BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Kafe Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (1991, p429), kafe adalah tempat minum kopi yang pengunjungnya dihibur dengan musik. Kafe diterjemahkan dari bahasa Perancis, yaitu café. Arti harafiahnya adalah (minuman) kopi, tetapi kemudian menjadi tempat dimana seseorang bisa meminum kopi maupun minuman lainnya. (http://id.wikipedia.org/wiki/kafe) 2.2 Pengertian Brand Kata brand (merek) berasal dari kata bahasa Jerman dari abad ke-14, yakni brandr, yang berarti membakar; seperti menandai hewan ternak sebagai bukti kepemilikan. (Keller, K. L., 2003, p3) Menurut buku Marketing Management Eleventh Edition (Kotler, 2003, p418), The American Marketing Association (AMA) mendefinisikan brand sebagai nama, ekspresi, tanda, simbol, atau disain, atau kombinasi dari semuanya, yang digunakan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari satu atau sekelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari para pesaingnya. Merek adalah sebuah simbol yang kompleks yang mengandung enam arti, yaitu: (Kotler, 2003, pp 418-419) 1. Atribut (Attributes) Sebuah merek dapat memberikan gambaran kepada konsumen mengenai atribut yang terdapat di dalam merek itu sendiri. Contoh: berkualitas, elegan, tahan lama. 2. Manfaat (Benefit) Atribut dari sebuah merek tersebut harus dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik dari sisi fungsi maupun emosi. Contoh: atribut berkualitas dapat diasumsikan dengan arti bahwa produk tersebut menggunakan bahan-bahan yang bermutu tinggi dibandingkan dengan produk pesaingnya.
32
Embed
BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/bab2_06-46.pdf2.1 Definisi Kafe Menurut Kamus Besar ... dengan arti bahwa produk tersebut menggunakan bahan-bahan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Kafe
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (1991, p429), kafe adalah
tempat minum kopi yang pengunjungnya dihibur dengan musik.
Kafe diterjemahkan dari bahasa Perancis, yaitu café. Arti harafiahnya adalah
(minuman) kopi, tetapi kemudian menjadi tempat dimana seseorang bisa meminum kopi
maupun minuman lainnya. (http://id.wikipedia.org/wiki/kafe)
2.2 Pengertian Brand
Kata brand (merek) berasal dari kata bahasa Jerman dari abad ke-14, yakni
brandr, yang berarti membakar; seperti menandai hewan ternak sebagai bukti
kepemilikan. (Keller, K. L., 2003, p3)
Menurut buku Marketing Management Eleventh Edition (Kotler, 2003, p418), The
American Marketing Association (AMA) mendefinisikan brand sebagai nama, ekspresi,
tanda, simbol, atau disain, atau kombinasi dari semuanya, yang digunakan untuk
mengidentifikasi barang atau jasa dari satu atau sekelompok penjual dan untuk
membedakan mereka dari para pesaingnya.
Merek adalah sebuah simbol yang kompleks yang mengandung enam arti, yaitu:
(Kotler, 2003, pp 418-419)
1. Atribut (Attributes)
Sebuah merek dapat memberikan gambaran kepada konsumen mengenai atribut yang
terdapat di dalam merek itu sendiri. Contoh: berkualitas, elegan, tahan lama.
2. Manfaat (Benefit)
Atribut dari sebuah merek tersebut harus dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat
baik dari sisi fungsi maupun emosi. Contoh: atribut berkualitas dapat diasumsikan
dengan arti bahwa produk tersebut menggunakan bahan-bahan yang bermutu tinggi
dibandingkan dengan produk pesaingnya.
3. Nilai (Value)
Sebuah merek dapat turut serta memberikan nilai lebih bagi produsennya. Contoh:
mobil bermerek Mercedes selalu identik dengan mobil yang berperforma tinggi,
aman, dan prestisius.
