9 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gadai Konvensional II.1.1 Pengertian Gadai Secara Umum Beberapa pendapat mengenai definisi gadai dan pegadaian: 1. Menurut Kasmir (2010:262), secara umum pengertian usaha gadai adalah: Kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang akan dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai. 2. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150, gadai adalah: Suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang- orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya mana harus didahulukan. Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
49
Embed
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gadai Konvensional …thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00118 AK Bab 2.pdf · dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Gadai Konvensional
II.1.1 Pengertian Gadai Secara Umum
Beberapa pendapat mengenai definisi gadai dan pegadaian:
1. Menurut Kasmir (2010:262), secara umum pengertian usaha gadai adalah:
Kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang akan dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai.
2. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150, gadai adalah:
Suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya mana harus didahulukan.
Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia
yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga
keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat
atas dasar hukum gadai.
10
Menurut Kasmir (2010:262) bahwa usaha gadai memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Terdapat barang-barang berharga yang akan digadaikan. 2. Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan. 3. Barang yang digadaikan dapat ditebus kembali.
II.1.2 Landasan Hukum Gadai Konvensional
1. Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 pasal 6 dijelaskan bahwa sifat usaha
pegadaian adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan
sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan
perusahaan.
2. Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 pasal 7 dijabarkan:
a. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan
menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai
dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktek riba dan
pinjaman tidak wajar.
II.1.3 Keuntungan Usaha Gadai
Menurut Kasmir (2010:263) tujuan utama usaha pegadaian adalah:
Untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan pelepas uang atau tukang ijon atau rentenir yang bunganya relatif tinggi. Perusahaan Pegadaian menyediakan pinjaman uang dengan jaminan barang-barang berharga. Meminjam uang ke Perum Pegadaian bukan saja karena prosedurnya yang mudah dan cepat, tetapi karena biaya yang dibebankan lebih ringan jika dibandingkan dengan para pelepas
11
uang atau tukan ijon. Hal ini dilakukan sesuai dengan salah satu tujuan dari Perum Pegadaian dalam pemberian pinjaman kepada masyarakat dengan moto “menyelesaikan masalah tanpa masalah”.
Jika seorang membutuhkan dana sebenarnya dapat diajukan ke
berbagai sumber dana, seperti meminjam uang ke bank atau lembaga
keuangan lainnya. Akan tetapi, kendala utamanya adalah prosedurnya yang
rumit dan memakan waktu yang relatif lebih lama. Kemudian di samping itu,
persyaratan yang lebih sulit untuk dipenuhi seperti dokumen yang harus
lengkap, membuat masyarakat mengalami kesulitan untuk memenuhinya.
Begitu pula dengan jaminan yang diberikan harus barang-barang tertentu,
karena tidak semua barang dapat dijadikan jaminan di bank.
Namun, di perusahaan pegadaian begitu mudah dilakukan, masyarakat
cukup datang ke kantor pegadaian terdekat dengan membawa jaminan barang
tertentu, maka uang pinjamanpun dalam waktu singkat dapat terpenuhi.
Keuntungan lain di pegadaian adalah pihak pegadaian tidak
mempermasalahkan untuk apa uang tersebut digunakan dan hal ini tentu
bertolak belakang dengan pihak perbankan yang harus dibuat serinci mungkin
tentang penggunaan uangnya. Begitu juga dengan sangsi yang diberikan
relatif ringan, apabila tidak dapat melunasi dalam waktu tertentu. Sangsi yang
paling berat adalah jaminan yang disimpan akan dilelang untuk menutupi
kekurangan pinjaman yang telah diberikan.
Jadi keuntungan perusahaan pegadaian jika dibandingkan dengan
lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan lainnya adalah:
12
1. Waktu yang relatif singkat untuk memperoleh uang, yaitu pada hari itu
juga, hal ini disebabkan prosedurnya yang tidak berbelit-belit.
2. Persyaratan yang sangat sederhana sehingga memudahkan konsumen
untuk memenuhinya.
3. Pihak pegadaian tidak mempermasalahkan uang tersebut digunakan
untuk apa, jadi sesuai dengan kehendak nasabahnya.
II.1.4 Besarnya Jumlah Pinjaman
Menurut Kasmir (2010:265) besarnya jumlah pinjaman tergantung dari:
Nilai jaminan (barang-barang berharga) yang diberikan. Semakin besar nilainya, semakin besar pula pinjaman yang dapat diperoleh oleh nasabah demikian pula sebaliknya. Namun, biasanya pegadaian hanya melayani sampai jumlah tertentu dan biasanya yang menggunakan jasa pegadaian adalah masyarakat menengah ke bawah.
Kepada nasabah yang memperoleh pinjaman akan dikenakan sewa
modal (bunga pinjaman) per bulan yang besarnya tergantung dari golongan
nasabah. Golongan nasabah ditentukan oleh pegadaian berdasarkan jumlah
pinjaman, yaitu A, B, C dan D. Sedangkan besarnya sewa modal berubah
sesuai dengan bunga pasar.
Dalam menentukan besarnya jumlah pinjaman, maka barang-barang
jaminan perlu ditaksir lebih dulu. Untuk menaksir nilai jaminan yang
dijaminkan pihak pegadaian memiliki ahli-ahli taksir, misalnya jika yang
dijaminkan adalah sebuah televisi merek “x” keluaran tahun “z”, maka si ahli
taksir dengan cepat menaksir berapa nilai riil televisi tersebut. Yang jelas
13
nilai taksiran pasti lebih rendah dari nilai pasar, hal ini dimaksudkan jika
terjadi kemacetan terhadap pembayaran pinjaman, maka dengan mudah pihak
pegadaian melelang jaminan yang diberikan nasabah di bawah harga pasar.
