13 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Keagenan Teori agensi merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara pemilik modal (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Teori agensi terjadi ketika pemilik modal (principal) menyewa manajemen (agent) untuk melaksanakan suatu jasa, dan dalam menyewa manajemen, pemilik modal (principal) memberikan wewenang kepada manajemen (agent) untuk membuat keputusan. Hubungan keagenan sebagai suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) melibatkan orang lain (agent) untuk melakukan layanan tertentu demi kepentingan principal yang melibatkan pendelegasian beberapa kewenangan pengambilan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling, 1976). Principal memperkerjakan agent untuk melakukan tugas demi kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Principal memberikan suatu wewenang kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawabagen maupun prinsipal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
50
Embed
BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Keagenaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/3073/3/BAB II.pdf · Kesimpulan dari beberapa pengertian kinerja keuangan diatas yaitu kinerja keuangan adalah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Keagenan
Teori agensi merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara
pemilik modal (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Teori agensi
terjadi ketika pemilik modal (principal) menyewa manajemen (agent) untuk
melaksanakan suatu jasa, dan dalam menyewa manajemen, pemilik modal
(principal) memberikan wewenang kepada manajemen (agent) untuk
membuat keputusan.
Hubungan keagenan sebagai suatu kontrak dimana satu orang atau
lebih (principal) melibatkan orang lain (agent) untuk melakukan layanan
tertentu demi kepentingan principal yang melibatkan pendelegasian beberapa
kewenangan pengambilan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling,
1976). Principal memperkerjakan agent untuk melakukan tugas demi
kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan
keputusan dari principal kepada agent. Principal memberikan suatu
wewenang kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan
kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawabagen
maupun prinsipal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
2
Adanya kepentingan yang saling bertentangan (conflict of interest),
menyebabkan hubungan kontrak yang baik antara pemilik (principal) dan
manajemen (agent) sulit terjalin. Dalam praktiknya dapat terjadi konflik
kepentingan ketika tidak semua keadaan diketahui oleh semua pihak, dan sebagai
akibatnya, ketika konsekuensi-konsekuensi tertentu tidak dipertimbangkan oleh
pihak-pihak tersebut, hal tersebut dapat mengakibatkan adanya
ketidakseimbangan informasi (asymmetry information) yang dimiliki principal
dan agent. Ketidakseimbangan informasi merupakan suatu kondisi dimana
principal tidak memiliki informasi yang mencukupi mengenai kinerja agent dan
tidak dapat merasa pasti bagaimana usaha agent memberikan kontribusi pada hasil
aktual perusahaan. Akibat adanya informasi yang tidak seimbang ini, dapat
menimbulkan dua permasalahan yang disebabkan karena kesulitan principal
mengawasi dan kesulitan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agent.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan tersebut adalah:
1. Moral Hazard, yaitu permasalaan yang muncul jika agent tidak
melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja.
2. Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana principal tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agent didasarkan
pada informasi yang telah diperoleh, atau terjadi sebagai kelalaian dalam
tugas.
Selain itu menurut Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa
pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan merupakan salah
3
satu faktor yang memicu timbulnya konflik kepentingan yang disebut konflik
keagenen sehingga dapat menimbulkan biaya keagenan. Biaya tersebut terdiri
dari:
1. Monitoring Cost
Merupakan suatu biaya yang dikeluarkan oleh pemilik untuk mengawasi
perilaku manajer dalam mengelola perusahaan, termasuk juga usaha untuk
mengendalikan perilaku manajer melalui pembatasan anggaran dan
kebijakan kompensasi.
2. Bonding Cost
Merupakan suatu biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menjamin
bahwa manajer tidak akan bertindak yang akan merugikan pemlik.
3. Residual Cost
Merupakan penurunan tingkat kesejahteraan, baik bagi pemilik maupun
manajer setelah adanya hubungan keagenan.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), ada dua cara untuk meredam
tindakan para agent yang tidak sesuai dengan kepentingan principal, yaitu:
1. Mengawasi perilaku agent dengan mengadopsi fungsi audit dan
mekanisme corporate governance lain yang dapat meluruskan kepentingan
agent dengan kepentingan principal.
