-
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pajak
2.1.1. Pengertian Pajak
Dalam (Riftiasari, 2019), Pajak merupakan sumber utama
penerimaan negara
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, penggolongan
pajak
berdasarkan lembaga pemungutannya pajak terdiri atas pajak pusat
dan pajak
daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dalam (Mardiasmo,
2018)
tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1
Ayat 1
berbunyi:
pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Prof.Dr. Rochmat Soemitro, S.H., dalam (Mardiasmo,
2018)
mengemukakan bahwa, “pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan dengan
tidak
mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi:
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas
negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk
public saving
yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.
Menurut S.I. Djajadinigrat dalam (Resmi, 2012:1) dalam (Octovido
& Azizah,
2014) :
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan
ke kas
negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan
yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,
menurut
peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan,
tetapi tidak ada
jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara
kesejahteraan
secara umum.
Menurut Dr. N. J. Feldman dalam (Resmi, 2019) mengemukakan
bahwa,
”Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang
kepada
-
8
penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum),
tanpa
adanya kontrapretasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-
pengeluaran umum.
Menurut Andriani dalam Waluyo (Suharyadi, Martiwi, &
Karlina,
2018) dalam (Suharyadi, 2019) menyebutkan bahwa, “ Pajak adalah
iuran
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat
prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah
untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan
tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintah.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak
adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
2.1.2. Ciri-ciri pajak
Menurut (Resmi, 2014) dalam (Suleman, 2019) ciri-ciri pajak yang
melekat
pada definisi pajak :
1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
serta aturan
pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya
kontraprestasi individual
oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh Negara, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah
yang bila dari
pemasukannya masih dapat surplus, digunakan untuk membiayai
public
investment.
2.1.3. Fungsi Pajak
-
9
Pada dasarnya pajak mempunyai peranan penting yang cukup besar
dalam
kehidupan bangsa. Ada beberapa fungsi pajak dalam (Putra,
2017).
Diantaranya sebagai berikut:
1. Fungsi Anggaran (Budgetair)
Fungsi budgetair disebut juga fungsi utama pajak atau fungsi
2efici (fiscal
function), yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai
alat untuk
memasukkan dana secara optimal ke kas berdasarkan undang-undang
perpajakan
yang berlaku. Fungsi ini disebut fungsi utama karena fungsi
inilah yang secara
historis pertama kali timbul. Disini pajak merupakan sumber
pembiayaan yang
terbesar.
2. Sebagai Alat Pengatur (Regulerend)
Fungsi ini mempunyai pengertian bahwa pajak dapat dijadikan
sebagai alat
untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh, ketika
pemerintah berkeinginan
untuk melindungi kepentngan petani dalam negeri, pemerintah
dapat
menetapkan pajak tambahan, seperti pajak impor atau bea masuk,
atas kegiatan
impor komoditas tertentu. Contohnya:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi
konsumsi minuman keras.
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah
untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
3. Sebagai Alat Penjaga Stabilitas
Pemerintah dapat menggunakan sarana perpajakan untuk stabilitas
ekonomi.
Sebagian barang-barang impor dikenakan pajak agar produksi dalam
negeri
dapat bersaing. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan
menjaga agar
eficit perdagangan tidak semakin melebar, pemerintah dapat
menetapkan
-
10
kebijakan pengenaan PPnBM terhadap impor produk tertentu yang
bersifat
mewah. Upaya tersebut dilakukan untuk meredam impor barang mewah
yang
berkontribusi terhadap neraca perdagangan.
4. Fungsi Retribusi Pendapatan
Pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai pembangunan
infrastruktur,
seperti jalan raya dan jembatan. Kebutuhan akan dana itu dapat
dipengaruhi
melalui pajak yang hanya dibebankan kepada mereka yang mampu
membayar
pajak. Namun demikian, infrastruktur yang dibangun tadi, dapat
juga
dimanfaatkan oleh mereka yang tidak mampu membayar pajak.
2.1.4. Jenis-Jenis Pajak
Menurut (Putra, 2017) jenis pajak banyak ragamnya. Keragaman
ini
tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Pembagian pajak dapat
dilihat dari siapa
yang menanggung pajak, lembaga yang memungut dan sifatnya.
1. Jenis-jenis pajak berdasarkan siapa yang menanggung
Berdasarkan pihak yang menanggung, pajak dapat dibedakan atas
pajak langsung
dan pajak tidak langsung.
a. Pajak langsung: Pajak langsung adalah pajak yang dilaksanakan
secara
berkala terhadap seseorang atau badan usaha berdasarkan
ketetapan pajak.
Pajak langsung dipikul sendiri oleh Wajib Pajak.
b. Pajak tidak langsung: Pajak tidak langsung adalah pajak yang
dikenakan atas
perbuatan atau peristiwa.
2. Jenis-jenis pajak berdasarkan lembaga pemungut
Sementara itu, berdasarkan lembaga pemungut, pajak dibedakan
berdasarkan atas
pajak Negara (Pemerintah Pusat) dan pajak daerah (Pemerintah
Daerah).
-
11
a. Pajak Negara: Pajak negara adalah pajak yang pemungutannya
dilaksanakan
oleh pemerintah pusat. Pajak yang termasuk pajak negara adalah
pajak
penghasilan, pajak tambahan nilai barang dan jasa dari pajak
penjualan atas
barang mewah.
b. Pajak Daerah: Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah
daerah, baik oleh daerah tingkat I maupun oleh pemerintah daerah
untuk
membiayai rumah tangganya.
3. Jenis-jenis pajak berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya pajak dibedakan atas pajak subjektif dan
pajak objektif.
a. Pajak Subjektif: Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal
pada subjeknya
(Wajib Pajak). Contohnya pajak penghasilan dan pajak bumi dan
bangunan.
b. Pajak Objektif: Pajak objektif adalah pajak yang dipungut
berdasarkan
objeknya tanpa memperhatikan Wajib Pajak. Contohnya pajak
penjualan dan
cukai.
Berdasarkan pengertian dari ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
jenis-jenis
pajak dilihat dari siapa saja yang menanggung, lembaga yang
memungut dan
sifatnya.
2.1.5. Jenis Pajak di Indonesia
Menurut (Diana, A & Setiawati, L : 2014) dalam (Murifal,
2019) jenis pajak
di Indonesia yaitu:
a. Pajak Penghasilan ( PPh)
b. Pajak Pertambahan Nilai ( PPN)
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM)
d. Bea Meterai
-
12
e. Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB)(Anastasia Diana & Lilis
Setiawati, 2014)
2.1.6. Hukum Pajak Menurut Para Ahli
Hukum pajak dalam (Ayza, 2017) yang juga disebut hukum fiskal
adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah
untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali
kepada
masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan
bagian dari
hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara
negara dan
orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar
pajak
(selanjutnya disebut wajib pajak).
Sementara itu Rochmat Soemitro dalam (Ayza, 2017) memberi
definisi, hukum
pajak ialah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan
antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak.
Dengan kata lain hukum pajak menerangkan: Siapa-siapa wajib
pajak (subjek
pajak), dan apa kewajiban mereka terhadap pemerintah,
objek-objek apa yang
dikenakan pajak, timbul dan hapusnya utang pajak, cara
penagihan, cara
mengajukan keberatan dan sebagainya. Hukum pajak termasuk dalam
hukum
tata usaha negara.
Menurut P.J.Suwarno dalam(Ayza, 2017) mengemukakan bahwa,
“hukum
pajak (belastingrecht) mempelajari peraturan-peraturan yang
mengatur hal-hal
mengenai pajak (cara memungut pajak dan sebagainya) serta hukum
yang mengatur
cara menyelesaikan perselisihan mengenai pajak”.
Dari pengertian hukum pajak diatas, dapat disimpulkan bahwa
hukum pajak
adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi
wewenang pemerntah
untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali
kepada
masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan
bagian dari hukum
publik yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan
orang-orang
atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak
(selanjutnya disebut
wajib pajak).
2.1.7. Kedudukan Hukum Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, dalam (Mardiasmo,
2018)
Hukum Pajak mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai
berikut:
-
13
1. Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan
individu
lainnya.
2. Hukum publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan
rakyatnya.
Hukum ini dapat dirinci sebagai berikut:
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana
Dengan demikian, kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari
hukum publik.
2.1.8. Syarat Pemungutan Pajak
Menurut (Putra, 2017) agar pemungutan pajak tidak menimbulkan
hambatan
atas perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai keadilan,
undang-undang maupun
pelaksanaan pemungutan pajak harus adil. Adil dalam
perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya
yaitu dengan
memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan
dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada pengadilan
pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal
ini memberikan
jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun
warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyaakat.
-
14
4. Pemungutan pajak harus efisien
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus lebih
rendah dari hasil
pemungutannya.
5. Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini
telah dipenuhi
oleh undang-undang perpajakan yang baru. Contohnya:
a. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2
macam tarif.
b. Tarif PPN yang beragam disederhanakan hanya menjadi satu
tarif, yaitu 10%.
c. Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseroan
disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi
badan
maupun perseorangan.
