7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Batik Batik sebagai karya seni bangsa Indonesia sudah tidak disangsikan lagi, merupakan salah satu bentuk hasil budaya bangsa Indonesia yang termasuk tua. Sebenarnya kata “Batik” berasal dari bahasa Jawa, dari akar “tik” yang berarti “kecil”. Seperti misalnya terdapat dalam kata-kata Jawa lainnya. “klitik” (warung kecil), “bentik” (persinggungan kecil antara dua benda). “kitik” (kutu kecil) (Soedarso, 1998 : 104). Batik secara etimologi, berasal dari bahasa Jawa yaitu amba dan titik yang berarti menulis dan titik. Batik merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi sejak dahulu dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia, khususnya Jawa. Batik sebagai seni tradisi merupakan ekspresi kultur dari kreativitas individual dan kolektif yang lahir dari kristalisasi pengalaman manusia hingga pada akhirnya membentuk identitas kepribadian. Kiranya batik sebagai salah satu jenis tekstil pada akhirnya tidak dapat dipisahkan dari ekspresi budaya suatu masyarakat pendukungnya. Ia tumbuh dan berkembang di bumi Indonesia sebagai manifestasi dan kekayaan budaya daerah-daerah perbatikan, seperti Solo, Yogyakarta, Pekalongan, dan daerah perbatikan lainnya. Batik merupakan suatu cara membuat desain pada kain dengan cara menutup bagian-bagian tertentu dari kain dengan malam. Batik pada mulanya merupakan lukisan atau gambar pada mori yang dibuat dengan menggunakan alat
27
Embed
BAB II - abstrak.uns.ac.id · menampilkan pola-pola dengan ragam hias satwa mitos Cina, seperti naga, singa, burung phoenix (burung hong), kura-kura, kilin (anjing berkepala singa),
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Batik
Batik sebagai karya seni bangsa Indonesia sudah tidak disangsikan lagi,
merupakan salah satu bentuk hasil budaya bangsa Indonesia yang termasuk tua.
Sebenarnya kata “Batik” berasal dari bahasa Jawa, dari akar “tik” yang berarti
“kecil”. Seperti misalnya terdapat dalam kata-kata Jawa lainnya. “klitik” (warung
kecil), “bentik” (persinggungan kecil antara dua benda). “kitik” (kutu kecil)
(Soedarso, 1998 : 104). Batik secara etimologi, berasal dari bahasa Jawa yaitu
amba dan titik yang berarti menulis dan titik. Batik merupakan kerajinan yang
memiliki nilai seni tinggi sejak dahulu dan telah menjadi bagian dari budaya
Indonesia, khususnya Jawa. Batik sebagai seni tradisi merupakan ekspresi kultur
dari kreativitas individual dan kolektif yang lahir dari kristalisasi pengalaman
manusia hingga pada akhirnya membentuk identitas kepribadian. Kiranya batik
sebagai salah satu jenis tekstil pada akhirnya tidak dapat dipisahkan dari ekspresi
budaya suatu masyarakat pendukungnya. Ia tumbuh dan berkembang di bumi
Indonesia sebagai manifestasi dan kekayaan budaya daerah-daerah perbatikan,
seperti Solo, Yogyakarta, Pekalongan, dan daerah perbatikan lainnya.
Batik merupakan suatu cara membuat desain pada kain dengan cara
menutup bagian-bagian tertentu dari kain dengan malam. Batik pada mulanya
merupakan lukisan atau gambar pada mori yang dibuat dengan menggunakan alat
8
bernama canting. Dalam perkembangan selanjutnya dipergunakan alat-alat lain
untuk mempercepat proses pengerjaannya misalnya dengan cap. Canting cap
merupakan salah satu inovasi teknologi dalam memenuhi kebutuhan batik yang
tidak bisa terpenuhi hanya dengan canting tulis saja, dan dengan menggunakan
canting cap akan membuat pekerjaan lebih mudah dan cepat (Hamzuri, 1981 : 1).
Batik sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang diakui
keberadaannya oleh dunia, setelah diakui oleh UNESCO sebagai “World
Herritage” (Warisan Dunia) pada tanggal 2 oktober 2009 (Lisbijianto, 2013 : 6).