2. Menyediakan insentif kepegawaian yang menarik kepada agent dan
mengadakan struktur reward yang dapat membujuk para agent untuk
bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik principal.
4
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas
kepentingan mereka. Principal diasumsikan tertarik hanya pada hasil
keuangan yang bertambah dari investasi mereka dalam perusahaan. Para agent
diasumsikan menerima kepuasan bukan saja dari kompensasi keuangan, tetapi
juga dari syarat-syarat yang terlibat dalam hubungan agensi, seperti jam kerja
yang fleksibel, kondisi kerja yang menarik, dan kemurahan jumlah waktu
luang. Perbedaaan kepentingan tersebut mendorong agent untuk menyajikan
informasi yang tidak sebenarnya kepada principal. Istilah bahaya moral
diberikan kepada seorang agent, dimana dalam situasi tertentu seorang agent
dengan sengaja termotivasi menyajikan informasi yang salah.
B. Manajemen Laba
1. Definisi Manajemen Laba
Manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer perusahaan
untuk mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan
tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja
perusahaan dan kondisi perusahaan (Sulistyanto, 2008). Stakeholder
adalah orang yang memiliki minat maupun kepentingan didalam suatu
perusahaan.
Menurut Schipper (1989), manajemen laba adalah intervensi atau
campur tangan dalam prosese penyusunan laporan keuangan dengan
tujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Maksud dari definisi
5
tersebut yaitu bahwa manajemen laba merupakan perilaku oportunistik
manajer untuk memaksimalkan kepuasan mereka. Manajer melakukan
manajemen laba dengan memilih metode atau kebijakan akuntansi untuk
menaikkan laba atau menurunkan laba, pada saat menaikkan laba manajer
menggeser laba periode-periode yang akan datang ke periode sekarang dan
pada saat manajer menurunkan laba yaitu dengan menggeser laba periode
masa sekarang ke periode-periode berikutnya (Widodo, 2005).
Sugiri (2013) menyatakan definisi laba dibagi menjadi dua, yaitu
definisi luas manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk
meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit
dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan
(penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.
Sedangkan definisi sempit manajemen laba yaitu sebagai perilaku manajer
untuk “bermain” dengan komponen discretionary accrual dalam
menentukan besarnya laba.
Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa manajemen laba
terjadi apabila manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan
dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan guna
menyesatkan pemegang saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan
atau mempengaruhi akibat-akibat perjanjian yang mempunyai kaitan
dengan angka-angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Dan
6
Menurut Fisher dan Rozenwig(1995), manajemen laba adalah
tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode
berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan
kenaikan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
manajemen laba merupakan aktivitas manejerial untuk mempengruhi dan
mengintervensi laporan keuangan.
2. Faktor Pendorong Manajemen Laba
Menurut Scott (2009), faktor-faktor yang mendorong manajer
melakukan kegiatan manajemen laba yaitu:
a. Kontrak Bonus
Laba sering dijadikan indikator penilaian prestasi manajer.
Oleh karena itu, jika manajer perusahaan yang memperole laba
dibawah target laba, maka akan melakukan manipulasi laba agar
memperoleh bonus yang maksimal di periode mendatang.
b. Stock Price Effect
Manajer melakukan manajemen laba dalam laporan keuangan
bertujuan untuk mempengaruhi pasar.
c. Faktor Politik
Untuk mengurangi biaya politis dan pengawasan dari
pemerintah, dilakukan dengan cara menurunkan laba, untuk
memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah. Misalnya
7
dilakukan dengan cara menurunkan laba untuk meminimalkan tuntutan
serikat buruh.
d. Faktor Pajak
Pada periode terjadi kenaikan harga (inflasi), penggunaan LIFO
akan menghasilkan laba yang dilaporkan lebih rendah dan pajak yang
dibayarkan juga menjadi lebih rendah. Sehingga manajer perusahaan
berusaha menurunkan laba dengan tujuan mengurangi beban pajak
yang dikenakan perusahaan.
e. Penawaran Saham Perdana (IPO)
Biasanya perusahaan yang akan melakukan penawaran saham
perdana (IPO) melakukan aktifitas manajemen laba pada periode
terakhir sebelum IPO. Ketika perusahaan go public, maka informasi
keuangan merupakan sumber informasi yang penting dan utama.
