusunan
bunyi-bunyian. Adapun nyanyi berarti mengeluarkan suara bernada, berlagu,
baik dengan lirik maupun tidak. Baik musik maupun nyanyi, keduanya hanya
merupakan sebagian saja dari sekian banyak dan luasnya jenis dan lingkup
seni/kesenian. Musik merupakan salah satu naluri universal kemanusiaan yang
wajar. Unsur umum bagi musik dalam berbagai kebudayaan adalah "irama".53
Masyarakat kaum muslimin dewasa ini umumnya menghadapi
kesenian sebagai suatu masalah sehingga timbul berbagai pertanyaan,
52 Abdul Muhaya, 2003, Bersufi Melalui Musik Sebuah Pembelaan Musik Sufi Oleh
Ahmad Al-Ghazali, Yogyakarta: Gama Media, hlm. 22 53 Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.)., 1997, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ikhtiar Baru
van Hoeve, Jilid 4, hlm. 1257
37
bagaimana hukum tentang bidang yang satu ini, boleh, makruh atau haram? Di
samping itu dalam praktek kehidupan sehari-hari, sadar atau tidak, mereka
juga telah terlibat dengan masalah seni musik. Bahkan sekarang ini bidang
tersebut telah menjadi bagian dari gaya hidup mereka dan bukan pula bagi
yang berdomisili di kota.54
Dalam kehidupan sehari-hari ketika terdengar alunan musik, maka
kelompok pertama ada yang membuka telinganya untuk semua jenis lagu, dan
semua corak musik, karena beranggapan bahwa itu dibolehkan dan termasuk
kepada kebaikan duniawi yang dibolehkan oleh Allah bagi hamba-Nya.
Kelompok kedua ada yang mematikan radio atau menutup telinganya ketika
mendengar sayup-sayup suara nyanyian dengan mengatakan: "Nyanyian
adalah serulingnya setan dan perkataan yang sia-sia, penghalang dzikir dan
shalat, apalagi jika penyanyinya seorang wanita, menurutnya suara wanita itu
aurat. Mereka berargumentasi dengan ayat Al-Qur'an, AI-Hadis dan beberapa
pendapat ulama. Mereka ada yang menolak segala macam jenis
musik/walaupun sebagai musik pengantar (intro) warta berita.55
Kelompok ketiga termasuk yang ragu. Kadang mengikuti kelompok
pertama, kadang mengikuti kelompok yang lain. Mereka mengikuti pendapat
yang pas dan jawaban yang luas dari ulama tentang masalah yang
kontroversial ini, yang berhubungan dengan perasaan manusia dan kehidupan
sehari-hari, khususnya setelah masuknya siaran multimedia ke rumah-rumah
54 Abdurrahman al-Baghdadi, 1991, Seni Dalam Islam, Seni Vokal, Musik, Tari, Jakarta:
Gema Insani, hlm. 9. 55 Yusuf Al-Qardhawy, 2002, Fiqih Musik & Lagu Perspektif Al-Qur'an dan As-Sunnah,
Bandung: Mujahid, hlm. 25
38
mereka sebagai hiburan maupun acara lainnya. Mereka tidak
mempermasalahkan lagu dan musiknya, baik ataupun buruk.
Adapun orang yang menghalalkam lagu atau musik berargumentasi
dengan dalil naqli sebagai berikut:
Al-Quran surat Shad ayat 42 menyatakan:
لكبرج كض42:ص...(ار(
Artinya: Hantamkanlah kakimu. 56 Menurut para ulama ayat di atas menunjukkan kebolehan menari di
mana menari seringkali diiringi dengan musik. Dengan demikian musik
hukumnya jaiz (boleh). Alasan dari mereka yang membolehkan musik adalah
karena musik sepanjang bernuansa islami justrumempunyai manfaat yang
besar. Di antaranya sebagai hiburan untuk menghilangkan ketegangan saraf
dan untuk menikmati keindahan yang menyentuh kerohanian.
Sabda Rasulllah SAW:
كاح رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم أعلنواهذاالن قالعن عائشة قالت 57)سنن الترمذي(واجعلوه يف املساجدواضربواعليه بالدفوف
Artinya: Dari Aisyah ia berkata Rasulullah saw bersabda umumkanlah
pernikahan ini, dan lakukan itu di masjid. Lalu ramaikanlah dengan menabuh rebana.
56Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Depag RI, 1986, hlm. 738 57 Al- Imam Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah ibn Musa ibn ad -Dahak as-Salmi at-