4. Budaya (Culture)
Sebuah merek dapat turut mencerminkan budaya tertentu. Contoh: mobil Mercedes
mewakili kebudayaan negara Jerman, seperti terorganisir, efisien, dan berkualitas
tinggi.
5. Personal (Personality)
Sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian dari individu pemakainya. Contoh:
mobil Mercedes dapat menggambarkan pemiliknya sebagai “no-nonsense boss”.
6. Pemakai (User)
Sebuah merek dapat memberikan sekilas gambaran tentang jenis konsumen yang
membeli ataupun menggunakan produk tersebut. Contoh: mobil Mercedes sesuai
untuk jenis konsumen yang sudah matang/mapan, baik dari segi usia maupun
pekerjaan, misalnya top eksekutif yang berusia 55 tahun bukan sekretaris yang
berusia 20 tahun.
Perusahaan perlu melakukan riset atau penelitian untuk mengetahui posisi merek
dari produk mereka di dalam benak konsumennya. Menurut Keller (2003, p4), sebuah
brand merupakan produk yang memberikan dimensi lain yang membedakan dirinya
dengan produk lain dalam memenuhi kebutuhan yang sama.
Ada tiga pendekatan riset yang sering digunakan untuk mendapatkan pengertian
merek, yaitu: (Kotler, 2003, p419)
1. Asosiasi kata (Word Associations)
Dapat ditanyakan kepada konsumen, apa yang terlintas dalam benaknya pertama
kali mendengar sebuah nama / merek.
2. Perlambangan dari sebuah merek (Personifying the Brand)
Dapat ditanyakan kepada konsumen untuk menjelaskan manusia, hewan atau
benda seperti apa yang terlintas ketika sebuah merek disebutkan.
3. Melangkah lebih tinggi untuk mencari intisari dari merek tersebut (Laddering up
to find the brand essence)
Intisari dari sebuah merek berhubungan dengan kedalaman, tujuan yang lebih
abstrak dari konsumen yang mengharapkan kepuasan dari merek tersebut. Mereka
akan membantu para pemasar untuk mengetahui motivasi dari konsumen ketika
memilih merek tersebut.
David Aaker membedakan lima tingkatan sikap setia konsumen terhadap sebuah
merek dari yang paling rendah hingga paling tinggi, antara lain: (Kotler, 2003, p422)
1. Konsumen akan mengganti merek yang telah dipakai, biasanya karena alasan
harga. Tidak ada kesetiaan terhadap merek tersebut.
2. Konsumen puas dan tidak mempunyai alasan untuk mengganti merek lain.
3. Konsumen puas dan akan mengeluarkan biaya dengan mengganti merek lain.
4. Konsumen menghargai merek tersebut dan melihatnya sebagai teman.
5. Konsumen memutuskan untuk tetap setia terhadap merek tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa konsumen memilih dan menggunakan sebuah
produk atau jasa dari merek tertentu, yaitu : (Buchholz, A. and Wördermann, 2000, pp 9-
12)
1. Benefits and Promises
Konsumen memilih atau menggunakan merek karena merek tersebut menawarkan
beberapa keuntungan.
2. Norms and values
Norma dan nilai akan mempengaruhi konsumen dalam menggunakan suatu
produk. Suatu nilai juga akan mempengaruhi kesetiaan konsumen dalam
menggunakan sebuah merek. Konsumen memilih atau menggunakan merek
karena sesuai dengan norma dan nilai yang mereka anut serta dapat menimbulkan
kepuasan serta kebanggaan tersendiri apabila mereka menggunakan suatu produk
atau jasa tertentu.
3. Perception and Programs
Sebuah persepsi akan sangat berpengaruh terhadap apa yang ada di pikiran
konsumen. Apabila suatu produk terlalu rumit dan abstrak, maka akan sulit sekali
bagi konsumen untuk memilih dan menggunakan produk atau jasa tertentu.
4. Identify and Self-expression
Konsumen memilih dan menggunakan sebuah merek karena dapat
mengekspresikan karakter, kepribadian, dan identitas mereka.
5. Emotion and Love
Konsumen memilih dan menggunakan sebuah merek karena mereka suka (cinta)
akan produk dan jasa yang ditawarkan.
1.3 Brand Equity
Menurut Keller, K. L. (2003, p67), customer-based brand equity terjadi ketika
konsumen memiliki tingkat awareness dan familiarity yang tinggi pada suatu brand dan
memiliki brand associations yang kuat, disukai, dan unik di ingatan mereka. Ada dua
elemen yang terkandung dalam brand equity, yakni brand awareness dan brand image /
brand associations.
2.3.1 Brand Awareness
Brand awareness terdiri dari brand recognition dan brand recall performance.
Brand recognition terkait pada kemampuan konsumen dalam menanggapi suatu brand
ketika diberikan petunjuk. Sedangkan brand recall berkaitan dengan kemampuan
konsumen untuk mengingat kembali suatu brand ketika diberikan petunjuk berupa
kategori produk, kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh suatu kategori produk, atau situasi
pembelian atau pemakaian. (Keller, K. L., 2003, p67)
Informasi mengenai tingkatan brand awareness dapat diperoleh dengan
menggunakan kuesioner. Tingkatan dari piramida kesadaran merek dapat dijelaskan
sebagai berikut, yaitu:
1. Puncak pikiran (Top of mind)
Top of mind adalah merek yang pertama kali diingat oleh konsumen atau pertama
kali disebut ketika konsumen ditanya tentang suatu produk tertentu. Top of mind
menggunakan single respond questions yang artinya konsumen hanya boleh
memberikan satu jawaban untuk pertanyaan ini.
2. Pengingatan kembali terhadap merek (Brand recall)
Yang dimaksud dengan brand recall adalah pengingatan kembali merek yang
dicerminkan dengan merek lain yang diingat oleh konsumen setelah konsumen
menyebutkan merek yang pertama. Brand recall menggunakan multi respond
questions yang artinya konsumen memberikan jawaban tanpa dibantu.
3. Pengenalan merek (Brand recognition)
Yang dimaksud dengan brand recognition adalah pengenalan merek dimana
tingkat kesadaran konsumen terhadap suatu merek diukur dengan diberikan
bantuan dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk tersebut. Pertanyaan diajukan
untuk mengetahui berapa banyak konsumen yang perlu diingatkan tentang
keberadaan merek tersebut.
4. Tidak menyadari merek (Unaware of brand)
Yang dimaksud dengan unaware of brand adalah tingkat paling rendah dalam
piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu
merek.
Karena konsumen setiap harinya terus-menerus dihadapkan pada pesan
pemasaran (marketing messages) dari berbagai macam produk dan jasa, maka tantangan
agar suatu merek/brand terus dikenal harus dilakukan secara sungguh-sungguh. Dua
faktor yang harus dilakukan suatu perusahaan dalam menghadapi tantangan ini adalah
dengan cara: (Aaker, D. A., 1996, pp 16-17)
1. Mengeluarkan dan memberikan semua sumber daya yang dimiliki suatu
perusahaan agar dapat menciptakan suatu tingkat kesadaran, misalnya basis
penjualan secara luas. Ini adalah sesuatu hal yang mahal dan jarang terjadi apabila
mendukung suatu merek dengan unit penjualan yang sangat kecil.
2. Untuk beberapa waktu yang akan datang, suatu perusahaan akan lebih
berpengalaman dan menggunakan beberapa media channel seperti ; event
promotion, sponsorship, publisitas, sampling, serta beberapa pendekatan lainnya,
yang merupakan cara yang paling sukses dilakukan untuk membangun sebuah
kesadaran merek.