Informasi tersebut dapat dipakai untuk mempengaruhi calon investor
tentang nilai perusahaan, maka manajer berusaha menaikkan laba yang
dilaporkan agar harga saham tinggi pada saat IPO.
3. Bentuk-bentuk Manajemen Laba
Scott (2009) menyatakan bentuk-bentuk manajemen laba yang
dilakukan oleh manajer antara lain:
a. Taking a Bath
Taking a bath terjadi pada periode stress atau reorganisasi
termasuk pengangkatan CEO yang baru. Jika perusahaan harus
8
melaporakan laba yang tinggi, maka manajer merasa dipaksa untuk
melaporkan laba yang tinggi, konsekuensinya manajer akan
menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan datang dapat
meningkat.
b. Income Minimization
Bentuk ini dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba
yang tinggi dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva
tak berwujud dan mengakui pengeluaran sebagai biaya. Pada saat
profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak
mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat
berupa penghapusan barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya
iklan dan pengeluaran untuk Research and Development, hasil
akuntansi untuk biaya eksplorasi minyak, gas, dan sebagainya.
c. Income Maximization
Tindakan atas income maximization bertujuan untuk
melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih
besar. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang,
maka manajer cenderung untuk memaksimalkan laba.
d. Income Smoothing
Income smoothing merupakan bentuk manajemen laba yang
paling popular dan sering dilakukan oleh manajer. Manajemen laba
dilakukan oleh manajer dengan cara menaikkan atau menurunkan laba
9
untuk mengurangi fluktuasi dalam melaporkan laba, sehingga
perusahaan terlihat stabil dan tidak berisiko tinggi.
e. Offetting extradionary / unusual gains
Teknik ini dilakukan dengan memindahkan efek-efek laba yang
tidak biasa atau temporal yang berlawanan dengan trend laba.
f. Aggressive acconting applications
Teknik yang diartikan sebagai salah saji dan dipakai untuk
membagi laba antar periode.
g. Timing revenue dan Expense Recognition
Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang
berkaitan dengan timing suatu transaksi.
4. Teknik dalam Manajemen Laba
Menurut Setiawati dan Na’im (2000) ada tiga teknik yang dapat
dilakukan dalam manajemen laba, yaitu:
a. Memanfaatkan Peluang untuk Membuat Estimasi Akuntansi
Manajemen mempengaruhi laba melalui perkiraan estimasi
akuntansi, antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi
kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tetap tak
berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
b. Mengubah Metode Akuntansi
10
Untuk dapat menaikkan dan menurunkan angka laba yaitu
dengan mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode
sebelumnya. Perubahan metode akuntansi tersebut yang digunakan
untuk mencatat suatu transaksi, contoh; mengubah metode depresiasi
tetap, dari metode depresiasi angka tahunan ke metode depresiasi garis
lurus.
c. Menggeser Periode Biaya atau Pendapatan
Beberapa orang menyebutkan rekaya jenis ini sebagai
manipulasi keputusan operasional (Fischer dan Rozenweig, 1995).
Contoh merekayasa periode biaya atau pendapatan yaitu; seperti
mempercepat atau menunda pengeluaran untuk meneliti dan
mengembangkan sampai pada periode akuntansi berikutnya,
mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan,
mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai.