Awalnya batik hanya digunakan untuk pakaian para raja di Jawa pada zaman
dahulu. Sejarah perbatikan di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan
Kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Pengembangan
batik banyak dilakukan pada masa-masa Kerajaan Mataram, kemudian pada masa
kerajaan-kerajaan di Surakarta dan Yogyakarta. Kesenian ini mulai meluas di
kalangan rakyat Indonesia, khususnya suku Jawa setelah akhir abad ke-18. Namun
kemudian, seiring berjalannya waktu batik berkembang menjadi pakaian sehari-
hari masyarakat Jawa dan sekitarnya.
Dalam pembuatan batik tradisional terdapat empat aspek yang
diperhatikan, yakni motif, warna, teknik pembuatan, dan fungsinya. Ada kurang
lebih tiga puluh daerah pembatikan di pulau Jawa, yang masing-masing memiliki
ciri tersendiri. Batik juga memiliki keindahan visual karena semua ornamen, isian
dala pola atau “carik” tersusun dengan rapi dan harmonis. Batik juga memiliki
keindahan spiritual karena pesan, harapan, ajaran hidup dan doa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dari pembuat batik dituangkan dalam pola batik. Secara universal
desain batik yang tergolong dalam karya 2 dimensional ini merupakan suatu
9
kesatuan dari elemen-elemen desain yang terdiri dari titik, garis, bentuk, warna
dan tekstur. Kesatuan dari pengorganisasian elemen tersebut akan pengulangan
(ritme), centre of intersest (pusat perhatian), balans (keseimbangan), dan kontras
(kejelasan) (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan
Batik, 1995-1996 : 4).
Santosa Doellah dalam bukunya Batik Pengaruh Zaman dan Lingkungan
tahun 2002, mengatakan bahwa berdasarkan daerah perkembangannya batik
terbagi menjadi beberapa macam yaitu :
a. Batik Kraton
Adalah batik dengan pola tradisional, terutama yang semula tumbuh dan
berkembang di kraton-kraton Jawa. Tata susun ragam hias dan pewarnaannya
merupakan perpaduan mengagumkan antara matra seni, adat, pandangan hidup,
dan kepribadian lingkungan yang melahirkannya, yakni lingkungan kraton.
Daerah perkembangan dari batik Kraton yaitu Kraton Surakarta, Pura
Mangkunegaran, Kraton Yogyakarta, Pura Pakualaman, Kraton Cirebon, Kraton
Sumenep (Doellah, 2002 : 54-58). Sebagian besar pola-pola batik kraton
mencerminkan pengaruh Hindu-Jawa yang pada zaman Pajajaran dan Majapahit
berpengaruh sangat besar dalam seluruh tata kehidupan dan kepercayaan
masyarakat Jawa dan pada masa kemudian menampakkan nuansa Islam dalam hal
“stilasi” bentuk hiasan yang berkait dengan manusia dan satwa.
b. Batik Pengaruh Kraton
Adalah jenis batik yang memadukan ragam hias utama batik kraton Mataram
dengan ragam hias khas daerah setempat sebagai penyusun pola dan kemudian
10
dikembangkan sedemikian rupa sesuai selera masyarakat tempat batik tersebut
berkembang, daerah perkembangannya seperti batik Indramayu, batik Cirebon
dan batik Banyumas (Doellah, 2002 : 112-113). Dapat dikatakan bahwa batik
pengaruh kraton muncul sejalan dengan pergolakan-pergolakan yang terjadi
ketika Pulau Jawa terjadi pertikaian antar sesama raja Jawa serta antara Jawa
dengan bangsa Belanda, karena ketika adipati tidak mau mengakui kekuasaan
Mataram termasuk batik sehingga batik muncul di daerah-daerah bersama dengan
peristiwa politik.
c. Batik Saudagaran
Adalah batik yang dihasilkan oleh kalangan saudagar batik, polanya bersumber
pada pola-pola batik kraton, baik pola larangan maupun pola batik kraton lainnya,
yang ragam hias utama serta isen polanya digubah sedemikian rupa sesuai dengan
selera kaum saudagar (Doellah, 2002 : 124). Para saudagar juga menciptakan
pola-pola baru, baik ragam hias utama maupun isen-nya, hal ini karena banyaknya
permintaan batik yang kian hari kian meningkat memacu para saudagar di luar
kraton mengembangkan usaha pembuatan batik. Tahun 1850 tumbuhlah industri
batik yang dikelola oleh para saudagar, mereka menciptakan canthing cap untuk
menggantikan canthing tulis dalam proses pembatikan.
d. Batik Petani
Adalah batik yang digunakan oleh kaum petani setelah pemakaian batik sebagai
bahan busana menembus tembok kraton dan merambah masyarakat pedesaan.
