BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 2.1.1 Definisi Pajak PBB-P2 Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Menurut Siahaan dalam (Kemala, 2015) “Pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan”. Menurut Setiawan dalam (Rahman, 2017) “Pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan. Yang membayar pajak bumi dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan memperoleh manfaat atas bangunan”. Dari beberapa pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian pajak bumi dan bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan oleh wajib pajak pribadi atau badan.
18
Embed
BAB II LANDASAN TEORI · BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 2.1.1 Definisi Pajak PBB-P2 Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 pajak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2)
2.1.1 Definisi Pajak PBB-P2
Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 pajak atas bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau
badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan.
Menurut Siahaan dalam (Kemala, 2015) “Pajak atas bumi dan atau bangunan
yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan”.
Menurut Setiawan dalam (Rahman, 2017) “Pajak yang dikenakan atas bumi dan
bangunan. Yang membayar pajak bumi dan bangunan adalah orang pribadi atau
badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan memperoleh manfaat atas
bangunan”.
Dari beberapa pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian
pajak bumi dan bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan oleh wajib pajak
pribadi atau badan.
2.1.2 Subjek dan Wajib PBB-P2
Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2009 yang dimaksut subjek pajak
bumi dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak
bumi dan bangunan.
Sedangkan menurut peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 16 tahun
2011 pasal 5 yang dimaksud dengan subjek pajak bumi dan banguan adalah orang
pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasahi, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan.
Dari bebrapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa subjek pajak
adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atau memperoleh
manfaat atas bangunan.
Yang dimaksud wajib pajak bumi dan bangunan menurut undang-undang
nomor 28 tahun 2009 orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak,
pemotangan pajak dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajak daerah.
Sedangkan yang dimaksud dengan wajib pajak bumi dan bangunan menurut
peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 16 tahun 2011 pada pasal 2 orang
pribadi atau badan yang kepememiliki, pengusaha, dan/atau pemanfaatan dan/atau
bangunan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa wajib pajak
bumi dan banguan adalah orang pribadi atau badan yang mewajibkan membayar atau
melapora hak atas tanah dan bangunan.
2.1.3 Objek Pajak Bumi dan Banguan
Menurt peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 16 tahun 2011 yang
dimaksud objek pajak bumi dan banguan adalah bumi dan/atau yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan
yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Sedangkan yang dimaksud objek pajak bumi dan bangunan menurut undang-
undang nomor 28 tahun 2009 tanah atau bangunan yang dimiliki wajib pajak.
Menurut Qanun nomor 4 tahun 2012 (Wicaksono & Pamungkas, 2017)
menjelaskan bahwa yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan. Berikut juga dijelaskan yang termaksud dalam
pengertian bangunan adalah :
1. Jalan lingkungan yang letak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik,
dan emplasmen, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan
tersebut.
2. Jalan tol
3. Kolam renang
4. Pagar mewah
5. Tempat olaraga
6. Galangan kapal, dermaga
7. Tanaman mewah
8. Tempat penampungan/kilang mimyak, air dan gas
Dari beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa objek pajak
adalah tanah atau bangunan atas kepemilikin wajib pajak pribadi atau badan.
2.1.4 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2009 pasal 77 ayat 4 Siahaan
(2016:561) besarnya nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP) ditetapkan
paling rendah sebesar Rp. 10.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Hal ini berarti
setiap daerah diberi keleluasaan untuk menetapkan besar NJOPTKP yang dipandang
sesuai dengan kondisi daerah masing-masing, dengan ketentuan minimal
Rp.10.000.000,00 besarnya NJOPTKP ditetapkan dengan peraturanda daerah
kabupaten/kota.
NJOPTKP merupakan suatu batas NJOP dimana wajib pajak tidak terutang
pajak, maksudnya adalah seorang wajib pajak memiliki objek pajak yang nilainya
dibawah NJOPTKP, maka wajib pajak tersebut dibebaskan dari pembayaran pajak.
Selain itu, bagi setiap wajib pajak yang memiliki objek pajak yang nilainya melebihi
NJOPTKP, maka perhitungan NJOP sebagai dasar perhitungan pajak terutang
dilakukan dengan dengan terlebih dahulu mengurangkan NJOP dengan NJOPTKP.
2.1.5 Dasar Pengenan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar hukum pemunutan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan
pada suatu kabupaten/kota menurut Siahaan, (2016:560) adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan dan retribusi daerah.
2. Peraturan daerah Kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak bumi dan
bangunan edesaan dan perkotaan.
3. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak bumi dan bangunan
perdesaan dan perkotaan sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang
pajak bumi dan bangunan pedesaan dan Perkotaan pada kabupaten/kota
dimaksud.