C. Kinerja Keuangan
1. Pengertian Kinerja Keuangan
Kinerja perusahaan adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan
perusahaan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari aktivitas
perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode wktu tertentu. Menurut
Jumingan (2006) kinerja merupakan gambaran prestasi yang dicapai
perusahaaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek
11
keuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran
dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya. Kinerja
dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu
periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan
tersebut.
Menurut Sucipto (2003) pengertian kinerja keuangan adalah
penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan
suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba. Sedangkan
menurut IAI (2007) Kinerja Keuangan adalah kemampuan perusahaan
dalam mengelola dan mengendalikan sumberdaya yang dimilikinya.
Fahmi (2012) mengatakan kinerja keuangan adalah suatu analisis
yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah
melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan
secara baik dan benar.
Menurut Mulyadi (2007:2), pengertian kinerja keuangan adalah
penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi dan
karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang ditetapkan
sebelumnya. Selain itu, hal serupa juga dikemukakan oleh Sawir (2005)
yang menyatakan bahwa kinerja keuangan merupakan kondisi yang
mencerminkan keadaan keuangan suatu perusahaan berdasarkan sasaran,
standar, dan kriteria yang ditetapkan.
12
Kesimpulan dari beberapa pengertian kinerja keuangan diatas yaitu
kinerja keuangan adalah usaha yang dilakukan perusahaan supaya dapat
mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba. Perusahaan
dikatakan berhasil apabila berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Pengukuran Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan perusahaan berkaitan erat dengan pengukuran
dan penilaian kinerja. Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai
“performing measurement“, yaitu kualifikasi dan efisiensi serta efektifitas
perusahaan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi.
Perusahaan menggunakan pengukuran kinerja dengan tujuan untuk
melakukan perbaikan pada kegiatan operasionalnya, supaya dapat bersaing
dengan perusahaan lainnya.
Kinerja keuangan dapat dinilai dengan beberapa alat analisis.
Menurut Jumingan (2006), berdasarkan tekniknya anlisis keuangan
dibedakan menjadi 8 (delapan) macam, yaitu:
a. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan, merupakan teknik analisis
dengan cara membandingkan laporan keuangan dua periode atau lebih
dengan menunjukkan perubahan, baik dalam jumlah (absolut) maupun
dalam persentase (relatif).
b. Analisis Tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk
mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan kenaikan
atau penurunan.
13
c. Analisis Persentase per-Komponen (common size), merupakan teknik
analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing
aktiva terhadap keseluruhan atau total aktiva maupun utang.
d. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, merupakan teknik
analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal
kerja melalui dua periode waktu yang dibandingkan.
e. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, merupakan teknik analisis
untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan kas
pada suatu periode waktu tertentu.
f. Analisis Rasio Keuangan, merupakan teknik analisis keuangan untuk
mengetahui hubungan di antara pos tertentu dalam neraca maupun
laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.
g. Analisis Perubahan Laba Kotor, merupakan teknik analisis untuk
mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba.
h. Analisis Break Even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui
tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami
kerugian.
3. Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan
Menurut Munawir (2012) menyatakan bahwa tujuan dari
pengukuran kinerja keuangan adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui tingkat likuiditas
14
Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada
saat ditagih.
b. Mengetahui tingkat solvabilitas
Solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya apabia perusahaan tersebut dilikuidasi, baik
keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Mengetahui tingkat rentabilitas
Rentabilitas atau yang sering disebut dengan profitabilitas
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
selama periode tertentu.
d. Mengetahui tingkat stabilitas
Stabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan
usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan
kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya serta
membayar beban bunga atas hutang-hutangnya tepat pada waktunya.
D. Rasio Keuangan
1. Pengertian Rasio Keangan
Menurut Harahap (2010), rasio keuangan adalah angka yang
diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan
15
pos lainnya yang mempunyai hubungan relevan dan signifikan. Kasmir
(2012) mengatakan, rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan
angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu
angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu
komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antar
komponen yang ada di antara laporan keuangan.