Di samping itu, pihak pegadaian juga mempunyai timbangan serta alat ukur
tertentu, misalnya untuk mengukur karat emas dan gram emas. Tujuan akhir
dari penilaian ini adalah untuk menentukan besarnya jumlah pinjaman yang
dapat diberikan.
II.1.5 Sumber Dana Usaha Gadai
Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1332) Perum Pegadaian
sebagai lembaga keuangan tidak diperkenankan untuk menghimpun dana
secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (giro, deposito, dan
tabungan). Sumber dana Perum Pegadaian antara lain:
1. Modal sendiri
2. Penyertaan modal pemerintah
3. Pinjaman jangka pendek dari perbankan
4. Pinjaman jangka panjang yang berasal dari KLBI
5. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi
6. Pinjaman jangka panjang yang berasal dari KLBI
7. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi
14
II.2 Gadai Syariah
II.2.1 Pengertian Gadai Syariah
Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1339): “Gadai dilihat dari sisi
fiqih disebut “Ar-Rahn” yaitu suatu akad (perjanjian) pinjam meminjam
dengan menyerahkan barang milik sebagai tanggungan utang”.
II.2.2 Landasan Hukum Gadai Syariah
Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1340) landasan hukum gadai
syariah yaitu:
1. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2) : 283
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang.
2. HR. Bukhari dan Muslim
Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan seorang Yahudi dan nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.
3. HR. Asy-Syafi’i, Al-Daraquthni dan Ibnu Majah
Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya.
4. HR. Jama’ah, kecuali Muslim dan An-Nasa’i
Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan.
15
5. HR Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’i-Bukhari
Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya.
6. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.25/DSN-MUI/III/2002, tanggal 26 Juni
2002 menyatakan, bahwa jaminan hutang dalam bentuk Rahn dibolehkan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ketentuan umum:
1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan
Marhun (barang) sampai semua hutang Rahin (yang
menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada
prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin
kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun
dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan
perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan. Marhun pada dasarnya
menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh
Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan
tetap menjadi kewajiban Rahin.
4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan Marhun tidak
boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan Marhun
16
a. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan
Rahin untuk segera melunasi hutangnya.
b. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka
Marhun dijual paksa / dieksekusi.
c. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi
hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum
dibayar serta biaya penjualan.
d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.
b. Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah
dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
7. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.26/DSN-MUI/III/2002,
tanggal 28 Maret 2002 tentang Rahn Emas, maka keputusan DSN adalah
sebagai berikut:
a. Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn (lihat Fatwa
DSN No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn)
b. Ongkos dan biaya penyimpanan barang gadai (marhun)
ditanggung oleh penggadai (rahin)
17
c. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada
pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan
d. Biaya penyimpanan barang gadai dilakukan berdasarkan akad
ijarah
1. Rukun a. Orang yang berakad
1) Yang berhutang (Rahin)
2) Yang berpiutang/pemilik modal (Murtahin)
b. Sighat (Ijab Qabul)
c. Harta yang di rahn-kan (Marhun)
d. Pinjaman (Marhun Bih)
2. Syarat
a. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil, seperti
Murtahin (Pemilik Modal) mensyaratkan barang jaminan
dapat dimanfaatkan tanpa batas.
b. Marhun Bih (Pinjaman)
1) Merupakan hak yang wajib dikembailkan kepada
Murtahin
2) Pinjaman itu bisa dilunasi dengan barang yang di
rahn-kan tersebut
3) Pinjaman itu jelas dan tertentu
a. Marhun (barang/harta yang di rahn-kan)
4) Bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman
5) Memiliki nilai
6) Jelas ukuran, jumlah dan sifatnya tertentu
18
7) Milik sah dan penuh dari rahin
8) Tidak berkait dengan hak orang lain
9) Bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya
(dipegang/dikuasai secara hukum)
a. Jumlah maksimum dana Rahn dan nilai likuidasi
barang yang di rahn-kan, serta jangka waktu rahn
ditetapkan dalam prosedur
b. Rahin setiap bulan dibebani jasa manajemen atas
barang berupa:
1) Biaya asuransi
2) Biaya penyimpanan
3) Biaya keamanan
4) Biaya pengelolaan atau administrasi
II.2.3 Rukun dan Syarat Gadai
Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1342) rukun dan syarat gadai
adalah sebagai berikut:
1. Rukun
a. Orang yang ber-akad
1) Yang berhutang (Rahin) 2) Yang berpiutang / pemilik modal (Murtahin)
b. Sighat (Ijab Qabul)
c. Harta yang di rahn-kan (Marhun)
d. Pinjaman (Marhun Bih)
19
2. Syarat
a. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil, seperti Murtahin (Pemilik
Modal) mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa
batas.
b. Marhun Bin (Pinjaman)
1) Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada Murtahin.
2) Pinjaman itu bisa dilunasi dengan barang yang di rahn-kan
tersebut.
3) Pinjaman itu jelas dan tertentu.
c. Marhun (barang/harta yang di rahn-kan):
1) Bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman
2) Memiliki nilai
3) Jelas ukuran, jumlah, dan sifatnya tertentu
4) Milik sah dan penuh dari rahin
5) Tidak berkait dengan hak orang lain
6) Bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya
(dipegang/dikuasai secara hukum)
d. Jumlah maksimum dana Rahn dan nilan likuidasi barang yang di
rahn-kan, serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
e. Rahin setiap bulan dibebani jasa manajemen atas barang, berupa: