14 BAB II MARAPU, PASTORAL BUDAYA, KONSELING LINTAS AGAMA DAN BUDAYA 2. Marapu 2.1. Pemahaman tentang Marapu Pemahaman tentang sistem kepercayaan lokal seperti marapu dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Dharma dalam Qoyim menggambarkan sistem kepercayaan lokal mengandung dua dimensi yakni kepercayaan, ajaran, dan tingkah laku serta keberagaman kepercayaan serta ajaran dalam perilaku pengikut suatu agama. 1 Penulis memahami bahwa kehidupan masyarakat Sumba dalam menjalani kepercayaan lokal mempunyai arti penting bagi kehidupannya. Kepercayaan Marapu bagi masyarakat Sumba merupakan hasil penafsiran manusia atas makna kehidupan yang diyakini kebenaranya. Kepercayaan lokal seperti Marapu dapat dipergunakan manusia untuk membenarkan tingkah lakunya. Menurut Wellem, kepercayaan Marapu adalah kepercayaan terhadap dewa atau Illah yang tertinggi, arwah nenek moyang, makhluk-makhluk halus (roh-roh) dan kekuatan-kekuatan sakti. Mereka dapat memberi berkat, perlindungan, pertolongan yang baik jika disembah. Jika tidak mereka akan memberikan malapetaka atas manusia. Seluruh kepercayaan ini terangkum dalam kata 1 Dharma T. Palekahelu, Marapu dalam Kekuatan di Balik Kekeringan (Salatiga: Disertasi UKSW, 2010), 21.
25
Embed
BAB II MARAPU, PASTORAL BUDAYA, KONSELING ......atau Illah yang tertinggi, arwah nenek moyang, makhluk-makhluk halus (roh-roh) dan kekuatan-kekuatan sakti. Mereka dapat memberi berkat,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
14
BAB II
MARAPU, PASTORAL BUDAYA, KONSELING LINTAS AGAMA DAN
BUDAYA
2. Marapu
2.1. Pemahaman tentang Marapu
Pemahaman tentang sistem kepercayaan lokal seperti marapu dapat dilihat
dari beberapa sudut pandang. Dharma dalam Qoyim menggambarkan sistem
kepercayaan lokal mengandung dua dimensi yakni kepercayaan, ajaran, dan
tingkah laku serta keberagaman kepercayaan serta ajaran dalam perilaku pengikut
suatu agama.1 Penulis memahami bahwa kehidupan masyarakat Sumba dalam
menjalani kepercayaan lokal mempunyai arti penting bagi kehidupannya.
Kepercayaan Marapu bagi masyarakat Sumba merupakan hasil penafsiran
manusia atas makna kehidupan yang diyakini kebenaranya. Kepercayaan lokal
seperti Marapu dapat dipergunakan manusia untuk membenarkan tingkah
lakunya.
Menurut Wellem, kepercayaan Marapu adalah kepercayaan terhadap dewa
atau Illah yang tertinggi, arwah nenek moyang, makhluk-makhluk halus (roh-roh)
dan kekuatan-kekuatan sakti. Mereka dapat memberi berkat, perlindungan,
pertolongan yang baik jika disembah. Jika tidak mereka akan memberikan
malapetaka atas manusia. Seluruh kepercayaan ini terangkum dalam kata
1 Dharma T. Palekahelu, Marapu dalam Kekuatan di Balik Kekeringan (Salatiga: Disertasi UKSW,
2010), 21.
15
Marapu.2 Adapun yang dimaksud dengan Kepercayaan Marapu ialah sistem
keyakinan yang berdasarkan kepada pemujaan terhadap arwah –arwah leluhur.
Premis dasar dari setiap pemujaan adalah kepercayaan akan adanya jiwa, sesuatu
yang bersifat supranatural, dan kekuatan supranatural. Dalam artinya pemujaan
didalam religi tersebut mempunyai mekanisme yang berhubungan dengan
kehidupan sehari – hari dan kekuatan alam lain.
