9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Kualitas merupakan salah satu faktor yang dipakai oleh konsumen untuk membeli suatu produk, yang mana suatu produk dapat dibandingkan dengan pesaingnya berdasarkan kualitasnya. Banyak sekali definisi mengenai kualitas adalah sebagai berikut: Menurut Deming (1986) Kualitas adalah mentranslate untuk mengubah kebutuhan yang akan datang dari penggunan kedalam suatu karakteristik yang diperlukan agar sebuah produk dapat di desain dan dibuat untuk memberikan kepuasan dengan harga yang dibayar oleh pengguna. Menurut Goestch dan david (1994) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Juran (1974) Kualitas adalah kelayakan atau kecocokan dalam penggunaan. Menurut Crosby (1979) Kualitas adalah kesesuaian dari permintaan dari spesifikasi ( Conformance to requirement ). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas merupakan kesesuaian atau kecocokan suatu produk yang dihasilkan oleh
54
Embed
BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id filememperhatikan teknik-teknik pengawasan kualitas untuk menentukan apakah akan menerima atau menolak suatu komponen yang dikirim oleh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas
Kualitas merupakan salah satu faktor yang dipakai oleh konsumen untuk membeli
suatu produk, yang mana suatu produk dapat dibandingkan dengan pesaingnya
berdasarkan kualitasnya. Banyak sekali definisi mengenai kualitas adalah sebagai
berikut:
Menurut Deming (1986) Kualitas adalah mentranslate untuk mengubah kebutuhan
yang akan datang dari penggunan kedalam suatu karakteristik yang diperlukan
agar sebuah produk dapat di desain dan dibuat untuk memberikan kepuasan
dengan harga yang dibayar oleh pengguna.
Menurut Goestch dan david (1994) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.
Menurut Juran (1974) Kualitas adalah kelayakan atau kecocokan dalam
penggunaan.
Menurut Crosby (1979) Kualitas adalah kesesuaian dari permintaan dari
spesifikasi ( Conformance to requirement ). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kualitas merupakan kesesuaian atau kecocokan suatu produk yang dihasilkan oleh
10
perusahaan yang dengan spesifikasi yang diharapkan oleh pelanggan.
Pengendalian kualitas didefinisikan sebagai suatu sistem verifikasi dan penjagaan
atau perawatan dari suatu tingkatan / derajat kualitas suatu produk atau proses
yang dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan
yang sesuai, inspeksi yang terus menerus serta tindakan korektif bila mana
diperlukan. (Sritomo,2001)
Tujuan dari pelaksanaan pengendalian kualitas adalah :
1. Pencapaian kebijakan dan target perusahaan secara efisien.
2. Perbaikan hubungan manusia.
3. Peningkatan moral karyawan.
4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja.
Dengan mengarah pada pencapaian tujuan-tujuan diatas akan terjadi peningkatan
produktifitas dan provitabilitas usaha. Secara spesifik dapat dijelaskan bahwa
tujuan pengendalian kualitas adalah memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan
dan penurunan ongkos kualitas secara kualitas.
Sedangkan menurut Anang Hidayat dalam bukunya “Strategi Six Sigma: Peta
Pengembangan Kualitas dan Kinerja Bisnis”, kualitas bisa digambarkan secara
kuantitatif dengan rumusan matematis sebagai berikut:
Q = P / E
Dimana:
Q = quality (kualitas)
P = performance (kinerja)
11
E = expectation (harapan-harapan)
Manajemen kualitas yang efektif menghendaki agar para supplier dapat
menunjukkan bukti bahwa keseluruhan komponen yang mereka pasokkan
memenuhi standar kualitas tertentu. Oleh karena itu perusahaan harus
memperhatikan teknik-teknik pengawasan kualitas untuk menentukan apakah
akan menerima atau menolak suatu komponen yang dikirim oleh para supplier.
Di samping memperhatikan kualitas pada komponen, manajemen kualitas yang
efektif menghendaki pula agar tidak meneruskan pengerjaan produk yang cacat
atau rusak pada proses berikutnya atau tidak meneruskannya kepada konsumen,
untuk itu diperlukan pengawasan kualitas agar dapat mengurangi jumlah produk
cacat yang ditimbulkan oleh sistem operasi perusahaan.
Terdapat beberapa alasan mengapa pengawasan kualitas diperlukan, yaitu:
a. Untuk menekan atau mengurangi volume kesalahan dan perbaikan
b. Untuk menjaga atau menaikkan kualitas sesuai standar
c. Untuk mengurangi keluhan atau penolakan konsumen
d. Memungkinkan pengkelasan output (output grading)
e. Untuk menaati peraturan
f. Untuk menaikkan atau menjaga company image
2.2 Kualitas Sebagai Faktor Penentu Keberhasilan
Peningkatan kualitas membantu perusahaan meningkatkan penjualan dan
mengurangi biaya yang kemudian akan meningkatkan keuntungan. Peningkatan
12
penjualan kerap terjadi saat perusahaan mempercepat respon mereka,
merendahkan harga jual sebagai hasil dari skala ekonomis, dan meningkatnya
kualitas menyebabkan biaya turun karena perusahaan meningkatkan produktivitas
dan menurunkan rework, bahan yang terbuang ( scrap ), dan biaya garansi. Seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Cara Kualitas Meningkatkan Keuntungan
Sumber : Heizer dan Render, 2007, P301
Suatu penelitian mengemukakan bahwa perusahaan dengan kualitas terbaik lima
kali lebih produktif ( dengan ukuran unit yang diproduksi per jam kerja )
dibandingkan perusahaan dengan kualitas rendah.
Kualitas atau kualitas yang rendah berpengaruh terhadap organisasi secara
keseluruhan, mulai dari pemasok hingga ke pelanggan dan dari desain produk
hingga pemeliharaannya. Walaupun demikian, hal yang lebih penting adalah
Penjualan Meningkat melalui :
• Respon yang lebih baik
• Harga yang fleksibel
• Reputasi yang lebih baik
Pengurangan Biaya melalui :
• Produktivitas yang meningkat
• Biaya rework dan scrap yang lebih rendah
• Biaya garansi yang lebih rendah
Kualitas yang
meningkat Keuntungan
yang meningkat
13
membangun sebuah organisasi yang dapat mencapai kualitas dan mempengaruhi
organisasi secara keseluruhan yang memang merupakan tugas yang dibutuhkan.
14
2.3 Dimensi Kualitas
Berdasarkan perspektif kualitas, David Garvin mengembangkan dimensi kualitas
ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan
strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang menghasilkan barang.
Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Performance ( kinerja , yaitu karakteristik pokok dari produk inti.
2. Features, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan.
3. Reliability (kehandalan), yaitu kemungkinan tingkat kegagalan pemakaian.
4. Conformance (kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan
operasi memenuhi standar – standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk dapat terus digunakan.
6. Serviceabilty, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,
kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang
memuaskan.
7. Estetika, yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk.
8. Perceived, yaitu menyangkut citra dan reputasi produk serta tanggung
jawab perusahaan terhadapanya.
15
Menurut Zeithaml, Berry dan Parasuraman dalam penelitiannya berhasil
mengidentifikasikan lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh pelanggan
dalam mengevaluasi kualitas pelayanan, yiatu :
1. Tangibles ( bukti langsung ), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapanm
pegawaim dan sarana komunikasi.
2. Reliability ( kehandalan ), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan
dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan.
3. Responsiveness ( daya tangkap ), yaitu keinginan para staf untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Assurance ( jaminan ), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun
keragu – raguan.
5. Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan
pelanggan.
2.4 Pengertian produk cacat dan produk rusak
2.4.1 Produk cacat
Pengertian menurut Mulyadi (2005:306) adalah produk yang tidak memenuhi
standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan
kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat
16
disempurnakan lagi menjadi produk jadi yang baik. Sedangkan pengertian produk
cacat menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2006:136) adalah produk yang
dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan tersebut tidak
sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.
Adapun pandangan mengenai produk cacat menurut PT. Percetakan Gramedia
Cikarang produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan dan tidak dapat diteruskan ke tahap proses selanjutnya, melainkan
harus dihancurkan atau didaur ulang kembali.
2.4.2 Produk Rusak
Pengertian Produk Rusak menurut Mulyadi (2007:302) adalah produk yang tidak
memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan, secara ekonomis tidak dapat
diperbaiki menjadi produk yang baik.