2.3.2 Brand Image
Menurut Keller, K. L. (2003, p70), sebuah brand image yang positif dibuat oleh
program pemasaran yang menghubungkan suatu asosiasi brand yang kuat, disukai dan
unik di dalam benak konsumen. Definisi dari customer-based brand equity tidak
membedakan antara sumber dari brand associaton dan cara / pola mereka terbentuk;
semuanya penting dalam menciptakan kekuatan, kebaikan dan keunikan dari brand
association tersebut. Aktivis pemasaran harus mengenali pengaruh dari sumber-sumber
informasi lain dengan mengatur sebaik mungkin dan mempertimbangkannya dalam
merancang strategi komunikasi mereka.
Program komunikasi pemasaran mencoba untuk menciptakan brand associations
yang kuat dan mengawasi efek komunikasi melalui beberapa alat yang digunakan, seperti
menggunakan komunikasi-komunikasi kreatif yang menyebabkan konsumen memperoleh
informasi tentang brand yang terperinci dan mengkaitkannya secara benar pada
pengetahuan yang ada, mengkomunikasikan konsumen secara berulang-ulang, dan
meyakinkan bahwa banyak petunjuk sebagai pengingat. (Keller, K. L., 2003, p71)
Faktor kebaikan / favorability konsumen terhadap suatu brand association juga
perlu dikelola. Tingkat keinginan dari konsumen tergantung pada: (Keller, K. L., 2003,
p72)
1. Seberapa relevan brand association bagi konsumen
2. Seberapa bedanya brand association tersebut dari pesaingnya.
3. Seberapa dapat dipercayainya brand association tersebut.
Inti dari brand positioning adalah bahwa suatu brand memiliki keunggulan
bersaing yang dapat dipertahankan atau “unique selling proposition” yang memberikan
konsumen sebuah alasan yang menarik untuk membelinya.
Brand loyalty (kesetiaan terhadap sebuah merek) adalah termasuk dalam
konseptualisasi dari brand equity (kewajaran merek). Ada dua alasan mengapa brand
loyalty termasuk dalam konsep brand equity yaitu: pertama, nilai merek (brand value)
sebuah perusahaan dibentuk dari kesetiaan para konsumennya. Kedua, kesetiaan (loyalty)
merupakan aset yang mendorong sebuah loyalty-building programs (program pembangun
kesetiaan) yang membantu menciptakan serta memperkuat brand equity.(Aaker, D.A.,
1996, pp 21-22)
Pada kenyataannya, sebuah brand / merek tanpa adanya kesetiaan dari para
konsumennya adalah sangat mudah dihancurkan dan akhirnya merek tersebut hilang
dengan sendirinya. Fokus pada segmentasi kesetiaan (loyalty segmentation) akan
menciptakan suatu strategi dan taktik tersendiri untuk membangun sebuah merek yang
kuat. Suatu pasar biasanya dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok yaitu : non
customer, price switchers (sensitif terhadap harga), passively loyal ( seseorang yang
membeli karena sebuah kebiasaan dan bukan karena suatu alasan), fence sitters (
seseorang yang biasa menggunakan dua merek atau lebih) serta the commited ( seseorang
yang terikat pada sebuah merek saja).
Tantangan dengan adanya beberapa kelompok konsumen tersebut adalah untuk
meningkatkan jumlah konsumen yang tidak sensitif terhadap harga dan konsumen yang
terikat pada satu merek saja, serta konsumen yang bersedia membayar lebih untuk
menggunakan sebuah merek atau service.