Konsepsi masyarakat Sumba ini dapat di gambarkan bahwa eksistensi
Tuhan sangat dibedakan dengan manusia, baik karena sifatnya yang adikodrati
maupun tempatnya yang jauh di atas sana. Semula, ketika para Marapu belum
turun ke bumi, hubungan antara manusia dengan Ilah tertinggi dapat terjalin
secara langsung. Namun, ketika mereka memutuskan untuk tinggal di bumi, maka
relasi antara Tuhan dan manusia kemudian terputus. Jalinan komunikasi dengan
Tuhan hanya dapat terjadi dengan perantara arwah nenek moyang, yaitu para
Marapu. Kepercayaan terhadap roh merupakan kebutuhan untuk menangkal
kejahatan, sakit, musibah, atau untuk menjamin keselamatan. Orang Sumba
percaya dengan memberikan sesaji kepada roh halus yang berada dekat dengan
masyarakat, maka roh halus tersebut akan melihat dan menjaga mayarakat dari hal
– hal yang buruk. Orang Sumba percaya bahwa benda atau tempat-tempat tertentu
didiami oleh kuasa-kuasa gaib (roh-roh) tertentu.
Dekatnya hubungan Marapu dengan Alkhalik, membuat masayarakat
memahami Marapu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Alkhalik itu
sendiri. Untuk itulah mereka juga menganggap bahwa Marapu memiliki kekuatan
2 F. D. Wellem, Injil........, 42.
16
supranatural, walaupun mereka menyadari bahwa kekuatan itu sebenarnya
bersumber dari Alkhalik.3
2.2. Fungsi dan Peran Marapu
Marapu berfungsi untuk menjembatani hubungan dengan Alkhalik sebagai
pemilik semesta alam yang ada. Marapu dipercayai akan menolong mereka, baik
dalam kehidupan saat ini maupun setelah kematian. Mereka juga percaya bahwa
melalui Marapu, manusia diberi berkat dan pertolongan sepanjang manusia
berperilaku baik. Jika tidak, manusia akan mendapat bencana atau malapetaka
dalam kehidupan mereka.4 Penulis memahami bahwa fungsi Marapu penting bagi
masyarakat Sumba. Komunikasi antara manusia dengan Tuhan dalam tradisi
masyarakat ini hanya bisa sampai ke Tuhan melalui Marapu (arwah nenek
moyang). Marapu dalam hal ini memiliki peran sebagai penyambung komunikasi
dalam membantu manusia untuk dapat menerima berkat-berkat dan pertolongan
dari Tuhan sehingga hanya melalui Marapulah ungkapan permohonan seseorang
atau masyarakat dapat sampai ke Tuhan.
Orang Sumba memasuki Sumba melalui Tanjung Sasar dan muara sungai
Pandawai. Pola penyebaran berdasarkan klan-klan (kabihu) yang bersaudara dan
biasanya terdiri dari empat klan (kabihu). Di tempat yang baru mereka mendirikan
tempat pemukiman yang disebut Paraingu (kampung). Setiap paraingu pada
umunya hanya terdiri dari beberapa rumah serta letak antar paraingu sangat jauh.
3 Dharma T. Palekahelu, Marapu........, 118.
4 Dharma T. Palekahelu, Marapu........, 116.
17
Paraingu didirikan di atas bukit dan dikelilingi oleh pagar batu yang tinggi dan
tanaman berduri (kaktus). Hal ini dimaksudkan untuk melindungi diri dari
serangan musuh yang sering terjadi (perang antar paraingu).5 Penulis melihat
bahwa ciri khas kehidupan masyarakat seperti ini menggambarkan bahwa setiap
paraingu menunjukkan identitas masyarakat Sumba yang masih menganut
kepercayaan lokal.
Paraingu mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat Sumba.