Dasar pengenaan pajak bumi dan badan adalah nilai jual objek pajak (NJOP).
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan
melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan
baru, atau NJOP pengganti. Menurut Siahaan, (2016:560) penetapan NJOP dapat
dilakukandengan tiga alternatif sebagai berikut :
1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, yaitu suatu
pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara
membandingkan dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan
dan fungsinya sama diketahui harga jual.
2. Nilai perolehan baru, yaitu suatu pendekatan/metode penetuan nilai jual suatu
objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang kurang dengan
penyusutan berdasarkan kondisi pisik objek pajak tersebut
3. Nilai jual penganti, yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu
objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut,
2.1.6 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Tarif pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan ditetapkan paling
tinggi sebesar 0.3% dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan Menurut Siahaan, (2016:562). Hal ini dimaksudkan untuk memberi
keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang
dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota diberi
kewenangan untuk menetapkan besar tarif pajak yang mungkin berbeda dengan
kota/kabupaten lainya, tidak lebih dari 0.3%.
2.1.7. Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Menurut Siahaan, (2016:562) tarif pajak bumi dan bangunan pedesaan dan
perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar
pengenaan pajak setelah dikurangin NJOPTKP. Nilai jual untuk bangunan sebelum
diterapkan tarif pajak dikurangi terlebih dahulu dengan NJOPTKP sebesar Rp.
10.000.000 secara umum perhitungan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan
perkotaan adalah sesuai dengan rumus berikut :
Pajak Terutang = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak X (NJOP – NJOPTKP)
= Tarif Pajak X (NJOP Bumi + (NJOP Banguna –NJOPTKP)
2.1.8. Masa dan Saat Terhutang PBB-P2
Masa pajak dan saat terhutang pajak bumi dan bangunan menurut peraturan
Daerah Provinsi Khusus Ibukota Jakarta nomor 16 tahun 2011 tentang pajak bumi
dan bangunan pedesaan dan perkotaan, bahwa masa pajak dan saat terhutang adalah
sebagai berikut :
1. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
2. Saat yang menetukan pajak terhutang adalah menurut keadaan objek pajak
pada tanggal 1 januari.
2.1.9. Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Menurut Siahaan (2016:565) pemungutan pajak bumi dan bangunan pedesaan
dan perkotaan tidak dapat diborongkan, yang dimaksud diborongkan adalah bahwa
seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan pada pihak ketiga.
Melainkan kerja sama pada pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak antara lai :
1. Pencetakan formulir perpajakan.
2. Pengiriman surat-surat kepada wajib pajak.
3. Penghimpunan data objek dan subjek pajak.
Sedangkan kegiatan yang tidak boleh diketahui oleh pihak ketiga yaitu :
1. kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terhutang.
2. pengawasan penyetoran pajak.
3. Penagihan pajak.
2.1.0 Pembayaran dan Penagihan PBB-P2
Menurut Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta pasal 14 undang-undang
nomor 16 tahun 2011 tentang pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan,
bahwa pembayaran pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB-P2)
sebagai berikut :
1. Pajak yang terhutang harus dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak
tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
2. Pajak yang terhutang yang menyebak jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka
waktu palim lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
3. Gubernur atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk
mengangsur atau menundah pembayaran pajak dengan dikenakan bunga
sebesar 2% setuap bulan.
4. Pajak yang terhutang dibayar ke Bank Pemerintah, bank daerah, unit pelayanan
perbendaharaan daerah (BPKD), bank swasta atau tempat pembayaran lain
yang ditunjuk oleh gubernur.
Penagihan pajak seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran apabila :
1. Wajib pajak atau penanggung pajak akan meninggalkan Indonesian untuk
selama-lamanya.
2. Wajib pajak atau penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki
atau dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan usaha
yang dikerjakan Indonesia.
3. Terdapat tanda-tanda bahwa wajib pajak atau penanggung pajak atau
membubarkan kegiatan usaha atau menggabungkan atau memekarkan usaha
atau memindahtangankan usaha yang dimiliki atau melakukan perubahan
bentuk lainnya.
4. Kegiatan usaha akan dibubarkan atau ditutup oleh gubernur.
5. Terjadi penyitaan atas barang wajib pajak atau penanggung jawab pajak oleh
pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepelitan.
2.2. Pajak Daerah
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa
penerimaan adalah proses, cara, menerima, penyambutan.