Analisis laporan keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan,
analisis kelemahan dan kekuatan di bidang financial akan sangat
membantu dalam menilai prestasi manajemen masalalu dan prospeknya
dimasa akan datang. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi apakah
perusahaan memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban
finansialnya, besarnya piutang yang cukup rasional, efisiensi manajemen
persedian, perencanaan pengeluaran investasi yang baik, dan struktur
modal yang baik sehingga tujuan kemakmuran pemegang saham dapat
dicapai (Sartono, 2010).
2. Jenis-jenis Rasio Keuangan
Berdasarkan sumbernya rasio keuangan perusahaan digolongkan sebagai
berikut (Kasmir, 2012):
a. Rasio – rasio neraca ( Balance Sheet Ratio ), yaitu ratio – ratio yang
disusun dari data yang berasal dari neraca, misalnya current ratio, acid
test ratio, current asset to total asset ratio, current liabilities to total
asset ratio dan lain sebagainya.
16
b. Rasio – rasio Laporan Laba Rugi ( Income Statement Ratio ), ialah data
yang disusun dari data yang berasal dari income statement, misalnya
gross profit, net margin, operating margin, operating ratio dan
sebagainya.
c. Rasio – rasio antar Laporan Keuangan ( Intern Statement Ratio), ialah
ratio – ratio yang disusun dari data yang berasal dari neraca dan data
lainya berasal dari income statement, misalnya asset turnover,
Inventory turn over, receivable turnover, dan lain sebagainya.
Rasio keuangan dapat dibagi kedalam tiga bentuk umum yang sering
dipergunakan yaitu : Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas ( Leverage ),
dan Rasio Profitabilitas
1) Liquidity Ratio (Rasio Likuiditas)
Menurut Kasmir (2012) Rasio likuiditas atau sering juga disebut
dengan nama rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan. Caranya adalah dengan
membandingkan komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar
dengan total passiva lancar (utang jangka pendek). Penilaian dapat
dilakukan untuk beberapa periode sehingga terlihat perkembangan
likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu.
Tujuan dan manfaat rasio likuditas untuk perusahaan menurut
Kasmir (2012) adalah sebagai berikut:
17
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau
utang yang secara jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan
untuk 20 membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai
jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah
kewajiban yang berumur di bawah satu tahun atau sama dengan satu
tahun, dibandingkan dengan total aktiva lancar.
3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau
piutang. Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang
dianggap likuiditasnya lebih rendah.
4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada
dengan modal kerja perusahaan.
5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk
membayar utang.
6. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan
perencanaan kas dan utang.
7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke
waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode.
8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-
masing komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
18
9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki
kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
a. Current Ratio (Rasio Lancar)
Current ratio atau rasio lancar merupakan rasio untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka
pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara
keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang
tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek atau utang yang
segera jatuh tempo.
Rumus untuk menghitung current ratio sebagai berikut:
CR =
Keterangan:
CR = Current Ratio / Rasio Lancar
Current Assets = Aktiva lancar
Current Liabilities = Kewajiban lancar
b. Quick Ratio (Rasio Cepat)
Quick Ratio merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang
lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa
memperhitungkan nilai sediaan (inventory). Artinya mengabaikan nilai
sediaan, dengan cara dikurangi dari total aktiva lancar. Hal ini
19
dilakukan karena sediaan dianggap memerlukan waktu relatif lebih
lama untuk diuangkan, apabila perusahaan membutuhkan dana cepat
untuk membayar kewajibannya dibandingkan dengan aktiva lancar
lainnya.
Quick Ratio dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
Quick Ratio =
Keterangan:
Quick Ratio = Rasio cepat
Current Assets = Aktiva lancar
Inventory = Persediaan
Current Liabilities = Kewajiban lancar
c. Cash Ratio (Rasio Kas)
Cash Ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas
atau setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank
(yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan
kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-
utang jangka pendeknya.