2.4 Strategic Brand Management Process
Secara mendasar, konsep brand equity menekankan pada pentingnya peranan dari
merek pada strategi pemasaran. Strategic brand management process melibatkan
perancangan dan pelaksanaan dari program-program dan aktivitas-aktivitas pemasaran
untuk membangun, mengukur, dan mengatur brand equity. Langkah-langkah dari
strategic brand management adalah: (Keller, K. L., 2003, p44)
1. mengidentifikasi dan menetapkan positioning dari merek dan nilai-nilai
2. merencanakan dan melaksanakan program pemasaran merek
3. mengukur dan menerjemahkan kinerja dari merek
4. menumbuhkan dan mempertahankan brand equity
2.5 Tantangan dan Peluang dari Brand Management
Menurut Keller, K. L. (2003, pp 40-41), salah satu tantangan dan peluang dari
merek adalah persaingan yang semakin ketat. Persaingan yang ketat di pasar telah
memaksa pemasar untuk menggunakan insentif keuangan atau diskon untuk menarik
pelanggan. Kedua sisi permintaan dan penawaran telah membuat intensitas persaingan
semakin tinggi. Dari sisi permintaan, kurva konsumsi dari banyak produk dan jasa mulai
mendatar dan masuk ke tahap maturity, atau bahkan tahap declining, dari siklus hidup
produk. Hal ini membuat pertumbuhan penjualan dari merek hanya bisa dicapai dengan
merebut market pesaing.
Dari sisi penawaran, kompetitor baru telah bermunculan oleh karena faktor-faktor
berikut ini:
- Brand extension: banyak pesaing yang menggunakan brand yang ada
untuk kategori produk baru yang diluncurkan.
- Deregulasi: beberapa perusahaan telah dideregulasi sehingga membuat
persaingan semakin ketat.
- Globalisasi: globalisasi membuka pasar baru dan sumber pendapatan
yang potensial. Hal ini juga membuat banyak pesaing yang ikut bersaing
di pasar yang ada.
- Pesaing-pesaing dengan harga yang rendah: penetrasi pasar dengan
generic, private labels, atau harga yang lebih rendah dengan produk yang
serupa telah membuat persaingan semakin ketat.
Empat langkah dalam membangun suatu brand adalah: (Keller, K. L., 2003, p75)
1. Pastikan identifikasi brand kepada konsumen dan asosiasi dari brand tersebut di
dalam ingatan konsumen dengan kelas produk atau kebutuhan konsumen.
2. Tetapkan secara kuat totalitas dari pengertian dari brand di ingatan konsumen dengan
menghubungkannya secara strategis terhadap asosiasi brand yang berwujud atau tidak
berwujud.
3. Usahakan respon konsumen yang benar terhadap identifikasi brand dan pengertian
dari brand tersebut.
4. Ubahlah respon terhadap suatu brand untuk menciptakan hubungan yang kuat dan
loyal antara konsumen dengan brand tersebut.
2.6 Komunikasi Pemasaran
Komunikasi pemasaran (marketing communications) adalah alat perusahaan
dalam menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung
maupun tidak langsung akan brand yang mereka jual. (Keller, K. L., 2003, p283)
Pilihan-pilihan dalam komunikasi pemasaran adalah:
• Media advertising: televisi, radio, koran, majalah.
• Direct response advertising: surat, telepon, media penyiaran, media cetak.
• Online advertising: website, iklan interaktif.
• Place advertising: billboards dan poster, bioskop, airport, dan lounge, penempatan
• Trade promotions: trade deals and buying allowances, point-of-purchase display
allowances, push money, contest and dealer incentives, program pelatihan, pameran
perdagangan, iklan kooperatif.
• Consumer promotions: pemberian contoh, kupon, premiums, refund and rebates,
kontes / lomba, paket bonus.
• Event marketing and sponsorship: acara olahraga, kesenian, hiburan, pameran dan
festival.
• Publisitas dan public relations
• Penjualan personal
2.7 Word-of-Mouth
Seperti yang kita ketahui, alat pemasaran dan promosi yang paling murah dan
penting adalah word-of-mouth. Hal ini juga didukung oleh Silverman, G.: ”Getting
people to talk often, favorably, to the right people in the right way about your product is
far and away the most important thing that you can do as a marketer.” (Silverman, G.,
2001, p6).