Sedangkan menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2006:147) produk rusak adalah
produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan
tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis
produk tersebut dapat diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu.
2.5 Statistical Process Control
Seperti kita ketahui bersama, mutu produk tidak terjadi pada saat diperiksa atau
diinspeksi, tetapi terjadi pada saat produk tersebut sedang diproses. Oleh karena
itu, penting sekali untuk mengendalikan proses. Alat bantu yang terpenting adalah
Statistical Process Control atau yang lebih dikenal sebagai SPC.
17
SPC adalah suatu teknik statistik umum yang digunakan untuk memastikan
serangkaian proses memenuhi standar. Pada dasarnya, semua proses dipengaruhi
oelh berbagai variablitias. Walter Shewhart dari Bell Laboratories membuat
pembedaan antara variasi – variasi tersebut sebagai sebab – sebab alamiah
(natural) dan sebab – sebab khusus atau terusut (assignable). Walter Shewhart
mengembangkan suatu alat bantu yang sederhana tetapi sangat efektif untuk
membedakan keduanya, yaitu diagram kendali (control chart).
SPC digunakan untuk mengukur kinerja sebuah proses. Sebuah proses dikatakan
beroperasi dalam kendali statistic bila sumber variasi berasal hanya dari sumber
yang alamiah. Pertama kali proses harus dibawa ke dalam kendali statistik
dengan mendeteksi dan menghilangkan sumber variasi buatan (assignable).
Setelah itu, barulah kinerja proses dapat diramalkan, d an kemampuannya untuk
memenuhi harapan konsumen dapat diperkirakan. Tujuan sebuah system
pengendalian proses adalah untuk memberikan peringatan stastik bila terdapat
penyebab variasi buatan. Peringatan ini dapat mempercepat pengambil
keputusan mengambil tindakan yang sesuai untuk menghilangkan penyebab
buatan. Variasi alamiah adalah variabilitas yang mempengaruhi setiap proses
produksi pada suatu tingkat dan diharapkan; juga dikenal sebagai penyebab
umum. Sedangkan variasi buatan adalah variasi dalam sebuah proses produksi
yang dapat ditelusuri penyebab khususnya. (Heizer dan Render, 2005, p287)
18
2.6 Total Quality Management
TQM atau Total Quality Management adalah strategi manajemen yang ditujukan
untuk menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi.
Sesuai dengan definisi dari ISO, TQM adalah "suatu pendekatan manajemen
untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua
anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan
pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta
masyarakat.". Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh W. Edwards Deming,
Kaoru Ishikawa, Josep M. Juran, dan beberapa tokoh di bidang kualitas lainnya.
(Hidayat, 2007, p18)
TQM mengacu pada penekanan kualitas yang meliputi organissai keseluruhan,
mulai dari pemasok hingga pelanggan. TQM menekankan komitmen manajemen
untuk mendapatkan arahan perusahaan yang terus ingin meraih keunggulan
dalam semua aspek produk dan jasa yang penting bagi pelanggan.
TQM penting karena keputusan kualitas mempengaruhi masing – masing dari
sepuluh keputusan yang dibuat manajer operasi. Setiap keputusan tersebut
berhadapan dengan suatu aspek identifikasi dan pemenuhan ekspektasi
pelanggan. Pemenuhan ekspektasi tersebut membutuhkan penekanan TQM saat
suatu perusahaan bersaing untuk menjadi pemimpin di pasar dunia. (Heizer dan
Render, 2009, P307 )
19
2.7 Sigma, Standar Deviasi dan Pengertian Variasi
Dalam abjad Yunani, “Sigma” = σ merupakan kependekan dari standar deviasi
pada statistik. Standar deviasi adalah cara statistikal untuk menggambarkan
seberapa banyak variasi terjadi dalam sekumpulan data, sekelompok item, atau
sebuah proses.
Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional
sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output yang dihasilkan.
Penyebab utama terjadinya masalah kualitas adalah adanya variasi. (Miranda
dan Amin, 2006, p13)
Beberapa penyebab variasi dapat kita kendalikan seperti metode,
peralatan, manusia, dan material. Sedangkan penyebab variasi yang tidak
dapat kita kendalikan adalah lingkungan.