Di sanalah mereka berdiam, dan disanalah adat istiadat, ritus-ritus keagamaan
diselenggarakan. Kegiatan sosial, ekonomi, politik (pemerintahan), keagamaan
dan kebudayaan berpusat di dalam paraingu. Paraingu merupakan salah satu
bentuk ikatan persekutuan masayarakat Sumba. Bentuk ikatan persekutuan
lainnya adalah persekutuan klan (kabihu). Masyarakat Sumba terdiri dari banyak
klan yang disebut kabihu. Kabihu merupakan suatu kelompok orang seketurunan
yang didasarkan pada garis keturunan ayah (patrilineal). Berdasarkan mitologi
orang Sumba, penentuan dan pembagian kabihu sudah di tetapkan sejak dahulu
kala bersama-sama dengan kedudukan, tugas dan wewenang masing-masing
dalam masyarakat. Penulis melihat bahwa hal ini menunjukkan masyarakat
Sumba sudah di atur secara terstuktur secara turun temurun dalam ruang lingkup
kekeluargaan yang erat dan kedudukan masing-masing dalam masyarakat
merupakan pengikat agar budaya dan kepercayaan ini tetap ada secara turun
temurun.
5 F. D. Wellem, Injil........, 33.
18
Orang Sumba percaya kepada suatu kuasa yang tertinggi. Kuasa yang
tertinggi ini menguasai alam semesta ini. ia merupakan suatu Ilah yang tertinggi,
namun kurang memainkan peranan yang penting dalam kehidupan keagamaan
orang Sumba. Dalam kehidupan keagamaan sehari-hari, Ilah yang memainkan
peranan yang penting adalah Ilah yang lebih rendah, yaitu Marapu dan kuasa-
kuasa Ilah lainnya. Tampaknya, Ilah tertinggi ini beristirahat sementara
penyelenggaraan alam semesta diserahkan kepada ilah-ilah yang lebih rendah.
Nama Ilah tertinggi itu adalah Anatala. Nama ini dipandang keramat. Oleh karena
itu, nama ini tidak dapat disebut sembarangan. Jika nama itu disebut
sembarangan, orang akan tertimpa malapetaka. Nama Ilah tertinggi diyakini
mempunyai kekuatan magis. Nama itu hanya boleh disebut oleh Imam dalam
suatu ritus keagamaan yang disebut upacara Perjamuan Dewa (Pamangu Ndewa)
yang diadakan setiap delapan tahun.6
Orang Sumba hanya mengungkapkan Ilah tertinggi dengan ungkapan-
ungkapan yang melukiskan hakikat, sifat, dan tindakan-tindakannya. Kata ibu dan
bapak (Ina-Ama) dipergunakan secara paralel tanpa maksud mengungkapkan
bahwa Ilah tertinggi terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Ilah tertinggi tetap hanya satu oknum (esa). Ilah ini merupakan Ilah yang
tertinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripadanya (Hupu Ina-Hupu Ama).
Dialah yang menciptakan manusia (Mawulu Tau-Maiji Tau), langit dan bumi
(Namapadikangu awangutana). Ia menciptakan dengan tangan dan perkataannya
6 F. D. Wellem, Injil........, 42.
19
(Namawulu wangulima-namahawada wangu ngaru) dan dengan memakai bahan,
yaitu batu dan tanah liat (Namawulu la watu-namalalata la loja). Segala sesuatu
berasal darinya. Ia adalah bapa dan ibu dari segala sesuatu (Ina Mbulu-Ama
Ndaba) dan melebihi manusia (Marihi-Mamangunju). Ilah inilah yang
memberikan tata dan norma dan kehidupan kepada manusia yang berupa adat
istiadat yang harus ditaati oleh manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Ia
merupakan sumber hukum dan aturan (Ina Nuku-Ama Hara). Ilah ini tetap
memperhatikan tingkah laku manusia. Ia merupakan maha-penglihat dan tidak ada
satu pun yang tidak dilihat dan diketahuinya (Namapaita paniningu-namangadu
katandakungu), ia mendengar segala sesuatu (Namambalaru kahiluna-Nama
bokulu wua matana). Kesalahan dan kekeliruan manusia diperhatikannya dengan