2.1.9. Teori Pemungutan Pajak
Dalam hal pemungutan pajak dalam (Juli Ratnawati, 2016), ada
dasar-dasar
teori yang menjelaskan tentang justifikasi pemberian hak kepada
Negara untuk
memungut pajak dari rakyat. Teori-teori tersebut
diantaranya:
1. Teori asuransi
Keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyat dilindungi
oleh Negara. Maka
dari itu, rakyat diwajibkan untuk membayar pajak yang
diasumsikan sebagai
premi asuransi, karena adanya jaminan perlindungan.
2. Teori Kepentingan
Beban pajak yang harus dibayar oleh rakyat, dibagi berdasarkan
besarnya
kepentingan rakyat terhadap Negara. Semakin besar kepentingan
seseorang
terhadap Negara, maka semakin besar pula pajak yang harus
dibayar.
3. Teori daya pikul
Beban pajak yang diberikan pada tiap –tiap orang harus sesuai
dengan daya
-
15
pikul masing-masing orang. Dalam hal mengukur daya pikul
perorangan, dapat
digunakan 2 macam pendekatan, yaitu:
a. Unsur objektif, yaitu pendekatan dengan cara melihat besarnya
penghasilan
atau kekayaan yang dimiliki oleh seseoang.
b. Unsur subjektif, yaitu pendekatan dengan cara memperhatikan
besarnya
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
2.2. Surat Tagihan Pajak (STP)
2.2.1. Pengertian Surat Tagihan Pajak
Surat Tagihan Pajak dalam (Setiawati, 2018) adalah surat untuk
melakukan
tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau
denda.
Berdasarkan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
dalam
(Pertiwi, 2018), Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan surat untuk
melakukan
tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda
dan berfungsi
sebagai koreksi pajak terutang, sarana mengenakan sanksi kepada
Wajib Pajak, serta
sarana menagih pajak. Surat Tagihan Pajak ini memiliki kekuatan
hukum yang sama
dengan Surat Ketetapan Pajak.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa surat tagihan
pajak adalah
surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi
berupa bunga
dan/atau denda.
2.2.2. Ketentuan Penerbitan STP
STP dikeluarkan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 14 Ayat 1
Undang
Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam (Pertiwi, 2018) sebagai
berikut:
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, tidak atau kurang
bayar.
2. Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah
tulis dan atau salah hitung.
3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau
bunga.
-
16
4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN
tetapi tidak
melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.
5. Pertama, pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak, tetapi
membuat faktur pajak. Kedua, pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai
Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat faktur pajak. Ketiga,
PKP membuat
faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi
selengkapnya faktur pajak
2.2.3. Fungsi STP
Dalam Surat Tagihan Pajak, terdapat beberapa fungsi yang
dijelaskan sebagai
berikut:
1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT
Wajib Pajak.
2. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
3. Sarana untuk menagih Pajak (Pertiwi, 2018).
2.2.4. Sanksi Administasi STP
Sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal
14 Undang
Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1. Sanksi administrasi berupa denda Rp 50.000,- apabila Wajib
Pajak tidak atau
terlambat menyampaikan SPT Masa. Dikenakan denda Rp 100.000,-
apabila
tidak atau terlambat menyampaikan SPT Tahunan.
2. Sanksi administrasi berupa denda 2% dari Dasar Pengenaan
Pajak dalam hal:
a. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN
tetapi
tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
PKP
b. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat
faktur pajak.
c. Pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat
Faktur Pajak
atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak
mengisi
selengkapnya faktur pajak.
-
17
3. Sanksi administrasi berupa bunga dalam hal wajib pajak
membetulkan sendiri
SPT miliknya dan hasil pembetulan tersebut menyatakan kurang
bayar.
4. Sanksi administrasi beupa bunga apabila Wajib Pajak terlambat
atau tidak
membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya (Pertiwi,
2018).
2.2.5. Cara Melunasi STP
Pelunasan STP dalam (Pertiwi, 2018) harus dilakukan Wajib
Pajak
dengan membayarnya di bank-bank melalui Surat Setoran Pajak
(SSP). Anda wajib
mencantumkan nomor STP dalam SSP tersebut pada bagian Nomor
Ketetapan.
Sebab jika Anda lupa mencantumkan nomor STP ini biasanya akan
mengakibatkan
permasalahan nantinya, karena Wajib Pajak bisa dianggap belum
membayar STP
tersebut. Jika masalah ini terjadi, Wajib Pajak harus
menyelesaikan melalui proses
pemindahbukuan yang membutuhkan waktu tidak sebentar.
-
18