Menurut Gasperz (1998, p28-29), penyebab variasi ada dua macam, yaitu :
o Variasi penyebab umum (Common causes of variation)
Yang dimaksud variasi penyebab umum adalah faktor–faktor
di dalam sistem yang menyebabkan timbulnya variasi dalam
sistem. Satu cara untuk menurunkan variasi penyebab umum
adalah dengan membuat peningkatan pada proses
manufacturing. Perluasan dari variasi penyebab umum dapat
diukur secara statistik dan dibandingkan dengan
spesifikasinya, jika dibutuhkan perbaikan maka perlu
dilakukan tindakan dalam prosesnya. Penyebab umum
ini mempunyai pola yang acak (random causes).
20
o Variasi penyebab khusus (Special causes of variation)
Yang dimaksud variasi penyebab khusus adalah faktor–faktor
di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem.
Variasi penyebab khusus inilah yang dapat dikendalikan dan
dapat diidentifikasi. Penyebab khusus ini mempunyai pola yang
tidak acak (non random patterns).
Semua perusahaan berusaha semaksimal mungkin untuk
menghapus variasi atau cacat, yang bertujuan untuk mengurangi
pemborosan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Six sigma menjadi
alat yang tepat untuk merespon kebutuhan perusahaan dalam peningkatan
kualitas dan menghilangkan atau meminimalisasi cacat atau defect yang
ada.
2.8 Six Sigma
2.8.1 Pengertian Six Sigma
Six Sigma adalah suatu sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk
mencapai, memberi dukungan dan memaksimalkan proses usaha, yang
berfokus pada pemahaman akan kebutuhan pelanggan dengan
menggunakan fakta, data dan analisi statistik serta terus menerus
memperhatikan pengaturan, perbaikan dan mengkaji ulang proses usaha.
(Miranda, Havarindo 2006 )
Six Sigma dapat didefiniskan sebagai metode peningkatan proses bisnis
yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor – faktor
21
penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya
operasi, meningkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan
dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan aset yang lebih tinggi,
serta mendapatkan imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi
produksi maupun pelayanan. ( Evans dan Lindsay, 2007, P3 )
Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki
proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process
variances) sekaligus mengurangi cacat (produk / jasa yang diluar
spesifikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools
secara intensif.
Secara harafiah, Six Sigma adalah suatu besaran yang bisa kita
terjemahkan secara gampang sebagai sebuah proses yang memiliki
kemungkinan cacatan ( defects opportunity ) sebanyak 3.4 buah dalam satu
juta produk/jasa. Ada banyak kontroversi di sekitar penurunan angka Six
Sigma menjadi 3.4 dpmo ( defects per million opporunities ).
Dari beberapa pengertian mengenai Six Sigma diatas, secara statistik Six
Sigma digunakan untuk menggambarkan variabilitas, atau standar deviasi,
seperti cacat per unit.
2.8.2 Konsep dasar six sigma
Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai yang
mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa) diproses pada
tingkat kinerja kualitas six sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4
22
kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau bahwa 99,99966% dari
apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk (barang dan/atau
jasa) itu. Dengan demikian, Six Sigma dapat dijadikan ukuran target
kinerja proses industry tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi
produk antara pemasok (industry) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi
target sigma yang dicapai, semakin baik kinerja proses industri. Sehingga
6-sigma otomatis lebih baik daripada 4-sigma, dan 3-sigma. Six Sigma
juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan
perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatic) di tingkat
bawah dan sebagai pengandali proses industry yang berfokus pada
pelanggan dengan memperhatikan kemampuan proses. (Gaspersz, 2007,
P37)
Beberapa orang berpendapat bahwa Six Sigma hanya sekedar
pengepakan ulang alat-alat dan teknik-teknik dari TQM. Sebuah
pengamatan yang teliti dari konsep dan teknik-teknik Six Sigma dan
sebuah perbandingan diantara Six Sigma, TQM, dan metode manajemen
kualitas tradisional membuktikan bahwa pendekatan dengan menggunakan
Six Sigma tidak secara perlu menyatakan kekurangan atau ketidakadaan
teori yang ada di dalamnya. Walaupun alat-alat dan teknik-teknik Six
Sigma sama dengan beberapa metode manajemen kualitas, Six Sigma
menyediakan sebuah struktur organisasi yang belum ada sebelumnya,
yang mengurangi variasi yang ada di dalam proses-proses organisasional
dengan menggunakan spesialis perbaikan, sebuah metode yang terstruktur,
23
dan matriks kinerja. Ada tiga praktek yang penting dalam menggunakan
prinsip-prinsip dan metode-metode Six Sigma, yang terdiri dari struktur
peran di dalam Six Sigma, prosedur perbaikan yang terstruktur, dan
fokus pada matriks. Prosedur perbaikan yang terstruktur dan fokus pada
matriks adalah inti metodologi dari Six Sigma. (Zu dan Fredendall, 2009,
P42)
Inti dari filosofi Six Sigma bertumpu pada beberapa konsep penting:
1. Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan
pelannggan dengan tetap berfokus pada tujuan strategis perusahaan.