Pola-pola batik petani bersumber pada pola-pola batik Kraton dan digubah oleh
para petani dengan ragam hias yang berasal dari alam sekitar berupa tumbuh-
11
tumbuhan, buah-buahan, dan bahkan burung-burung kecil (Doellah, 2002 : 126).
Perkembangan kerajinan membatik karena pekerjaan membatik dapat dikerjakan
oleh para wanita di sela-sela pekerjaan di sawah dan pekerjaan rumah tangga.
Pada awalnya membatik hanya sebagai pekerjaan sambilan, tetapi setelah
penemuan proses pengecapan kemudian tersentralisasi di pabrik-pabrik.
(Sariyatun, 2005 : 53).
e. Batik Pengaruh India
Adalah batik yang menerapkan ragam hias dari India, yaitu kain patola dan chintz
atau sembagi, serta mulai dibuat oleh pedagang-pedagang Arab dan Cina pada
awal abad ke-19 di kawasan pantai utara Pulau Jawa, terutama Cirebon dan Lasem
(Doellah, 2002 : 154). Hal ini karena meurunnya perdagangan tekstil India pada
abad ke-18 menyebabkan pasokan kain patola menurun, sehingga membuat para
pengusaha memanfaatkan peluang emas ini dengan meniru motif kain patola dan
sembagi dengan teknik batik dalam mengisi kekosongan pasar.
f. Batik Belanda
Adalah jenis batik yang tumbuh dan berkembang di antara tahun 1840 sampai
dengan tahun 1940, hampir semuanya berbentuk sarung, pada mulanya hanya
dibuat bagi masyarakat Belanda dan Indo-Belanda, dan kebanyakan dibuat di
daerah pesisir (Pekalongan) (Doellah, 2002 : 164). Pola batik Belanda banyak
menampilkan motif bunga, kupu-kupu dan burung, namun ada jenis batik Belanda
dengan motif tentang kisah cerita yang tumbuh di dalam masyarakat Barat
(Lisbijanto, 2013:36)
12
g. Batik Cina
Adalah jenis batik yang dibuat oleh orang-orang Cina atau peranakan, yang
menampilkan pola-pola dengan ragam hias satwa mitos Cina, seperti naga, singa,
burung phoenix (burung hong), kura-kura, kilin (anjing berkepala singa), dewa
dan dewi, ragam hias yang berasal dari keramik Cina kuna, serta ragam hias
berbentuk mega dengan warna merah atau merah dan biru. Batik Cina juga ada
yang mengandung ragam hias buketan atau bunga-bunga, terutama batik Cina
yang dipengaruhi pola batik Belanda, dan menggunakan warna-warna seperti
batik Belanda (Doellah, 2002 : 182). Kehalusan batik Cina dapat dkatakan
menyamai batik Belanda, baik dalam teknik maupun pola, bahkan banyak pula
yang melebihi.
h. Batik Djawa Hokokai
Adalah jenis batik yang merupakan perpaduan antara budaya Cina dan budaya
Jawa, pola yang digunakan dalam batik ini selalu berlainan antara satu sisi dengan
sisi lainnya. Pola ini disebut dengan “Pagi-Sore”. Jenis batik ini banyak
diproduksi oleh perusahaan batik milik warga Tionghoa yang ada di Pekalongan
dan sekitarnya. Batik Djawa Hokokai mempunyai ciri kha pada pinngiran kain
yang dihiasi dengan bunga dan kupu-kupu menyerupai kimono (Lisbijanto,
2013:38)
i. Batik Indonesia
Adalah batik yang selain secara teknis berupa paduan antara pola tradisional batik
kraton dan proses batik pesisiran juga mengandung makna persatuan Indonesia.
Dan menurut Nian S Djomena (1990:55) umumnya kain batik memiliki bentuk
13
persegi yang terdiri dari beberapa ukuran dengan penggunaan dan bersifat
serbaguna, yang paling utama adalah digunakan untuk berbusana dan
perlengkapannya serta sebagai hiasan pada berbagai upacara adat atau keagamaan
seperti cerana, panji dan lain sebagainya. (Doellah, 2002 : 212). Batik Indonesia
merupakan awal gagasan dari Presiden Soekarno dalam menciptakan karya batik
dengan ragam hias dari beberpa daerah dan mengenalkan batik berasal dari
Indonesia serta menyuarakan persatuan Indonesia.
Fungsi kain batik juga mempengaruhi bentuk ragam hias dan ukurannya,