Peranan word-of-mouth adalah sebagai jembatan yang menghubungkan dan
mentransformasikan komunikasi pemasaran suatu perusahaan menjadi tindakan
konsumen. Secara jelas dapat kita lihat pada gambar 5.1 di bawah ini: (Silverman, G.,
2001, p120)
Marketing Communications
Sales materials
Sales calls Advertising Direct mail,
etc.
Prospek produk didengar
Action
Percobaan Pembelian
Rekomendasi Preskripsi Spesifikasi
Word-of-Mouth
Experts/prospects/ konsumen
membicarakan produk tersebut
Gambar 2.1 Peranan word-of-mouth
Menurut Silverman, G. (2001, pp21-22), relevansi word-of-mouth ini adalah
sebagai berikut:
1. Cara terbaik dalam meningkatkan laba adalah dengan mempercepat keputusan
penggunaan produk yang disukai,
2. Cara terbaik untuk mempercepat pengambilan keputusan tersebut adalah dengan
membuat proses tersebut lebih mudah,
3. Cara terbaik untuk mempermudah proses tersebut adalah dengan menggunakan word-
of-mouth, daripada bentuk-bentuk iklan, salesman, atau pemasaran tradisional lain
yang membingungkan dan rendah kredibilitas informasinya.
2.7.1 SembilanTingkat Intensitas Word-of-Mouth
Ada sembilan tingkat intensitas dari word-of-mouth ini, yakni: (Silverman, G.,
2001, pp 39-45
1. Minus 4; pada kondisi ini orang-orang membicarakan suatu produk dan komplain
terhadap produk tersebut. Hal ini sudah menjadi skandal publik dan orang-orang
berusaha untuk mencegah niat orang lain dalam menggunakannya. Usaha untuk
mengatasinya adalah dengan penarikan produk kembali secara cepat dan responsif.
2. Minus 3; konsumen maupun bekas konsumen berusaha untuk meyakinkan orang lain
untuk tidak menggunakan produk tersebut, tetapi tidak menjadi sebuah skandal.
3. Minus 2; konsumen marah ketika ditanya, namun mereka tidak menjelek-jelekkan
produk tersebut.
4. Minus 1; pada tingkat ini, konsumen tidak secara aktif komplain terhadap produk
tersebut, namun ketika ditanyakan, mereka memberikan respon yang negatif.
5. Tingkat 0; konsumen menggunakan produk tersebut, namun jarang ditanyai tentang
produk tersebut. Mereka tidak bersedia untuk memberikan komentar terhadap produk
tersebut.
6. Plus 1; konsumen mengatakan hal yang baik ketika ditanyakan tentang produk
tersebut. Pada situasi ini, pemasaran konvensional dapat merangsang word-of-mouth
yang besar yang dapat mendorong orang-orang untuk masuk ke tingkat plus 2.
7. Plus 2; konsumen senang ketika ditanyakan tentang produk tersebut. Mereka terus
menerus mengatakan seberapa baiknya produk itu. Yang perlu dilakukan disini adalah
dengan menyediakan saluran dan materi kepada konsumen agar bisa menyambut
produk dengan hangat.
8. Plus 3; konsumen berusaha menyakinkan orang lain untuk menggunakan produk yang
mereka anggap baik. Usaha yang dapat dilakukan dengan mendorongnya dan
memfasilitasi proses dan saluran, dan membangun sebuah komunitas.
9. Plus 4; produk tersebut menjadi bahan perbincangan yang hangat secara terus-
menerus, dan mendapat tingkat publisitas yang berarti. Yang perlu dilakukan disini
adalah dengan mengatur harapan konsumen.
2.7.2 Decision Acceleration System
Ketika konsumen memiliki informasi yang memudahkan pengambilan
keputusannya, maka mereka akan melakukannya dengan cepat. Agar mempermudah dan
mempercepat pengambilan keputusan, pemasaran perlu dirubah menjadi suatu decision
acceleration system, yang membuat: (Silverman, G., 2001, p17)
• keuntungan, klaim, dan janji-janji dari produk semakin meyakinkan dan pasti
• informasi produk menjadi jelas, seimbang, dan dapat dipercaya
• perbandingan produk menjadi jelas dan signifikan
• percobaan produk menjadi mudah
• evaluasi produk menjadi jelas dan sederhana
• garansi produk yang baik
• testimonial dan bentuk pemasaran word-of-mouth lain menjadi relevan dan dapat
dipercaya
• penyampaian, pelatihan, dan dukungan produk menjadi superior.
2.7.3 Pemanfaatan Word-of-Mouth
Enam langkah proses pemanfaatan word-of-mouth adalah sebagai berikut:
(Silverman, G., 2001, pp 53-54)
1. Ketahui alasan seseorang harus membeli produk tersebut, berikan nilai dan prioritas.
2. Identifikasi tipe dominasi yang diadopsi dan perlu dikejar, seperti innovators, early
adopters, middle majority, late adopters, laggards.
3. Identifikasikan tahap pengambilan keputusan yang penting dalam mengadopsi produk
tersebut.
4. Gabungkan tahap 2 dan 3 di atas dengan menggunakan Decision Matrix™ untuk
mengidentifikasi isi dari word-of-mouth yang diperlukan dalam mempercepat
langkah-langkah pemecahan masalah.
Tabel 2.1 The Decision Matrix ™ (Silverman, G., 2001, pp 80-81) The Decision Matrix™
Pemilihan Pertimbangan Informasi Percobaan Pelaksanaan Penyebaran
Komitmen Innovator (ingin menjadi luar biasa) berani
Ingin mengetahui “seberapa jauh” produk tersebut Produk sangat baru dan tidak biasa, tidak ada orang yang pernah mendengarnya. Bekerja pada prinsip yang baru. Banyak orang bahkan tidak mengertinya.
Sedikit informasi yang diperoleh. Harus menyelidiki produk pertama kali. Sangat baru sehingga tidak ada pembandingnya. Berada pada kelas yang berbeda
Ingin menjadi yang pertama dalam mencobanya. Sangat baru sehingga tidak ada orang yang pernah mencobanya. Menjadi pengguna yang pertama kali
Ingin menjadi pencetus yang akan memimpin jalan bagi orang lain. Ketika telah mencoba dan berhasil, bantulah orang lain dalam mempelajarinya
Ingin mendorong pengembangan sampai batasnya. Mencoba penggunaan terliar yang mungkin dari produk tersebut.
Early adopter (diarahkan oleh kesempurnaan) Menghormati
Menyadari kemungkinan-kemungkinan yang ada daripada aktualitas. Pikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Jika
Tidak banyak mencari informasi yang sulit dicari untuk memperoleh visi Membuat visi sendiri dari penggunaan
Tidak perduli jika produk belum dicoba dalam segala situasi, yang penting kemungkinan dapat bekerja Produk ini tidak selalu
Ingin menjadi pencetus. Tahu akan ada masalah, rasa ingin tahu, dan bagaimana hal tersebut dapat ditangani Bagaimana jalan keluar
Menginginkan keuntungan besar dari menjadi yang pertama. Kemungkinan-kemungkinan tambahan yang dapat memberikan
produk bekerja sesuai situasi, maka dapat memberikan keunggulan bersaing.
produk. Produk lain lebih umum daripada produk tersebut
bekerja selamanya. Tapi dapat mengejutkan ketika bekerja
dari sebagian besar hal tersebut dan meminimalkan masalah
keunggulan bersaing
Middle majority (ingin menjadi kompeten) Tidak tergesa-gesa
Menyadari kegunaan-kegunaan Produk telah dicoba dan benar-benar bekerja pada situasi yang konsumen
Menginginkan pembanding akan bagaimana produk dapat bekerja pada situasi yang serupa Informasi kegunaan bagaimana kinerja produk di dunia nyata
Ingin memastikan produk dapat bekerja tanpa banyak investasi waktu dan masalah. Cacat produk telah diatasi dan dapat diketahui / diramalkan.
Ingin mengetahui bahwa ada jalan keluar yang lebih mudah, jika produk tidak berjalan sebagaimana mestinya Pelatihan, dukungan, dan garansi yang tepat dan dapat dipercaya
Ke-ingintahuan akan penggunaan menjadi standar Cepat menjadi standar dari industri
Late majority (ingin mengurangi resiko) Ragu-ragu
Menjajikan tawaran yang menarik pada produk yang telah diuji Produk menjadi komoditas yang diakui, dan produk tersebut dapat memberikan harga, penyampaian, layanan, pelatihan yang lebih baik, dan sebagainya
Ingin mencari tahu dan memperoleh produk yang terbukti dengan transaksi terbaik Produk terbaik ketika diperiksa dari segi harga layanan, dan lain-lain
Tidak mengejar kesempurnaan produk, tapi lebih fokus kepada system dukungan Cari tahu seberapa menariknya transaksi tersebut, dan setiap orang lain dapat membetulkan masalah yang ada
Ingin memenuhi dukungan pada penggunaan penuh produk Dukungan secara pasti dan tepat
Ingin menggunakan apa yang orang lain gunakan, pada cara mereka menggunakan nya Semua orang menggunakan nya untuk semua hal
Laggard (ingin merasa aman sepenuhnya) Tradisional
Ingin memastikan kembali bahwa produk aman Jika tidak digunakan akan membawa masalah
Ingin mencari cacat, masalah, hal-hal negative, dan lain. Jika tidak ditemukan, akan terus dicari Ada sejumlah resiko dan cara untuk mengatasinya
Secara umum tidak ada yang baru. Membutuhkan pemastian kembali bahwa produk menjadi standar Cobalah, semua orang memiliki dan menyukainya
Melaksanakan hanya jika perlu Adopsi produk ini, atau mendapat masalah
Ingin memastikan kembali bahwa penggunaan nya standar Cara umum yang digunakan semua orang
5. Identifikasi, desain, dan ciptakan sumber-sumber dan mekanisme penyampaian dari
word-of-mouth yang bersifat paling persuasive dan memotivasi.
6. Ciptakan dan laksanakan kampanye word-of-mouth.
Disamping langkah-langkah di atas, maka perlu dilakukan pula word-of-mouth
secara internal, yakni dari karyawan-karyawan yang bekerja di perusahaan. Caranya
dengan:
• Mintalah kepada karyawan untuk menyebarkan informasi mengenai berita-berita
perusahaan yang penting dan pengembangan produk.
• Cari setiap contoh dari apa yang ingin dipromosikan, seperti pelayanan konsumen
yang superior dan sebarkan cerita ini.
• Berikan kepada mereka misi yang umum dan buatlah imbalan mereka yang
tergantung pada pencapaian misi tersebut.
• Beri perhatian bagi internal word-of-mouth lebih dari segalanya. Buatlah penelitian
dan jadikan sebagai prioritas.
Agar kampanye word-of-mouth ini berhasil, maka diperlukan: (Silverman, G.,
2001, pp 131-132)
Produk superior, atau produk yang superior bagi orang atau situasi tertentu. Jika tidak
dimiliki, maka harus diciptakan
Cara untuk mencapai kunci yang mempengaruhi pasar.
Kader ahli-ahli yang bersedia mempromosikan
Sejumlah pelanggan yang antusias dalam mencoba dan mempromosikan akan
seberapa baiknya produk tersebut
Cara untuk mencapai prospek yang benar
Satu atau lebih cerita-cerita yang menarik yang dapat membuat orang lain ingin
menceritakannya dalam mengilustrasikan superioritas dari produk
Cara untuk memperkuat, membuktikan, mendorong klaim perusahaan adalah benar
dan dapat bekerja di dunia nyata
Cara langsung dan beresiko rendah untuk orang-orang dalam berpengalaman dengan