2. Memusatkan perhatian pada para pendukung perusahaan yang
bertanggung jawab mensukseskan proyek-proyek penting, mendukung
kerja kelompok, membantu mengatasi keengganan untuk berubah, dan
menggalang sumber daya.
3. Menekan system pengukuran yang dapat dikuantifikasi, seperti cacat per
satu juta kemungkinan (defect per million oppotunities-DPMO) yang
bisa diterapkan di setiap bagian perusahaan : produksi, rekayasa,
administrasi, piranti lunak, dan lain lain.
4. Memastikan bahwa system pengukuran yang tepat teridentifikasi di
awal setiap proses serta memastikan bahwa system tersebut terfokus
pada pencapaian bisnis, sehingga dapat memberikan system insentif dan
akuntabilitas.
5. Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan tim
proyek untuk meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang
24
tidak bernilai tambah, serta mencapai pengurangan waktu siklus.
6. Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualitas tinggi yang
dapat menerapkan aneka alat untuk meningkatkan kinerja serta dapat
memimpin tim.
7. Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan.
Konsep-konsep ini memberikan sebuah pendekatan yang logis dan
disiplin untuk meningkatkan kinerja bisnis, melibatkan seluruh jajaran
pekerja, dan mencapai sasaran dan tujuan para manajer. Dengan
demikian, tidak seperti metode perbaikan lainnya seperti rekayasa
ulang, Six Sigma dapat disesuaikan dengan struktur organisasi yang
ada. (Evans dan Lindsay, 2007, P4)
2.8.3 Apresiasi Level pada Six Sigma
Model statistika dalam fungsi-fungsi pengembangan dan
peningkatan Six Sigma disebut dengan “Six Sigma Improvement
Initiative” . Tujuan model statistik adalah untuk menggambarkan unit-
unit ‘sigma’ sehubungan dengan pengukuran suatu kinerja proses.
Misalnya, jika kinerja proses bisnis berada di level 5 (lima) sigma,
berarti tingkat kinerja proses bisnis tersebut sebesar 99.9767%. Hal itu
berarti, dalam setiap satu juta aktivitas proses hanya akan terjadi 233
kali kegagalan proses, dan kinerja prosesnya berada di bawah satu
tingkat dibandingkan dengan kinerja terbaik (sigma level enam). Lihat
tabel di bawah ini. (Hidayat, 2007, p62-63)
25
Tabel. 2.1 Six Sigma Harga / Nilai Sigma
Six Sigma
Harga / nilai sigma
Kegagalan per juta peluang /
kesempatan
Yield (%)
1 691.462 30,85
2 308.538 69,146
3 66.807 93,379
4 6.210 99,379
5 233 99,9767
6 3,4 99,99966
Sumber: Hidayat, 2007, p63
2.8.4 Six Sigma Process Improvement (SSPI)
Dalam program/proyek pengembangan dan peningkatan Six
Sigma, tim kerja yang ditunjuk akan menyeleksi berbagai strategi
peningkatan proses Six Sigma yang bersifat regular. Kemudian lima
tahapan proses diterapkan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan
proses yang sudah ada. (Hidayat, 2007, p52)
Kelima tahap tersebut adalah :
o Pendefinisian berbagai permasalahan proses dan kebutuhan
konsumen.
o Pengukuran cacat-cacat (defect) dari aktivitas operasional proses
26
(kuantitatif maupun kualitatif).
o Analisis data sebagai dasar pemecahan masalah yang ada.
o Meningkatkan proses dan memangkas penyebab-penyebab
terjadinya cacat (defect).
o Pengendalian proses dan memastikan cacat-cacat (defect) tidak
terjadi lagi.
2.8.5 Dasar Statitik Six Sigma
Dari perspektif pengukuran, “sigma enam” mewakili tingkatan
kualitas dimana kesalahan paling banyak berjumlah 3,4 cacat per satu
juta kemungkinan. Tingkatan kualitas sigma enam adalah tingkat yang
setara dengan variasi proses sejumlah setengah dari yang ditoleransi
oleh tahap desain dan dalam waktu yang sama memberi kesempatan
agar rata – rata produksi bergeser sebanyak 1,5 deviasi standar dari
target. Gambar 2.2 Menjelaskan dasar teori six sigma dalam konteks
spesifikasi manufaktur. Adalah penting untuk memberikan kesempatan
pada kurva distribusi untuk bergeser, karena tidak ada proses yang bisa
dipertahankan pada tahap sempurna.
27
Gambar 2.2 Dasar Teori Six Sigma
Sumber : Evans dan Lindsay, 2007, P44
Dalam Gambar 2.2 Wilayah dibawah ekor kurva yang bergeser di
luar wilayah sigma enam ( baik di atas maupu di bawah batas toleransi )
hanya berukuran seluas 0,0000034, atau, 3,4 per per satu juta.
Artinya, jika rata – rata suatu proses dapat dikontrol agar bergeser
paling banyak 1,5 deviasi standar dari target, maka kita dapat
mengharapkan cacat hanya terjadi sejumlah 3,4 per satu miliar kejadian.
Jika rata – rata tersebut dapat dijaga tepat sesuai target ( area distribusi
yang diarsir di Gambar 2.2 ), maka kemungkinan terjadinya cacat di luar
wilayah sigma enam ke dua arah ekor hanyal per satu miliar kejadian.
Jika pergeseran terjadi ke dua arah, maka kemungkinan cacat pada
tingkatan sigma enam paling banyak hanyalah 6,8 per satu juta kejadian,
28
dan jika terjadi pada target distribusi, maka jumlah cacat hanyalah dua
per satu miliar.
2.8.6 Kelebihan Six Sigma
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan pengertian Six Sigma
dari sudut pandang statistik. Tools untuk statistik dan metode
pemecahan masalah yang ada dalam Six Sigma tidak terlalu berbeda
dengan strategi peningkatan kualitas lainnya. Namun, Six Sigma
menekankan aplikasi dari tool ini secara methodical dan sistematis
yang akan dapat menghasilkan terobosan dalam peningkatan kualitas.
Metodologi yang sistematis ini bersifat generik sehingga dapat
diterapkan baik dalam industri manufaktur maupun jasa.
Penerapan Six Sigma jelas memiliki fokus pada peningkatan mutu,
baik pada barang maupun jasa ke pelanggan. Yang berarti melakukan
lebih baik, sumber data yang lebih efisien. Melakukan dengan lebih
cepat dan dengan mutu yang lebih tinggi dari perspektif permintaan
pelanggan. Berdasarkan permintaan pelanggan karena merekalah yang
memutuskan akan menggunakan barang atau jasa yang dihasilkan
atau tidak.
Semakin baik upaya untuk secara terus menerus memenuhi
harapan pelanggan atau bahkan melampui harapan pelanggan
itulah yang menjadi titik utama penerapan mutu dalam Six Sigma.
Penerapan konsep Six Sigma dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pertama
ke dalam berarti peningkatan efisiensi dan efektivitas seluruh proses
29
yang saling terkait dan kedua keluar yang berarti peningkatan
layanan yang melebihi harapan pelanggan.
Jika terjadi proses peningkatan mutu, yang disertai dengan
peningkatan kinerja, baik dalam bentuk kecepatan (speedy),
ketepatan (accuracy), tingkat kepuasan pelanggan (customer
satisfication level), efisiensi kerja (efficiency), maka secara langsung
akan berpengaruh terhadap penghasilan bersih (Net Income)
perusahaan.
Dengan dilakukannya peningkatan mutu dalam perusahaan Six
Sigma, maka perusahaan akan memperoleh dampak positif yaitu berupa
penghematan dalam pengeluaran.
2.8.7 Komponen Utama Six Sigma
Menurut Peter Pande, dkk, dalam bukunya The Six Sigma Way :
Team Fieldbook, ada 6 komponen utama konsep Six Sigma sebagai
strategi bisnis :
1. Benar-benar mengutamakan pelanggan : seperti kita sadari bersama,
pelanggan bukan hanya berarti pembeli, tapi bisa juga berarti rekan kerja
kita, team yang menerima hasil kerja kita, pemerintah, masyarakat umum
pengguna jasa, dll.
2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta : bukan berdasarkan
opini, atau pendapat tanpa dasar.
30
3. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan : Six Sigma sangat
tergantung kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan
manajemen yang bagus untuk melakukan perbaikan.
4. Manajemen yang proaktif : peran pemimpin dan manajer sangat
penting dalam mengarahkan keberhasilan dalam melakukan perubahan.
5. Kolaborasi tanpa batas : kerja sama antar tim yang harus mulus.
6. Selalu mengejar kesempurnaan.
2.8.8 Prinsip Kualitas dan Six Sigma
Manajemen Kualitas modern didasari oleh tiga prinsip dasar:
1. Fokus pada pelanggan.
2. Partisipasi dan kerjasama semua individu di dalam perusahaan
3. Fokus pada proses yang di dukung oleh perbaikan dan
pembelanjaran secara terus-menerus.
Prinsip-prinsip ini merupakan landasan Six Sigma, dan walaupun terdengar
sederhana, amat berbeda dengan praktik manajemen tradisi lama. Dengan
fokus yang sungguh-sungguh pada kualitas, maka sebuah organisasi akan secara
aktif berusaha untuk terus-menerus memahami kebutuhan serta tuntutan
pelanggan, berusaha untuk membangun kualitas dan mengintegrasikannya ke
dalam proses- proses kerja dengan cara menimba ilmu serta pengalaman dari
para karyawannya, dan terus memperbaiki semua sisi organisasi. Memahami dan
menerapkan prinsip- prinsip ini merupakan kunci dari Six Sigma :
31
1. Fokus pada Pelanggan
Pelanggan adalah penilai utama kualitas. Persepsi mengenai nilai dan
kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terjadi
selama pembelian, kepemilikan, dan jasa pelayanan pelanggan
tersebut. Untuk memenuhi tuntutan ini perusahaan harus lebih
mematuhi spesifikasi produk, mengurangi kecacatan dan kesalahan,
atau melayani keluhan pelanggan. Upaya yang dilakukan juga
harus termasuk mendesain produk baru yang membuat pelanggan
puas serta respons yang cepat terhadap permintaan pasar dan
pelanggan.
2. Partisipasi dan Kerjasama
Para karyawan diizinkan untuk berpartisipasi, baik secara
individu maupun dalam tim dalam keputusan yang mempengaruhi
pekerjaan dan pelanggan mereka akan memberi kontribusi terhadap
kinerja bisnis dan kualitas. Six Sigma bergantung pada partisipasi dan
kerjasama karyawan pada setiap tingkatan dari garis depan hingga
manajemen tingkat atas untuk memahami masalah-masalah
bisnis, menemukan sumber permasalahan tersebut, menghasilkan
solusi untuk perbaikan, dan mengimplementasikannya.
3. Fokus Proses dan Perbaikan
Proses adalah serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai
beberapa hasil. Perbaikan proses merupakan aktivitas paling
utama dalam Six Sigma. Perbaikan baik dalam arti perubahan secara
32
perlahan- lahan, dalam bentuk kecil dan bertahap, serta yang bersifat
terobosan, maupun perbaikan yang besar dan cepat. Perbaikan ini
dapat bisa berupa meningkatkan nilai untuk pelanggan melalui
produk dan jasa yang baru dan lebih baik, mengurangi (kesalahan,
cacat, serta biaya- biaya yang terkait), meningkatkan produktivitas
dan efektivitas semua jenis sumber daya dan memperbaiki respons
dan masa siklus kinerja proses seperti menanggapi keluhan