Menurut Mardiasmo dalam (Suleman, 2019) kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
Menurut Undang-Udang Nomor 34 Tahun 2004 perubahan atas Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan Retribusi Daerah adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tampa
imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
Dari beberapa pendapat diatas makan penulis dapat menyimpulkan pajak
daerah adalah penerimaan pemasukan ke kas, untuk membiayai penyelenggaran
pemerintahan daerah atau pembangunan suatu daerah
2.2.1. Fungsi Pajak Daerah
Dalam Undang-undang nomor 28 tahun 2009 yang mengatur tentang paja daerah
dan retribusi daerah, berdasarkan fungsi pajak secara umum, maka dapat diambil
secara garis besar fungsi pajak daerah, yaitu :
1. Fungsi anggaran (budgetair), yaitu sebagai sumber penghimpunan dana melalui
kas daerah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran atau pembangunan
daerah.
2. Fungsi pengaturan (Reguler), yaitu pajak yang berfungsi sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi.
2.2.2. Jenis-Jenis Pajak Daerah
Menurut Andi (2018:490) pajak daerah meliputi pajak provinsi dan pajak
kabupaten/kota sebagai berikut.
Jenis pajak provinsi terdiri dari :
1. Pajak kendaraan Bermotor.
2. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
3. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
4. Pajak Rokok.
5. ajak Air Tanah.
Sedangkan Jenis Pajak Kabupaten/kota meliputi :
1. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
2. Pajak Air Tanah.
3. Pajak Hiburan.
4. Pajak Sarang Burung Walet.
5. Pajak Penerangan Jalan.
6. Pajak Reklame.
7. Pajak Hotel.
8. Pajak Parkir.
9. Pajak Restoran.
10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).
2.3. Konsep Dasar Perhitungan
2.3.1. Koefisien Korelasi
Konsep yang sangat erat kaitannya dengan koefisien determinasi (R2) adalah
Koefisien korelasi (r). Menuru (Prawoto, 2016:11) mengatakan bahwa R2 adalah
koefisien yang menjelaskan hubungan anatara variabel dependen (Y) dengan variabel
independen (Y) dalam suatu model. Sedangakan koefisien korelasi (r) mengukur
derajat keeratan antara dua variabel.
Tabel II.1
Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval koefisien Tingkat Hubungan
0,800 – 1,000
0,600 – 0,799
0,400 – 0599
0,200 – 0399
0,000 – 0,199
Sangat Kuat
Kuat
Cukup Kuat
Rendah
Sangat Rendah
Sumber: Riduwan dan Kuncoro dalam Gunawan (2016:186)
1. Buka program SPSS, klik variable view, selanjutnya, pada bagian name tulis x
dan y, pada decimals ubah semua menjadi angka 2, pada bagian label tuliskan
PBB-P2 dan pajak daerah.
2. Setelah itu, klik data view, dan masukan data PBB-P2 dan pajak daerah atau data
yang akan dimasukan.
3. Selanjutnya, dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, klik correlate dan
bivariate.
4. Muncul kotak dialog dengan nama bivariate correlations, masukkan variabel
PBB-P2 (x) dan pajak daerah (y) pada kota variabels, selanjutnya, pada kolom
correlation coefficient, pilih pearson, lalu untuk kolom test of significant, pilih
two-tailed, dan centang pada flag significant correlations, terakhir klik ok untuk
mengakhiri perintah.
Kriteria pengujiannya adalah, Jika nilai signifikansi >0,05 maka keputusannya
adalah H0 tidak diterima atau tidak ada hubungan kuat antara PBB-P2terhadap Pajak
daerah, sebaliknya Jika nilai signifikansi <0,05 maka keputusannya adalah H1
diterima atau ada hubungan yang kuat antara pajak bumi dan bangunan pedesaan dan
perkotaan (PBB-P2) terhadap pajak daerah.
2.3.2. Analisis Determinasi
Untuk menilai seberapa besar pengaruh variabel X terhadap Y maka
digunakan koefisien determinasi (KD) yang merupakan koefisien korelasi yang
biasanya dnyatakan dengan presentase (%). Dalam (Gunawan, 2017:186) Besar
kecilnya sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat dapat ditentukan dengan
rumus koefisien determinasi.
1. Buka program SPSS, klik variable view, selanjutnya, pada bagian name tulis x
dan y, pada decimals ubah semua menjadi angka 2, pada bagian label tuliskan
PBB-P2 dan pajak daerah.
1. Setelah itu, klik data view, dan masukan data PBB-P2 dan pajak daerah atau data
yang akan dimasukan.
2. Selanjutnya, dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, klik regression, dan
klik linear.
3. Muncul kota dialog dengan nama linear regression, masukan variabel PBB-P2
(x) di kotak indenpendet(s) dan variabel pajak daerah (y) dikotak dependent,