20
Rumus untuk menghitung cash ratio sebagai berikut:
Cash Ratio =
2) Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi segala kewajibannya baik jangka pendek
maupun jangka panjang apabila perusahaan dilikuidasi. Perusahaan yang
mempunyai aktiva/kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutang-
hutangnya disebut perusahaan yang solvable, sedang yang tidak disebut
insolvable. Perusahaan yang solvabel belum tentu ilikuid , demikian juga
sebaliknya yang insolvable belum tentu ilikuid.
Jenis-jenis rasio solvabilitas adalah sebagai berikut:
a. Total Debt to Total Assets Ratio (Rasio Hutang terhadap Total
Aktiva)
Total debt to total asset ratio merupakan persentase besarnya
dana yang berasal dari hutang. Total debt to total assets ratio
membandingkan antara hutang jangka pendek dan hutang jangka
panjang dengan jumlah keseluruhan aktiva yang dimiliki. Total debt to
total asset ratio bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam menjamin hutang-hutangnya dengan sejumlah aktiva yang
dimiliki perusahaan.
21
Rumus untuk menghitung total debt to total asset ratio yaitu
sebagai berikut:
Debt Ratio =
x 100%
b. Total Debt to Equity Ratio (Rasio Hutang terhadap Ekuitas)
Total debt to equity ratio adalah imbangan antara hutang yang
dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini
berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya.
Bagi perusahaan sebaiknya, besarnya hutang tidak boleh melebihi
modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Semakin kecil
rasio ini semakin baik. Maksudnya, semakin kecil porsi hutang
terhadap modal, semakin aman. Total debt to equity ratio digunakan
untuk mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai oleh pihak
kreditur dibandingkan dengan equity.
Rumus untuk menghitung total debt to equity ratio yaitu
sebagai berikut:
Debt to Equity Ratio =
x 100%
3) Rasio Profitabilitas
Menurut Kasmir (2012), Rasio profitabilitas merupakan rasio
untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio
22
ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu
perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan
dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini
menunjukkan efisiensi perusahaan.
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun
bagi pihak luar perusahaan, yaitu:
1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan
dalam satu periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.
5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjman maupun modal sendiri.
6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal sendiri.
7. Dan tujuan lainnya.
Jenis-jenis rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:
a. Grosss Profit Margin (Margin Laba Kotor)
Gross Profit Margin merupakan perbandingan antara penjualan
bersih dikurangi dengan Harga Pokok penjualan dengan tingkat
23
penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari
jumlah penjualan.
Rasio ini dapat dihitung menggunakan rumus yaitu:
Gross Profit Margin =
b. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih)
Net Profit Margin merupakan ukuran keuntungan dengan
membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dibandingkan
dengan penjualan. Rasio ini menunjukkan pendapatan bersih
perusahaan atas penjualan.
Rumus untuk menghitung net profit margin, sebagai berikut:
Net Profit Margin =
c. Return On Equity (ROE)
Return On Equity merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan
keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa maupun
saham preferen.
24
Rumus untuk menghitung ROE (Return On Equity) adalah
sebagai berikut:
ROE =
d. Return On Invesment (ROI)
Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama
return on investment (ROI) merupakan rasio yang menunjukkan hasil
(return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI
juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam
mengelola investasinya. Semakin kecil rasio ini semakin kurang baik,
demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur
efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.
Rumus untuk menghitung ROE (Return On Equity) adalah
sebagai berikut:
ROI =
e. Return On Asset (ROA)
Return on Assets atau sering disebut dengan Tingkat
Pengembalian Aset adalah rasio profitabilitas yang menunjukan
persentase keuntungan (laba bersih) yang diperoleh perusahaan
sehubungan dengan keseluruhan sumber daya atau rata-rata jumlah
25
aset. Return on Assets (ROA) adalah rasio yang mengukur seberapa
efisien suatu perusahaan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan
laba selama suatu periode. ROA dinyatakan dalam persentase (%).
ROA sering dianggap sebagai imbal hasil investasi bagi perusahaan
karena pada umumnya asset modal (capital assets) seringkali
merupakan asset terbesar bagi kebanyakan perusahaan. Semakin tinggi
nilai ROA suatu perusahaan maka semakin baik pula kemampuan
perusahaan dalam mengelola asetnya.
Return On Assets (ROA) dapat dihitung menggunkan rumus
persamaan sebagai berikut:
ROA =
Keterangan:
ROA = Return On Asset
EAT (Earning After Tax) = Laba setelah pajak / Laba bersih
Total Assets = Total aktiva
E. Good Corporate Governance
1. Pengertian Good Corporate Governance
Menurut The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG,
2012), Corporate Governance (CG) merupakan serangkaian mekanisme
yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional
26
perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan
(stakeholder). Good Corporate Governance merupakan sistem yang
mengatur serta mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah
(value added) untuk pemegang sahamnya. Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FCGI, 2001) menyatakan bahwa corporate
governance merupakan suatu peraturan yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus yaitu yang mengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
dan karyawan serta para pemegang kepentngan lainnya atau intinya adalah
suatu system yang mengendalikan perusahaan.
Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan Good corporate
governance merupakankonsep yang diajukan demi peningkatan kinerja
perusahaan melalui supervisi ataumonitoring kinerja manajemen dan
menjamin akuntabilitas manajemen terhadapstakeholder dengan
mendasarkan pada kerangka peraturan.
2. Tujuan Pedoman Good Corporate Governance
Tujuan penyusunan Pedoman Good Corporate Governance
Indonesia yaitu sebagai acuan perusahaan untuk melaksanakan GCG
dalam rangka:
a. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui
pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
27
b. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing
bagian perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi, dan Rapat Umum
Pemegang Saham.
c. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya
dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan.
d. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggungjawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan.
e. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
f. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat
mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang
berkesinambungan (KNKG, 2006)
3. Prinsip Pokok Good Corporate Governance
Komite Nasional Kebijakan Governance atau KNKG (2006)
menyatakan bahwa setiap perusahaan harus memiliki prinsip-prinsip
pokok Good Corporate Governance, yaitu:
a. Transparency (Keterbukaan Informasi) yaitu prinsip untuk menjaga
obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
28
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses
dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
b. Accountability (Akuntabilitas) yaitu prinsipperusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
c. Responsibility (Pertanggungjawaban) yaitu prinsip perusahaan harus
mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen.
d. Independency (Independensi) yaitu prinsip untuk melancarkan
pelaksanaan asas good corporate governance dimana perusahaan harus
dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan
tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
e. Fairness (Kesetaraan dan kewajaran) yaitu prinsip dalam
melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
4. Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme adalah suatu aturan, prosedur, dan cara kerja yang
harus ditempuh untuk mencapai kondisi tertentu (Bukhori, 2012).
Mekanisme corporate governance merupakan suatu mekanisme yang
berdasarkan pada aturan main, prosedur, dan hubungan yang jelas antara
29
pihak-pihak yang ada dalam suatu perusahaan untuk menjalankan peran
dan tugasnya.
Struktur merupakan salah satu elemen penting dalam mekanisme
corporate governance. Struktur corporate governance berperan sebagai
kerangka dasar manajemen perusahaan yang menjadi pendistribusian hak-
hak dan tanggung jawab diantara organ-organ perusahaan. Struktur
corporate governance dibagi menjadi dua bagian, yaitu struktur
pengendalian internal dan struktur pengendalian eksternal.
a. Struktur internal corporate governance
1. Dewan Komisaris
Dewan komisaris merupakan bagian dari corporate
governance. Jensen (1993) dan Lipton dan Lorsch (1992) merupakan
yang pertama menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris
merupakan bagian dari mekanisme corporate governance. Hal tersebut
diperkuat oleh pendapat Allen dan Gale (2000) yang menegaskan
bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme governance yang
penting.
Menurut Komite Nasional Kebijakan GCG (2004), komisaris
independen adalah anggota komisaris yang tidak terafiliasi dengan
manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya
30
yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak